Hitstat

07 April 2005

1&2 Petrus Volume 4 - Minggu 3 Kamis

Nubuat Bukan Tafsiran Manusia
2 Petrus 1 :20-21
“Yang terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.”

Di sini kata “kehendak sendiri” mengacu kepada nabi yang bernubuat, atau penulis yang menulis nubuat. Ditafsirkan menurut kehendak sendiri berarti menjelaskan atau menerangkan menurut nabi atau penulis itu sendiri, bukan dari Allah melalui Roh Kudus. Pemikiran Petrus di sini ialah: tidak ada nubuat dalam Kitab Suci yang berasal dari konsep, opini, atau pengertian/pemikiran nabi atau penulis itu sendiri; tidak ada nubuat yang berasal dari sumber manusia. Ini dipastikan dan dijelaskan oleh ayat 21, “Sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas nama Allah.”
Jadi dengan kata lain, firman adalah definisi, penjelasan, dan ekspresi Allah atau kita boleh juga mengatakan bahwa firman adalah Allah yang didefinisikan, dijelaskan, dan diekspresikan. Firman tidak terpisah dari Allah, itulah sebabnya Yohanes 1:1 mengatakan, “Firman adalah Allah.”
Alangkah berharganya firman Tuhan, ia adalah surat Allah bagi kita. Selain itu, firman Tuhan juga memberikan manfaat yang luar biasa. Dua Timotius 3:15-16 mengatakan, “... Kitab Suci yang dapat memberi hikmat kepadamu dan menuntun engkau kepada keselamatan oleh iman kepada Kristus Yesus. Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.”

Prinsip-Prinsip Menafsirkan Alkitab

Prinsip menafsirkan Alkitab: (1) Sedapat mungkin ditafsirkan secara harfiah. Kita harus memegang dengan kuat fakta bahwa ketika Tuhan memberikan inspirasi kepada manusia untuk menulis Alkitab, Dia menggunakan kata-kata yang sepenuhnya dimengerti oleh manusia. (2) Penafsiran kalimat, ayat, atau bagian yang sama, tidak boleh ditafsirkan sebagian harfiah dan sebagian rohani. (3) Tidak ada satu bagian Alkitab manapun yang dapat dianggap sebagai keseluruhan kebenaran. Kita harus imbang di semua aspek yang diajarkan firman Tuhan. (4) Tafsiran satu bagian firman tidak boleh dilepaskan dari konteksnya. (5) Tafsiran harus selaras dengan seluruh Alkitab. Tafsiran suatu bagian firman tidak boleh bertolak belakang dengan bagian manapun dalam Alkitab. (6) Banyak frase di dalam Alkitab saling menerangkan satu dengan yang lain, dengan demikian waktu ditafsirkan harus selaras. (7) Tidak dibatasi oleh latar belakang, tidak juga mengabaikan latar belakang. Kita tidak boleh mengabaikan latar belakang agar dapat memiliki pengertian Alkitab yang tepat. Tetapi kita harus hati-hati agar tidak dibatasi oleh latar belakang sehingga melakukan kesalahan dalam pelaksanaan firman itu. (8) Memperhatikan perbedaan-perbedaan dalam pembagian zaman (dispensation). Firman Allah kepada manusia dibagi dalam berbagai zaman. Kita tidak bisa menerapkan secara harfiah firman untuk zaman hukum Taurat kepada diri kita yang saat ini hidup di zaman kasih karunia. (9) Memperhatikan perbedaan orang-orang yang menerima firman itu. Ada bagian firman yang ditujukan kepada orang Yahudi, dengan sendirinya ini tidak bisa diterapkan untuk gereja. (10) Orang-orang, kejadian-kejadian, dan obyek-obyek dalam Perjanjian Lama yang tidak secara jelas mengacu sebagai lambang-lambang tidak boleh dianggap sebagai lambang melainkan sebagai ilustrasi. Sesuatu dianggap lambang jika ada bukti yang jelas dari Perjanjian Baru. Jika tidak ada, maka dianggap sebagai ilustrasi.

No comments: