Hitstat

31 August 2012

Galatia - Minggu 20 Jumat


Pembacaan Alkitab: Gal. 5: 16, 25


Dalam 5:16 dan 25, Roh itu adalah Allah Tritunggal yang telah melalui proses. Allah Tritunggal telah melalui inkarnasi, kehidupan insani, penyaliban, dan kebangkitan, menjadi Roh majemuk yang telah melalui proses, yang hidup di dalam kita. Sekarang, karena Roh yang sedemikian ini berhuni di dalam kita, maka kita harus menempuh kehidupan sehari-hari berdasarkan Roh ini. Ini berarti Roh itu harus menjadi esens kehidupan kita.

Saya merasa prihatin karena kebanyakan dari kita bukannya hidup oleh Roh, tidak hidup dalam esens hayat ilahi, malah hidup oleh daging, oleh esens hayat kita yang telah jatuh. Hidup oleh Roh itu berarti kita menerima Roh itu sebagai esens hayat kita. Sebagai orang-orang yang telah dilahirkan kembali, kita mempunyai dua esens: daging dan Roh itu. Sebelum kita beroleh selamat, kita melakukan segala sesuatu berdasarkan daging. Karena kita tersusun dari unsur daging, maka daging menjadi unsur kehidupan kita, penyusun kita. Tindakan daging boleh jadi berbedabeda, tetapi esensnya sama. Sebagai contoh, seseorang mungkin memandang rendah orang tuanya dan orang lain mungkin menghormati orang tua, tetapi kedua tindakan atau perilaku itu adalah oleh daging jika daging menjadi esens kehidupan mereka. Pada suatu hari Roh yang almuhit, dengan esens hayat ilahi, masuk ke dalam kita. Mulai saat itu dan seterusnya kita akan mampu hidup menurut esens daging atau oleh esens Roh itu. Dalam Galatia 5 Paulus meminta kita untuk hidup oleh Roh yaitu menerima Roh itu sebagai esens dan penyusun kita. Kita tidak boleh hidup oleh daging, penyusun kita yang usang, melainkan oleh Roh itu, penyusun kita yang baru. Bila kita mengasihi, kita harus mengasihi oleh Roh itu, oleh esens yang baru. Demikian pula, ketika kita membenci sekalipun, kita harus melakukannya oleh Roh itu sebagai esens kita. Orang-orang Kristen tidak saja harus mengasihi, tetapi juga membenci. Kita tentu harus membenci Iblis, dosa, dan dunia. Tidak peduli kita mengasihi atau membenci, kita perlu hidup oleh Roh yang almuhit sebagai esens kita. Yang terpenting bukanlah perkara kita mengasihi atau membenci, atau kita congkak atau rendah hati, melainkan oleh esens apa kita mengasihi atau membenci, congkak atau rendah hati. Jika kita hidup oleh Roh sebagai esens kita, maka membenci perkara-perkara tertentu pun benar. Tetapi jika kita mengasihi dengan daging sebagai esens kita, Allah akan sangat tidak berkenan. Allah sama sekali tidak membenarkan daging. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak seharusnya kembali hidup oleh daging sebagai esens kita. Sebagai gantinya, kita harus menerima Roh itu sebagai esens kita dan melakukan segala sesuatu oleh Roh itu.

Dalam hidup oleh Roh jenis pertama, kita menerima Roh itu sebagai esens hayat kita. Kemudian, apa pun adanya kita, apa pun yang kita perbuat, dan apa pun yang kita punyai akan memiliki Roh itu sebagai esens kita. Ini berarti esens kita adalah Allah Tritunggal yang telah melalui proses menjadi unsur penyusun kita. Dengan demikian, secara riil daging akan disalibkan. Dalam kata-kata 5:24, mereka yang berasal dari Kristus Yesus telah menyalibkan daging dengan segala keinginan dan hawa nafsunya. Jika kita menerima Roh itu sebagai esens kita serta menyalibkan daging, segala aspek dalam kehidupan kita sehari-hari akan berdasarkan Roh itu.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 40

30 August 2012

Galatia - Minggu 20 Kamis


Pembacaan Alkitab: Mat. 17:5, 8


Kitab Galatia disusun dengan cara yang sangat istimewa. Dalam pasal satu kita nampak bahwa Putra Allah berlawanan dengan agama yang dibentuk dan didirikan menurut hukum Taurat yang diberikan oleh Allah. Dalam 1:16 Paulus menunjukkan bahwa Putra Allah telah diwahyukan di dalam kita. Putra Allah tidak saja suatu obyek kepercayaan yang di luar kita, tetapi Ia adalah Persona yang telah diwahyukan kepada kita secara subyektif dan telah menjadi satu dengan kita. Putra Allah yang terkasih yang telah diwahyukan di dalam kita dan yang sekarang esa dengan kita itu berlawanan dengan agama dan segala tradisinya. Maksud Allah ialah agar agama dan tradisi tersingkir sehingga hanya Putra Allahlah yang tertinggal.

Karena agama mendarah daging dalam diri kita, maka agama sangat sulit dibuang. Mungkin saja kita berada di bawah pengaruh tradisi ketika kita berdoa. Sebagai contoh, boleh jadi kita menganggap bahwa cara yang terbaik untuk berdoa adalah dengan berlutut, bukan duduk di kursi. Akan tetapi, bagaimana kita dapat mengatakan posisi berdoa yang baik? Adanya perasaan bahwa berdoa dengan berlutut lebih baik daripada duduk mungkin berasal dari tradisi. Di antara orang-orang yang beragama tertentu, ketika mereka sembahyang biasanya mereka bersujud. Sewaktu mengunjungi Yerusalem, saya mengamati orang-orang itu sembahyang secara demikian. Dalam batin saya meragukan: Apakah mereka sungguh-sungguh menyembah Allah, atau hanya melakukan upacara agama mereka secara agamis dan tradisional. Meskipun Tuhan Yesus dan rasul Paulus berdoa sambil berlutut, namun Tuhan tidak mengharuskan kita berlutut ketika berdoa ataupun bersujud di hadapan Allah Bapa ketika kita menyembah-Nya. Tuhan tidak memberikan perintah semacam itu. Tetapi dalam Yohanes 4:24 Ia mengatakan bahwa Allah itu Roh dan siapa saja yang menyembah Dia, harus menyembah-Nya dalam Roh. Perkataan ini dikatakan-Nya kepada perempuan Samaria di pinggir sebuah sumur. Tuhan Yesus menyuplaikan air hayat kepada perempuan itu, dan ia minum dari air hayat ini. Menurut konteks Yohanes 4, minum air hayat adalah menyembah Allah Bapa.

Sementara Tuhan Yesus berbincang-bincang dengan perempuan Samaria itu, imam-imam di Yerusalem menyembah Allah di Bait Suci. Di manakah penyembahan yang sejati sedang berlangsung — di dalam bait atau di pinggir sumur? Untuk menjawab pertanyaan ini dengan tepat kita perlu memahami bahwa Persona yang berbicara dengan perempuan Samaria di pinggir sumur sebenarnya adalah Allah itu sendiri. Allah ada di sana bersama perempuan Samaria, bukan di dalam Bait di Yerusalem. Penyembahan yang dilakukan oleh imam-imam secara tertib dan teratur itu adalah sia-sia. Jika Anda berada di sana, apakah Anda akan menyembah Allah bersama para imam itu di Bait Suci atau bersama perempuan Samaria di dekat sumur? Jika kita jujur, kita harus mengakui bahwa kita mungkin akan bersama para imam menyembah menurut tradisi.

Dalam Galatia 1 kita nampak bahwa Putra Allah menggantikan agama berikut tradisinya. Sekarang dalam Galatia 2 kita nampak bahwa Kristus, Persona yang diurapi Allah ini menggantikan hukum Taurat. Dalam ayat 19 Paulus berkata bahwa ia telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya ia boleh hidup untuk Allah. Kemudian dalam ayat 19-20 ia melanjutkan perkataannya, “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku.” Karena itu, menurut pasal 1, Putra Allah diwahyukan di dalam kita, dan menurut pasal 2, Kristus hidup di dalam kita.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 40

29 August 2012

Galatia - Minggu 20 Rabu


Pembacaan Alkitab: Rm. 4:12; Flp. 3:14, 16


Walaupun Allah telah menjadikan kita suatu ciptaan baru, kita masih mungkin hidup dan bertindak dalam ciptaan lama. Orang-orang Galatia justru hidup dan bertindak dalam ciptaan lama dalam hal berusaha memelihara hukum Taurat oleh daging. Paulus mencoba mengembalikan mereka kepada Kristus dan Roh itu. Dia menyuruh mereka untuk tidak lagi hidup dan bertindak dalam ciptaan lama, tetapi hidup dan bertindak dalam roh mereka. Hidup dan bertindak dalam Roh adalah hidup dan bertindak dalam ciptaan baru. Jika kita ingin memiliki hidup jenis kedua, kita harus hidup oleh Roh, oleh ciptaan baru.

Ketika kita menempuh perjalanan di atas jalan raya Roh itu, harus berhati-hati agar tidak melakukan apa-apa berdasarkan diri kita sendiri. Janganlah kita mengendarai “mobil” kita dengan ciptaan lama, tetapi dengan roh yang telah dilahirkan kembali. Ini berarti kita harus mengendarai “mobil” dengan ciptaan baru. Bergairah terhadap agama atau tidak, itu tidaklah berarti, hanya satu yang berarti, yakni ciptaan baru.

Jika kita membaca tulisan-tulisan Paulus dengan teliti, kita masih akan menemukan satu kaidah lain yang harus kita tempuh. Kaidah ini ialah kehidupan gereja, kehidupan Tubuh, seperti diwahyukan dalam Roma 12:1-5 dan Efesus 4:1-16. Jadi, hidup jenis kedua ialah oleh Roh itu, dengan ciptaan baru, dengan menuntut dan mendapatkan Kristus dan dengan mempraktekkan satu jalur yang harus kita tempuh. Ini adalah satu kaidah, satu prinsip, yang memimpin kita kepada sasaran Allah.

Kita semua perlu memiliki hidup oleh Roh jenis pertama. Dalam kehidupan sehari-hari kita harus ada pekertipekerti, buah-buah Roh seperti yang dikatakan Paulus dalam Galatia 5:22-23: Kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Suatu kehidupan dan tindakan sehari-hari yang oleh Roh itu akan melayakkan kita dan memperlengkapi kita untuk hidup oleh Roh jenis kedua, yang dapat merampungkan tujuan Allah. Hidup jenis kedua ini mengandung empat kaidah atau prinsip: Roh itu, ciptaan baru, mendapatkan Kristus, dan kehidupan gereja. Untuk memiliki hidup jenis kedua dan bukan hanya jenis pertama, kita perlu berada di bawah pengaturan roh, hidup oleh ciptaan baru, menuntut Kristus agar bisa mendapatkan Dia, serta mempraktekkan kehidupan gereja. Jika kita hanya memiliki hidup oleh Roh jenis pertama namun tidak memiliki jenis kedua, boleh jadi kita dianggap orang sebagai manusia yang “suci”, “rohani”, atau “pemenang”. Akan tetapi, sebenarnya kita adalah orang yang tidak bertujuan. Sekalipun kita mungkin memiliki apa yang disebut kekudusan, kerohanian, atau kemenangan, kita tetap tidak memiliki tujuan, sebab kita tidak memiliki hidup oleh Roh jenis kedua untuk mencapai sasaran. Kita perlu memiliki hidup jenis pertama untuk memperlengkapi kita, juga dengan jenis kedua untuk merampungkan tujuan Allah, sehingga kita boleh mencapai sasaran dan meraih pahala, yakni dengan penuh limpah menikmati Kristus dan mengalami Kristus.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 39

28 August 2012

Galatia - Minggu 20 Selasa


Pembacaan Alkitab: Gal. 5:25; 6:16; Flp. 3:16


Banyak orang Kristen yang memiliki kehidupan dan tindakan sehari-hari yang normal, namun mereka tidak memiliki hidup jenis kedua. Sasaran hidup kristiani mereka seolah-olah hanya ingin menjadi orang yang baik, ramah, dan wajar. Jika Anda bertanya kepada mereka, apa sasaran hidup kristiani mereka, mereka mungkin mengatakan bahwa sasaran mereka adalah menjadi orang Kristen yang baik untuk memuliakan Allah dan suatu hari pergi ke surga bertemu dengan Tuhan tanpa merasa malu. Kalau Anda bertanya kepada saya di tahun-tahun yang lampau tentang sasaran hidup Kristiani saya, saya pun akan menjawab bahwa sasaran saya ialah menjadi orang Kristen yang baik dan berperilaku wajar bagi kemuliaan Allah. Sekarang saya sadar, bahwa menurut Alkitab, Allah memiliki satu tujuan tertentu, dan Ia telah meletakkan satu sasaran tertentu di hadapan kita, yang harus kita capai. Selain kehendak dan sasaran-Nya, Ia pun telah menyediakan satu jalan. Jalan ini boleh kita ibaratkan seperti sebuah jalan raya yang membawa kita ke tujuan tertentu. Jalan Allah itulah jalur, kaidah, dan prinsip yang harus kita tempuh untuk mencapai sasaran. Terpujilah Allah, karena Ia memiliki tujuan! Ia mempunyai satu tujuan untuk dicapai dan satu sasaran untuk dipenuhi. Ia pun telah menentukan satu jalan yang akan membawa kita ke sasaran ini. Jalan ini adalah kaidah, prinsip, jalur yang harus kita tempuh. Sudah tentu, ini bukan hidup oleh Roh jenis pertama, melainkan jenis kedua, yakni hidup dalam jalur untuk mencapai sasaran Allah.

Dalam kehidupan dan tindakan kristiani kita, hidup oleh Roh jenis kedua ini adalah satu kehidupan yang memiliki Roh itu sebagai kaidah. Kaidah kita tidak seharusnya suatu doktrin atau teologi, juga tidak seharusnya hukum Taurat. Maksud Paulus dalam menulis surat kepada orang-orang Galatia ialah menunjukkan kepada mereka bahwa mereka tidak seharusnya menerima hukum Taurat sebagai kaidah mereka lagi. Kaum beriman Galatia telah diselewengkan dari Roh itu kepada hukum Taurat dan menerima hukum Taurat sebagai kaidah. Paulus memberi tahu mereka bahwa mereka bodoh dan mereka harus beralih kepada Roh itu sebagai kaidah mereka. Karena mereka memiliki hayat dan hidup oleh Roh, maka mereka harus hidup oleh Roh sebagai kaidah mereka. Jika kita ingin memiliki hidup jenis kedua bagi penggenapan kehendak Allah, pertama-tama kita harus belajar hidup oleh Roh sebagai jalan, kaidah, prinsip, dan jalur kita.

Saya menganjuri semua orang saleh untuk memiliki hidup oleh Roh jenis yang kedua. Anda perlu berdoa, “Tuhan, aku ingin mengikuti Engkau untuk memiliki hidup oleh Roh jenis yang kedua bagi penggenapan kehendakMu. Aku tidak mau hidup oleh doktrin, teologi, organisasi, atau konsepsi alamiah. Aku ingin hidup oleh Roh sebagai satu-satunya jalan rayaku.”

Menurut Galatia 5:25, karena kita telah mendapatkan hayat dan hidup oleh Roh, maka kita sekarang harus memiliki hidup oleh Roh jenis yang kedua sebagai kaidah kita. Kita telah mendapatkan hayat oleh Roh agar kita hidup oleh Roh, untuk merampungkan kehendak Allah. Betapa mulianya sasaran yang ada di hadapan kita! Jalan raya yang membawa kita ke sasaran ini adalah Roh itu, ekspresi terakhir dari Allah Tritunggal yang telah melalui proses. Ketika kita berjalan di atas jalan raya yang unik ini, kita tidak boleh keluar dari rel atau berubah haluan, melainkan harus maju langsung sasaran.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 39