Hitstat

26 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 4 Sabtu

Syarat Mengikut Yesus (2)
Matius 16:25-26a
Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?

Pernahkah kita menyadari bahwa sering kali opini kita adalah ekspresi Iblis? Menyadari bahwa opini alamiah kita ialah jelmaan Iblis itu penting sekali dan menentukan. Tidak ada sesuatu yang lebih merusak hayat kekristenan kita lebih daripada opini kita. Ekspresi opini alamiah merupakan hasil inspirasi Iblis. Karena opini alamiah kita berasal dari ilham Iblis, maka kita perlu waspada. Jika kita menggunakan pikiran kita secara berlebihan, Tuhan Yesus akan menyebut kita Iblis. Jika kita terlalu banyak melatih pikiran kita, kita akan menjadi ekspresi Iblis, dan Tuhan Yesus akan berkata kepada kita, “Enyahlah dari hadapan-Ku, Iblis.”
Untuk menempuh jalan salib guna memasuki kemuliaan, menuntut kesediaan kita untuk tidak menggunakan pikiran kita secara alamiah. Kita harus menyangkal diri, memikul salib, dan mengikut Kristus. Ketika kita terlalu banyak menggunakan pikiran kita, kita tidak dapat mengikuti Kristus. Kristus tidak berada dalam pikiran kita, melainkan dalam roh kita. Jika kita memeriksa konteks ayat-ayat ini, kita akan nampak bahwa pikiran adalah ekspresi diri, diri ialah perwujudan hayat jiwa, ini semua harus ditaruh pada salib.
Dalam Matius 16:24 Tuhan berkata, “Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salib-nya dan mengikut Aku.” Salib bukan hanya suatu penderitaan, tetapi juga suatu pembunuhan. Salib membunuh dan mengakhiri penjahat. Pertama-tama Kristus memikul salib, kemudian Dia disalibkan. Hari ini kita, kaum beriman-Nya, disalibkan lebih dulu dengan Dia dan kemudian memikul salib. Bagi kita, memikul salib adalah tetap tinggal di bawah kematian pembunuhan Kristus untuk mengakhiri diri kita, hayat alamiah kita, dan manusia lama kita. Dengan berbuat demikian, kita menyangkal diri kita agar kita dapat mengikuti Tuhan.

Mat. 16:24-27

Tujuan terakhir salib bukan membuat kita menderita, melainkan untuk mengakhiri kita. Mungkin ada orang menasihatkan sepasang suami istri untuk memikul salib. Seorang istri yang menderita aniaya dari suaminya dikatakan harus memikul salib. Dengan kata lain, orang memberi tahu dia bahwa menahan penderitaan oleh karena suaminya adalah memikul salib. Namun, menderita tidak dapat membangun gereja; memikul salib yang sejati baru membangun gereja; sebab memikul salib mematikan diri, hayat jiwa, dan hayat alamiah. Kita semua telah dikubur, dibaptis, dan ditamatkan.
Menempuh jalan menuju kemuliaan pada akhirnya berarti menaruh diri kita pada kematian. Jalan ini bukan hanya masalah penolakan, mengalami kekurangan, menghadapi badai laut, tuduhan agama, belajar makan Tuhan Yesus sebagai suplai hayat yang takkan habis, diperingatkan agar waspada terhadap ragi, dan nampak visi Kristus dan gereja; selain itu semua, kita perlu ditamatkan. Pos terakhir jalan menuju kemuliaan ialah pos penamatan diri.
Dalam Matius 16:25 Tuhan berkata, “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Dalam mengikuti Tuhan, janganlah kita menyelamatkan nyawa kita dengan membiarkan nyawa memperoleh kenikmatan. Jika kita rela kehilangan nyawa karena Kristus, kita akan memperolehnya dalam kerajaan pada zaman yang akan datang. Ayat selanjutnya mengatakan, “Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya?” Kenikmatan nyawa (jiwa) hari ini terbungkus dengan dunia. Memperoleh dunia untuk kenikmatan jiwa sekarang ini berarti akan kehilangan hayat dalam kenikmatan kerajaan pada zaman yang akan datang. Matius 16:27 kemudian mengatakan, “Sebab Anak Manusia akan datang dalam kemuliaan Bapa-Nya diiringi malaikat-malaikat-Nya; pada waktu itu Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya.” Ganjaran itu akan diberikan menurut bagaimana kita telah memikul salib; tergantung apakah kita mempertahankan diri kita di bawah pembunuhan salib, apakah kita menyelamatkan jiwa kita pada zaman ini atau rela kehilangan jiwa kita.

Doa:
Tuhan Yesus, aku berterima kasih karena bagiku Kau telah menyerahkan nyawa-Mu. Tuhan, dalam mengikuti Engkau, ajarlah aku untuk mengesampingkan ego dan kesenangan daging. Ajarlah aku untuk hidup di bawah bayang-bayang salib-Mu, sehingga aku boleh mengikuti Engkau di dalam kebangkitan.

25 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 4 Jumat

Syarat Mengikut Yesus (1)
Matius 16:21
Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.

Untuk mengalami Kritus dan mempunyai gereja yang terbangun atas Kristus, kita perlu menempuh jalan salib. Kristus itu Pelopor, Pembuka jalan dalam menempuh jalan salib. Inilah jalan unik bagi Kristus untuk dibebaskan dan itu pula jalan unik bagi gereja untuk dibangunkan dengan Kristus dan di atas Kristus. Matius 16:21 mengatakan, “Sejak itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-murid-Nya bahwa Ia harus pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari ketiga.” Setelah wahyu tentang rahasia besar mengenai Kristus dan gereja, wahyu tentang penyaliban dan kebangkitan Kristus disingkapkan.
Dalam Matius 16:21 Tuhan pertama-tama mewahyukan kepada murid-murid-Nya penyaliban dan kebangkitan-Nya. Sebelum ini, Ia tidak pernah menyinggung apa pun tentang hal-hal ini. Setelah wahyu Kristus dan gereja, Tuhan Yesus mewahyukan kepada murid-murid yang diterangi-Nya tentang penyaliban dan kebangkitan-Nya. Hal ini sangat bermakna. Sesudah kita nampak Kristus dan gereja, kita harus bersiap-siap menempuh jalan salib. Menempuh jalan salib ialah tidak mengacuhkan ego kita sedikit pun. Tidak peduli betapa baik, benar, atau bergunanya kita, kita perlu disalibkan. Bagi kenikmatan atas Kristus dan pembangunan atas gereja, kita harus disalibkan. Tidak ada sesuatu pun dari diri kita yang boleh tetap tinggal.
Tuhan Yesus di sini membicarakan baik penyaliban-Nya maupun kebangkitan-Nya. Murid-murid mengerti hal penyaliban, tetapi mengabaikan hal kebangkitan. Di dalam mereka terdapat ketakutan bahwa Tuhan Yesus akan dibunuh. Karena itu ketika Tuhan membicarakan tentang kebangkitan-Nya, murid-murid tidak memahaminya.

Mat. 16:21-26; Luk. 9:25

Matius 16:22 mengatakan, “Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan mulai menegur Dia dengan keras, ‘Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali tidak akan menimpa Engkau.’” Perkataan Petrus menunjukkan bahwa orang alamiah tidak pernah mau menerima salib. Petrus pemberani dan baik hati kepada Tuhan. Tanpa Petrus, kita tidak akan mempunyai begitu banyak wahyu. Melalui keberaniannya membuat kesalahan, dia banyak memberi kita wahyu. Di sini Petrus cukup berani menegur Tuhan. Ketika Petrus menegur Tuhan, ekspresinya mungkin adalah ekspresi Iblis. Perkataan Petrus — “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu!” — kedengaran-Nya sangat baik, tetapi sebenarnya adalah suatu teguran. Petrus merasa kesal mengenai akan terbunuhnya Tuhan. Karena itu ia sepenuhnya berada di dalam dirinya sendiri, sesungguhnya ia menegur Tuhan Yesus.
Dalam Matius 16:23 kita nampak tanggapan Tuhan: “Lalu Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus, ‘Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.’” Kristus mengetahui bahwa bukan Petrus, melainkan Iblis yang mencegah-Nya memikul salib. Ini mewahyukan bahwa manusia alamiah kita, yang tidak mau memikul salib, bersatu dengan Iblis. Ketika kita mengarahkan pikiran kita tidak kepada hal-hal Allah, melainkan kepada hal-hal manusia, kita menjadi iblis, batu sandungan bagi Tuhan pada perjalanan-Nya menggenapkan tujuan Allah.
Selanjutnya dalam Matius 16:24, dikatakan bahwa, “Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, ‘Jika seseorang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.’” Di sini Tuhan mengatakan tentang menyangkal diri. Menyangkal diri (ego) kita adalah melepaskan hayat jiwa kita, hayat alamiah kita (Mat. 16:26; Luk. 9:25). Dalam ayat selanjutnya Tuhan melanjutkan: “Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi siapa yang kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya.” Inilah jalan salib itu. Tanpa menempuh jalan semacam ini, kita tidak akan dapat berbagian dalam penggenapan tujuan Allah.

Doa:
Ya Tuhan, aku mengakui bahwa keadaanku bahkan lebih buruk daripada Petrus. Aku hanya memikirkan apa yang baik dan menguntungkan bagi dagingku, tetapi tidak memikirkan apa yang hendak Kaurampungkan. Ampunilah aku, ya Tuhan. Dalam hal kecil maupun besar, ajarlah aku untuk mengesampingkan ego, sehingga Engkau dapat melaksanakan pekerjaan-Mu.

24 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 4 Kamis

Aku Akan Mendirikan Gereja-Ku
Matius 16:18
Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.

Setelah Simon Petrus mendeklarasikan bahwa Yesus adalah Kristus, Anak Allah yang hidup, maka Yesus berkata kepadanya, “Berbahagialah engkau Simon anak Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di surga.” Darah dan daging mengacu kepada manusia alamiah, yang diciptakan dan jatuh. Hanya Bapalah yang dapat mewahyukan Anak (Putra) kepada kita.
Dalam Matius 16:18 Tuhan berkata, “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” Wahyu Bapa mengenai diri Kristus hanya paruhan pertama dari rahasia besar, yaitu Kristus dan gereja (Ef. 5:32). Karena itu, Tuhan perlu mewahyukan pula kepada Petrus paruhan kedua mengenai gereja.
Tuhan berkata, “Aku akan mendirikan jemaat-Ku.” Tuhan membangun gereja-Nya mulai hari Pentakosta (Kis. 2:1-4, 41-42). Kata “gereja” dalam bahasa Yunani-nya adalah “ekklesia” yang berarti “dipanggil keluar”. Perkataan ini dipakai mengacu kepada jemaat yang terpanggil keluar. Kata “gereja-Ku” menunjukkan bahwa gereja berasal dari Tuhan, bukan dari siapa pun atau barang apa pun, bukan seperti denominasi, yang diberi nama di bawah nama orang tertentu atau perkara tertentu.
Tuhan berkata kepada Petrus bahwa Ia akan mendirikan gereja-Nya di atas “batu karang ini”. Kata “batu karang ini” tidak hanya mengacu kepada Kristus, tetapi juga kepada wahyu tentang Kristus, wahyu yang diterima oleh Petrus dari Bapa. Gereja didirikan di atas Kristus dan di atas wahyu tentang Kristus. Karena itu, gereja yang didirikan di atas wahyu tentang Kristus adalah gereja yang sejati, dan bukan suatu sekte.

Mat. 16:18; Ef. 5:32; Kis. 2:1-4, 41-42; 10:34-48

Gereja harus dibangun di atas “batu karang” ini yaitu di atas wahyu Kristus. Jika kita nampak hal ini, kita akan tertolong dari perpecahan. Hanya sesuatu yang dibangunkan di atas wahyu Kristus, itulah gereja. Menurut prinsip ini, semua golongan yang dibangun di atas doktrin, pandangan, praktek, atau konsepsi, bukanlah gereja yang sejati. Wahyu tentang Kristus ialah batu karang yang di atasnya Tuhan Yesus mendirikan gereja-Nya.
Bahasa Yunani menerjemahkan kata “Petrus” dalam Matius 16:18 dengan kata “batu”, yakni materi untuk pembangunan Allah. Seperti Petrus, semua orang beriman perlu diubah menjadi batu-batu bagi bangunan gereja (1 Ptr. 2:5). Tuhan mengatakan pula bahwa pintu alam maut tidak akan menguasai gereja-Nya. “Pintu Alam Maut” mengacu kepada kuasa Iblis atau kuasa kegelapan (Kol. 1:13; Kis. 26:18), yang tidak dapat menguasai, mengalahkan gereja sejati yang dibangun oleh Kristus di atas wahyu tentang Dia sebagai batu karang, dengan batu-batu seperti Petrus, manusia yang sudah mengalami pengubahan. Perkataan Tuhan ini juga menunjukkan bahwa kuasa kegelapan Iblis akan menyerang gereja. Karena itu, terjadi peperangan rohani antara kuasa Iblis yang adalah kerajaannya dengan gereja, yang adalah Kerajaan Allah.
Dalam Matius 16:19 Tuhan berkata kepada Petrus, “Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga.” Menurut sejarah ada dua kunci. Petrus menggunakan satu buah pada hari Pentakosta untuk membuka pintu agar kaum beriman Yahudi dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga (Kis. 2:38-42), dan dia memakai yang lain di rumah Kornelius untuk membuka pintu agar kaum beriman bukan Yahudi dapat masuk ke dalam Kerajaan Surga (Kis. 10:34-48).
Tuhan berkata pula kepada Petrus, “Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” Gereja mewakili kerajaan dengan pemerintahan Allah di bumi. Karena itu, kuasa untuk mengikat dan melepaskan tidak hanya diberikan kepada Petrus, rasul untuk gereja di sini, melainkan juga diberikan kepada gereja sendiri (Mat. 18:17-18). Apa pun yang diikat atau dilepas oleh umat gereja di bumi haruslah sesuatu yang sudah diikat atau dilepaskan di surga. Kita hanya dapat mengikat atau melepaskan apa yang telah diikat atau dilepaskan di surga.

Doa:
Tuhan Yesus, aku tidak hanya perlu mengenal Engkau dengan benar, aku pun perlu mengenal gereja yang Kaudirikan dengan benar. Belaskasihani aku agar pengenalanku terhadap gereja bukan seturut tradisi kekristenan yang merosot, melainkan menurut wahyu Perjanjian Baru. Tidak hanya demikian, jadikan pula aku orang yang turut serta dalam membangun gereja-Mu.

23 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 4 Rabu

Mesias, Anak Allah yang Hidup
Matius 16:15-16
Lalu Yesus bertanya kepada mereka: “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Simon Petrus: “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!”

Setibanya Tuhan Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya, “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Nampaknya hal ini tidak ada hubungannya dengan masalah ragi. Kaisarea Filipi terletak di sebelah utara Tanah Kudus, dekat dengan perbatasan, di kaki Gunung Hermon, tempat Tuhan berubah rupa (Mat. 17:1-2). Tempat ini jauh dari kota kudus dan Bait Kudus. Kota kudus dan Bait Kudus adalah tempat dengan atmosfer agama Yahudi yang usang yang memenuhi setiap pikiran manusia, tidak memberikan tempat bagi Kristus, Raja baru.
Tuhan sengaja membawa murid-murid-Nya ke tempat yang beratmosfer jernih agar pikiran mereka dapat dibebaskan dari pengaruh-pengaruh lingkungan agamawi di dalam kota kudus dan Bait Kudus, dan agar Dia dapat mewahyukan kepada mereka sesuatu yang baru tentang diri-Nya dan gereja, yang merupakan urat nadi kerajaan surgawi-Nya. Di Kaisarea Filipi inilah visi tentang diri-Nya sebagai Kristus, Anak Allah yang hidup, dilihat oleh Petrus (Mat. 16:16-17). Di sini pula gereja diwahyukan dan disebutkan untuk kali pertama sebagai sarana untuk mendatangkan Kerajaan Surga (Mat. 16:18-19).
Jika kita masih berada di bawah pengaruh ragi agama, kita tidak akan nampak jelas tentang Kristus ataupun gereja. Agar nampak jelas tentang Kristus dan gereja, kita perlu menyingkirkan semua ragi. Kita bukan hanya perlu menyingkir dari suasana yang busuk dan dipenuhi dengan konsepsi agama, tetapi kita pun perlu dibersihkan dari ragi agama. Jika masih terdapat ragi di dalam kita, kita akan berada di bawah selubung, dan mata kita tidak akan dapat nampak Kristus dan gereja. Untuk melihat Kristus dan gereja, kita perlu langit yang jernih dan suasana yang bersih. Kita pun perlu pikiran dan akal budi yang jernih; akal budi yang tidak dipengaruhi ragi agama.

Mat. 16:13-20

Banyak di antara kita telah teragi sejak saat kita dila-hirkan. Sepanjang masa kanak-kanak, kita terus-menerus di bawah pengaruh ragi. Pikiran dan perasaan kita telah terkhamir seluruhnya. Apabila bagi kita, gereja adalah menara yang tinggi dan lonceng yang besar. Itu menunjukkan bahwa secara tidak sadar kita telah teragi. Selain itu, semakin kita menerima pelajaran dan pendidikan di sekolah, ragi semakin merasuk ke dalam kita. Sebab itu, kita perlu meninggalkan “pusat agama” dan jauh-jauh pergi ke “utara, ke daerah Kaisarea Filipi”, di mana langit itu jernih. Lagi pula, kita perlu berkata kepada Tuhan di dalam batin, “Tuhan Yesus, murnikanlah aku dari segala jenis ragi. Aku ingin menjadi seorang yang jernih di bawah langit yang bersih.”
Dalam Matius 16:13 Tuhan bertanya kepada murid-murid-Nya sebuah pertanyaan: “Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Sebagai seorang manusia, Kristus adalah rahasia bagi angkatan itu, demikian pula bagi orang-orang pada hari ini. Dalam ayat selanjutnya, murid-murid menjawab, “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan: Elia dan yang lain lagi mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi.” Tanpa wahyu surgawi, orang-orang hanya dapat mengenal bahwa Kristus adalah nabi yang paling besar, tetapi tidak dapat mengenal bahwa Dia adalah Kristus, Anak Allah yang hidup (Mat. 16:16).
Setelah Tuhan bertanya kepada murid-murid-Nya siapakah Dia, Simon Petrus menjawab: “Engkaulah Mesias (Kristus), Anak Allah yang hidup!” (Mat. 16:16). Kristus mengacu kepada Yang diurapi oleh Allah, berhubungan dengan amanat Tuhan, sedangkan Anak Allah yang hidup mengacu kepada Yang kedua dari Allah Tritunggal, berhubungan dengan persona-Nya. Amanat-Nya adalah merampungkan tujuan kekal Allah melalui penyaliban-Nya, kebangkitan-Nya, kenaikan-Nya ke surga, dan kedatangan-Nya kali kedua, sedangkan persona-Nya menyatakan Bapa dan rampung dalam Roh untuk menyatakan Allah Tritunggal secara penuh. Allah yang hidup berlawanan dengan agama yang mati. Tuhan adalah perwujudan Allah yang hidup, tidak ada hubungannya dengan agama yang mati.

Doa:
Tuhan Yesus, hatiku berpaling kepada-Mu dan singkirkanlah setiap selubung di dalamku. Aku damba mengenal Engkau dengan benar, karena itulah berilah aku Roh hikmat dan wahyu. Banyak orang mengenal Engkau dari sudut pandang yang lahiriah, tetapi aku ingin mengenal Engkau secara subyektif menurut wahyu dan pengalaman yang riil.

22 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 4 Selasa

Tanda bagi Angkatan yang Jahat dan Tidak Setia
Matius12:40
Sebab seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian juga Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.

Matius 16:1 mengatakan, “Kemudian datanglah orang-orang Farisi dan Saduki hendak mencobai Yesus. Mereka meminta supaya Ia memperlihatkan suatu tanda dari surga kepada mereka.” Mereka yang membawa masuk ragi ingin melihat tanda mukjizat. Tidak ada yang lebih licik daripada mukjizat. Misalnya saja antikristus muncul dengan bayang-bayangnya di depan kita dan nabi palsu mampu membuat bayang-bayang ini berbicara kepada kita. Kita dengan mudah dapat ditipu oleh hal ini sambil berkata, “Ini sangat hebat. Jika ini bukan tanda ajaib, bagaimana ia dapat membuat bayang-bayang ini berbicara?” Ragi selalu menyusup masuk melalui kelicikan tanda mukjizat.
Dalam Matius 16:1-12, kedua kata kuncinya ialah tanda mukjizat dan ragi. Kaum agamawan, orang Farisi dan Saduki datang kepada Tuhan Yesus dan minta Ia menunjukkan kepada mereka tanda mukjizat dari surga. Namun Tuhan Yesus menolak untuk menunjukkan kepada mereka tanda seperti itu. Roti murni, Kristus murni, tidak menunjukkan tanda mukjizat. Sebagaimana yang akan kita lihat, Ia sendiri adalah tanda mukjizat yang unik.
Matius 16:4 mengatakan, “Orang-orang yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda nabi Yunus.” Yunus adalah nabi yang berpaling dari Israel kepada orang kafir dan dimasukkan ke dalam perut ikan besar. Setelah tinggal di dalam perut ikan selama tiga hari, dia keluar dan menjadi suatu tanda bagi angkatan itu untuk bertobat (Yun. 1:2, 17; 3:2-10). Dia adalah lambang Kristus, sebagai nabi yang diutus oleh Allah kepada umat-Nya (Ul. 18:15, 18), namun berpaling dari Israel kepada bangsa lain, dikuburkan dalam perut bumi selama tiga hari dan kemudian bangkit, menjadi tanda bagi angkatan itu untuk beroleh selamat.

Mat.16:1-12; Yun. 1:2, 17; 3:2-10; Ul. 18:15, 18

Perkataan Tuhan di sini menyiratkan bahwa terhadap angkatan orang Yahudi dan agamawi yang jahat dan tidak setia ini, Tuhan tidak akan melakukan apa-apa selain mati dan dibangkitkan sebagai suatu tanda, tanda terbesar bagi mereka bahwa mereka dapat beroleh selamat jika mereka percaya. Dalam hal membicarakan tanda mukjizat Yunus, Tuhan seolah-olah berkata, “Kamu, orang Farisi dan Saduki, tidak memerlukan mukjizat. Kamu perlu membedakan bahwa angkatan ini jahat dan percayalah kepada-Ku dan menerima Aku ke dalammu sebagai yang tersalib dan dibangkitkan. Kamu perlu bertobat seperti orang-orang di Niniwe dan kamu perlu percaya bahwa Aku akan mati bagi dosa-dosamu dan dibangkitkan untuk menyalurkan diri-Ku ke dalammu sebagai hayat. Inilah tanda untuk angkatan ini. Tidak ada tanda lain yang akan diberikan. Akulah tanda bagimu, tanda Kristus yang tersalib dan bangkit kembali. Kamu perlu bertobat dan menerima Aku ke dalammu sebagai rotimu.”
Dalam suasana ini Tuhan mengemukakan masalah ragi, kata-Nya, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap ragi orang Farisi dan Saduki” (Mat. 16:6). Ragi ini ialah ajaran orang Farisi dan Saduki (Mat. 16:12). Ajaran orang Farisi bersifat munafik (Mat. 23:13, 15, 23, 25, 27, 29), dan ajaran orang Saduki, yang menyangkal kebangkitan, malaikat, dan roh (Kis. 23:8), seperti aliran modernis hari ini. Jadi, ajaran orang Farisi dan Saduki keduanya jahat dan tidak murni, diumpamakan seperti ragi, yang tidak boleh ada di antara umat Allah (Kel. 13:7).
Tanda mukjizat dan ragi adalah dua kata yang penting dan menentukan dalam bagian ini. Kita tidak boleh percaya akan mukjizat apa pun yang di dalamnya tidak mengandung unsur penyaliban dan kebangkitan Kristus. Setiap mukjizat, setiap tanda harus berazaskan prinsip penyaliban dan kebangkitan. Tanda Yunus, tanda penyaliban dan kebangkitan Kristus harus mendampingi setiap mukjizat yang sejati. Jika tidak, mukjizat itu hanya merupakan corak peragian. Banyak sekali orang Kristen telah teragi oleh mukjizat. Karena itulah, kita perlu waspada terhadap segala jenis ragi.

Doa:
Ya Tuhan, tidak ada mujizat yang lebih besar daripada kebangkitan-Mu dan berhuninya Engkau di dalam kaum beriman-Mu. Karena itu biarlah imanku tidak disimpangkan oleh berbagai mujizat dewasa ini, kehidupan rohaniku tidak kudirikan di atas dasar mujizat, melainkan hanya fokus kepada pertumbuhan hayat-Mu di dalamku. Yang kudambakan bukan mujizat, tetapi Engkau diperbesar melalui aku.

21 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 4 Senin

Berhati-hati Terhadap Ragi
1 Korintus 5:8
Karena itu marilah kita berpesta, bukan dengan ragi yang lama, bukan pula dengan ragi keburukan dan kejahatan, tetapi dengan roti yang tidak beragi, yaitu kemurnian dan kebenaran.

Menyinggung masalah makan, kita harus berhati-hati jangan makan ragi apa pun. Dalam Matius 16:1-12 yang terpenting bukan pencobaan oleh orang Farisi dan Saduki, melainkan ragi. Yang tersembunyi dalam pencobaan terhadap Tuhan Yesus ialah ragi. Ragi merupakan suatu campuran untuk mengkhamirkan suatu adonan, digunakan untuk membuat roti. Namun, apa yang kita lihat bukan ragi, melainkan roti. Ketika kita makan roti, kita mungkin tidak menyadari bahwa kita sedang makan ragi, sebab ragi tersembunyi di dalam roti sehingga tidak kelihatan. Apa yang tersembunyi dalam pencobaan yang diberikan oleh orang Farisi dan Saduki kepada Tuhan Yesus dan murid-murid-Nya tidak lain adalah ragi.
Makan makanan yang najis bisa mencemari kita. Keperluan kita bukanlah pembasuhan di luar, melainkan makan yang batiniah. Makan adalah jalan untuk mengambil bagian dalam Kristus (Mat. 15:21-28), dan makan menyebabkan anjing kafir menjadi anak Allah, bahkan orang benar. Melalui makan, kita dikenyangkan oleh suplai Kristus yang tidak terbatas dan tidak ada habisnya (Mat. 15:32-39). Matius 15 menyimpulkan kisah makan yang korporat. Tetapi, kita harus waspada agar tidak makan ragi (Mat. 16:5-12), terutama ragi agama yang tersembunyi dalam umat beragama, seperti orang Farisi dan orang Saduki.
Dalam Matius 16 Kristus ditampilkan sebagai roti, tetapi pengajaran kaum agamis tersembunyi di dalamnya, merupakan ragi yang merusak. Dalam kelicikan agama, ragi berusaha menyusup ke dalam roti. Kristus itulah tepung halus sebagai makanan umat Allah bagi kepuasan Allah. Tetapi kekristenan tertentu yang murtad telah mengambil ragi dan menyembunyikannya dalam tepung halus. Nampaknya ragi membuat tepung halus lebih mudah dicerna, tetapi pada hakikatnya ragi mendatangkan pembusukan.

Mat. 16:1-12; 1 Kor. 5:8

Waspadalah! Ketika kita menikmati makan secara korporat, ragi mudah sekali menyusup masuk secara diam-diam. Pada akhirnya, ragi benar-benar menyusup masuk ke dalam gereja. Karena gereja tidak begitu berhati-hati mengenai hal ini, maka tidak lama kemudian, setelah hari Pentakosta, ragi pun masuk. Roti yang gereja makan menjadi khamir seluruhnya. Jadi, perkataan Tuhan dalam Matius 16:6 dan 11 bukan hanya merupakan suatu peringatan, tetapi juga suatu nubuat.
Pada akhir Matius 15, murid-murid dibantu untuk mengetahui bahwa Tuhan Yesus telah datang sebagai roti untuk anak-anak Allah. Pada mulanya orang kafir adalah anjing-anjing yang najis, tetapi setelah makan Kristus, mereka telah dilahirkan kembali sehingga menjadi anak-anak Allah, orang-orang yang layak untuk menikmati Kristus secara korporat. Ketika murid-murid mengerti jelas akan semua ini, mereka bergembira. Namun kemudian Tuhan seolah-olah berkata, “Makan Aku dan menikmati Aku secara korporat itu baik. Tetapi ada agamawan yang berlindung dalam nama Allah, mengenakan jubah penyembahan Allah dan seolah-olah juga memuliakan Allah, akan memasukkan ragi. Mereka diperalat oleh musuh untuk secara diam-diam mendatangkan sesuatu yang merusak dan menghancurkan. Kalian harus waspada terhadap hal ini.”
Tuhan Yesus datang sebagai roti untuk diterima oleh orang-orang dosa sehingga mereka dapat dilahirkan kembali menjadi anak-anak Allah dan diubah menjadi orang yang layak untuk memakan Kristus secara korporat. Sekalipun hal ini ajaib, ada pula bahaya yang berupa ragi agama yang datang dari umat beragama. Di balik kedok agama, mereka membawakan beberapa masalah yang merusak dan menghancurkan perkara Allah. Sebab itu, kita harus belajar waspada terhadap ragi pada saat kita menikmati Kristus sebagai roti surgawi kita. Kristus itulah roti surgawi yang diutus oleh Allah dan dari Allah. Namun ragi ialah sesuatu yang diutus Iblis dan dari Iblis. Jadi Allah memberikan roti, sedangkan musuh Allah memberikan ragi. Allah berusaha menaruh Kristus ke dalam umat-Nya, tetapi musuh berupaya memasukkan ragi ketika umat Allah menerima Kristus.

Doa:
Tuhan Yesus, berilah aku daya pembeda dan kepekaan rohani terhadap ragi-ragi dunia dan agama yang hari ini berusaha masuk ke dalam kehidupan gereja yang wajar. Berkatilah gereja-Mu agar tidak berkompromi dengan ragi, tetapi dengan tegas menolaknya walau dengan harga berapa pun. Tuhan, jagalah gereja-Mu dari perusakan oleh ragi.

19 October 2007

Menikmati Kristus sebagai Roti secara Korporat
1 Korintus 10:3-4
Mereka semua makan makanan rohani yang sama dan mereka semua minum minuman rohani yang sama, sebab mereka minum dari batu karang rohani yang mengikuti mereka, dan batu karang itu ialah Kristus.

Dalam Matius 15:32-39, terdapat mukjizat pemberian makan kepada empat ribu orang. Oleh karena Tuhan membelaskasihani orang banyak di padang gurun, Ia tidak mau menyuruh mereka pulang dengan lapar (Mat. 15:32). Kristus tidak membiarkan para pengikut-Nya kelaparan dan pingsan di jalan ketika mereka mengikuti-Nya.
Ketika murid-murid mendengar bahwa Tuhan bermaksud menyediakan makanan bagi orang banyak, mereka berkata kepada-Nya, “Bagaimana di tempat terpencil ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak yang begitu besar jumlahnya?” (Mat. 15:33). Di padang gurun yang gersang pun, Tuhan mampu menyuplai para pengikut-Nya dan mengenyangkan mereka, tidak peduli mereka berapa banyak. Murid-murid itu telah mengalami hal ini sebelumnya (Mat. 14:15-21); namun, kelihatannya mereka belum belajar pelajaran iman. Di sini mereka mengarahkan pandangan mereka pada lingkungan, bukan pada diri Tuhan, padahal kehadiran Tuhan saja sudah lebih dari cukup.
Tuhan bertanya kepada murid-murid, “Kamu punya berapa roti?” Ini menunjukkan bahwa Tuhan selalu ingin memakai apa yang kita miliki untuk memberkati orang lain. Matius 15:36 mengatakan, “Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu, mengucap syukur, memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya memberikannya kepada orang banyak.” Jika kita mempersembahkan semua yang kita miliki kepada Tuhan, Dia akan mengambilnya, memecahkannya, dan mengembalikannya kepada kita untuk dibagikan kepada yang lain, menjadi berkat yang memuaskan dan melimpah (Mat. 15:37). Apa saja yang kita persembahkan kepada Tuhan, betapa pun sedikitnya itu akan digandakan oleh tangan berkat-Nya untuk memenuhi keperluan orang banyak (Mat. 15:38); sehingga keinginan-Nya digenapi (Mat. 15:32).

Mat. 15:32-39; 1 Kor. 10:3-4

Mengapa Matius memberi kita dua kisah yang hampir sama, yakni tentang mukjizat yang dilakukan oleh Tuhan untuk memberi makan lima ribu orang kemudian empat ribu orang (Mat. 14:14-21; 15:32-39)? Walau kelihatannya sama, tetapi tujuan kedua peristiwa itu berbeda. Tujuan bagian tentang pemberian makan lima ribu orang ialah untuk menunjukkan kepada kita bahwa ketika kita mengikuti Raja kita yang ditolak pada jalan yang menuju kemuliaan, Ia mampu memperhatikan kita. Tidak peduli bagaimana sulitnya kehidupan kita dalam mengikuti Dia, Dia sanggup memenuhi keperluan kita dengan sangat memadai, bahkan berlimpah.
Tujuan kisah memberi makan empat ribu orang ialah untuk menunjukkan bahwa kita tidak hanya makan Yesus sebagai remah-remah secara individu, sebagaimana anjing-anjing yang najis, kita pun perlu makan Dia secara korporat, bersama-sama dengan orang banyak yang lain. Marilah kita semua makan Dia bersama. Dalam makan yang korporat ini kita tidak makan remah-remah, tetapi roti yang utuh dan berlebihan. Hari ini dalam hidup gereja kita bukan lagi anjing-anjing najis yang sedang makan. Sebaliknya, kita adalah orang-orang yang telah diselamatkan oleh darah dan hayat-Nya, yang memakan Dia secara korporat. Pertama kali diselamatkan, kita datang sebagai anjing-anjing yang najis, dan kita makan di bawah meja. Tetapi kini, di dalam kehidupan gereja yang wajar, kita tidak lagi di bawah meja, melainkan kita duduk di sekeliling meja. Sekalipun kita di “padang gurun” dunia, namun kita duduk mengelilingi meja surgawi. Inilah makan secara korporat, makan yang lengkap. Roti yang utuh itu kini berada di atas meja orang-orang yang telah diselamatkan.
Karena Kristus hari ini telah tersedia sebagai roti bagi kita, maka yang kita perlukan sekarang adalah rasa lapar akan Dia. Secara rohani, Kristus adalah Roh yang terkandung di dalam firman kudus-Nya. Kristus adalah firman Allah yang hidup. Setiap kali kita datang kepada firman, kita harus datang dengan roh yang lapar akan Dia, sungguh-sungguh mendambakan Dia, bukan dengan maksud untuk mendapatkan pengetahuan atau lebih banyak doktrin tentang Dia. Demikianlah Dia akan mengenyangkan dan memuaskan kita.

Doa:
Tuhan Yesus, semua berkat jasmani maupun yang rohani yang kunikmati adalah berasal dari-Mu. Engkau sanggup melimpahkan segala yang baik bagiku. Karena itu biarlah aku juga belajar memberikan diriku dan apa yang kumiliki kepada-Mu, sehingga Kaudapat memberkatinya dan menjadikannya berlipat ganda bagi kemajuan Injil dan perluasan kerajaan-Mu.

18 October 2007

Datang kepada Tuhan Yesus dan Memakan Dia
Ibrani 4:16
Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya.

Apakah kita sakit atau lemah? Apakah kita mempunyai masalah tertentu? Jangan mencoba membereskan masalah-masalah itu secara luaran. Lebih baik hadapi masalah itu dengan makan Yesus. Sesungguhnya kita harus melupakan semua itu. Apa yang kita perlukan bukan pembasuhan lahiriah, melainkan Kristus yang masuk ke dalam kita. Tuhan seolah-olah berkata kepada perempuan Kanaan, “Kamu tidak memerlukan penyembuhan. Kamu memerlukan Aku! Kamu tidak memerlukan Aku secara lahiriah, kamu memerlukan Aku secara batiniah. Kamu perlu makan Aku.”
Jangan menunggu sampai kita sudah terbasuh. Datanglah kepada Tuhan menurut apa adanya kita dan makan Dia. Kita perlu berkata, “Tuhan, aku datang menurut apa adanya aku. Walau aku najis, aku mau datang kepada-Mu untuk makan. Aku datang kepada-Mu sebagaimana adanya aku.”
Charlotte Elliott pernah menulis sebuah syair kidung yang berjudul “Just As I Am”, kidung indah yang memberikan dorongan bagi setiap kita yang berdosa agar datang kepada Tuhan menurut apa adanya kita. Nikmati dan jadikanlah syair kidung berikut ini sebagai nyanyian dan doa kita kepada-Nya.

1. Adaku ini tak layak,
Namun darah-Mu tertumpah.
Bahkan Kau rela b’ri hayat,
Yesus Penolong, ku datang!

2. Adaku ini t’rus datang,
Jasa diri, tak ku harap.
Darah adi b’ri ampunan,
Yesus, Penolong, ku datang!

3. Adaku ini kasihan,
Buta, miskin, timpang, nista.
Kurnia-Mu ku perlukan,
Yesus, Penolong, ku datang!

4. Adaku ini Kau t’rima,
Beri hayat dan ampunan.
Janji-Mu tak pernah ingkar,
Yesus, Penolong, ku datang!

Mat. 15:25-28; Ibr. 4:16

Perempuan Kanaan itu tidak datang kepada Tuhan karena lapar, ia datang karena anak perempuannya sakit. Namun Tuhan mengubah situasi itu menjadi masalah makan. Tuhan tidak berkata, “Aku datang sebagai Tabib umat Israel, Aku tidak mau menyembuhkan orang kafir.” Sebaliknya, Tuhan seolah-olah berkata, “Aku datang sebagai roti untuk anak-anak. Tidaklah patut melemparkan roti anak-anak kepada anjing.” Sekalipun permohonan perempuan itu tidak berhubungan dengan makan, Tuhan sengaja menghubungkan perkaranya dengan masalah makan untuk menunjukkan kepada kita bahwa apa yang kita perlukan bukan pembasuhan lahiriah, melainkan Kristus masuk ke dalam kita.
Semua ajaran dalam agama berkaitan dengan pembasuhan tangan lahiriah, bukan dengan menghidangkan Yesus untuk dimakan. Kita tidak memerlukan ritual atau praktek-praktek lahiriah. Dalam agama hari ini, pengikut agama mengikuti praktek-praktek lahiriah. Tetapi kehendak dan rencana Allah bukan masalah lahiriah, melainkan masalah Kristus masuk ke dalam kita secara batiniah. Untuk ini kita perlu menerima Kristus dengan makan Dia. Inilah yang dibutuhkan umat Tuhan hari ini. Kita tidak perlu pembasuhan agamawi. Lupakanlah semua itu! Sebagaimana anjing yang najis, kita perlu makan Yesus. Kita perlu menerima Yesus ke dalam kita.
Haleluya, Yesus hari ini bukan di atas meja! Ia ada di bawah meja. Ia telah dilemparkan dari meja oleh orang Israel, dan kini Ia berada dalam dunia kafir. Kita semua, asalnya adalah najis, anjing kafir. Namun kita dapat memuji Tuhan bahwa kitalah anjing, sebab roti hayat sejati yang dari surga itu kini berada di bawah meja, di tengah-tengah bangsa kafir. Andaikan roti itu di atas meja, tidak akan tersedia bagi kita. Tetapi hari ini roti itu berada di bawah meja di mana anjing berada. Kita memerlukan Kristus yang dapat kita makan yang kini begitu dekat dengan kita. Jangan coba-coba mengubah diri kita, mengoreksi diri, atau memperbaiki diri secara luaran. Apa yang kita perlukan ialah makan Yesus. Kita harus melupakan pembasuhan lahiriah, untuk selanjutnya datang kepada Tuhan Yesus dan makan Dia.

Doa:
Ya Tuhan, saat ini sebagaimana adaku, aku mau datang pada-Mu. Walau keadaanku kasihan, buta, miskin, timpang, dan nista, namun aku percaya akan kurnia dan janji-Mu, aku percaya akan ampunan dan hayat-Mu. Tuhan, basuhlah aku bersih dengan darah-Mu dan penuhilah aku dengan kelimpahan hayat-Mu.

17 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 3 Kamis

Sebagai Remah-remah di Bawah Meja
Matius 15:26-27
Tetapi Yesus menjawab: “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing.” Kata perempuan itu: “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya.”

Penentangan oleh kaum agamawan membuat Tuhan pergi bahkan lebih jauh, ke dunia kafir, yakni ke daerah Tirus dan Sidon (Mat. 15:21). Matius 15:22 mengatakan, “Lalu datanglah seorang perempuan Kanaan dari daerah itu dan berseru, ‘Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita.’” Karena penolakan kaum agamawan Yahudi, kesempatan untuk berkontak dengan Raja surgawi datang kepada orang bukan Yahudi, bahkan kepada perempuan bukan Yahudi yang lemah. Perempuan Kanaan ini menyebut Tuhan Yesus sebagai Tuhan, Anak Daud. Sebutan “Tuhan” menyiratkan keilahian Kristus, dan sebutan “Anak Daud” menunjukkan keinsaniannya. Memang tepat bila perempuan ini, orang bukan Yahudi, menyebut Kristus sebagai “Tuhan”. Namun, dia tidak berhak untuk menyebut-Nya “Anak Daud”.
Murid-murid terganggu oleh teriakan perempuan Kanaan ini, sehingga mohon Tuhan mengusirnya. Ini menunjukkan bahwa sekali lagi mereka mengajari Tuhan untuk melakukan sesuatu. Murid-murid seolah-olah berkata, “Tuhan, ia berteriak-teriak mengganggu kita. Tidakkah Engkau dapat berbuat sesuatu, Tuhan? Suruhlah ia pergi.” Pada saat ini Tuhan berkata, “Aku diutus hanya kepada domba-domba yang hilang dari umat Israel” (Mat. 15:24).
Perempuan ini tidak menghiraukan “penolakan” Tuhan. Dia tetap tenang dan tetap berusaha dengan satu cara – lebih banyak berdoa dan lebih banyak mempercayai. Dia mempercayai bahwa Tuhan tidak mungkin menyuruh dia pergi dengan tangan hampa. Dia berharap dan terus berharap, kepercayaannya melebihi situasi-situasi diluar, bahkan melebihi kata-katanya sendiri. Adakah kita memiliki kegigihan dalam hal berdoa sebagaimana yang dimiliki oleh perempuan Kanaan ini? Kegigihan dan iman dalam doa adalah rahasia kemenangan kita.

Mat. 15:21-28; Kis. 13:46; Rm. 11:11; Im. 11:27

Dalam Matius 15:25, perempuan bukan Yahudi dengan tepat memanggil Yesus Tuhan dan menyembah Dia, katanya, “Tuhan, tolonglah aku!” Kali kedua dia menyebut Kristus hanya sebagai “Tuhan”, bukan sebagai “Anak Daud”, karena dia sadar bahwa dia bukan seorang Israel, melainkan seorang bukan Yahudi. Tuhan lalu menjawab perempuan Kanaan, “Tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anak-anak dan melemparkannya kepada anjing” (Mat. 15:26).
Perempuan Kanaan menganggap-Nya Tuhan, orang yang ilahi, dan Anak Daud, turunan raja, agung dan besar dalam pemerintahan-Nya. Tetapi Dia menyingkapkan diri-Nya sebagai roti kecil yang baik untuk dimakan. Ini menyiratkan bahwa sebagai Raja surgawi, Dia memerintah atas umat-Nya melalui memberi mereka makan dengan diri-Nya sebagai roti. Kita dapat menjadi orang yang tepat dalam kerajaan-Nya hanya dengan menerima rawatan-Nya dengan diri-Nya sebagai makanan kita. Makan Kristus sebagai suplai kita adalah jalan untuk menjadi umat kerajaan dalam realitas kerajaan.
Tuhan berkata bahwa roti anak-anak tidak patut dilemparkan kepada anjing. Ini menunjukkan bahwa dalam pandangan Tuhan semua orang kafir adalah anjing najis di mata Allah (Im. 11:27). Ketika Tuhan Yesus menganggap perempuan Kanaan itu sebagai anjing, ia berkata, “Benar Tuhan, namun anjing itu makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya” (Mat. 15:27). Perempuan Kanaan itu tidak tersinggung karena perkataan Tuhan, tetapi justru mengakui bahwa dia adalah anjing kafir yang berhak atas remah-remah di bawah meja.
Tanah Kudus Israel adalah meja yang di atasnya Kristus, sebagai roti surgawi, telah datang sebagai bagian bagi bani Israel. Tetapi mereka membuang-Nya dari meja ke tanah, tanah kafir, sehingga Dia menjadi remah-remah sebagai bagian bagi orang kafir. Betapa hebatnya pemahaman perempuan kafir ini pada saat itu! Tidak heran kalau Raja surgawi mengagumi imannya. Matius 15:28 mengatakan, “Lalu Yesus berkata kepadanya, ‘Hai ibu, besar imanmu, maka jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.’ Seketika itu juga anaknya sembuh.” Kegigihan perempuan Kanaan itu akhirnya mendapatkan upah yang berlimpah: anak perempuannya terlepas dari penyakit yang dideritanya.

Doa:
Ya Tuhan, aku bersyukur karena Engkau menyediakan “remah-remah roti” keselamatan bagiku, orang yang berdosa dan najis ini. Karena itu, berilah aku tekad yang kuat agar senantiasa datang pada-Mu untuk menikmati dan mengalami karunia keselamatan-Mu yang berlimpah. Tuhan, saat ini kenyangkanlah rohku dengan kelimpahan hayat-Mu melalui firman kudus-Mu.

16 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 3 Rabu

Bukan Pembasuhan Lahiriah tetapi Batiniah
Markus 15:18
Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat.

Segera setelah perdebatan mengenai pembasuhan tangan, Injil Matius beralih kepada catatan tentang mendapatkan rawatan dari Yesus (Mat. 15:21-28). Apa yang Tuhan kehendaki bukan pembasuhan tangan, melainkan makan Dia, menerima Dia sebagai makanan. Dia tidak menghendaki kita membasuh secara lahiriah, Dia menghendaki kita makan, menerima Dia masuk. Tak peduli seberapa banyak kita membasuh tangan kita, kita akan tetap lapar. Tuhan tidak memperhatikan pembasuhan tangan. Lahiriah kita kotor atau tidak, tidak berarti apa-apa bagi-Nya. Yang Tuhan inginkan adalah dipuaskannya rasa lapar kita. Yang dipersoalkan Tuhan bukan praktek lahiriah, melainkan kondisi batiniah. Kita tidak seharusnya hanya membasuh kenajisan secara lahiriah, sebaliknya kita perlu dibersihkan dari dalam.
Dalam agama hari ini apa yang diajarkan kebanyakan sejenis pembasuhan tangan. Pertanyaannya ialah bagaimana kita dapat dibersihkan secara batiniah. Agar dibersihkan dari dalam, sesuatu harus masuk ke dalam kita, dan satu-satunya jalan agar hal ini bisa terlaksana ialah dengan makan. Sebagai makanan yang bergizi, Tuhan Yesus adalah unsur pembersih yang terbaik. Ketika Ia masuk ke dalam kita sebagai makanan, Ia tidak hanya memberi kita gizi, tetapi juga membersihkan kita secara batiniah. Ia tidak membasuh tangan kita, Ia membasuh susunan kita dan apa adanya kita.
Tidak sedikit orang Kristen yang berkata, “Apakah saya berbuat demikian ini salah? Apakah saya berkata demikian ini tidak benar?” Persoalan yang utama bukan melakukan benar atau salah, bukan mengatakan benar atau salah, juga bukan menyatakan benar atau salah, melainkan ketika kita berbuat demikian, ketika kita mengatakan demikian, bagaimanakah hati kita? “Manusia melihat apa yang di depan mata, tetapi Allah melihat hati” (1 Sam. 16:7).

Mat. 15:17-28

Matius 15:17-20, Tuhan berkata, “Tidak tahukah kamu bahwa segala sesuatu yang masuk ke dalam mulut turun ke dalam perut lalu dibuang di jamban? Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat. Itulah yang menajiskan orang. Tetapi makan dengan tangan yang tidak dibasuh tidak menajiskan orang.” Perkataan ini dengan tegas menyiratkan bahwa yang kita butuhkan bukanlah pembasuhan tangan lahiriah kita, melainkan pembasuhan batiniah kita dari segala hal yang najis.
Untuk hal-hal yang berdosa kita perlu pembasuhan darah Yesus, tetapi untuk perkara yang kotor dan bukan dosa kita perlu pembasuhan rohaniah, pembasuhan oleh Roh Kudus, firman hidup dan hayat yang di dalam. Menjadi kotor bukan berarti kita berdosa. Sering-sering kita tidak berdosa, tetapi kita dikotori. Di mana saja ada “debu”, sehingga begitu mudahnya kita tercemar, sampai-sampai kita duduk saja pun dapat tercemari oleh kenajisan dunia.
Dalam melakukan apa pun, kita mudah tercemar oleh “debu” duniawi. Bahkan ketika kita mengendarai kendaraan di jalan menuju tempat ibadah, mata kita mungkin secara tak sengaja melihat sesuatu yang menyebabkan kita menjadi kotor. Sebelum kita masuk ke dalam mobil, roh kita hidup dan membubung, tapi setelah mengendarai mobil selama sepuluh menit, walau kita tidak ingin melihat sesuatu, namun hanya melihat beberapa hal dalam perjalanan menuju ke sidang, kita ternoda dan roh kita tenggelam. Kadangkala bahkan dalam persekutuan kita pun kita dapat menjadi kotor.
Tuhan selalu ingin membasuh batiniah kita dari setiap macam kotoran yang disebabkan oleh sentuhan dunia. Tanpa pembasuhan Tuhan yang batini, persekutuan kita dengan Tuhan pasti terhalang. Terang Tuhan tidak dapat menyinari batin kita, karena batin kita telah diselubungi oleh “debu” dunia yang tebal. Tetapi begitu kita datang kepada Tuhan, terbuka terhadap firman hayat-Nya, menikmati firman-Nya di dalam doa, maka semua debu tersingkir dan terang Tuhan segera menyinari batin kita.

Doa:
Tuhan Yesus, aku mengakui bahwa keadaanku masih penuh dengan kecemaran. Di bawah terang-Mu, aku merasa masih begitu alamiah dan dosa dalam sifatku. Tuhan, aku mengasihi-Mu dan aku ingin hidup oleh-Mu. Bahkan sampai hari ini, aku masih berada dalam sifat alamiahku. Oh Tuhan, karena sifatku yang najis ini, aku perlu pembasuhan-Mu.

15 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 3 Selasa

Realitas Batiniah Versus Kemunafikan
Matius 15:8-9
Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.

Pemerintahan surgawi dari kerajaan menuntut realitas batini, bukan hanya praktek luaran. Pemerintahan ini menanggulangi keadaan yang sejati dari hati manusia, bukan menanggulangi yang disingkapkan oleh bibir. Tradisi orang Farisi itu lahiriah, tetapi yang Tuhan perhatikan ialah sesuatu yang batiniah. Masalah antara orang Farisi dan Tuhan Yesus serta para pengikut-Nya menerangkan bahwa orang Farisi hanya memperhatikan tradisi lahiriah, misalnya, pembasuhan tangan. Mereka tidak mempedulikan apa pun tentang hal batiniah. Sebab itu, Tuhan Yesus menunjukkan kepada mereka masalah batiniah hati. Dalam kehidupan kristiani kita, kita perlu memperhatikan realitas batiniah. Apakah tangan kita kotor (berdebu) atau tidak, itu suatu hal yang tidak berarti, kondisi bagian batiniah kitalah yang penting.
Matius 15:8 mengatakan, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.” Kalau kita mengikuti tradisi, mungkin kita memuliakan Tuhan secara lahiriah dengan bibir kita, tetapi hati kita jauh dari Allah. Praktek lahiriah tradisi kita kelihatannya bagi Allah, namun sebenarnya, batin kita tidak bagi Allah. Kita mungkin mempunyai penampilan, tetapi tidak ada realitas. Kita mungkin mempunyai bibir yang menyatakan kepercayaan kita, tetapi hati kita jauh dari Tuhan. Bukankah hal ini lebih mengerikan? Tradisi adalah masalah pengucapan dari bibir tanpa realitas dalam hati.
Matius 15:9 mengatakan, “Percuma mereka beribadah kepada-Ku, karena ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” Ini mewahyukan bahwa sebagian penyembahan (ibadah) terhadap Allah mungkin saja sia-sia, kalau yang kita ajarkan atau lakukan adalah perintah manusia. Dalam pandangan Allah bukan masalah penampilan lahiriah, tetapi masalah realitas batiniah; bukan masalah apa yang kita katakan, tetapi masalah apa adanya kita dalam menuruti firman Allah.

Mat. 15:8-9, 11; 23:27; 1 Sam. 16:7

Karena orang-orang Farisi dan ahli Taurat mempermasalahkan makan dengan tangan yang tidak dibasuh terlebih dahulu, maka Tuhan kemudian menjawab, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang” (Mat. 15:11). Dalam Kerajaan Surga, kenajisan bukan dari benda-benda materi, melainkan dari perkara moral. Benda-benda materi tidak berhubungan dengan pemerintahan surgawi, melainkan dengan perkara moral. Semua kejahatan yang timbul dari hati membuktikan bahwa kita tidak berada di bawah pemerintahan surgawi.
Seorang yang luarnya berpura-pura baik, tapi dalamnya penuh dengan dosa, adalah orang yang munafik, sama seperti sebuah kuburan yang dilabur putih, luarnya memang bersih tampaknya, tetapi dalamnya penuh tulang belulang orang mati (Mat. 23:27). Ada seorang yang diundang makan siang di rumah seorang temannya. Di ruang tamu rumah temannya, ia melihat sebuah jam meja yang mungil. Dan ketika orang-orang lain tidak memperhatikannya, dengan diam-diam ia memasukkan jam meja itu ke dalam sakunya. Ketika makan bersama, ia berpura-pura alim, sangat mengerti sopan santun, tetapi hatinya sendiri mengetahui apa yang ia lakukan. Di luar dugaan, sebelum selesai makan siang, tiba-tiba jam meja itu berbunyi nyaring. Orang-orang yang bersama-sama makan siang terkejut dibuatnya, tapi sebentar saja mereka sudah mengerti apa yang telah terjadi. Tentu, orang ini sangat malu dan tidak bisa lagi meneruskan makan siangnya. Ia segera berdiri, lalu meninggalkan rumah itu.
Kalau Tuhan menerangi kita, setidaknya kita pernah satu atau dua kali berlaku munafik. Walau kita sudah mengabaikan perintah Allah, tetapi di luarnya kita berpura-pura menjadi orang baik. Kita mungkin mengira asal tidak ada orang yang mengetahui kepalsuan kita, berarti sudah tidak ada masalah. Tapi pada suatu hari, “jam meja” itu akan berbunyi, kepalsuan kita tidak bisa disembunyikan lagi. Allah tidak seperti manusia, manusia melihat yang di luar, Allah melihat yang di dalam (1 Sam. 16:7). Kita bisa menipu orang lain, kita juga bisa menipu diri sendiri, tetapi kita pasti tidak bisa menipu Allah!

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau lebih menghargai realitas batiniah daripada penampilan yang di luar. Belaskasihanilah aku agar terlepas dari berbagai bentuk kemunafikan, baik dalam pelayanan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh kasih karunia-Mu, aku ingin menjadi orang yang tulus, murni, dan benar terhadap Allah maupun di hadapan manusia.

14 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 3 Senin

Tidak Berpegang pada Tradisi
Matius 15:3
Tetapi jawab Yesus kepada mereka: “Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?

Beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem datang kepada Yesus dan berkata: “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan” (Mat. 15:1-2). Orang-orang Farisi dan ahli Taurat bertanya kepada Tuhan Yesus mengapa murid-murid-Nya melanggar adat istiadat nenek moyang. Ini mewahyukan bahwa dalam mengikuti Tuhan, murid-murid tidak menuruti adat istiadat. Mereka hanya memperhatikan kehadiran Raja surgawi, tidak memperhatikan yang lain.
Apakah adat istiadat atau tradisi? Adat istiadat atau tradisi adalah semacam peraturan turun temurun yang bukan berasal dari Alkitab, melainkan sesuatu yang ditemukan atau diciptakan oleh manusia. Tidak ada sesuatu pun yang diperintahkan oleh Allah yang dapat menjadi suatu tradisi, sebab firman Allah selalu segar. Sebaliknya, tradisi tidak lebih dari perintah manusia yang usang, yang tidak ada dasar Alkitabnya. Apakah akibatnya bila kita berpegang pada tradisi? Akibatnya adalah melanggar perintah Allah. Tuhan berkata, “Mengapa kamu pun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu?” (Mat. 15:3). Kalau kita berpegang pada tradisi, hidup di bawah perintah tradisi, maka cepat atau lambat kita akan melanggar perintah Allah demi tradisi kita. Kita memperhatikan tradisi, tetapi mengabaikan perintah Allah.
Pada tingkat tertentu, tradisi telah menjurus kepada hal-hal takhayul yang bersifat setani. Mempercayai takhayul sama dengan mempercayai Satan. Betapa tragisnya bila orang Kristen percaya kepada Satan. Satan adalah pendusta! Hanya Allah yang patut dipercaya. Kiranya Tuhan merahmati dan melepaskan kita dari pengendalian tradisi yang menyimpangkan kita dari Allah dan firman-Nya. Kita hanya melakukan perintah Allah, bukan tradisi manusia!

Mat. 15:1-7; Kel. 20:12; Ef. 6:1-3; Kol. 3:20

Dalam menanggulangi orang-orang Farisi dan ahli Taurat yang berpegang pada tradisi, Tuhan berkata, “Mengapa kamupun melanggar perintah Allah demi adat istiadat nenek moyangmu? Sebab Allah berfirman: Hormatilah ayahmu dan ibumu; dan lagi: Siapa yang mengutuki ayahnya atau ibunya pasti dihukum mati. Tetapi kamu berkata: Barangsiapa berkata kepada bapanya atau kepada ibunya: Apa yang ada padaku yang dapat digunakan untuk pemeliharaanmu, sudah digunakan untuk persembahan kepada Allah, orang itu tidak wajib lagi menghormati bapanya atau ibunya. Dengan demikian firman Allah kamu nyatakan tidak berlaku demi adat istiadatmu sendiri. Hai orang-orang munafik! ...” (Mat. 15:3-7).
Di sini, penanggulangan Tuhan terhadap orang Farisi dan ahli Taurat bukan hanya menyalahkan mereka karena menihilkan firman Allah demi tradisi mereka, tetapi juga menyiratkan bahwa manusia harus menghormati orang tuanya. Dalam pemerintahan-Nya atas manusia, Allah telah menetapkan bahwa manusia harus menghormati orang tua. Dia telah menjadikan hal ini sebagai perintah pertama di antara sepuluh perintah yang membahas hubungan antar manusia (Kel. 20:12). Namun, sifat manusia yang jatuh selalu mendorong manusia mengabaikan orang tua, memberontak terhadap pemerintahan Allah.
Untuk membawa manusia kembali kepada pemerintahan Allah, Tuhan sebagai Raja surgawi menekankan bahwa manusia harus menghormati orang tuanya. Ini berhubungan dengan perkataan-Nya dalam konstitusi Kerajaan Surga mengenai penggenapan hukum Taurat (Mat. 5:17-19). Karena itu, rasul juga menekankan perkara ini dengan tegas (Ef. 6:1-3; Kol. 3:20).
Kita, umat kerajaan, harus menghormati orang tua kita dan tidak memaafkan diri sendiri seperti yang dilakukan oleh kaum agamawan Yahudi. Memaafkan diri sendiri menunjukkan bahwa kita tidak berada di bawah pemerintahan surgawi, melainkan mengikuti sifat kita yang telah jatuh dan arus pemberontakan dari angkatan yang bengkok hari ini. Kiranya Tuhan membangunkan kita untuk kembali kepada firman yang murni, sehingga hidup kristiani kita tidak lagi dikendalikan oleh tradisi manusia, ajaran, atau perintah manusia.

Doa:
Tuhan Yesus, lepaskanlah aku dari cara hidup yang lama yang cenderung terikat oleh tata cara, adat istiadat, dan peraturan manusia. Rahmatilah aku agar ampak bahwa hanya firman-Mu yang layak kupercaya dan dilakukan. Berilah aku kekuatan untuk menolak dan mengesampingkan tradisi manusia, karena semuanya itu sama sekali tidak Kau perkenan.

12 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 2 Sabtu

Kuasa Penyembuhan dari Keinsanian Yesus
Matius 14:35b-36
Maka semua orang yang sakit dibawa kepada-Nya. Mereka memohon supaya diperkenankan menjamah jumbai jubah-Nya. Dan semua orang yang menjamah-Nya menjadi sembuh.

Setelah Yesus dan murid-murid tiba di Genesaret, orang-orang yang di tempat itu membawa semua orang yang sakit kepada Tuhan. Matius 14:36 berkata, “Mereka memohon kepada-Nya supaya diperkenankan walaupun hanya menyentuh jumbai jubah-Nya. Semua orang yang menyentuh-Nya menjadi sembuh” (Mat. 14:36). Kuasa penyembuhan itu keluar, bukan dari dalam apa adanya Kristus, melainkan dari jumbai jubah-Nya. Sebab jubah Tuhan melambangkan perbuatan kebenaran Kristus, dan jumbai menunjukkan Penguasa surgawi (Bil. 15:38-39). Yang keluar dari kuasa perbuatan surgawi Kristus ialah kebajikan yang menjadi kuasa penyembuhan.
Menurut Bilangan 15, jumbai jubah melambangkan kebajikan umat Allah yang bertindak menurut pengaturan-Nya. Jumbai itu terbuat dari pita biru. Ini mewahyukan bahwa sepak terjang kita setiap hari haruslah diatur oleh kuasa surgawi Allah seperti yang ditunjukkan oleh warna biru, warna surgawi. Ketika Yesus berada di bumi sebagai manusia, Ia bertindak demikian. Tindakan-Nya setiap hari diatur oleh pemerintahan surgawi Allah. Sebab itu, pada Tuhan ada kebajikan yang keluar untuk menyembuhkan orang lain.
Dalam perlambangan, tanah yang dikunjungi oleh Tuhan setelah perahu mendarat ialah lambang masa seribu tahun. Dalam masa seribu tahun akan terdapat banyak kesembuhan. Namun, kesembuhan yang terdapat dalam masa seribu tahun wajib dialami hari ini. Umat gereja harus mempunyai pencicipan masa seribu tahun. Kita wajib memperhidupkan keinsanian Yesus yang dipertinggi supaya kita memiliki kebajikan yang dapat menyembuhkan mereka yang di sekeliling kita. Jika umat gereja memperhidupkan keinsanian Kristus yang dipertinggi, maka kuasa penyembuhan akan mengalir ke dalam mereka; bahkan orang Kristen lain pun akan disembuhkan.

Mat. 14:34-36; Bil. 15:38-39; Why. 22:2

Dalam kehidupan gereja, kita mengalami hadirat Tuhan beserta kita di laut, di tengah-tengah angin sakal. Hadirat-Nya menyiapkan jalan bagi kebajikan-Nya untuk menjamah orang yang sakit dan menyembuhkan mereka. Penyembuhan macam ini berbeda dengan penyembuhan ajaib oleh kuasa ilahi. Jubah Yesus tidak melambangkan keilahian-Nya, sebaliknya melambangkan perbuatan kebenaran insani-Nya. Insani-Nya mengandung tanda pita biru, diatur oleh penguasaan surgawi, yang menghasilkan suatu kebajikan yang mampu menyembuhkan orang yang sakit. Kebajikan semacam ini hanya dapat diekspresikan melalui hidup gereja yang wajar di mana Yesus hadir.
Wahyu 22:2 mengatakan bahwa daun-daun pohon hayat adalah untuk penyembuhan bangsa-bangsa. Dalam perlambangan, buah pohon hayat mewakili hayat ilahi Tuhan, dan daun-daunnya mewakili perbuatan insani Tuhan. Buahnya, hayat ilahi Tuhan adalah untuk memberikan gizi kepada kita dan daunnya, perbuatan insani Tuhan, untuk menyembuhkan orang lain. Dalam langit baru dan bumi baru, daun pohon hayat akan dipakai untuk menyembuhkan bangsa-bangsa; kebajikan insani Kristus akan menyembuhkan orang-orang yang tinggal di sekeliling kota kudus.
Setelah perahu sampai pada tujuannya, kebajikan perbuatan insani Tuhan menjadi sangat unggul sehingga segala penyakit disembuhkan. Demikian pula bila kita mempunyai kehidupan yang wajar dalam hadirat Tuhan hari ini, di antara kita akan ada keinsanian Yesus yang telah dipertinggi. Keinsanian yang telah dipertinggi ini mempunyai kebajikan yang dilambangkan oleh jumbai jubah Kristus. Jika kita, umat gereja, mempunyai hidup gereja yang wajar dan hidup oleh Kristus, kita akan memperhidupkan keinsanian-Nya yang dipertinggi. Dalam kehidupan seperti ini akan terdapat kebajikan serta kuasa untuk menyembuhkan orang di sekitar kita. Kebajikan insani kita merupakan kesaksian yang kuat bagi orang-orang yang belum percaya. Dengan melihat cara hidup kita yang unggul, mereka akan diyakinkan untuk percaya dan mengalami kesembuhan dari “penyakit” dosa mereka.

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau tidak hanya ilahi, tapi juga insani. Engkau dapat turut merasakan kelemahan-kelemahanku dan menyembuhkan aku melalui kebajikan keinsanian-Mu. Tuhan Yesus, bimbinglah agar hari ini aku hidup di hadirat-Mu supaya aku bisa memperhidupkan keinsanian-Mu yang dipertinggi, dan jadikan aku berkat bagi orang-orang di sekitarku.

11 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 2 Jumat

Tenanglah! Inilah Aku, Jangan Takut!
Matius 14:25, 27
Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air. ... Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka: “Tenanglah! Aku ini, jangan takut!”

Ketika murid-murid-Nya menderita karena gelombang, Tuhan berjalan di atas laut. Ini mempersaksikan bahwa Dia adalah Pencipta dan Penguasa alam semesta (Ayb. 9:8). Karena mengira bahwa Tuhan adalah hantu, murid-murid berseru ketakutan (Mat. 14:26). “Tetapi segera Yesus berkata kepada mereka, ‘Tenanglah! Inilah Aku, jangan takut!’” (Mat. 14:27). Raja surgawi membawakan keberanian kepada murid-murid karena kehadiran-Nya. Ketika mereka salah sangka bahwa Dia adalah hantu, Dia meneguhkan mereka dengan berkata, “Inilah Aku.”
Matius 14:28 mengatakan, “Lalu Petrus berkata kepada-Nya, ‘Tuhan, apabila Engkau itu, suruhlah aku datang kepada-Mu berjalan di atas air.’” Ketika Tuhan berkata, “Datanglah!” Petrus turun dari perahu, “berjalan di atas air mendapatkan Yesus” (Mat. 14:29). Hanya Petrus yang berani melakukan hal ini. Adalah mukjizat bahwa Petrus dapat berjalan di atas air. Ia berjalan di atas gelombang oleh iman. Iman adalah kita bertindak menurut firman Tuhan. Beriman bukan berarti kita mampu melakukan suatu perkara, bukan pula berarti kita berketetapan untuk menuju ke suatu arah. Iman berarti walaupun kita mungkin sangat lemah, kita berani melakukannya menurut firman Tuhan.
Tuhan berkata kepada Petrus, “Datanglah”, dan Petrus memegang firman itu, bertindak, dan berjalan di atas air. Janganlah menyelidiki apakah kita beriman atau tidak. Janganlah bertanya kepada diri sendiri, “Apakah aku kuat dalam iman? Apakah imanku cukup?” Jika kita bertanya kepada diri sendiri sedemikian, kita akan segera tenggelam di bawah gelombang. Iman berasal dari perkataan Tuhan dan bertumpu pada perkataan Tuhan. Asalkan kita memiliki perkataan Tuhan, kita seharusnya hanya percaya kepada perkataan-Nya dan tidak bimbang.

Mat. Ayb. 9:8; Mat. 14:25-33; 2 Kor. 5:7; Yoh. 5:18

Matius 14:30 mengatakan tentang Petrus: “Tetapi ketika dirasanya tiupan angin, takutlah ia dan mulai tenggelam lalu berteriak, ‘Tuhan, tolonglah aku!’” Petrus turun dari perahu dan berjalan di atas air demi iman kepada perkataan Tuhan (Mat. 14:29). Namun, ketika dirasanya angin yang kencang, imannya lenyap. Dia seharusnya berjalan demi iman kepada perkataan Tuhan, bukan dengan memandang situasi. Dalam mengikuti Tuhan kita seharusnya berjalan demi iman, bukan demi penglihatan (2 Kor. 5:7). Ketika Petrus berseru minta tolong, “segera Yesus mengulurkan tangan-Nya, memegang dia dan berkata, ‘Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?’” (Mat. 14:31). Karena Tuhan berkata, “Petrus, datanglah” (Mat. 14:29), Petrus seharusnya berdiri di atas perkataan itu dan tidak seharusnya bimbang. Karena itu, Tuhan menegurnya. Janganlah terganggu oleh penentangan dan penganiayaan. Bersandarkan firman Tuhan kita dapat berjalan menghampiri Dia, bahkan berjalan dan melampaui semua penentangan. Inilah iman yang sesungguhnya.
Matius 14:32 mengatakan, “Lalu mereka naik ke perahu dan angin pun reda”. Ini sebuah mukjizat. Mukjizat ini bukan hanya mempersaksikan Tuhan adalah Penguasa langit dan bumi, tetapi juga mempersaksikan bahwa Dia memperhatikan kesulitan yang dialami para pengikut-Nya ketika mereka mengikuti-Nya dalam perjalanan. Ketika Tuhan ada di dalam perahu kita, angin pun redalah. Catatan kedua mukjizat dalam pasal ini menyiratkan bahwa ketika Kristus ditolak oleh orang-orang dalam kalangan agamawan dan politisi, Dia dan para pengikut-Nya berada di padang gurun yang gersang dan di atas laut yang bergelombang. Bagaimanapun situasi kita, Tuhan mampu menyediakan keperluan kita dan membawa kita melewati kesulitan demi kesulitan.
Setelah Tuhan meredakan angin, “Orang-orang yang ada di perahu menyembah Dia, katanya, ‘Sesungguhnya Engkau Anak Allah’” (Mat. 14:33). Mengenal Tuhan sebagai Anak Allah adalah mengakui bahwa Dia sama dengan Allah (Yoh. 5:18). Ini menunjukkan bahwa murid-murid mengakui keilahian Tuhan (Mat. 1:23; 3:17).

Doa:
Tuhan Yesus,aku mengucap syukur akan pembicaraan-Mu dan atas janji-janji-Mu. Bersandar darah-Mu dan fakta firman-Mu, aku dapat dengan penuh keberanian datang menghampiri Engkau. Tuhan ampunilah aku yang sering bimbang dan terpengaruh oleh situasi di sekelilingku. Tuhan berbicaralah kepadaku setiap kali aku datang ke dalam firman-Mu.

10 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 2 Kamis

Bertahan dalam Kesusahan demi Kerajaan
Yakobus 1:12
Berbahagialah orang yang bertahan dalam pencobaan, sebab apabila ia sudah tahan uji, ia akan menerima mahkota kehidupan yang dijanjikan Allah kepada barangsiapa yang mengasihi Dia.

Nyonya Penn-Lewis berkata, “Banyak orang beriman berkata bahwa mereka menjumpai banyak tekanan. Peperangan hari ini sepertinya sehari lebih hebat dari sehari, sepertinya satu-satunya sasaran serangan Iblis adalah kita saja. Sekarang masalahnya, apakah kita bisa bertahan pada setengah jam terakhir. Daniel 7:25 mengatakan, ‘Ia ... akan menganiaya orang-orang kudus milik Yang Mahatinggi.’ Menganiaya, dengan kata lain adalah “mengikis”. Sekarang pekerjaan pengikisan Iblis terhadap kaum saleh sudah mulai. Kita lebih sulit mengenal Iblis yang mengikis kaum beriman daripada Iblis yang mengaum seperti singa.” Terhadap anak-anak Allah, Iblis tidak sekaligus membunuh, melainkan sehari lewat sehari mengikis.
“Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air” (Mat. 14:25). Tuhan akan melihat apakah kita setia, menjaga diri, atau mengkhianati Tuhan. Tuhan akan melihat apakah kita maju atau mundur. Mata Tuhan sedang melihat kita. Tuhan memperhatikan setiap langkah kita. Tuhan mengetahui seberapa banyak pencobaan kita, seberapa banyak kesulitan yang kita alami. Tuhan tidak akan membiarkan kita mendapatkan kesulitan lewat dari jam tiga. Saat malam paling gelap, Ia datang. Dia sudah mati bagi kita, Dia telah naik ke surga berdoa bagi kita, bersamaan dengan itu Dia juga melihat kesulitan kita, saat malam paling gelap, Ia datang.
Puji syukur kepada Tuhan, meskipun angin datang dari lawan arah, tetapi tidak akan selamanya berlawanan arah; meskipun mendayung dengan payah, tetapi tidak akan selamanya mendayung. Tuhan mungkin sudah berada di perjalanan. Saudara saudari, kita bisa tahan menderita di dunia, karena di belakang kita Tuhan sudah mati bagi kita, di depan kita Tuhan akan datang kembali; di belakang ada kasih Tuhan mendorong kita, di depan ada pengharapan Tuhan menarik kita.

Mat. 14:25; Dan. 7:25; 2 Kor. 5:10; Rm. 14:12; Bil. 32:6

Sebelum hari Tuhan datang, pekerjaan-pekerjaan Iblis akan menjadi satu pengaruh yang tidak kelihatan, memenuhi udara di sekitar kita. Roh-roh jahat ini akan sekuatnya melukai, mengganggu, dan menekan anak-anak Allah. Mereka akan mempengaruhi tubuh kita, menekan situasi hati kita, membutakan pikiran kita. Iblis dengan kekuatan yang luar biasa menudungi pikiran dan tekad kita, sehingga kita sulit dengan mesra berjalan bersama Allah, sebaliknya mudah hidup mengikuti daging, sulit setia melayani Allah, sulit berdoa dengan sepenuh hati.
Atmosfir yang mengitari kita akan menarik kita meninggalkan Allah, akan membuat kita tidak gairah berdoa, membuat kesadaran rohani kita tumpul. Nafsu dunia dengan berbagai cara merajut jaring untuk menjerat kita, bahkan merajut lebih kuat dan kukuh di atas diri banyak orang beriman. Banyak hal yang tidak dapat dilakukan pada satu generasi yang lalu, sekarang bukan saja dilakukan, bahkan dilakukan dengan terang-terangan tanpa merasa malu. Banyak tempat penyembahan kepada Allah, tidak saja menolak perkara rohani, tidak ada kebangunan rohani, bahkan membawa masuk berbagai pelesiran dan perkara yang patut dipertanyakan.
Melihat hal-hal ini, mau tak mau harus menggugah kita untuk bangun, bersemangat, berpaling untuk bersekutu dengan Allah, dalam sisa waktu ini, mencari perkenan Allah, mempersiapkan diri menghadap takhta pengadilan Kristus untuk memberi pertanggungan jawab (2 Kor. 5:10; Rm. 14:12). Kita hanya ada dua pilihan sikap, bertahan atau kendur. Tuhan memerintahkan kita menyeberang ke Betsaida yang di sisi sana. Kalau sekarang kita tidak setia, selamanya tidak akan setia. Banyak anak-anak Allah rela menderita bagi Tuhan, rela menempuh jalan yang sunyi bagi Tuhan. Musa berkata kepada bani Gad dan Ruben, “Masakan saudara-saudaramu pergi berperang, dan kamu tinggal di sini?” (Bil. 32:6). Saudara saudari, orang lain dengan setia menderita, bisakah kita duduk tenang? Memang ada penderitaan, tetapi itu jauh lebih baik daripada terhanyut. Setiap orang dari kita harus setia melayani Tuhan, menempuh jalan yang diperintahkan oleh Tuhan, mencapai ke seberang.

Doa:
Tuhan Yesus,aku mau melihat perkara yang besar ini. Dikau telah mati bagi aku, di depanku Dikau akan datang padaku. Aku mau senantiasa bertahan Tuhan, aku mau setia sampai Dikau datang. Mohon kuatkan aku. Tuhan teruslah bertumbuh di dalamku, kuatkan aku dalam segala penderitaan supaya aku tidak terhanyut.

09 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 2 Rabu

Mendayung atau Terhanyut
Matius 14:24
Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal.

Kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang melawan arus dunia, mendayung melawan terpaan angin sakal. Kalau kita ingin angin buritan, tidak perlu bersusah-payah, asal berhenti mendayung, langsung ada angin yang menghantar kita kembali ke tempat asal. Terhanyut tidak perlu tenaga. Kalau kita ingin berdiri teguh, akan merasakan sulit. Asal kita mau sedikit kompromi, sedikit kendur, sedikit santai, sedikit mundur, angin akan menghantar kita kembali, tidak perlu mengeluarkan tenaga. Mengasihi dunia tidak perlu mengeluarkan tenaga.
Murid-murid sepanjang malam mendayung; mereka terus mendayung sampai jam tiga malam. Kalau mereka kembali, mereka merasa malu; bukankah lebih baik kembali ke Kapernaum menunggu sebentar, dan istirahat sebentar? Tetapi mereka tidak berbuat demikian. Jam tiga adalah saatnya malam paling gelap, akhir dari malam hari, juga saatnya kita harus bertahan dari pencobaan dan ujian. Pada titik ini, bahaya yang paling besar, pencobaan yang paling besar, adalah sedikit dingin, sedikit kompromi, sepertinya sedikit mengantuk. Sekarang kita memang terlalu letih. Pada mulanya, karena dorongan kasih, masih ada sedikit kekuatan bertahan; sekarang, sepertinya sudah terlalu lama, terlalu sulit, lalu menjadi tawar.
Banyak orang beriman, beberapa tahun yang lalu penuh semangat, gigih berjuang dalam medan perang, sekarang telah tawar, telah mundur. Karena angin sakal terlalu keras. Sedikit tawar lebih sulit dikalahkan daripada pencobaan apa pun. Kita masih bisa mengalahkan dosa, tetapi dalam perjalanan yang melawan angin sakal sedemikian, karena merasa terlalu letih, lalu condong agak tawar sedikit. Sekarang saatnya kita memilih, saatnya kita setia. Semoga kita menempuh jalan yang ditentukan Tuhan.

Mat. 14:24; 1 Kor. 15:58; Yes. 21:12; 2 Tim. 1:6

Kalau semula Tuhan pernah sekali menggerakkan kita, memerintahkan kita menempuh satu jalan; kalau Tuhan pernah memerintahkan kita menyeberang laut ke sisi sana, kita tidak boleh berhenti. Kalau kita berhenti, arus air laut akan menghantar kita ke tempat yang lebih jauh dari Tuhan, angin buritan juga akan menghantar kita ke tempat yang lebih jauh dari Tuhan. Kita lebih baik menderita, tetapi tidak mau terhanyut. Sekarang kita memerlukan dorongan yang positif. Paulus berkata kepada Timotius, “Karena itulah kuperingatkan engkau untuk mengobarkan karunia Allah yang ada padamu oleh penumpangan tanganku atasmu” (2 Tim. 1:6). “Mengobarkan” dalam bahasa aslinya berarti diaduk-aduk (khususnya terhadap tumpukan bara api, supaya lebih membara). Saudara saudari, semoga kasih kita yang semula, sekarang diaduk-aduk, sehingga kasih itu dikobarkan lagi.
Mungkin kita telah jatuh, sekarang bangunlah. Penulis Surat Ibrani melihat bahwa di antara saudara-saudara Ibrani “ada yang kelihatannya ketinggalan”, hati yang semula untuk Tuhan kelihatannya sudah mundur, sebab itu ia menganjuri mereka “kuatkanlah tangan yang lemah dan lutut yang goyah.” Tuan Muller berkata, “Kunci rahasia seseorang bila ingin mendapatkan kesuksesan yang besar di hadapan Allah, tergantung pada tetap bertahan, bahkan sampai pada setengah jam yang terakhir.”
Meskipun gelap sungguh terlalu pekat, tetapi tidak akan lama lagi. Yesaya 21:12 mengatakan, “Pengawal itu berkata: Pagi akan datang, tetapi malam juga ....” Meskipun sekarang berada pada malam hari, tetapi pagi segera datang. Meskipun kita berada dalam keadaan yang demikian, tetaplah bertahan bahkan sampai pada setengah jam yang terakhir. Mata kita jangan hanya menatap pada malam hari, jangan hanya melihat pada kesulitan. Hari ini kalau kita tidak berjalan, itu sangatlah rugi; hari ini kalau kita terlalu kendur atau santai, itu sangat disayangkan, karena kita segera akan tiba di seberang. Saudara saudari, meskipun kita bisa merasa sengara, bisakah bertahan sedikit lagi? Bisakah kita bertahan pada setengah jam yang terakhir? Bisakah kita berjaga-jaga bersama Tuhan dalam sejangka waktu yang pendek? O, hari ini adalah waktu kita, waktu kita bertahan.

Doa:
Tuhan Yesus, keadaan dunia ini begitu jahat dan senantiasa menghimpit aku. Tuhan, rashmati aku agar dapat bertahan dari berbagai pencobaan. Aku tidak mau terbawa arus dunia ini karena kurang berjaga-jaga. Tuhan lindungilah aku dari serangan si jahat sehingga aku dapat mengakhiri perjalanan iman yang telah Kau tentukan dengan baik.

08 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 2 Selasa

Perahu Diterpa Angin Sakal
1 Korintus 10:13a
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu.

Matius 14:24-25 mengatakan, “Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai dan diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal. Kira-kira jam tiga malam datanglah Yesus kepada mereka berjalan di atas air.” Perjalanan murid-murid Tuhan menyeberangi danau menggambarkan perjalanan hidup kristiani kita. Sejak Kristus naik ke surga sampai datang kembali, dunia ini terus berada dalam masa malam yang panjang. Menurut pandangan manusia, dunia ini semakin lama semakin terang, semakin lama semakin maju. Tetapi menurut firman Allah, “hari sudah jauh malam” (Rm. 13:12). Allah tidak berkata dunia sangat terang, sangat maju, tetapi firman Allah berkata, hari sudah jauh malam. Sekarang kita berada dalam malam yang gelap ini. Sebab itu kita merasakan sekeliling kita semuanya gelap. Kalau kita berjalan di dalam terang, sering dekat dengan Allah, hidup dalam Kristus, terus-menerus menghakimi pekerjaan daging, dan menurut pimpinan Roh Kudus, dengan sendirinya kita akan memahami bahwa dunia ini benar-benar adalah satu dunia yang gelap.
“Perahu murid-murid-Nya sudah beberapa mil jauhnya dari pantai.” Perjalanan kita belum mencapai tujuan. Meskipun masalah hidup yang kekal dan mati yang kekal kita sudah beres, tidak akan menjadi masalah lagi; namun sejarah kita di dalam dunia ini, apakah kita setia sampai kesudahan atau gagal, setia sampai kesudahan, atau berubah di tengah jalan, ini belum pasti. Perahu masih di tengah danau, belum tiba di pelabuhan, sebab itu masih ada kerawanan, masih ada kemungkinan terjadi perubahan. Kita tidak boleh terlalu percaya diri, mengira kesudahan kita sudah pasti. Kita sedang dalam perjalanan, meskipun menggembirakan, namun bagaimana penempuhan kita, dan bagaimana kesudahan kita, masih suatu tanda tanya.

Mat. 14:24-25; Rm. 13:12

Bagaimana penempuhan hidup kristiani yang wajar? Hal apakah yang biasanya kita alami? “Perahu murid-murid-Nya ... diombang-ambingkan gelombang, karena angin sakal.” Saudara saudari, kalau di pihak kita ada angin sakal, pasti di pihak yang berlawanan dengan kita ada orang yang mendapat angin buritan. Jika dari timur laut menuju ke barat daya ada angin sakal, dari barat daya menuju ke timur laut pasti ada angin buritan. Kalau jalan yang ditempuh orang Kristen tidak berlawanan dengan “arah angin”, maka dapat disangsikan apakah ia menempuh jalan yang ditentukan Tuhan. Kita seharusnya menempuh jalan yang ditentukan Tuhan.
Tuhan sudah memutuskan kedudukan kita di dunia. Ia berkata, “Sebab itulah dunia membenci kamu.” Jalan kita melawan arah angin. Kalau kita tidak pernah ditentang, ditertawai, atau dianiaya orang dunia, kedudukan kita yang ada sekarang pasti bukan pemberian Tuhan. Kita seharusnya mengalami angin sakal, kita tidak seharusnya menumpuh jalan angin buritan. Kalau seseorang menurut jalan yang ditentukan Tuhan, dari timur laut menuju ke barat daya, pasti ada angin sakal. Kalau tidak demikian, sungguh meragukan apakah jalan yang ia tempuh sudah benar.
Setiap orang beriman yang setia pasti merasakan betapa payahnya mendayung karena angin sakal! Orang-orang milik Tuhan, sepertinya banyak perkara, tubuh mereka sering lemah, sering sakit; keluarga mereka banyak urusan, banyak kesulitan; usaha mencari nafkah lebih sulit daripada dulu; masyarakat semakin lama semakin memberi tekanan dan serangan kepada mereka; setan, roh jahat lebih-lebih sekuatnya menimbulkan gelombang, ingin menganiaya orang beriman. O, semuanya itu adalah angin sakal!
Kalau kita ingin berdiri teguh pada jalan yang ditentukan Tuhan, pasti merasakan angin sakal, sungguh sengsara! Tetapi kita lebih baik menderita daripada berkelana; lebih baik payah mendayung daripada terhanyut; lebih baik menempuh jalan yang sulit, daripada menempuh jalan yang mudah tetapi berkelana. Asal kita mau berdiri bagi Tuhan, setia bagi Tuhan, pasti mengalami angin sakal, akan merasakan mendayung dengan payah.

Doa:
Tuhan Yesus, kuatkanlah aku agar tetap berdiri teguh dalam mengikuti-Mu. Apapun yang menimpa aku, aku percaya bahwa Engkau beserta denganku. Ajarlah aku untuk setia dan percaya pada-Mu. Walau situasi di sekelilingku berubah dan banyak kesulitan kuhadapi, tetapi Engkau tidak pernah meninggalkanku, karena aku adalah milik-Mu, ya Tuhan.

07 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 2 Senin

Yesus Berdoa untuk Murid- Murid-Nya
Matius 14:22-23
Sesudah itu Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang, ... Dan setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri.

Sesudah Yesus mengadakan mukjizat dengan memberi makan banyak orang, Ia lalu mendesak murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang. Dia mendesak mereka pergi dengan perahu agar Dia bisa memiliki lebih banyak waktu untuk berdoa seorang diri kepada Bapa. Sebelum Tuhan menyuruh murid-murid pergi, murid-murid itu juga mengambil bagian dalam kenikmatan suplai Tuhan. Kekurangan akan keperluan mendatangkan pengalaman yang sangat indah. Murid-murid menikmati suplai Tuhan dan mereka bergembira karenanya. Tetapi Tuhan tidak ingin berlama-lama di sana. Ia segera menyuruh murid-murid-Nya naik ke perahu untuk menyeberang dan Ia sendiri pergi ke suatu tempat yang terpencil di atas bukit untuk berdoa seorang diri kepada Bapa.
“Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa...” melambangkan Tuhan Yesus naik ke surga menjadi Imam Besar, di hadapan Allah berdoa bagi kita. Yesus perlu berdoa seorang diri kepada Bapa-Nya yang ada di surga, agar Dia bisa bersatu dengan Bapa dan memiliki penyertaan Bapa dalam setiap hal yang dilakukan-Nya di bumi untuk mendirikan Kerajaan Surga. Dia melakukannya bukan di padang gurun, melainkan di gunung, meninggalkan semua orang, termasuk murid-murid-Nya, agar Dia bisa sendirian berkontak dengan Bapa sendirian.
Kalau Tuhan perlu berdoa kepada Bapa, bukankah terlebih lagi kita? Namun dalam kenyataannya, kita lebih sering melakukan sesuatu tanpa berdoa. Kita lebih meyakini usaha dan karya kita daripada kuasa doa. Kondisi ini sesungguhnya tidak tepat. Firman Tuhan mengatakan bahwa doa itu mengerjakan jauh lebih banyak daripada apa yang sanggup kita lakukan. Doa sanggup mengerjakan apa yang tidak dapat kita kerjakan. Karena itu, marilah kita belajar berdoa sebelum melakukan apa pun dalam kehidupan dan pelayanan kita.

Mat. 14:22-23; 2 Kor. 5:14; Ibr. 7:25

Matius 14:22 mengatakan bahwa Yesus segera memerintahkan murid-murid-Nya naik ke perahu dan mendahului-Nya ke seberang. Kata “memerintahkan” dalam ayat ini sama dengan kata “menguasai” dalam dalam 2 Korintus 5:14. Tuhan mendesak murid-murid naik ke perahu. Tuhan telah mati bagi kita, Tuhan juga mendesak kita berjalan. Tuhan mempunyai satu jalan bagi murid-murid, Tuhan memerintahkan murid-murid berjalan. Seumur hidup orang Kristen yang paling penting adalah mencari jalan yang ditetapkan oleh Tuhan, dan dengan setia menempuh jalan itu.
Hari ini di antara orang yang percaya Tuhan, terdapat satu perkara yang tidak baik, yaitu banyak orang yang tidak mencari jalan yang ditentukan bagi mereka. Ada orang yang menemukannya, tetapi tidak menempuh jalan itu; sebab itu dalam kehidupan mereka ada sekian banyak kematian dan keterbatasan rohani, dalam pekerjaan Allah ada sekian banyak benturan dan perselisihan. Pekerjaan yang paling penting bagi setiap orang yang beriman adalah dengan tenang menunggu, berdoa, mempersembahkan diri, dan taat menyerahkan diri ke tangan Allah, sepenuh hati mencari petunjuk Allah, mau tunduk kepada-Nya, mau hanya menuruti kehendak-Nya, mohon Dia menunjukkan kepada kita jalan yang ditentukan bagi kita pribadi; kemudian mengeluarkan segala harga dengan sepenuh hati berjalan di atasnya.
“Setelah orang banyak itu disuruh-Nya pulang, Yesus naik ke atas bukit untuk berdoa seorang diri.” Ini adalah satu gambar yang menyatakan bagaimana Tuhan meninggalkan murid-murid-Nya, naik ke surga, di sebelah kanan Bapa melakukan pekerjaan doa syafaat; dan murid-murid yang ditinggalkan di bumi, menempuh jalan yang Ia tentukan bagi mereka. Bila kita membaca Ibrani 7:25, kita akan nampak bahwa Kristus yang melayani sebagai Imam Besar adalah Dia yang berdoa syafaat. Ketika kita sepanjang siang hari berperang mengalahkan dosa dan hal-hal yang negatif, maka Imam Besar, Kristus, mendoakan kita. Kristus sanggup menyelamatkan kita dengan sempurna. Ia berdoa agar setiap keluh kesah, perhambaan dunia, kekangan dosa, kesia-siaan, kebejatan, serta kerusakan duniawi tidak menjamah kita.

Doa:
Tuhan Yesus,aku mengucap syukur karena aku memiliki Tuhan seperti Engkau. Engkaulah Imam Besarku yang senantiasa berdoa syafaat bagiku. Hari ini aku serahkan semua perkaraku kepada-Mu. Dalam setiap apa yang aku kerjakan, mohon Engkau yang menyertai aku dan mohon Kau selamatkan aku dari segala bentuk kecemaran dan perhambaan dunia ini.

05 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 1 Sabtu

Pemeliharaan Tuhan yang Ajaib dan Berlimpah
Matius 14:20-21
Dan mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang sisa, dua belas bakul penuh. Yang ikut makan kira-kira lima ribu laki-laki, tidak termasuk perempuan dan anak-anak.

Matius 14:20 mengatakan, “Mereka semuanya makan sampai kenyang. Kemudian orang mengumpulkan potongan-potongan roti yang lebih, sebanyak dua belas bakul penuh.” Dua belas bakul penuh potongan-potongan roti yang sisa bukan hanya menunjukkan bahwa suplai dari Kristus yang bangkit tidak terbatas dan tidak habis dipakai, tetapi juga menunjukkan bahwa persediaan Tuhan bagi kita itu begitu berlimpah, bahkan lebih dari cukup untuk memenuhi semua keperluan kita.
Lima roti dan dua ikan memuaskan lima ribu orang, tidak termasuk perempuan dan anak-anak (Mat. 14:21). Apa yang kita serahkan kepada Tuhan mungkin sangat sedikit, tetapi berkat itu akan besar dan berkelimpahan, kelebihannya akan lebih besar daripada apa yang kita persembahkan. Apa yang kita serahkan kepada Tuhan tidak akan habis, sebaliknya, akan dipakai oleh Tuhan untuk memberkati orang lain dengan berlimpah. Semuanya ini juga membuktikan betapa ajaibnya tangan pemeliharaan Tuhan atas kita.
Walaupun dunia menolak kita karena kita mengikuti Dia, kita harus percaya bahwa Raja surgawi menyediakan keperluan kita. Ini berhubungan dengan perkataan-Nya dalam konstitusi kerajaan yang menyatakan bahwa umat kerajaan tidak perlu khawatir tentang apa yang akan mereka makan (Mat. 6:31-33).
Dalam catatan tentang mukjizat ini, Roh Kudus mewahyukan kepada kita bahwa sebenarnya yang kita perlukan adalah makanan yang tepat untuk memuaskan lapar kita. Kita mungkin tidak tahu akan hal ini, begitu pula dengan kebanyakan orang Kristen hari ini. Melalui mukjizat ini, Tuhan ingin kita terkesan terhadap keperluan kita yang sesungguhnya. Yang kita perlukan adalah hayat kebangkitan-Nya, yang akan memuaskan rasa lapar rohani kita, seperti yang dinyatakan dalam mukjizat ini.

Mat. 14:20-21; 6:31-33

Dalam hal mengikuti Raja yang ditolak itu, kita harus melalui berbagai macam penolakan. Walau setelah ditolak kita merasa kekurangan dan mempunyai beberapa keperluan, tetapi janganlah khawatir tentang keperluan kita, sebab Tuhan memperhatikannya. Tuhan selalu mempunyai jalan untuk memenuhi keperluan kita. Yang penting kita mengerjakan bagian kita, yakni mempersembahkan apa adanya kita dan apa yang kita miliki ke dalam tangan-Nya. Selanjutnya kita perlu berdoa agar apa yang kita persembahkan itu dipecah-pecahkan-Nya dan diberkati oleh Tuhan untuk memenuhi keperluan orang yang lapar. Jika kita berbuat demikian, kita pasti akan menikmati kepuasan dan masih akan ada sisanya.
Apa yang dilakukan oleh Tuhan dalam Matius 14:14-21 bukan hanya mukjizat untuk memberi makan orang. Mukjizat di sini menunjukkan bahwa Kristus memiliki suplai hayat untuk memuaskan lapar kita. Tuhan memperhatikan kita, dan kita tidak kekurangan apa pun, baik suplai materi, maupun suplai hayat untuk memuaskan kelaparan rohani kita. Ketika kita mengikuti Raja yang ditolak itu pada jalan yang menuju kemuliaan, kita dapat bersaksi bahwa kita sedang menikmati suplai hayat. Tidak hanya demikian, kita pun dapat memberi makan orang lain. Pada akhirnya, kita akan menyadari bahwa ternyata masih ada sisa dua belas bakul penuh suplai hayat.
Jalan ini sungguh indah. Sekalipun di sini ada penolakan dan kekurangan, tetapi Dia adalah suplai hayat kita. Dia memperhatikan keperluan jasmani kita dan memberi suplai hayat yang kaya, bahkan dengan berlebih untuk memenuhi keperluan rohani kita. Sebab itu, kita dapat berkata, “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.” Bukan hanya kita tidak berkekurangan, bahkan kita kaya, puas, dan mempunyai kelebihan sebanyak dua belas bakul penuh suplai hayat. Beserta Dia, kita memiliki baik suplai materi maupun suplai hayat. Sebab itu, kita tidak takut apa pun. Asal Tuhan beserta dengan kita, kita tidak akan kekurangan. Asalkan ada hadirat-Nya, segala sesuatu beres. Kebutuhan kita yang mendesak justru memberikan kepada Tuhan kesempatan yang sangat baik untuk melakukan sesuatu bagi kita.

Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih atas pemeliharaan-Mu yang begitu ajaib dan berlimpah. Ampuni aku yang masih sering khawatir, sehingga kurang bersandar kepada-Mu. Selama ini aku kurang memberi kesempatan kepada-Mu untuk melakukan sesuatu bagi diriku. Tuhan, tambahkanlah diri-Mu, sehingga aku memiliki iman untuk menyerahkan seluruh hidupku kepada-Mu, karena Engkaulah gembalaku.

04 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 1 Jumat

Menengadah kepada Bapa - Sumber Berkat
Matius 14:19
... Dan setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap berkat, lalu memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya membagi-bagikannya kepada orang banyak.

Matius 14:19 mengatakan bahwa Yesus mengambil lima roti dan dua ikan dan ketika akan memberkati-Nya, Ia menengadah ke langit. Dengan kata lain, Ia memberkati makanan dengan menengadah kepada Bapa-Nya di surga. Ini menunjukkan bahwa Ia menyadari kalau sumber berkat itu bukanlah Dia. Ia adalah Yang diutus. Yang diutus tidak seharusnya menjadi sumber berkat. Yang mengutus, yakni Bapa, Dialah sumber berkat itu. Ini adalah pelajaran penting yang harus kita pelajari.
Kita perlu melihat teladan yang Tuhan dirikan bagi kita di sini. Setelah Ia memberkati dengan cara menengadah kepada Bapa, barulah Ia memberitahu murid-murid-Nya apa yang harus dilakukan. Tidak diragukan, apa yang dilakukan-Nya adalah teladan agar murid-murid-Nya belajar dari Dia. Menurut teladan ini, kita harus menyadari bahwa kita bukanlah sumber, karena kita adalah orang-orang yang diutus oleh Bapa. Tidak peduli kita dapat melakukan berapa banyak, kita harus menyadari bahwa kita masih tetap memerlukan berkat dari Sang sumber, dari Dia yang mengutus kita, sehingga kita dapat memberikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
Kita harus menyadari bahwa kita bukanlah sumber. Tidak ada berkat yang berasal dari kita. Tidak peduli kita dapat melakukan berapa banyak, kita harus menyadari bahwa kita memerlukan berkat dari Bapa atas pekerjaan kita. Jangan sekali-kali bermegah atas kemampuan kita dalam melakukan sesuatu. Pencapaian kita dalam pekerjaan maupun dalam pelayanan kita, semuanya karena berkat Bapa, bukan hasil kekuatan atau kepandaian kita. Bahkan ketika kita hendak menyantapn makanan kita, kita harus belajar menengadah dan bersyukur kepada Bapa sebagai sumber berkat kita. O, kita harus belajar bersyukur kepada Bapa atas segala hal yang terjadi dalam hidup kita!

Mat. 14:19-24; Yoh. 5:19, 30; 7:18; Luk. 6:12

Tuhan menengadah kepada Bapa di surga menunjukkan bahwa sebagai Putra di bumi yang diutus oleh Bapa di surga, Ia bersatu dengan Bapa, bersandar kepada Bapa (Yoh. 10:30). Ini adalah prinsip yang sangat penting. Kapan kala kita bersaksi untuk Tuhan, kita harus mempunyai perasaan bahwa kita bersatu dengan Tuhan, bersandar kepada-Nya. Apa yang kita tahu dan apa yang dapat kita lakukan tidak berarti apa-apa. Menjadi satu dengan Tuhan dan bersandar kepada Dia sangatlah penting dan sangat berarti dalam kehidupan dan pelayanan kita. Jika kita bersandar pada apa yang dapat kita lakukan, kita habis. Berkat hanya datang melalui diri kita menjadi satu dengan Tuhan dan bersandar kepada Dia.
Tuhan tidak melakukan apa pun dari diri sendiri (Yoh. 5:19). Ini juga adalah teladan bagi murid-murid. Ia adalah Seorang yang melalui-Nya seluruh alam semesta diciptakan, tetapi Ia tidak melakukan apa-apa dari diri sendiri. Inilah teladan dari menyangkal diri. Ia berkata bahwa setiap orang yang mengikuti-Nya harus memikul salib-Nya dan menyangkal dirinya (Mat. 16:24). Ia menempuh hidup yang menyangkal diri sendiri. Sebagaimana Tuhan, kita pun harus menyangkal diri sendiri dan tidak mempunyai maksud untuk melakukan segala sesuatu dari diri sendiri. Apa pun yang kita lakukan haruslah berasal dari Dia, karena segala sesuatu adalah dari Dia, oleh Dia, dan untuk Dia. Ini adalah melaksanakan ajaran menyangkal diri melalui melakukan perkara-perkara bersama Tuhan.
Terakhir, Tuhan tidak mencari kehendak-Nya sendiri tetapi kehendak Dia yang mengutus-Nya (Yoh. 5:30b). Ia pun tidak mencari kemuliaan-Nya sendiri tetapi kemuliaan Bapa yang mengutus Dia (Yoh. 7:18). Setelah mengadakan mujizat, Ia naik ke bukit untuk berdoa seorang diri (Mat. 14:23; cf. Luk. 6:12).Tuhan tidak tetap tinggal di tengah-tengah hasil dari mujizat itu dengan orang banyak. Jika kita pergi ke tempat tertentu dan sukses besar, apakah kita akan segera pergi atau tetap tinggal dalam kesuksesan besar itu untuk menikmatinya? Dewasa ini banyak tokoh kekristenan yang menyebut dirinya “hamba Tuhan” justru menikmati meriahnya sanjungan atas mujizat yang mereka lakukan. Keberhasilan apa pun tidak seharusnya membuat kita mabuk pujian manusia, tetapi haruslah membuat kita “menyingkir” kepada Bapa, Sang sumber.

Doa:
Bapa, Engkaulah sumber berkat. Aku menengadah sepenuhnya kepada-Mu. Apa yang aku terima, semuanya adalah berasal dari Dikau. Bapa, aku tidak bisa mengerjakan apapun tanpa diri-Mu, karena itu aku tidak dapat bermegah atas apa pun yang kulakukan. Segala berkat berasal dari-Mu, karena itu biarlah segala mulia dan ucapan syukur hanya bagi-Mu.

03 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 1 Kamis

Memberi untuk Berkat yang Lebih Besar
Matius 14:17
Jawab mereka: “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan.” Yesus berkata: “Bawalah ke mari kepada-Ku.”

Berbicara tentang roti dan ikan yang disebutkan dalam Matius 14:17, Tuhan berkata dalam ayat selanjutnya, “Bawalah kemari kepada-Ku.” Apa pun yang kita miliki dari Tuhan perlu kita berikan kepada Tuhan agar menjadi berkat yang besar bagi banyak orang. Tuhan sering menggunakan apa yang kita persembahkan kepada-Nya untuk memenuhi keperluan pengikut-pengikut-Nya hari ini.
Meskipun kita mungkin mengatakan bahwa kita tidak memiliki sesuatu untuk dipersembahkan kepada Tuhan, tetapi paling sedikit kita memiliki tubuh. Puji Tuhan bahwa kita semua dapat memberikan diri kita kepada-Nya! Kita mungkin tidak memiliki apa pun selain diri kita yang miskin dan lemah ini, tetapi kita dapat memberikan diri kita kepada-Nya. Bahkan seseorang yang sakit pun dapat memberikan dirinya kepada Tuhan. Marilah kita memberikan apa adanya kita kepada Dia. Tuhan memerlukan persembahan kita. Jangan menyimpan sesuatu untuk diri sendiri. Apa pun yang kita berikan melalui tangan kita ke dalam tangan Tuhan, akan menjadi berkat yang besar.
Kita wajib mempersembahkan diri kita dan apa yang kita miliki kepada Tuhan. Apabila kita demikian mempersembahkan, maka Tuhan akan mempunyai jalan untuk memberkati banyak orang dan kita akan termasuk dalam berkat itu. Anugerah menyingkapkan kemiskinan dan kekosongan kita. Tetapi kita mempunyai sesuatu - diri kita - untuk diberikan kepada Tuhan. Meskipun sedikit sekali yang kita miliki, kita perlu mempersembahkannya kepada Tuhan. Jika kita meletakkan apa yang kita miliki ke dalam tangan-Nya, maka Tuhan akan menjadikannya suatu berkat yang besar. Tuhan tidak ingin mengubah batu menjadi roti. Yang Dia inginkan adalah kita mempersembahkan “roti” kita kepada-Nya sehingga di tangan-Nya roti itu berkat yang besar bagi banyak orang.

Mat. 14:17-19

Matius 14:19 berkata, “Lalu Ia menyuruh orang banyak itu duduk di rumput. Setelah diambil-Nya lima roti dan dua ikan itu, Yesus menengadah ke langit dan mengucap syukur. Ia memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya, lalu murid-murid-Nya memberikannya kepada orang banyak.” Tuhan Yesus memberi makan orang, Ia melayankan suplai hayat kepada mereka. Dengan menyuruh orang banyak itu duduk di rumput, Ia mengatur orang-orang itu dengan tertib. Ini menunjukkan hikmat Tuhan dan ketertiban Tuhan.
Dengan menengadah ke langit, Raja surgawi menunjukkan bahwa sumber-Nya adalah Bapa-Nya yang ada di surga. Kemudian Ia memberkati ikan dan roti serta memecahkan-mecahkannya. Ini menunjukkan bahwa murid-murid bukan sumber berkat; mereka hanya saluran yang dipakai oleh Tuhan Sang sumber kepuasan manusia. Apa pun yang kita bawa kepada Tuhan harus dihancurkan, dipecahkan, agar dapat menjadi berkat bagi orang lain. Setelah kita mempersembahkan diri kita kepada Tuhan, maka tangan-Nya akan “memecah-mecahkan” kita, sampai kita menjadi berkat bagi banyak orang. Persembahan kita baru berguna setelah kita dipecahkan oleh Tuhan. Inilah prinsip Tuhan dalam memberkati pekerjaan-Nya. Tuhan ingin memberkati kita demi kesaksian-Nya dengan berlimpah, namun masalahnya adakah orang yang mau mempersembahkan? Berapa banyakkah orang yang mau menyerahkan diri mereka kepada Tuhan untuk dipecahkan dalam tangan-Nya?
Lima ketul roti di sini adalah lima roti jelai. Jelai adalah lambang Kristus yang bangkit (Im. 23:10). Jadi, roti jelai melambangkan Kristus dalam kebangkitan sebagai makanan bagi kita. Roti adalah hayat nabati, melambangkan aspek kelahiran dari hayat Kristus; sedangkan ikan adalah hayat hewani, melambangkan aspek penebusan dari hayat Kristus. Agar rasa lapar rohani kita dipuaskan, kita memerlukan hayat kelahiran Kristus dan hayat penebusan Kristus. Kedua aspek itu dilambangkan dengan hal-hal kecil - roti dan ikan. Ini menunjukkan bahwa dalam zaman ini, Raja surgawi datang kepada para pengikut-Nya bukan sebagai Raja besar untuk memerintah mereka, melainkan sebagai sepotong kecil makanan untuk mengenyangkan kita.

Doa:
Tuhan,ampunilah aku yang seringkali terlalu mementingkan kepentinganku sendiri dengan menahan apa yang Kau berikan bagi diri sendiri. Tuhan, aku mau menjadi saluran berkat-Mu. Bebaskan aku dari keadaan seperti ini. Ajarlah aku untuk rela memberi. Tuhan, saat ini juga aku persembahkan diriku dan apa yang aku miliki bagi-Mu dan bagi kepentingan-Mu.

02 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 1 Rabu

Melayani Menurut Prinsip Anugerah
Matius 14:16
Tetapi Yesus berkata kepada mereka: “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan.”

Sering kali setelah kita mengalami penolakan dan berhasil melampauinya, kita merasa gembira dan lega. Tetapi setelah kita mengalami kelegaan ini, kita baru sadar bahwa kini kita berada dalam kekurangan dan tidak mempunyai sesuatu untuk kelangsungan hidup. Kita mengalami kekurangan dalam keperluan pokok sehari-hari. Keadaan ini banyak dihadapi oleh orang-orang yang memutuskan untuk mengikuti Tuhan dengan setia.
Matius 14:15 mengatakan, “Menjelang malam, murid-murid-Nya datang kepada-Nya dan berkata, ‘Tempat ini terpencil dan hari mulai malam. Suruhlah orang banyak itu pergi supaya mereka dapat membeli makanan di desa-desa.’” Di sini murid-murid mengingatkan Yesus bahwa mereka sedang berada di padang gurun dan hari pun mulai malam, sedangkan orang banyak itu perlu makan. Mereka menganjuri Tuhan untuk menyuruh orang banyak itu pergi ke desa-desa guna membeli makanan bagi mereka masing-masing. Bagaimanakah respon Tuhan terhadap usul murid-murid-Nya? Tuhan menjawab, “Tidak perlu mereka pergi, kamu harus memberi mereka makan” (Mat. 14:16).
Tuhan bukan hanya menolak usul murid-murid-Nya, bahkan Ia menyuruh murid-murid memberi makanan kepada orang banyak itu. Yang Tuhan perhatikan adalah bagaimana memberi makan orang, bukan menuntut orang melakukan sesuatu. Konsepsi agama adalah menyuruh orang melakukan sesuatu, tetapi konsepsi Tuhan adalah memberi sesuatu kepada orang-orang untuk dinikmati. Agama selalu menuntut, tetapi Tuhan selalu menyuplai. Haleluya!
Sudahkah hari ini kita menikmati suplai Tuhan? Menurut anugerah-Nya, Tuhan tidak ingin kita melakukan ini dan itu, melainkan Ia ingin menyuplai segala keperluan kita dengan hayat-Nya. Tanpa lebih dulu menikmati suplai hayat-Nya, bagaimana mungkin kita dapat melakukan sesuatu bagi-Nya?

Mat. 14:14-16; 24:45; 1 Tim. 4:6

Kita harus belajar mengenal anugerah, menggunakan anugerah, dan memberi kepada orang lain menurut prinsip anugerah. Ketika Tuhan Yesus memberi tahu murid-murid-Nya untuk memberi orang banyak makanan, murid-murid berkata, “Yang ada pada kami di sini hanya lima roti dan dua ikan” (Mat. 14:17). Ketika kita akan menggunakan anugerah, kita akan nampak bahwa kita sesungguhnya tidak mempunyai apa-apa.
Jika kita di dalam gereja hanya bisa memberikan peraturan / tuntutan kepada orang lain, kita tidak akan mengetahui betapa miskinnya kita. Kita mungkin mengira bahwa kita sangat pintar dan berkata kepada diri sendiri, “Aku sungguh pintar! Tidak ada seorang pun memperhatikan bahwa hari sudah menjelang malam. Tetapi aku mengetahui segala sesuatu. Aku bahkan dapat memberi petunjuk kepada Yesus.” Namun, ketika kita diberi tahu Tuhan untuk memberi menurut prinsip anugerah, segeralah tersingkap keadaan kita yang sebenarnya. Prinsip anugerah akan menyingkapkan kemiskinan kita.
Di bawah anugerah, kita tersadar bahwa sesungguhnya kita tidak punya apa-apa. Kita hanya punya mulut yang memerintah. Kita dapat memberi perintah, kita dapat memberi instruksi, dan kita dapat mengajar, tetapi kita tidak punya sesuatu untuk disuplaikan kepada orang yang lapar. Dalam dunia kekristenan banyak orang yang pandai memberikan instruksi, namun di manakah yang hamba-hamba yang memberi makan pada waktunya (Mat. 24:45)? Yang gereja butuhkan bukan lebih banyak instruksi, melainkan orang-orang yang dapat melayankan firman Allah dan Kristus sebagai suplai hayat kepada kaum beriman yang lapar dan haus.
Paulus menasihatkan Timotius untuk menjadi seorang pelayan (minister) Kristus Yesus yang baik (1 Tim. 4:6). Pelayan Kristus adalah orang yang melayankan Kristus kepada orang lain. Untuk melayankan Kristus kepada orang lain, kita terlebih dulu harus menerima rawatan dari firman hayat tentang Kristus. Setelah kita dikenyangkan oleh Kristus, barulah kita bisa melayankan Kristus sebagai makanan dan suplai hayat kepada orang lain. Pelayanan seperti inilah yang Tuhan ingin kita lakukan di zaman anugerah ini.

Doa:
Berdasarkan prinsip anugerah, aku mau melayani-Mu, ya Tuhan, karena aku tidak memiliki apa-apa dan bukan siapa-siapa. Tuhan, rawatlah aku senantiasa dengan firman hayat-Mu supaya aku dikenyangkan dan bisa melayankan diri-Mu kepada orang lain. Tuhan, saat ini aku datang pada-Mu, dan suplailah aku dengan kelimpahan hayat-Mu.