Hitstat

30 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 3 Jumat

Garis Kain (1)
Kejadian 4:19-21
“Lamekh mengambil isteri dua orang; yang satu namanya Ada, yang lain Zila. Ada itu melahirkan Yabal; dialah yang menjadi bapa orang yang diam dalam kemah dan memelihara ternak. Nama adiknya ialah Yubal; dialah yang menjadi bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling.”

Dalam Kejadian pasal 4, garis Kain berakhir dengan Lamekh dan ketiga putranya. Keseluruhan budaya manusia berkembang mulai dari keturunan Lamekh. Anak pertama Lamekh adalah Yabal, yang berarti “pindah”. Yabal adalah “bapa orang yang diam dalam kemah dan memelihara ternak” (Kej. 4:20). Hidup Yabal adalah untuk mata pencaharian. Anak Lamekh yang kedua adalah Yubal, yang berarti “bermain/hiburan”. Yubal adalah, “bapa semua orang yang memainkan kecapi dan suling” (ay. 21). Ia adalah seorang musikus dan hidupnya adalah untuk hiburan. Anak Lamekh yang ketiga adalah Tubal-Kain. Namanya berarti, “tembaga”. Tubal-Kain adalah, “bapa semua tukang tembaga dan tukang besi” (ay. 22). Ia merancang senjata untuk melindungi diri sendiri. Inilah ketiga anak dari Lamekh.
Melalui anak-anak Lamekh kita melihat tiga hal yang mendominasi umat manusia, yaitu mata pencaharian, hiburan, dan perlindungan. Inilah yang menyusun dunia. Apa pun yang kita pelajari, atau capai, atau kejar di dalam dunia ini pada akhirnya membawa kita kepada salah satu dari ketiga anak Lamekh. Mata pencaharian, hiburan, dan perlindungan diri adalah unsur-unsur yang mengendalikan keberadaan manusia.
Lamekh sendiri adalah seorang pembunuh. Jika tanpa Allah, maka umat manusia adalah umat pembunuh. Kita bisa melihat hal ini di mana saja, dalam universitas, dalam bisnis, dalam profesi, semuanya bersaing. Orang selalu berpikir, “Agar aku dapat bertahan, maka engkau harus mati.” Mereka saling membunuh, tetapi bangga dengan kesuksesannya. Ini karena kebudayaan manusia adalah produk dari garis Kain.

Garis Kain (2)
Kej. 4:21-22; Mzm. 9:5; Rm. 8:31

Nama Lamekh dalam bahasa Ibrani berarti “perkasa”, “memiliki kekuatan”. Lamekh, generasi manusia yang ketujuh, merupakan orang yang sangat kuat. Ia mempunyai dua istri (Kej. 4:19); ia menjalani poligami, demi memuaskan hawa nafsunya. Jadi poligami dimulai di kota Henokh, di tanah Nod. Poligami adalah suatu pelanggaran terhadap hukum alam yang dibuat oleh Allah bagi eksistensi manusia.
Istri pertama Lamekh, Ada, berarti “perhiasan”. Ia suka berhias dan mempercantik diri. Sedangkan istri keduanya, Zila, berarti “pelindung”, “penutup”. Jenis penutup apa yang dimaksud di sini? Ditutupi dengan senjata-senjata.
Ada melahirkan Yabal dan Yubal; Yabal, bapa segala pemelihara ternak (Kej. 4:20). Ia menciptakan peternakan untuk mata pencaharian. Ia menjadi pengembara, berkelana dari satu tempat ke tempat lain, sebab tidak ada tanah yang memberikan hasil sepenuhnya kepadanya.
Anak kedua dari Ada, adalah Yubal. Yubal menciptakan musik (Kej. 4:21). Ia membuat kecapi dan suling. Nama Yubal berarti “bersuka-ria dengan meriah”, atau “suara riang”, atau “musik”. Apakah musik itu? Musik adalah semacam hiburan yang membuat orang senang. Mengapa manusia memerlukan hiburan semacam itu? Karena manusia telah kehilangan Allah sebagai sukacitanya. Hal ini membuat mereka merasa kosong sehingga memerlukan hiburan.
Banyak di antara orang Kristen yang tahu tentang kebangunan rohani di Wales yang terjadi pada tahun 1904-1905. Selama waktu-waktu itu, gedung-gedung pertunjukan dan tempat-tempat hiburan di seluruh Pulau Wales tutup, karena semua orang telah beroleh selamat. Mereka telah mempunyai sesuatu yang jauh lebih baik daripada segala bentuk hiburan-hiburan duniawi. Mereka memiliki Kristus. Haleluya!
Zila, istri kedua Lamekh, melahirkan Tubal-Kain, “Bapa semua tukang tembaga dan besi” (Kej. 4:22), artinya dia adalah pencipta segala jenis senjata. Senjata-senjata yang diciptakannya adalah untuk membunuh orang. Semua senjata ini, sudah tentu dipakai untuk pembelaan manusia. Siapakah pembela kita yang sejati? Pemazmur mengatakan, “Sebab Engkau (Allah) membela perkaraku dan hakku, sebagai Hakim yang adil Engkau duduk di atas takhta” (Mzm. 9:5). Rasul Paulus juga mengatakan, “Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (Rm.8:31). Sebagai kaum beriman di dalam Kristus, kita tidak mengandalkan senjata bumiah apa pun, melainkan bersandar pada Pembela kita yang hidup, yakni Allah sendiri.

Penerapan:
Siapakah yang kita sandari dalam mencari nafkah di bumi? Siapakah penghiburan kita di kala susah? Siapakah sandaran kita dan perlindungan kita di kala dalam bahaya? Kalau jawabannya bukan Allah, kita perlu bertobat karena kita telah hidup dalam prinsip keturunan Kain, hidup dalam kebudayaan yang tanpa Allah.

Pokok Doa:
Tuhan, ampuni aku yang sering mencari kesenangan, hiburan, dan perlindungan di luar Engkau. Aku sadar bahwa Engkaulah yang aku perlukan. Lepaskan aku dari ikatan dunia, dan tariklah aku lebih dekat dengan-Mu.

29 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 3 Kamis

Penanggulangan Allah Terhadap Kain
Kejadian 4:11-12
“Maka sekarang, terkutuklah engkau, terbuang jauh dari tanah yang mengangakan mulutnya untuk menerima darah adikmu itu dari tanganmu. Apabila engkau mengusahakan tanah itu, maka tanah itu tidak akan memberikan hasil sepenuhnya lagi kepadamu; engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi.”

Akibat kejatuhan manusia kali kedua, Allah mengumumkan kutukan yang lebih berat. Selanjutnya Allah berkata kepada Kain, “Engkau menjadi seorang pelarian dan pengembara di bumi” (Kej. 4:12). Seorang pengembara, atau seorang pengelana adalah orang yang tidak mempunyai tujuan, tidak mempunyai rumah, tidak mempunyai kepuasan, dan tidak mempunyai perhentian. Akan tetapi, hukuman ini masih merupakan hukuman yang penuh belas kasihan. Kapan saja, asal Kain mau bertobat dan mencari ampunan Allah, Allah pasti akan dengan senang hati mengampuni dia. Tetapi masalahnya justru Kain tidak mau bertobat. Tanpa bertobat, Kain pergi meneruskan jalannya sendiri. Jalannya sendiri ialah memisahkan diri dari hadapan Allah (Kej. 4:16). Walaupun ia menyembah Allah, akhirnya ia pergi dari hadapan Allah. Persembahan atau pelayanan yang sejati selalu membawa orang ke hadapan Allah. Sebaliknya, persembahan dan pelayanan yang salah selalu menjauhkan orang dari hadapan Allah. Kita perlu mewaspadai hal ini.
Ayat 16 menunjukkan bahwa Kain akhirnya menetap di Nod. Nama Nod berarti “mengembara”. Setelah meninggalkan hadirat Allah, Kain mulai menggembara. Kita pun mengalami hal yang sama saat kita meninggalkan Allah. Begitu kita meninggalkan Allah, kita pun menjadi orang yang mengembara. Tidak peduli apa pun yang kita lakukan, asal kita jauh dari Tuhan, kita adalah seorang pengembara. Ini adalah prinsip dasar dari kehidupan Kristiani. Tanpa Allah, apa pun yang kita lakukan dalam hidup ini adalah mengembara. Inilah garis Kain.

Membangun Kota
Kej. 4:16-24

Kain pergi dari hadapan Allah dan menuruti jalannya sendiri. Hal pertama yang diperbuatnya ialah membangun sebuah kota. Dalam Alkitab, konsepsi kota sangat bermakna, dan kita dapat menemukan garis kota-kota dalam seluruh Alkitab. Pertama-tama Henokh, kota yang dibangun Kain, dan terakhir Yerusalem Baru, kota yang dibangun oleh Allah. Kota yang diprakarsai oleh Kain, menuju kesimpulannya sebagai Babilon besar. Kota Henokh adalah tiruan bangunan Allah. Kota itu bukan dari Allah, tetapi diprakarsai Iblis di dalam Kain.
Iblis bekerja di dalam Kain, menganjurinya agar mendirikan sebuah kota. Mungkin Iblis berkata, “Kain, engkau takut orang-orang akan membunuhmu. Bagi eksistensimu, engkau memerlukan sebuah kota sebagai perlindunganmu.” Karena Kain telah kehilangan Allah, ia menjadi takut. Ia telah kehilangan Allah sebagai suplai, sukacita, dan perlindungannya. Pada zaman kuno, tujuan utama dari pembangunan kota adalah untuk perlindungan. Sebab itu, Kain mendirikan kota semacam itu untuk melindungi dirinya sendiri. Di dalam kebudayaan manusia yang tidak ber-Tuhan, orang-orang terpaksa melindungi dirinya sendiri.
Kain tidak menamakan kota itu Yehova, melainkan Henokh, yaitu nama anaknya. Ia memberi nama yang sama kepada anaknya dan kotanya. Dalam arti tertentu, kotanya adalah anaknya, dan ia mencintai kota ini seperti mencintai anaknya.
Perhatikanlah, nama Henokh berarti “prakarsa” dan dalam bahasa Ibrani memiliki akar kata yang bermakna “belajar”, menunjukkan sesuatu yang diprakarsai oleh Kain. Ini sangat bermakna. Kain menjadi pendiri kota yang pertama, perencana kota yang pertama, dan arsitek yang pertama. Kain adalah seorang pencipta, pemrakarsa. Mula-mula ia menciptakan agama; sekarang, ia menciptakan pembangunan kota.
Kain juga menghasilkan sebuah kebudayaan tanpa Allah (Kej. 4:16-24). Kebudayaan manusia berkembang dikarenakan manusia telah kehilangan Allah. Tadinya, Allah sang Pencipta manusia adalah segala-galanya bagi manusia. Allah adalah pelindung, pemelihara, penyuplai, sukacita, penghiburan, dan pembela manusia. Allah itulah segala-galanya. Di dalam taman, manusia tidak perlu melakukan apa pun kecuali menggarap tanah, bekerja sama dengan Allah. Di taman, Allah merupakan segala sesuatu terhadap manusia. Tetapi, ketika manusia kehilangan Allah, ia kehilangan segala-galanya. Ia kehilangan perlindungan, penjagaan, pemeliharan, penyuplaian, dan penghiburan. Manusia telah kehilangan segala-galanya, maka ia harus menciptakan sesuatu. Inilah asal mula munculnya kebudayaan.

Penerapan:
Begitu kita menjauhi Allah, kita akan kehilangan penyertaan Allah. Adakah penyertaan Allah dalam kehidupan keluarga dan pelayanan kita? Marilah kita belajar tetap tinggal di dalam Dia melalui berpaling ke dalam roh kita, maka Dia akan menjadi begitu hidup bagi kita bahkan di dalam setiap detil aktivitas harian kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, jangan biarkan aku menempuh jalanku sendiri. Ingatkanlah aku bila aku mulai menyimpang dari kehendak-Mu. Aku perlu penyertaan-Mu. Aku tidak mau jauh dari-Mu. Berkatilah aku.

28 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 3 Rabu

Memelihara Hukum Allah Dengan Pengertian Sendiri
Kejadian 4:5
“Tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya. Lalu hati Kain menjadi sangat panas, dan mukanya muram.”

Hidup Kain menunjukkan bahwa ia bermaksud memelihara hukum Allah dengan pengertiannya sendiri. Kain mengira, “Aku dapat melakukan sesuatu untuk menyenangkan Allah. Aku akan melakukan apa yang Allah suruh.” Inilah sebabnya Allah tidak melihat persembahan Kain.
Hasil dari hidup Kain yang berusaha menuruti perintah Allah berdasarkan pengertiannya sendiri adalah membunuh saudaranya. Kain membunuh Habel justru di tempat ia berjerih lelah melakukan perintah Allah. Allah memerintahkan agar Adam menggarap tanah untuk mendapatkan makanannya, maka Kain menggarap tanah. Dan di atas tanah itulah ia membunuh Habel. Bahkan mungkin saja Kain membunuh Habel dengan alat yang ia pakai untuk menggarap tanah tersebut. Bagaimanapun, Allah masih membelaskasihani Kain, masih bertanya kepadanya, “Mengapa hatimu panas dan mukamu muram?” (Kej. 4:6).
Kemudian, Allah juga memberi peringatan kepada Kain, “Apakah mukamu tidak akan berseri, jika engkau berbuat baik? Tetapi jika engkau tidak berbuat baik, dosa sudah mengintip di depan pintu.” Kita harus waspada! Jika kita menolak jalan keselamatan Allah, dosa sudah mengintip di depan pintu, siap untuk mendapatkan kita. Kesenangan dosa, yaitu kesenangan Iblis, adalah mendapatkan kita, namun kita harus mengalahkan dia. Salah satu cara terbaik untuk mengalahkan Iblis adalah melarikan diri dari konsepsi (pengertian) diri kita sendiri dan bersembunyi di dalam karunia keselamatan Allah.

Membunuh Saudaranya Dan Berdusta Dengan Penuh Kesombongan
Kej. 4:8-9; Yoh. 16:2

“Kata Kain kepada Habel, adiknya, ‘Marilah kita pergi ke padang.’ Ketika mereka ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia” (Kej. 4:8). Jika kita membandingkan ayat ini dengan Yohanes 8:44, kita akan tahu bahwa Kain bukanlah satu-satunya pembunuh; Iblis juga adalah pembunuh. Dalam Injil Yohanes Tuhan Yesus berkata tentang Iblis, “Ia adalah pembunuh manusia sejak semula.” Walaupun Habel dibunuh oleh Kain, tetapi Iblislah yang mendalangi tindakan pembunuhan oleh Kain itu. Karena Kain telah menolak cara Allah dan peringatan Allah, maka dia ditangkap oleh si pembunuh manusia itu, dan bersama Iblis menjadi pembunuh manusia. Jadi, dua pembunuh melakukan dosa pembunuhan yang sama. Melalui tangan Kain dan kerja sama Kain, Iblis membunuh Habel. Kain memandang remeh pemberitaan Injil dari orang tuanya, juga mengesampingkan peringatan Allah. Demikianlah ia digerakkan oleh Iblis, menurut caranya sendiri melayani Allah, akhirnya, mutlak didapatkan oleh Iblis, menjadi pembunuh manusia.
Kejatuhan manusia kali kedua bukan dimulai dengan mencuri, melainkan dimulai dari menyembah Allah menurut konsepsi (pengertian) manusia sendiri. Inilah penciptaan agama oleh manusia. Menyembah Allah menurut konsepsi manusia tidak bisa menyelamatkan manusia agar terlepas dari kejatuhan kali pertama, malahan memperdalam kejatuhan itu.
Kejatuhan manusia kali kedua dimulai dari adanya agama buatan manusia sendiri yang digenapkan dengan tindakan pembunuhan atas manusia. Percayakah kita bahwa kaum agamawan bisa membunuh manusia? Agama buatan manusia selalu demikian: dimulai dengan melayani Allah, diakhiri dengan membunuh manusia. Ini sesuai dengan perkataan Tuhan Yesus dalam Yohanes 16:2 yang mengatakan, “Bahkan akan datang saatnya bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbakti kepada Allah.” Dengarkan perkataan Tuhan Yesus kepada orang-orang Farisi, “Supaya kamu menanggung akibat penumpahan darah orang yang tidak bersalah mulai dari Habel, orang benar itu, sampai kepada Zakharia anak Berekhya, yang kamu bunuh di antara tempat kudus dan mezbah” (Mat. 23:35). Di manakah para agamawan itu membunuh Zakharia? Di tempat orang beragama menyembah Allah, di antara tempat kudus dan mezbah. Ini sungguh menakutkan! Kain tidak hanya membunuh adiknya, tetapi juga mendustai Allah. Bayangkan, orang yang seperti itu bahkan berani mendustai Allah! (Kej. 4:9). Ini adalah dusta pertama dalam sejarah. Kain tidak sendirian. Iblis itulah pendusta sejak semula.

Penerapan:
Saudara saudari, kehidupan rohani ternyata tidak seperti yang kita bayangkan. Bukan asal berbuat baik, bukan asal mempersembahkan harta, bukan asal rajin ke persekutuan, juga bukan asal sibuk melayani, melainkan apakah kita telah melakukan semua itu sesuai dengan kehendak Allah? Untuk itu, kita perlu selalu hidup dalam persekutuan yang intim dengan-Nya di dalam roh kita.

Pokok Doa:
Ya Tuhanku, selidikilah hatiku, apakah murni di dalam melayani-Mu, bukan untuk mendapatkan perkenan manusia namun untuk mendapatkan perkenan-Mu. Tuhan aku mau melayani-Mu dengan takut dan gentar, sesuai dengan kehendak hati-Mu.

27 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 3 Selasa

Penyebab Kejatuhan Kali Kedua
Kejadian 4:3
“Setelah beberapa waktu lamanya, maka Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanah itu kepada TUHAN sebagai korban persembahan.”

Manusia memerlukan penumpahan darah untuk pengampunan dosa (Ibr. 9:22). Inilah jalan penebusan Allah. Namun, Kain mengabaikan firman Allah dan Injil Allah, bahkan ia menciptakan caranya sendiri (Kej. 4:3). Walaupun hasil ladang yang dipersembahkan Kain kepada Allah mungkin adalah hasil yang terbaik, tetapi di dalamnya tidak ada penumpahan darah. Ini mewakili agama buatan manusia. Ini berarti ia mempersembahkan sesuatu yang berasal dari hasil kerjanya sendiri, dengan caranya sendiri tanpa menerima jalan keselamatan yang disediakan Allah. Inilah penyebab kejatuhan manusia kali kedua.
Segala cara yang diciptakan manusia, yang bukan berasal dari Allah, dan bukan dari roh manusia, adalah dari pikiran manusia. Jika demikian, tidak peduli betapa baiknya ciptaan itu, sumbernya tidak lain adalah Iblis, karena si licik itu ada di dalam pikiran kita. Ketika Kain merencanakan caranya sendiri untuk menyembah Allah, dia telah dicampuri, dan disusupi oleh Iblis. Dalam Yohanes 8:44, Tuhan Yesus menyiratkan Kain sebagai Iblis. Betapa beraninya Kain memberi persembahan kepada Allah tanpa penumpahan darah!
Tidak ada penumpahan darah berarti tidak ada kulit penutup dari binatang kurban. Hal ini berarti tidak menerima Kristus sebagai kebenaran Allah yang menutupi kita, sebagaimana diwahyukan dalam Filipi 3:9 dan 1 Korintus 1:30. Kain seperti orang Yahudi yang membenarkan dirinya, mendirikan kebenarannya sendiri, tidak mempedulikan kebenaran Allah dan tidak takluk kepada kebenaran Allah (Rm. 10:3). Dalam pandangan Allah, hal itu tidak bisa diterima.

Garis Pengetahuan - Hidup Menurut Logika/Nalar
Kej. 4:3, 5; Ibr. 9:22; Yoh. 8:44; Flp. 3:9; 1 Kor. 1:30; Rm. 10:3

Pada akhirnya, Kain dan Habel masing-masing mempersembahkan sesuatu kepada Allah. Dua garis kehidupan menghasilkan dua persembahan yang berbeda pula. Kain mempersembahkan sesuatu dari hasil tanahnya, dan Habel mempersembahkan anak sulung kambing dombanya (Kej. 4:3-4a). Kemudian Allah sendiri muncul, karena pada waktu itu, manusia masih dapat melihat Allah muka dengan muka. Alkitab mencatat, “Tetapi Kain dan korban persembahannya tidak diindahkan-Nya” (Kej. 4:5a). Kata “diindahkan” di sini, terjemahan lainnya adalah “dilihat”. Allah tidak mengindahkan, tidak melihat, korban Kain. Allah hanya melihat persembahan Habel (Kej. 4:4b-5).
Mengapa Allah tidak menghargai persembahan Kain, dan mengapa Allah menikmati persembahan Habel? Kita boleh berkata kepada Allah, “Engkau yang menyuruh Adam menggarap tanah. Kain hanya melakukan apa yang diajarkan orang tuanya. Namun, Engkau bahkan tidak melihat persembahannya. Bukankah itu tidak adil?” Inilah hidup menurut daya nalar/logika. Allah akan menjawab kita, “Tidak tahukah kamu bahwa sejak manusia berdosa, tidak ada seorang pun yang memiliki hak untuk melihat Aku? Setiap orang yang ingin bertemu dengan-Ku harus menerima keselamatan yang telah Kusiapkan bagi mereka. Persembahan Habel adalah seturut visi keselamatan-Ku. Itulah sebabnya Aku menerimanya.” Kain mempersembahkan sebagian dari hasil tanahnya kepada TUHAN (Kej. 4:3). Hasil tanah yang ia bawa tanpa penumpahan darah. Padahal tanpa penumpahan darah, tidak ada pengampunan dosa (Ibr. 9:22). Ini berarti ia menolak cara penebusan Allah yang ia dengar dari orang tuanya. Karena itu, Allah tidak mengindahkannya, tidak melihatnya.
Garis Kain adalah garis pengetahuan. Ini adalah garis yang menggunakan logika. Menurut logikanya, Kain merasa apa yang dikerjakannya sangat benar dan sesuai dengan perintah Allah. Tidak seperti Habel, yang selalu minta makan padanya, karena apa yang dikerjakan Habel tidak menghasilkan makanan. Namun, Habel tahu bahwa jika ia ingin bertemu dengan Allah, ia harus ditutup dengan bulu domba sebagai pakaiannya. Itulah sebabnya ia menjadi gembala. Inilah garis hayat.
Ketika Tuhan Yesus datang, Yohanes Pembaptis melihat Dia dan berkata, “Inilah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia” (Yoh. 1:29). Kristus adalah Anak Domba Allah yang dilambangkan oleh domba persembahan Habel. Persembahan Habel menunjukkan bahwa ia tahu kalau manusia hanya dapat datang kepada Allah menurut cara keselamatan yang telah disediakan Allah.

Penerapan:
Di dalam melayani Allah, kita tidak dapat memakai konsep alamiah kita. Sebaik apa pun konsep alamiah kita, tetaplah tidak berkenan di hadapan Allah. Marilah kita meletakkan semua konsep alamiah kita dan mulai melayani Allah di dalam roh.

Pokok Doa:
Tuhan, aku mau membuang setiap konsep alamiahku di dalam melayani-Mu. Pimpinlah aku bersandar pada-Mu agar pelayananku terhitung di hadapan-Mu.

26 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 3 Senin

Dua Garis Kehidupan -- Garis Hayat Dan Garis Pengetahuan
Kejadian 4:2
“Selanjutnya dilahirkannyalah Habel, adik Kain; dan Habel menjadi gembala kambing domba, Kain menjadi petani.”

Dari awal, Alkitab sudah menunjukkan hanya ada dua garis kehidupan di atas bumi ini dan kita harus memilih salah satu. Dua garis kehidupan ini digambarkan oleh kedua pohon dalam Taman Eden, dan juga oleh dua garis keturunan Adam dan Hawa (Kain dan Habel). Kita mungkin mengira ada banyak garis kehidupan yang bisa kita pilih di atas bumi ini. Misalnya, kita dapat menjadi pengusaha, insinyur, direktur, ilmuwan, dokter, dlsb. Namun, dalam pandangan Allah, kita hanya bisa berada di salah satu dari kedua garis kehidupan yang ada, garis hayat atau garis pengetahuan. Hanya ada dua garis ini yang bisa kita pilih.
Kejadian 4:2 menunjukkan profesi dua saudara sekandung. Yang pertama berladang, yang kedua menggembalakan domba. Tanah menghasilkan makanan bagi manusia; sedangkan domba, terutama adalah untuk kurban persembahan bagi Allah (karena di masa itu manusia tidak makan daging). Jadi, dari profesi kedua bersaudara ini, kita bisa melihat bahwa Kain melayani bumi (dunia), sedangkan Habel mutlak melayani Allah.
Semua orang duniawi rajin dan tekun melayani dunia, sama sekali tidak mempedulikan Allah. Mereka menganggap kita, orang-orang yang menggembalakan domba bagi Allah, sebagai orang gila. Ketika mereka mengetahui bahwa kita berhimpun terus-menerus, membaca Alkitab, saling bersekutu, menyanyi, memuji Tuhan, mereka merasa heran dan bertanya orang macam apakah kita ini? Di bumi ini hanya ada dua golongan orang — melayani dunia dan menggembalakan domba bagi Allah. Golongan yang manakah kita?

Garis Hayat - Hidup Menurut Wahyu
Kej. 4:1-2

Setelah kejatuhan manusia, Allah berjanji bahwa keturunan perempuan akan meremukkan kepala si Iblis (Kej. 3:15). Karena itu, begitu melahirkan seorang anak, Hawa segera teringat akan janji Allah dan langsung menamakannya Kain, yang artinya “mendapatkan”. Mereka mengira Kain adalah keturunan yang dijanjikan itu. Namun, lama kelamaan mereka mulai menyadari bahwa tidak ada yang istimewa di atas diri Kain. Sungguh mengecewakan.
Ketika melahirkan anaknya yang kedua, mereka menamakannya “Habel”, yang berarti “sia-sia”. Melalui nama ini kita tahu bahwa Adam dan Hawa merasa bahwa anak ini pun tidak dapat menolong mereka terlepas dari kutukan. Segala sesuatu yang indah telah berlalu hanya karena makan satu buah kecil dari pohon yang salah. Mereka mulai menyadari bahwa keberadaan manusia setelah kejatuhan benar-benar tanpa pengharapan, kosong, dan sia-sia. Inilah perasaan Adam dan Hawa.
Namun, justru Habel memiliki keistimewaan, ia menyadari, “Ketika orang tuaku menggunakan cawat dari daun pohon ara untuk menutupi diri sendiri, Allah tidak berkenan. Mereka sembunyi dan tidak berani mendekati Allah. Ketika Allah bertanya, “dimanakah engkau?” Mereka ketakutan. Tetapi, begitu Allah menyembelih domba dan membuat pakaian dari kulit binatang itu, serta mengenakannya pada mereka, mereka tidak lagi takut. Ini berarti aku hanya dapat datang kepada Allah melalui pengorbanan yang telah Allah sediakan bagiku.” Inilah wahyu. Begitu Habel melihat wahyu, maka ia tidak melepaskannya begitu saja. Habel bahkan hidup menurut wahyu yang dilihatnya.
Bagaimana kita bisa menerima Wahyu? Kuncinya adalah pada roh kita. Begitu kita menjamah roh kita, wahyu Allah ada di sana. Orang yang di dalam roh adalah orang yang memiliki wahyu. Sama seperti Habel yang melihat wahyu dari pembicaraan orang tuanya. Habel tidak mengenal Tuhan Yesus secara langsung. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi kelak. Namun, ia menyadari bahwa seseorang harus mati baginya hingga ia bisa datang ke hadapan Allah.
Dalam kehidupan Kristiani kita, kita telah mendengar banyak sekali, tetapi sebelum kita melihatnya di dalam roh kita, itu masih belum menjadi milik kita. Semua yang kita dengar itu masih belum menjadi wahyu kita. Hidup kita seharusnya bukan hanya dipengaruhi oleh apa yang kita dengar, tetapi juga oleh apa yang kita lihat di dalam roh kita. Ketika kita hidup menurut apa yang kita lihat di dalam roh, ini berarti kita hidup dalam garis hayat.
Saudara saudari, mari kita belajar terus menggunakan roh kita untuk datang kepada firman Tuhan, agar kita bisa menerima wahyu, dan hidup di dalamnya.

Penerapan:
Kita harus bertanya pada diri sendiri, ada di garis manakah kita hari ini? Jika kita hidup dalam garis hayat, maka kita hidup menurut kehendak hati Allah. Jika kita hidup di garis pengetahuan, ini berarti kita hidup menurut daya nalar kita. Tidak peduli sebaik apa pun daya nalar kita, ini adalah garis yang salah, garis yang ditolak Allah.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku ingin seluruh hidupku ada di garis hayat. Selamatkan aku dan belaskasihi aku Tuhan, agar aku dapat melayani Tuhan dan bukan melayani dunia atau diriku sendiri.

24 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 2 Sabtu

Tertutupnya Jalan Menuju Pohon Hayat (1)
Kejadian 3:24
“Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.”

Kejadian 3:23-24 melanjutkan, “Lalu TUHAN Allah mengusir dia dari taman Eden supaya ia mengusahakan tanah dari mana ia diambil. Ia menghalau manusia itu dan di sebelah timur taman Eden ditempatkan-Nyalah beberapa kerub dengan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar, untuk menjaga jalan ke pohon kehidupan.” Pohon kehidupan (pohon hayat) yang melambangkan Allah, tidak boleh disentuh oleh manusia yang berdosa. Sebab itu, sebelum penebusan yang sesungguhnya rampung, Allah harus menutup jalan menuju ke pohon hayat.
Jika kita membaca Yehezkiel pasal sembilan dan pasal sepuluh serta Ibrani pasal sembilan, kita nampak bahwa kerub adalah tanda kemuliaan Allah. Yehezkiel 9:3 mengatakan bahwa kemuliaan Allah ada di atas kerub; Ibrani 9:5 mengatakan “kerub kemuliaan”, karena Allah memakai mereka untuk menyatakan, dan mengekspresikan kemuliaan-Nya. Jalan yang menuju ke pohon hayat tertutup oleh kerub berarti tertutup oleh kemuliaan Allah.
Kemuliaan Allah tidak mengizinkan manusia yang berdosa menyentuh-Nya sebelum penebusan sebenarnya terampungkan. Dalam Roma 3:23, Paulus mengatakan bahwa semua orang sudah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Semua manusia telah menyalahi diri Allah yang kudus, dan telah melanggar hukum Allah yang adil, dan kekurangan kemuliaan Allah. Jadi, kemuliaan Allahlah yang menutup jalan menuju ke pohon hayat. Kemuliaan Allah tidak mengizinkan manusia yang berdosa, yang kehilangan kemuliaan Allah, datang menyentuhnya.

Tertutupnya Jalan Menuju Pohon Hayat (2)
Ul. 4:24; Rat. 3:42-43; Rm. 2:5; Yak. 4:8; Why. 22:14; Im. 16:1-2; 10:1-3; Kel. 25:18-20; 26:31-34; 40:20-21; Ibr. 9:3-4

Selain menempatkan beberapa kerub di sebelah Timur taman Eden, Allah juga menempatkan pedang yang bernyala-nyala dan menyambar-nyambar. Bernyala-nyala di sini berarti ada nyala api. Api dalam perlambangan berarti kekudusan Allah. Allah adalah api yang menghanguskan (Ul. 4:24; 9:3; Ibr. 12:29). Apa pun yang umum, tidak bersih, atau berdosa, akan dibakar oleh Allah. Api yang menghanguskan menandakan kekudusan Allah dan tanpa kekudusan tidak seorang pun akan melihat Dia (Ibr. 12:14). Jadi, hal kedua yang menutupi jalan menuju ke pohon hayat adalah kekudusan Allah.
Pedang menandakan pembunuhan. Pembunuhan pedang dalam Kejadian pasal tiga menunjukkan keadilan Allah (Rat. 3:42-43; Rm. 2:5). Karena ada dosa, maka menurut Allah yang adil, perlu ada pembunuhan. Jadi, pedang pembunuh melambangkan tuntutan keadilan Allah. Kemuliaan, kekudusan, dan keadilan Allah menutup jalan menuju ke pohon hayat, menunjukkan bahwa selama manusia ada di dalam dosa, ia tidak diizinkan menyentuh Allah sebagai pohon hayat.
Kita dapat melihat sebuah gambaran dalam Perjanjian Lama yang membuktikan bahwa Allah benar-benar telah menutup jalan ke pohon hayat. Dalam Imamat 16:1-2 dijelaskan bahwa pada Kemah Suci ada ruang maha kudus. Allah berada di ruang maha kudus dan kemuliaan-Nya senantiasa memenuhinya. Tidak ada seorang pun yang boleh masuk ke ruang maha kudus, karena ada kerub-kerub di atas tabut (Kel. 25:18-20) yang selalu berjaga-jaga untuk memeriksa apakah orang dosa sudah dapat memenuhi tuntutan keadilan Allah. Ini berarti, kemuliaan Allah senantiasa berjaga-jaga. Demikian juga, kerub tersulam pada tirai pemisah ruang maha kudus (Kel. 26:31-34). Tidak hanya demikian, ketika kedua anak Harun, Nadab dan Abihu, memasuki ruang kudus dengan membawa api asing, mereka segera mati terbakar (Im. 10:1-3). Api menyatakan kekudusan Allah. Selain itu, di dalam tabut yang terletak di ruang maha kudus terdapat Hukum Taurat Allah (Kel. 40:20-21; Ibr. 9:3-4). Hukum Taurat ini melambangkan keadilan Allah. Sekali lagi kita nampak kemuliaan, kekudusan, dan keadilan Allah menuntut orang dosa dan mencegah orang dosa dari menyentuh Allah.
Namun puji syukur kepada Tuhan, bahwa kematian Kristus telah memuaskan tuntutan keadilan, kekudusan, dan kemuliaan Allah, maka darah-Nya telah membukakan bagi kita sebuah jalan yang baru dan yang hidup (Ibr. 10:19-20, 22). Haleluya, segala mulia dan hormat bagi Tuhan untuk karya-Nya. Amin.

Penerapan:
Sadarlah bahwa tanpa Kristus, sebaik apa pun yang kita lakukan dalam hidup kita, tetaplah dosa di pandangan Allah dan berada di bawah penghukuman. Tanpa penumpahan darah Kristus, usaha sebaik apa pun tidak dapat menutupi dosa kita yang tidak terhitung di hadapan Allah. Marilah belajar untuk menerapkan darah-Nya yang memberikan pengampunan.

Pokok Doa:
Tuhan, terima kasih atas darah-Mu yang berkhasiat mengampuni dan menghapuskan dosa-dosaku. Tuhan pimpinlah aku untuk tidak menyuap dosa yang kulakukan dengan perbuatan baikku. Tuhan aku perlu darah-Mu, karena tanpa darah tidak akan ada pengampunan-Mu.

23 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 2 Jumat

Sebuah Kabar Sukacita
Kejadian 3:20
“Manusia itu memberi nama Hawa kepada isterinya, sebab dialah yang menjadi ibu semua yang hidup.”

Tadinya, Adam dan Hawa sedang menunggu kematian, menganggap dirinya berada di bawah hukuman mati. Sebab itu, ketika Allah menyebut tentang keturunan, ini merupakan kabar gembira bagi mereka. Mereka mengira akan segera mati dan tidak mungkin mempunyai keturunan lagi. Ketika Adam mendengar bahwa perempuan itu akan mempunyai keturunan, segera ia menamai istrinya: Hawa. Dalam bahasa Ibrani, Hawa berarti “hidup”. Dengan spontan Adam berkata, “Hidup! Engkau tidak akan mati, engkau hidup! Namamu Hawa, sebab engkau hidup.”
Pertama kali Adam melihat Hawa dalam Kejadian pasal dua, ia sangat girang dan berkata, “Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku.” Dalam Kejadian pasal tiga, Adam juga sangat girang. Ia tidak menerima putusan hukuman dosa, sebaliknya, ia mendengar Injil. Maka Adam menamakan istrinya “hidup”.
Dalam ayat 15, Allah memberitakan Injil dan dalam ayat 20 tercatat reaksi Adam terhadap Injil. Setelah Adam mendengar berita Injil Allah, dengan gembira ia menamakan istrinya Hawa — “hidup”. Hari ini seluruh dunia berada di bawah hukuman kematian, seperti yang dikatakan dalam Ibrani 2:15, “... dengan jalan demikian Ia membebaskan mereka yang seumur hidupnya berada dalam perhambaan oleh karena takutnya kepada maut”. Kita harus pergi kepada mereka untuk memberitakan Kejadian 3:15. Ketika orang-orang dunia mendengar kabar gembira dari Kejadian 3:15, dan mau menerima Injil ini, mereka pasti akan berseru, “Sekarang aku hidup. Puji Tuhan!”

Penebusan Dini
Kej. 3:21

Bersama dengan penderitaan yang ditentukan Allah, Adam mengalami penebusan dini. Mengapa kita menyebut ini sebagai penebusan dini? Karena pada Kejadian pasal tiga, penebusan yang sebenarnya belum rampung. Dalam Kejadian 3:21, kita melihat suatu penebusan dini, yang akan dirampungkan 4000 tahun kemudian. Baik laki-laki maupun perempuan berada dalam keadaan memerlukan penebusan. Meskipun Allah tidak menghukum mereka, meskipun Allah telah mencari mereka dan menentukan penderitaan sebagai pembatas dan pelindung mereka, dan meskipun Allah telah mengumumkan kepada mereka janji keturunan yang akan datang, tetapi ketika Adam dan Hawa melihat diri sendiri, hampir-hampir masih telanjang, karena mereka hanya ditutupi oleh cawat yang mereka buat dari daun pohon ara (Kej. 3:7). Cawat yang terbuat dari daun pohon ara, setelah beberapa hari, pasti akan kering, rusak, dan akhirnya akan rontok, sehingga laki-laki dan perempuan itu akan kembali telanjang. Menutupi diri dengan dedaunan berarti berusaha menutupi diri dengan pekerjaan sendiri. Cawat dari daun ara mewakili manusia yang menggunakan usahanya sendiri untuk menutupi dosanya, padahal tidak ada perbuatan daging yang diperkenan oleh Allah. Dalam pandangan Allah, kita adalah berdosa dan telanjang. Apa pun yang kita perbuat untuk menutupi diri sendiri tidak lebih dari sekadar cawat dari daun pohon ara yang telah layu, yang akan rontok. Kita memerlukan kulit dari hayat binatang untuk menutupi kita. Pakaian kulit yang dibuat oleh Allah bagi Adam dan Hawa menutupi mereka hari demi hari.
Kejadian 3:21 mengatakan, “Dan TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.” Sebelum kulit itu diambil, binatangnya tentu harus dikorbankan dulu. Binatangnya dibunuh dan darahnya ditumpahkan. Boleh jadi Allah membunuh domba itu di hadapan Adam dan Hawa, dan mereka menyaksikan sendiri pengorbanan itu. Hal ini pasti memberi kesan yang sangat dalam pada mereka. Dibunuhnya binatang dengan menumpahkan darahnya untuk diambil kulitnya merupakan sebuah perlambangan yang menyiratkan penebusan. Ibrani 9:22 mengatakan, “Tanpa penumpahan darah tidak ada pengampunan.” Yohanes Pembaptis memberi kesaksian mengenai Tuhan Yesus dalam Yohanes 1:29, “Lihatlah Anak Domba Allah”. Jadi, Yohanes 1:29 adalah perkembangan dari Kejadian 3:21. Secara perlambangan, saat domba disembelih, dalam pandangan Allah, Kristus juga telah tersembelih, itulah sebabnya Wahyu 13:8 (dalam bahasa aslinya) mengatakan bahwa Dia telah tersembelih sejak dunia dijadikan.

Penerapan:
Lihatlah orang-orang di sekitar kita, keluarga kita yang belum mendengarkan Injil. Mereka berada di bawah penghakiman, menuju kebinasaan. Bagaimanakah mereka dapat beroleh selamat jika mereka tidak pernah mendengarkan Injil, bagaimanakah mereka bisa mendengarkan Injil jika tidak ada orang yang memberitakan Injil? Sekaranglah waktunya, beritakanlah Injil kepada mereka, selamatkanlah mereka.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus ingatlah keluargaku, teman-temanku yang belum mendengarkan Injil keselamatan-Mu. Pakailah aku menjadi saluran berkat Injil-Mu. Tuhan aku mau mereka beroleh keselamatan, terlepas dari hukuman kebinasaan.

22 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 2 Kamis

Pendisiplinan Allah Terhadap Perempuan
Kejadian 3:16
“Firman-Nya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’”

Terhadap perempuan, Allah telah menentukan kesusahan atau kesakitan waktu mengandung (Kej. 3:16, 1 Tim. 2:15). Kesusahan waktu mengandung meliputi kesusahan selama hamil dan melahirkan. Sebermula, sebelum manusia jatuh, Allah tidak menentukan demikian; hanya karena kejatuhan, Allah menentukan bagian penderitaan bagi perempuan. Mungkin kita bertanya, mengapa Allah terlebih dulu memberi penderitaan kepada perempuan, kemudian kepada laki-laki? Allah berbuat demikian, karena perempuan yang memimpin tindakan melanggar larangan Allah. Maka, Allah terlebih dulu memberi pendisiplinan kepada perempuan. Ini berdasarkan keadilan Allah.
Kita semua tahu bahwa mengandung memang merupakan suatu keadaan yang menyusahkan, namun itu ditetapkan oleh Allah sebagai suatu pembatasan. Pelindung yang terbaik bagi seorang perempuan muda yang tidak mau terikat ialah mempunyai beberapa anak. Meskipun orang tuanya, suaminya, mertuanya tidak dapat membatasinya, tetapi asalkan dia mempunyai beberapa anak, anak-anak itu akan membatasi kebebasannya yang tidak semestinya. Anak-anak merupakan pembatas juga pelindung bagi ibu mereka. Itulah sebabnya Paulus menginginkan perempuan menikah dan mempunyai anak, agar mereka tidak menjadi malas atau usil terhadap urusan orang lain (1 Tim. 5:13-14).
TUHAN juga memberi tahu Hawa bahwa suaminya akan berkuasa atas dirinya. Berdasarkan perkataan ini, setiap saudari harus berada di bawah kuasa suaminya. Perkataan ini sulit diterima, tetapi Alkitab memberi tahu kita demikian.

Pendisiplinan Allah Terhadap Laki-laki
Kej. 3:17-19

Terhadap laki-laki, bumi menumbuhkan semak duri dan rumput duri (Kej. 3:17-18). Mungkin kebanyakan kita bukanlah petani, lalu mengira bisa terhindar dari masalah bumi. Namun, tidak peduli apa pekerjaan dan nafkah kita, pekerjaan dan nafkah kita itulah bumi. Di seluruh dunia tidak ada satu pekerjaan atau profesi yang tanpa kesulitan. Di setiap bidang, bumi selalu menumbuhkan semak duri dan rumput duri. Mungkin ada orang berkata, “Aku tidak mau menjadi orang upahan. Aku mau berdagang sendiri.” Kalau kita berkata demikian, boleh jadi beberapa tahun berselang kita tidak ingin berdagang lagi. Kita merasa ingin melepaskan usaha kita, karena usaha kita tidak menghasilkan uang, malah menumbuhkan semak duri dan rumput duri. Dalam setiap macam pekerjaan — sekolah, pabrik, pasar, kantor — mudah sekali bagi bumi untuk menumbuhkan semak duri dan rumput duri.
Allah berfirman, laki-laki harus menderita susah, berjerih payah, dan berpeluh seumur hidupnya (Kej. 3:19). Maka laki-laki harus bekerja keras, berpeluh, menderita. Tetapi bekerja keras dan menderita itu merupakan perlindungan terhadap manusia yang telah jatuh. Tanpa disibukkan oleh pekerjaan tertentu, mudah bagi laki-laki jatuh ke dalam dosa. Semua laki-laki perlu disibukkan oleh bentuk pekerjaan tertentu agar terhindar dari melakukan dosa. Terhadap banyak laki-laki, hanya berjerih payah tidaklah cukup, mereka masih memerlukan sedikit penderitaan. Demikianlah, berjerih payah disertai penderitaan, sering kali bisa mencegah manusia dari berbuat dosa.
Setelah manusia jatuh, Allah juga menentukan manusia tidak bisa hidup selamanya, melainkan harus mati, kembali ke tanah (3:19). Ini tidak berarti manusia harus binasa, sebab dalam penanggulangan Allah terhadap manusia, Allah telah memberikan jalan keselamatan kepada manusia. Kematian juga merupakan pembatasan yang Allah tambahkan ke atas manusia yang telah jatuh.
Kita lebih senang menjadi orang yang tidak pernah menderita, tidak perlu tidur, dan hidup selamanya. Namun kita harus paham bahwa penderitaan, tidur, dan mati adalah pembatasan bagi orang-orang berdosa. Misalnya saja, sekarang Hitler masih hidup, dan tetap hidup selama 500 tahun kemudian, niscaya dia akan menjadi setan terbesar yang pernah terlihat di dunia ini. Penderitaan membatasi manusia, tidur menghentikan manusia, dan mati mengakhiri manusia. Tidur adalah kematian kecil, dan mati adalah tidur yang besar. Dengan kematian, Allah membersihkan bumi. Kematian sebenarnya adalah cara Allah untuk membatasi dan melindungi manusia.

Penerapan:
Kita wajib berdiri di atas posisi taat, mengesampingkan segala sesuatu yang berasal dari manusia, alamiah, dan daging, agar Dia dapat terekspresikan, melalui taat kepada suami, ayah, ibu, kakak, guru, tuan, para penatua, pewajib di dalam gereja, perwakilan Allah di bumi, dsb.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, Engkaulah ketaatanku yang sejati. Tuhan aku tidak mampu taat, lebih-lebih menaati semua pengaturan-Mu termasuk pembatasan-pembatasan-Mu. Di dalamku penuh dengan pemberontakan. Namun puji Tuhan, di dalamku ada diri-Mu yang memampukan aku.

21 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 2 Rabu

Pendisiplinan Allah
Kejadian 3:16
“Firman-Nya kepada perempuan itu: ‘Susah payahmu waktu mengandung akan Kubuat sangat banyak; dengan kesakitan engkau akan melahirkan anakmu; namun engkau akan berahi kepada suamimu dan ia akan berkuasa atasmu.’”

Kejatuhan manusia kali pertama menyebabkan manusia berada di bawah kutukan (Kej. 3:17-19). Kita boleh menyebut aspek-aspek dari kutukan itu sebagai berikut: kutukan itu sendiri, susah payah, semak duri, rumput duri, dan peluh. Inilah isi dari kutukan. Meskipun kita adalah orang Kristen, sering kali kita juga menghadapi keadaan yang sulit, khususnya dalam hal mencari nafkah. Saat bercocok tanam, padi tidak cepat bertumbuh, sebaliknya, rumput liar-lah yang cepat bertumbuh. Apa yang menyebabkan rumput-rumput liar itu bertumbuh demikian cepat? Hari ini kita cabut, tak lama kemudian, muncul lagi. Ini dikarenakan ribuan tahun yang lalu, tanah ini telah dikutuk. Selain itu, hampir dalam segala kegiatan, kita selalu berpeluh. Tanpa berpeluh, seolah-olah kita tidak dapat mengerjakan sesuatu. Peluh adalah tanda bahwa manusia berada di bawah kutukan.
Saudara saudari, dari bagian firman di Kejadian 3:16-17 ini, kita dapat melihat sebuah prinsip yang penting dalam hubungan kita dengan Allah. Meskipun kejatuhan kita sangat serius, tetapi Allah tidak bermaksud untuk membuang kita. Dia masih tetap ingin mencari dan menyelamatkan kita. Apabila kita mau datang kepada-Nya, maka Dia akan mengampuni kita. Tetapi kita harus ingat bahwa pengampunan dan pendisiplinan adalah dua hal yang terpisah. Dosa pasti mendatangkan pendisiplinan Allah karena dosa melanggar kekudusan dan keadilbenaran Allah. Pendisiplinan ini sebenarnya adalah pernyataan kasih Allah kepada diri kita. Karena dengan pendisiplinan ini, kita menjadi terbatasi untuk tidak jatuh lebih dalam lagi.

Tujuan Pendisiplinan Allah
Kej. 3:16-19

Apa tujuan dari penderitaan yang ditakdirkan Allah? Tujuan yang utama ialah untuk membatasi manusia. Sebenarnya, penderitaan yang ditetapkan oleh Allah adalah pengaman dan pelindung kita. Jangan pernah lupa bahwa setelah kejatuhan, manusia memiliki satu unsur yang jahat, unsur Iblis. Allah mengasihi manusia dan menaruh perhatian kepada manusia, tetapi di dalam sifat manusia tetap terkandung unsur Iblis. Setelah kejatuhan, mungkin manusia tidak langsung tahu keadaan dirinya yang sesungguhnya; namun Allah tahu persoalan itu, sehingga Ia menetapkan penderitaan untuk membatasi manusia yang telah jatuh.
Para remaja di seluruh dunia ingin bebas; mereka selalu berharap mendapatkan kebebasan. Namun, kita harus sadar, terlampau banyak kebebasan bisa mengesampingkan pembatasan yang telah Allah berikan kepada kita di dalam kasih-Nya. Kita adalah orang yang telah jatuh, memiliki sifat yang rusak, sangat memerlukan pembatasan sebagai pengaman dan pelindung.
Misalnya, seorang ibu mempunyai seorang anak laki-laki yang nakal, kalau si ibu tidak membatasi anaknya itu, anak itu mungkin tidak akan hidup lebih dari tiga hari. Mungkin anak itu bisa membunuh dirinya karena kebebasan yang terlampau banyak. Tidak ada seorang ibu yang sedemikian bodoh sehingga memberi kebebasan yang mutlak kepada anaknya yang nakal. Semua anak memerlukan pembatasan. Pembatasan berfaedah bagi kita.
Menyinggung sedikit perihal suami istri, tidak ada seorang istri pun yang senang dibatasi. Para saudari yang terkasih mungkin sangat kudus, juga menuntut untuk menjadi rohani, tetapi tidak senang dibatasi. Namun, biasanya istri justru menerima pembatasan dari suami atau ibu mertuanya. Seolah-olah ini sudah takdir Allah. Secara manusiawi, ini memang tidak enak didengar, tetapi ini sungguh baik. Setiap saudari yang rela menerima pembatasan dari suami, anak, dan ibu mertuanya, pasti mendapatkan perlindungan.
Para suami juga perlu pembatasan dari istri. Kita harus berterima kasih kepada Tuhan atas istri kita yang tersayang. Bantuan terbaik yang mereka berikan kepada para suami adalah pembatasan-pembatasannya. Jadi, semua pembatasan adalah suatu bantuan yang besar.
Kita semua memerlukan pembatasan. Karena itu, Allah menetapkan penderitaan bagi manusia untuk membatasinya, menyelamatkannya, dan menjaganya. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan karena semua pembatasan yang dikerjakan-Nya dalam lingkungan hidup kita sehari-hari.

Penerapan:
Setiap peristiwa yang terjadi adalah di bawah pengaturan Tuhan. Sudahkah mulut kita penuh ucapan syukur kepada Tuhan baik dalam keadaan susah maupun senang? Ataukah mulut kita penuh dengan keluh kesah dan kritikan? Marilah kita semua belajar untuk melihat sisi positif dari setiap perkara yang terjadi atas diri kita dan bersyukur atasnya.

Pokok Doa:
Terimakasih Tuhan karena Engkau turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagiku. Bawalah aku dapat melihat hal itu dan bersyukur atasnya.

20 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 2 Selasa

Permusuhan Antara Ular Dan Perempuan
Kejadian 3:15
“Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

Dalam Kejadian 3:15, kita nampak bahwa setelah manusia jatuh, Allah memberi janji yang ajaib: “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya”.
Hampir segala sesuatu dalam Kejadian pasal satu sampai pasal tiga merupakan benih-benih, juga tanda-tanda, atau lambang-lambang. Perempuan yang disebut dalam Kejadian 3:15 adalah Hawa, dan Hawa itu melambangkan semua umat Allah, yaitu semua orang yang berkedudukan sebagai perempuan yang bersandar kepada Allah. Jadi, perempuan pada Kejadian 3:15, pertama-tama mengacu kepada Hawa, dan kemudian mengacu kepada semua orang yang percaya dan bersandar kepada Allah. Permusuhan antara ular dan perempuan adalah permusuhan antara Iblis dan Hawa, antara Iblis dan seluruh umat Allah.
Permusuhan ini bukan hanya antara ular dan Hawa, melainkan juga antara keturunan keduanya. Jika keturunan ular mengacu kepada pengikut-pengikut Satan (Mat. 3:7; 12:34; 23:3; Luk. 3:7), maka keturunan perempuan itu adalah Tuhan Yesus. Dia dilahirkan oleh anak dara yang bernama Maria (Yes. 7:13; Mat. 1:23; Gal. 4:4). Ia benar-benar keturunan perempuan. Dia adalah keturunan perempuan yang dinubuatkan dalam kabar sukacita yang diberitakan oleh Allah sendiri dalam Kejadian 3:15. Dialah yang menghancurkan ular. Haleluya! Tuhan Yesus, keturunan perempuan, telah meremukkan kepala ular.

Dilahirkan Dari Sumber Yang Bersandar
Mat. 1:16; Kej. 3:15; Yes. 7:14; Why. 20:1-3; 20:7-10

Menurut Matius 1:16, Yesus yang disebut Kristus dilahirkan melalui Maria, dilahirkan dari seorang anak dara. Ini sepenuhnya merupakan penggenapan nubuat dalam Perjanjian Lama yang tercatat dalam kitab Kejadian 3:15 dan Yesaya 7:14. Tuhan Yesus dilahirkan dari seorang dara berarti bahwa Tuhan Yesus dilahirkan dari sumber yang bersandar kepada Allah.
Setiap orang milik Allah seharusnya adalah perempuan di hadapan-Nya. Jika saudara-saudara pemimpin dalam gereja berkata, “Kita tahu harus berbuat apa,” niscaya mereka sudah tidak lagi sebagai perempuan di hadapan Allah, melainkan mengambil posisi sebagai laki-laki. Saudara-saudara pemimpin harus berkata, “Ya Tuhan, Engkau tahu betapa lemahnya kami. Kami bersandar kepada-Mu. Lepas dari diri-Mu kami tidak dapat berbuat apa-apa. Dalam segala sesuatu, kami beriman dan bersandar kepada-Mu.” Jika saudara-saudara pemimpin mempunyai sikap yang demikian, gereja akan diberkati, karena para pemimpin itu mengambil posisi yang benar, yaitu bersikap sebagai perempuan di hadapan Allah.
Di satu aspek, kita adalah perempuan, namun di aspek lain, kita juga adalah keturunan perempuan. Kita adalah orang-orang yang bersandar kepada Allah. Inilah sumber kita. Kita pun keturunan yang dilahirkan dari sumber yang bersandar kepada Allah; karena itu, kita menjadi kuat. Hanya keturunan yang dilahirkan dari sumber yang bersandar kepada Allah yang dapat menjadi kuat. Kitab Kejadian 3:15 tidak menyebutkan keturunan laki-laki, sebab hanya keturunan perempuan, bukan keturunan laki-laki, yang mempunyai kedudukan di hadapan Allah. Keturunan perempuan bukan kuat di dalam diri sendiri, melainkan kuat di dalam Allah. Tuhan Yesus sendiri memimpin orang-orang yang demikian. Janji mengenai keturunan perempuan dan kehancuran ular merupakan kabar sukacita yang diberitakan kepada orang dosa pada generasi pertama. Hari ini, kita harus mendengar Injil ini dan mulai belajar hidup bersandar pada Allah.
Selama berabad-abad, dari zaman ke zaman, janji dalam Kejadian 3:15 telah tergenap pada semua umat Allah. Sejak janji ini diberikan, Iblis telah menjadi musuh umat Allah. Ia akan menjadi musuh umat Allah sampai saat ia dilemparkan ke dalam jurang yang tak berdasar (Why. 20:1-3). Akhirnya, ia akan dilemparkan ke dalam lautan api (Why. 20:7-10). Sebelum Iblis dilemparkan ke dalam lautan api, dia tetap menjadi musuh umat Allah.

Penerapan:
Kita yang seharusnya mendapatkan penghukuman dan mati karena dosa, telah mendapat pengampunan kasih karunia-Nya. Namun, sering kali kita menganggap pengampunan itu memang sudah sepatutnya kita dapatkan. Jika hati kita telah menjadi sedemikian dingin, kita perlu meluangkan waktu untuk berdoa dan mengapresiasi serta mengucap syukur atas apa yang telah Tuhan kerjakan bagi kita.

Pokok Doa:
Tuhan, terima kasih atas apa yang telah Engkau rampungkan buatku. Tuhan, aku yang seharusnya mati, telah Kau selamatkan. Tuhan ampunilah aku, betapa aku kurang mengapresiasi keselamatan-Mu yang luar biasa ini.

19 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 2 Senin

Ular Dihakimi
Kejadian 3:14
“Lalu berfirmanlah TUHAN Allah kepada ular itu: ‘Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kaumakan seumur hidupmu.’”

Ketika Allah mendatangi Adam dan Hawa, Ia mengajukan pertanyaan kepada mereka; tetapi ketika berpaling kepada ular, Allah tidak mengajukan pertanyaan, melainkan langsung menghakimi ular itu. Kepada Adam Allah bertanya, “Di manakah engkau?” “Siapakah yang memberitahukan kepadamu, bahwa engkau telanjang?” dan “Apakah Engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” Allah juga bertanya kepada Hawa, “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Allah bertanya kepada Adam dan Hawa bukan dengan maksud untuk menghakimi mereka, melainkan untuk memimpin mereka agar mengaku dosa. Namun, ketika Allah berpaling kepada ular, Ia tidak bertanya apa pun. Allah langsung berkata kepada ular, “Karena engkau berbuat demikian, terkutuklah engkau di antara segala ternak dan di antara segala binatang hutan; dengan perutmulah engkau akan menjalar dan debu tanahlah akan kau makan seumur hidupmu.” Inilah penghakiman Allah terhadap ular.
Menjalar dengan perut dan makan debu tanah seumur hidup, tentu merupakan kutukan bagi ular. Kutukan ini menyiratkan bahwa Allah membatasi Iblis sehingga Iblis hanya bisa bergerak di bumi dan makan debu tanah.
Kita memang terbuat dari debu tanah, tetapi Efesus 2:6 menunjukkan bahwa kedudukan kita adalah di sorga. Kedudukan surgawi ini sebenarnya berkaitan dengan roh kita. Asal kita berdiri pada kedudukan ini, yaitu tinggal di dalam roh kita, Iblis tidak dapat mengganggu kita. Haleluya!

Makanan Ular
1 Ptr. 5:8; Rm. 16:20

Debu tanah mengacu kepada manusia bumiah. Kita dibuat dari debu tanah. Jika kita menempuh hidup bersandarkan unsur debu tanah, menempuh hidup yang bersifat bumiah, niscaya kita akan menjadi makanan ular dan ia akan menelan kita (1 Ptr. 5:8). Jika kita adalah orang yang bumiah, hidup bersama istri atau suami kita dengan sikap dan tingkah laku bumiah, niscaya kita akan menjadi makanan Iblis. Banyak keluarga yang telah ditelan seluruhnya oleh Iblis, karena mereka terlalu bumiah. Mengapa hidup pernikahan sering kali ditelan oleh Iblis? Sebab bersifat bumiah, penuh debu tanah.
Allah menciptakan manusia dengan roh, jiwa, dan tubuh. Meskipun tubuh dan jiwa itu bumiah, tetapi roh tidak. Berhubung roh kita bukan yang bumiah, maka roh kita tidak bisa menjadi makanan Iblis. Ular hanya diizinkan makan debu tanah. Tubuh dan jiwa kita yang telah jatuh adalah makanan Iblis, tetapi roh kita tidak. Kapan kita hidup menurut daging, kita merupakan santapan yang lezat bagi Iblis; kapan kita menjadi jiwani, kita juga menjadi santapan Iblis. Tetapi kapan kita berpaling ke dalam roh, tidak hidup menurut tubuh dan jiwa, maka Iblis tidak memiliki makanan apa-apa. Ketika kita berpaling ke dalam roh, Iblis akan terbatasi. Puji Tuhan!
Saudari saudari, ketika suami atau anak kita menyulitkan kita, kita dapat melatih roh kita untuk segera kembali kepada kedudukan surgawi kita, demikian Iblis tidak dapat menjamah kita. Ular itu terbatas hanya di bumi dan hanya diizinkan memakan makanan yang ada di bumi. Jika kita terbang ke langit tingkat ketiga, kita akan berkata, “Iblis, apa yang sedang kau lakukan di bumi? Engkau hanya bisa bermain-main dengan suami atau anakku yang nakal. Iblis, aku di sini, di langit tingkat ketiga. Kamu tidak bisa menjamahku, kamu tidak dapat menelanku. Namun aku dapat menginjakmu di bawah kakiku.” Roma 16:20 mengatakan, “Allah sumber damai sejahtera, segera akan menghancurkan Iblis di bawah kakimu.” Untuk menginjak Iblis, kita harus melampauinya. Jika kita di bawahnya, bagaimana Allah dapat menaruhnya di bawah kaki kita? Berhubung ular telah dibatasi di bumi saja, maka sangatlah mudah bagi kita untuk menginjaknya. Puji Tuhan! Sewaktu menghakimi ular, si Iblis, Allah juga memberitakan Injil, memberitakan kabar sukacita.Karena dalam ayat selanjutnya, Allah berfirman, “Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu dan keturunannya; keturunannya akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya” (Kej. 3:15).

Penerapan:
Sebagai orang Kristen, tak peduli dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, janganlah tinggal dalam jiwa atau tubuh yang bumiah. Berpalinglah ke dalam roh selalu, karena hanya di dalam roh-lah Iblis tidak dapat menjamah kita. Semoga Allah membelaskasihi kita, agar kita semua senantiasa kembali ke dalam roh. Jangan beri kesempatan Iblis bekerja di atas diri kita.

Pokok Doa:
Ya Tuhanku, selamatkan aku setiap saat dari musuh-Mu, si Iblis, yang sering menipuku. Aku tidak mau tinggal dalam jiwaku yang telah jatuh ini. Aku tidak mau menjadi teman sekutu si ular. Tuhan, jagalah aku agar aku selalu berpaling pada-Mu.

17 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 1 Sabtu

Dimanakah Engkau?
Kejadian 3:9
“Tetapi TUHAN Allah memanggil manusia itu dan berfirman kepadanya: ‘Di manakah engkau?’”

Sekarang kita melihat bagaimana jalan Allah menanggulangi kejatuhan manusia kali pertama.
Allah tidak langsung menghakimi manusia. Segera setelah jatuh, baik Adam maupun Hawa sadar bahwa mereka tidak benar. Mereka menyalahkan diri sendiri, bersembunyi, dan menutupi diri dengan dedaunan (Kej. 3:7-8). Adam dan Hawa bersembunyi dari hadapan Allah. Mereka tahu bahwa mereka telah melanggar larangan Allah, makan buah pohon pengetahuan, dan tahu bahwa akibat pelanggaran mereka itu ialah maut. Mereka lalu bersembunyi dari hadapan Allah, menunggu keputusan hukuman mati. Allah datang, namun tidak mengumumkan hukuman mati, melainkan memberitakan Injil! Haleluya, inilah pemberitaan Injil yang pertama kali!
Apakah kalimat pertama dari pemberitaan Injil kali itu? Yaitu pertanyaan yang terdapat dalam Kejadian 3:9: “Di manakah engkau?” Oh, alangkah kita bersyukur kepada Allah. Meskipun perbuatan Adam dan Hawa sangat melukai hati Allah dan membuat rencana Allah atas manusia berantakan, tetapi Allah tidak membuang manusia! Haleluya, Dia tahu kita jatuh. Dia tahu kita lemah. Dia tahu unsur dosa telah merusak kita. Namun Dia tidak membuang kita. Dia justru mencari kita! Saudara saudari, inilah Injil. Inilah kabar sukacita. Allah mencari kita. Allah mencari orang berdosa. Kiranya setiap hari kita mendengar seruan, “Dimanakah engkau?” Kita semua harus tahu di manakah kita. Allah sedang mencari kita, Dia bertanya, “Di manakah engkau?” Puji syukur pada Tuhan, Allah menanggulangi kejatuhan manusia kali pertama dengan jalan mencari orang yang hilang itu (bd. Luk. 19:10).

Respon Manusia Terhadap Pencarian Allah
Kej. 3:10, 12; Luk. 19:10

Setelah jatuh dalam dosa, manusia tidak lagi tulus dan jujur. Jika Adam jujur, pada saat Allah bertanya, “Dimanakah engkau?”, tentunya ia akan segera menjawab dan mengakui pelanggarannya. Namun, dia tidak berbuat demikian. Dalam jawabannya, Adam berkata bahwa dirinya telanjang (ay. 10). Lalu Allah bertanya, “Siapakah yang memberitahukan kepadamu bahwa engkau telanjang? Apakah engkau makan dari buah pohon, yang Kularang engkau makan itu?” Seharusnya Adam mengaku dengan jujur, “Ya Allah, aku memang memakan buah pohon itu. Ampunilah aku.” Namun, Adam tidak dengan tegas mengakui pelanggarannya, ia malahan melemparkan tanggung jawab itu kepada Hawa. Adam berkata, “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan” (Kej. 3:12). Jawabannya menyiratkan bahwa ia menyalahkan Allah, mengapa memberinya perempuan yang membuatnya makan buah pohon itu. Seolah-olah Adam berkata, “Ini bukan salahku. Allah, Engkau yang harus bertanggung jawab atas masalah yang disebabkan oleh perempuan pemberian-Mu itu. Jika Engkau tidak memberiku perempuan itu, aku takkan makan buah pohon itu.” Meskipun demikian, Allah tidak memarahi Adam, karena kedatangan Allah bukan untuk menghakimi, melainkan untuk menyelamatkan. Allah datang kepada manusia di taman, ini sama dengan Putra-Nya yang datang beberapa abad kemudian. Ia datang untuk menyelamatkan, bukan untuk menghakimi (Yoh. 3:17). Betapa besar rahmat dan belas kasih Allah kepada kita.
Selanjutnya Allah bertanya kepada perempuan itu, “Apakah yang telah kauperbuat ini?” Sama seperti Adam, demikian juga Hawa, tidak dengan tegas mengakui kesalahannya. Hawa berkata, “Ular itu yang memperdayakan aku, maka kumakan.” Sejak kejatuhan manusia kali pertama, manusia selalu bersikap demikian. Setiap kali berbuat salah, tidak mau mengakuinya, malahan menyalahkan orang atau situasi. Sejujurnya, kita pun sering berkelit demikian, enggan mengakui kesalahan kita. Tuhan Yesus mengatakan, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat” (Mat. 5:37). Tuhan ingin kita merendahkan diri seperti seorang pemungut cukai yang berdoa di Bait Allah, “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Luk. 18:13). Tuhan Yesus mengatakan bahwa karena doanya yang demikian, ia pulang sebagai orang yang dibenarkan Allah (Luk. 18:14). Marilah kita bersikap jujur terhadap Allah yang penuh rahmat dan belas kasih ini.

Penerapan:
Pernahkah kita sadari bahwa Tuhan sering kali mencari kita yang penuh dengan dosa? Saat Tuhan bertanya, “Dimanakah engkau?” Janganlah bersembunyi atau lari dari Tuhan. Namun, jawablah Dia dengan mengakui dosa-dosa yang telah dilakukan, karena Tuhan datang bukan untuk menghakimi kita. Dia datang untuk memberitakan Injil kepada kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih karena Engkau tidak pernah membuang diriku yang sering jatuh dalam dosa. Aku bersyukur pada-Mu. Di dalam kasih, Engkau terus mencari aku. Tuhan ampuni setiap dosa-dosaku dan bawalah aku kembali ke hadirat-Mu.

16 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 1 Jumat

Menjadi Orang Dosa (1)
Roma 5:19
“Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.”

Manusia yang jatuh menjadi orang dosa (Rm. 5:19). Di dalam diri manusia yang telah jatuh terdapat suatu susunan, dan unsur utama dari susunan itu adalah sifat Iblis. Jadi, tanpa berbuat dosa pun, kita tetap adalah orang dosa karena sifat Iblis ada di dalam kita. Hal ini sering kali kita alami dalam hidup sehari-hari kita.
Pada awal hidup Kristiani kita, yang kita perhatikan hanyalah perbuatan kita, bukan hakiki diri kita. Kita sering merasa sedih dan tertekan oleh karena apa yang kita lakukan dan bukan karena apa adanya kita. Kita mengira, asal kita sanggup membenahi hal-hal tertentu, kita akan menjadi orang Kristen yang baik. Lalu mulailah kita mengubah tingkah laku kita. Namun hasilnya tidak seperti yang kita harapkan. Kita berusaha menyenangkan hati Tuhan, tetapi di dalam kita ada sesuatu yang tidak menyenangkan hati-Nya. Kita berusaha rendah hati, tetapi di dalam diri kita ada kesombongan yang luar biasa. Kita mencoba mengasihi, tetapi di batin, kita tahu bahwa kita tidak dapat mengasihi. Walau kita tersenyum dan berusaha tampak ramah, tetapi kita tahu bahwa itu munafik. Semakin berusaha membenahi diri, semakin kita sadar bahwa persoalannya sudah berurat-berakar. Saat inilah, kita perlu datang kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, kini aku nampak, bukan “perbuatan”-ku saja yang salah; “diri”-ku pun salah. Oh Tuhan, aku perlu keselamatan dari-Mu. Aku benar-benar tidak bisa mengandalkan diriku, aku hanya dapat mengandalkan Engkau.”
Saudara saudari, kita tidak perlu bangga dengan segala kebaikan kita karena ada unsur si jahat di dalamnya.

Menjadi Orang Dosa (2)
Rm. 3:23; 5:19

Istilah “orang dosa” mula-mula muncul pada Kitab Roma pasal lima. Di pasal itu orang dosa disebut “orang dosa” bukan karena ia telah berbuat dosa, tetapi karena ia terlahir sebagai orang dosa. Pengenalan ini sangat penting. Para penginjil senang meyakinkan para pendengarnya bahwa mereka adalah orang dosa, dengan memakai ayat dalam Roma 3:23, yang mengatakan, “Semua orang sudah berbuat dosa.” Tetapi sebenarnya ini tidaklah tepat kebenarannya. Pengajaran Kitab Roma adalah, kita disebut orang dosa bukan karena kita telah berbuat dosa, melainkan karena kita memang adalah orang dosa.
Sifat Iblis telah masuk ke dalam diri manusia, dan menjadi unsur yang membuat manusia menjadi orang dosa. Jangan mengira bahwa kita menjadi orang dosa dikarenakan kita bersalah atau melakukan perbuatan dosa. Sebelum melakukan perbuatan dosa apa pun, kita sudah menjadi orang dosa. Sebatang pohon yang baik, tidak akan menghasilkan buah yang tidak baik (Mat. 7:17-18). Demikian juga, hanya orang dosa yang melakukan perbuatan dosa. Jadi, bukan karena berbuat dosa baru menjadi orang dosa, melainkan karena kita telah tersusun menjadi orang dosa, maka kita berbuat dosa.
Bagaimana kita bisa menjadi orang dosa? Roma 5:19 mengatakan, “Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa.” Asal kita adalah keturunan Adam, maka kita adalah orang dosa. Ada orang dosa yang jahat, ada pula orang dosa yang baik. Ada orang dosa yang bermoral, ada pula orang dosa yang bejat. Namun, semuanya sama, semuanya adalah orang dosa. Kadang-kadang kita mengira, asal kita tidak melakukan hal-hal tertentu, semuanya akan baik. Tetapi persoalannya lebih dalam daripada apa yang kita lakukan, persoalannya terletak pada apa adanya kita.
Karena kita terbentuk menjadi orang dosa dan di dalam kita terdapat hayat jahat Iblis, maka Paulus mengatakan “dosa yang ada di dalam aku” dan “yang jahat itu ada padaku” (Rm. 7:17, 20-21). Paulus menemukan bahwa ada unsur jahat di dalam dirinya, dan ia menyebutnya “dosa yang ada di dalam aku”. Paulus tahu, begitu ia mencoba berbuat baik, si jahat itu makin menghimpitnya. Dalam bahasa Yunani istilah “jahat” dalam Roma 7:21 sama dengan istilah yang diterjemahkan sebagai “yang jahat” atau “si jahat” dalam Matius 6:13, 13:38, Yohanes 17:15, dan 1 Yohanes 5:19. Siapakah si jahat yang dimaksud? Iblis atau Satan. Kapan saja kita mencoba untuk berbuat baik, si jahat itu, yaitu Iblis, ada pada kita. Betapa kita memerlukan jalan keselamatan!

Penerapan:
Sering kali kita mengalami seperti yang Paulus katakan, “… bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat ”. Jalan keselamatan satu-satunya adalah berpaling ke dalam roh kita dan melakukan segala sesuatu bersama Tuhan.

Pokok Doa:
Tuhan, semakin aku berusaha melakukan kebaikan, aku semakin gagal. Pimpinlah aku untuk terlepas dari semua usaha diriku sendiri ini. Aku perlu diri-Mu, Tuhan, yang adalah jalan untuk memerdekakanku dari sifat dosa yang ada di dalam aku.

15 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 1 Kamis

Akibat Kejatuhan (1) -- Jiwa Menjadi Rusak Dan Tubuh Menjadi Daging
Kejadian 3:7
“Maka terbukalah mata mereka berdua dan mereka tahu, bahwa mereka telanjang;lalu mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat.”

Akibat pertama dari kejatuhan ialah jiwa manusia menjadi rusak, dan cemar. Jiwa tercemar, karena telah menerima pemikiran dan perkataan Iblis (ay. 7). Hawa seharusnya tidak berbicara dengan si jahat itu, sebab saat ia berbicara dengannya, pemikiran yang jahat masuk ke dalam pikirannya. Jadi, sebelum Hawa memakan buah pohon pengetahuan itu, pikirannya telah dicemari oleh konsepsi musuh. Jangan mengira bahwa setelah makan buah itu, Hawa baru tercemar. Saat ia berbicara dengan ular, konsepsi ular itu telah menyusup ke dalam pikirannya dan mencemarinya. Karena itu, pikiran Hawa telah dirusak. Akhirnya, setelah memakan buah itu, pikirannya menjadi rusak sama sekali.
Kedua, pada hari manusia memakan buah pohon pengetahuan, suatu esens jahat telah masuk ke dalam tubuh manusia. Karena ada unsur pohon pengetahuan yang juga adalah unsur Iblis masuk ke dalam tubuh, maka tubuh menjadilah tubuh daging (ay. 7). Sebermula, Allah menciptakan tubuh manusia sebagai wadah yang murni, hanya berisikan satu esens yang murni, yaitu unsur yang diciptakan Allah. Begitu manusia memakan buah pohon pengetahuan, unsur asing terinjeksi ke dalam tubuh manusia dan merubahnya menjadi tubuh daging. Tubuh yang semula murni dan tanpa dosa, kini berisi unsur si jahat, Iblis. Menurut Roma pasal tujuh, unsur ini adalah dosa yang tinggal di dalam tubuh daging manusia. Dalam Roma 7:17 Paulus berkata, “Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku.” Esens jahat, sifat dosa, telah mencemari tubuh kita, dan hari ini masih tinggal di dalam tubuh daging kita.

Akibat Kejatuhan (2) – Roh Manusia Mati
Kej. 3:8, 10; Ef. 2:1, 5; Za. 12:1

Akibat kejatuhan, jiwa manusia rusak, tubuh berubah sifat menjadi daging, dan roh pun mati. Kita harus nampak bahwa ini bukan sekadar perkara pelanggaran di luar, lebih daripada itu, ini merusak bagian dalam diri manusia. Namun, kita tetap harus bersyukur kepada Tuhan, karena walaupun roh telah mati, tetapi dosa atau Iblis tidak masuk ke dalam roh manusia.
Paulus dalam Efesus pasal dua memberi tahu kita bahwa sebelum beroleh selamat, kita telah mati (ay. 1, 5). Bagian mana pada diri kita yang disebut telah mati? Bukan pada tubuh atau jiwa kita, melainkan pada roh kita.
Apakah artinya mati? Mati berarti telah kehilangan daya fungsinya atau perasaan. Fungsi roh manusia adalah untuk berkontak dengan Allah. Jika roh manusia mati, ini berarti roh kita telah terisolir dari Allah, tidak bisa lagi berkontak dengan Allah (Kej. 3:8, 10).
Ketika bertobat, darah penebusan membersihkan hati nurani kita, saat itulah roh yang mati dihidupkan kembali sehingga roh kita kembali merasakan Allah dan bisa berkontak dengan Allah. Sekarang, semakin kita berkata, “Ya Tuhan, aku cinta pada-Mu,” roh kita semakin hidup. Semakin kita berkata, “Tuhan, bersihkan aku, basuh aku, tutupi aku dengan darah-Mu yang menang,” dan semakin kita mengaku dosa, semakin memuji Tuhan, roh kita semakin hidup. Karunia keselatan Allah ini sangat luar biasa, bukan saja Dia menghidupkan kembali roh kita, bahkan Dia tinggal di dalam roh kita!

Penerapan:
Banyak orang yang karena dirinya sendiri selalu pasif, menganggur, atau selalu memikirkan hal-hal yang tidak bersih dan tidak berfaedah, maka Iblis mudah mendapat peluang untuk memasukkan pikirannya ke dalam mereka. Bila kita senantiasa memikirkan perkara-perkara rohani, maka Iblis tidak mudah menyuntikkan pikirannya ke dalam kita.

Pokok Doa:
Tuhan selamatkanlah pikiranku yang tidak tepat. Tuhan ajarlah aku untuk memikirkan perkara-perkara yang di atas dan bukan perkara yang di bumi. Bawalah pikiran dan hatiku hanya tertuju pada-Mu.

14 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 1 Rabu

Proses Kejatuhan Manusia
Kejadian 3:6
“Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya.”

Mengapa manusia bisa sok menjadi kepala dan melupakan kedudukannya sebagai istri? Langkah pertama dalam proses kejatuhan manusia ini adalah kelalaian manusia dalam menggunakan rohnya. Setelah manusia diciptakan, dia harus selalu memakai rohnya untuk berkontak dengan Allah dan hidup di depan-Nya. Saat manusia hidup menurut rohnya, dia terpelihara oleh Allah. Tetapi kapan kala manusia tidak memakai rohnya untuk berkontak dengan Allah, ia telah mengesampingkan dan mendahului Allah, akibatnya dia jatuh ke dalam tangan si jahat.
Langkah kedua adalah manusia justru memakai jiwanya (Kej. 3:2, 3; 6). Ketika berbicara dengan ular, Hawa lebih menggunakan pikirannya untuk beralasan. Lalu emosinya tergoda dan menginginkan buah pohon pengetahuan itu. Kemudian tekadnya memutuskan untuk mengambil buah itu.
Langkah ketiga adalah tubuhnya bertindak. Kapan kala jiwa memimpin, tubuh secara alami akan mengikuti. Jiwa mengarahkan tubuh. Pertama, mata melihat. Kedua, tangan mengambil. Ketiga, mulut memakan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita harus selalu belajar memakai roh kita, dan membiarkan roh mengarahkan jiwa kita, yang pada akhirnya juga mengendalikan tubuh kita. Kalau kita tidak memakai roh, sebaliknya memakai jiwa, kita melanggar kekepalaan sehingga jiwalah yang memimpin. Begitu jiwa mengambil pimpinan, ia akan mengendalikan tubuh kita untuk melakukan hal-hal yang melanggar Allah.

Pentingnya Berpaling Ke Dalam Roh
Kej. 3:2-3, 6

Adam dan Hawa gagal karena mereka tidak menggunakan roh mereka. Jika Hawa kembali ke dalam roh, pasti tidak akan ada masalah. “Suami” kita selalu menyertai roh kita. Jika kita tinggal di dalam pikiran, berarti kita bertindak sebagai kepala karena membiarkan pikiran bertindak sendiri. Ini menakutkan juga berdosa. Kita harus tahu dengan jelas bahwa suami kita selalu menyertai roh kita, karena itu kita harus selalu berpaling ke dalam roh. Bahkan, saat hampir marah, kita masih perlu berpaling ke dalam roh. Memang, sangatlah sulit bagi kita untuk berpaling ke dalam roh, dalam keadaan demikian. Namun, justru dalam keadaan yang sulit itu, keperluan kita satu-satunya adalah kembali ke dalam roh. Jangan hanya berusaha menanggulangi temperamen; berpaling saja ke dalam roh. Marilah kita belajar menggunakan roh kita.
Semua orang Kristen tahu bagaimana berdoa dan memohon Allah untuk menolong mereka, tetapi sedikit sekali yang tahu bahwa mereka memiliki roh, dan mereka boleh berpaling ke dalam roh. Kita benar-benar mempunyai roh dan roh ini justru mempunyai fungsi yang ajaib. Karena Allah beserta dengan roh kita, kita perlu senantiasa berpaling ke dalam roh kita. Jika kita belajar berpaling ke dalam roh dan menggunakan roh dalam segala situasi, hasilnya pasti sangat mengagumkan.
Bagaimana kita tahu bahwa kita menggunakan roh kita? Ini sangat mudah. Setiap kali kita melakukan sesuatu, atau berhubungan dengan seseorang, jika tanpa penyertaan Tuhan, itu membuktikan bahwa kita tidak menggunakan roh kita. Tidak peduli apa yang kita lakukan, jika kita melakukannya tanpa bersandar Tuhan dan tanpa berkontak dengan Tuhan, itu membuktikan bahwa kita tidak di dalam roh. Dalam keadaan demikian, kita pasti menderita rugi. Kita semua harus belajar berkontak dengan Allah dalam segala hal. Ini adalah perkara yang sangat berharga dalam hidup sehari-hari kita; kita semua harus belajar mempraktekkannya.
Sering kali kita enggan berdoa atau menggunakan roh, sebaliknya, suka berpikir, mempertimbangkan, dan menyelidiki. Kita merasa sulit untuk berdoa, karena pikiran kita terlalu aktif, penuh dengan angan-angan. Kita tidak sanggup menenangkan pikiran kita. Kita paham benar terhadap keadaan semacam ini. Banyak istri orang Kristen merasa mudah untuk mengobrol. Namun, jika kita meminta mereka berdoa, mereka merasa sulit; ini dikarenakan mereka terlalu banyak menggunakan jiwa mereka. Pelajaran yang terbaik bagi kita semua adalah belajar menenangkan pikiran kita dan masuk ke dalam doa.

Penerapan:
Sering kali Iblis dapat mengurung manusia dengan berbagai macam khayalan. Kita sangat bodoh, mengira khayalan-khayalan itu berasal dari diri kita sendiri, padahal itu adalah benteng-benteng kokoh yang dibangun Iblis guna mencegah hati kita tunduk kepada Kristus. Karena itu, marilah kembali ke dalam roh melalui menyeru nama Tuhan dan hidup bergaul dengan Allah.

Pokok Doa:
Tuhan, palingkan aku selalu ke dalam roh. Ampuni aku Tuhan, sering kali aku memiliki pikiran yang jahat, angan-angan yang sia-sia, khayalan-khayalan yang membawaku jauh dari pada-Mu. Tuhan pimpinlah aku senantiasa, terutama dalam mengendalikan pikiranku.

13 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 1 Selasa

Sebab Musabab Kejatuhan Manusia (2) -- Bertindak Sebagai Kepala
Kejadian 3:2-3
“Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: ‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’”

Secara lahiriah, penyebab kejatuhan manusia adalah Iblis, namun secara batiniah, penyebab kejatuhan manusia adalah diri manusia sendiri. Penyebab batiniah dari kejatuhan manusia adalah karena Hawa melupakan kedudukannya sebagai istri dan bertindak sebagai kepala 1). Iblis sangat licik, tahu bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki (1 Ptr. 3:7), maka ia memilih Hawa sebagai sasarannya. Tidak peduli apa yang dikatakan Hawa kepada ular tersebut, selama ia masih berdiri di sana dan berkata-kata dengan ular itu, ia sudah bersalah, karena hal itu menyatakan bahwa ia sudah melupakan kedudukannya sebagai istri. Hawa seharusnya tidak berbicara dengan si jahat, melainkan kembali ke suaminya, dan bersembunyi di belakang Adam. Jika Hawa melakukan hal ini, si licik akan mengalami kegagalan. Jadi, penyebab utama kejatuhan manusia kali pertama ialah istri bertindak sebagai kepala.
Hawa yang ada di dalam Taman Eden mewakili kita semua. Hampir setiap orang di antara kita seringkali bertindak menurut cara yang dilakukan Hawa. Dalam menghadapi situasi apa saja, kita selalu menampilkan diri sendiri. Meskipun mungkin kita banyak berdoa, tetapi ketika suatu masalah datang, kita melupakan Tuhan, sang “Suami” kita yang sejati, dan bertindak seolah-olah kita tidak mempunyai “suami”. Selama kita menghadapi masalah bersandarkan diri sendiri, itu berarti kita telah meninggalkan “suami” kita. Kita harus ingat, inilah penyebab kejatuhan manusia kali pertama.

1) Allah dalam kedaulatan-Nya telah menetapkan bahwa laki-laki adalah kepala - 1 Kor. 11:3.

Allah Adalah Suami Dan Kepala Kita
Yes. 54:5; 1 Tim. 2:14; 1 Kor. 11:3, 5, 14-15

Yesaya 54:5 mengatakan, “Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau.” Allah adalah satu-satunya laki-laki dalam alam semesta ini. Entah kita laki-laki atau perempuan, semuanya adalah bagian dari satu “istri” universal-Nya. Kedudukan manusia bukan dalam posisi sebagai suami, melainkan sebagai istri. Allah adalah suami kita. Allah adalah Kepala, kita bukan kepala. Sekalipun kita adalah laki-laki, juga bukan kepala. Di hadapan Allah, posisi saudara sama dengan posisi saudari. Baik saudara maupun saudari, dalam pandangan Allah, semuanya adalah perempuan.
Allah adalah suami dan kepala kita, kita wajib senantiasa menaruh diri kita di bawah naungan-Nya. Karena Allah adalah kepala kita, maka kita harus selalu berpaling kepada-Nya. Apabila suatu saat kita seperti Hawa yang ada di taman dan Iblis datang kepada kita, janganlah memandang si Iblis, tetapi kita harus segera berpaling kepada “suami” kita dan bersembunyi di belakangnya. Kita harus menjadikan Kristus sebagai kepala dan melaksanakan pimpinan-Nya. Niscaya tidak ada persoalan yang timbul.
Kegagalan Hawa terjadi karena ia melancangi Adam dengan bertindak sendiri sebagai kepala (bd. 1 Tim. 2:14). Kegagalan di pihak Hawa melambangkan manusia yang sok menjadi kepala dan melancangi Allah, mengesampingkan Allah.
Prinsip yang sama masih berlaku sampai hari ini. Bila kita bertindak menurut diri sendiri dan mengesampingkan Tuhan, berarti kita telah dikalahkan. Jika kita berusaha bersandarkan diri sendiri untuk meraih kemenangan, usaha kita ini adalah suatu kekalahan, karena hal ini membuat kita menjauhkan diri dari suami dan kepala kita yang sejati. Jangan sekali-kali melakukan sesuatu bersandarkan diri sendiri. Melakukan sesuatu bersandarkan diri sendiri berarti mengambil kedudukan sebagai kepala dan melupakan kedudukan sebagai istri. Kita harus berhikmat dan selamanya tidak mengambil kedudukan sebagai suami.
Sekarang kita bisa melihat bahwa kejatuhan kita adalah karena telah sok menjadi kepala dan tidak menghargai suami kita. Kita menjadi kepala karena kita lupa bahwa kita adalah istri. Jika demikian, maka sekalipun kita melakukan sesuatu dengan sangat baik, tetapi sebenarnya kita telah dikalahkan. Asal kita menjauhi Allah dan mengira sanggup melakukan sesuatu tanpa Dia, niscayalah kita telah dikalahkan. Saudara saudari, kita harus nampak hal ini, Kristuslah suami dan kepala kita, janganlah kita melancangi Dia.

Penerapan:
Kristus adalah suami kita yang sejati. Jangan pernah meninggalkan-Nya, lebih-lebih saat mengambil keputusan, baik urusan besar maupun kecil. Bertanyalah terlebih dahulu dengan senantiasa berkontak dengan-Nya dan kita harus belajar taat terhadap perkataan Tuhan yang mengurapi kita. Sekali kita merdeka dari “Suami Sejati” ini, maka Iblis segera menerkam kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus bawalah aku senantiasa bersatu dengan-Mu. Aku tidak mau merdeka dari-Mu. Jagalah aku sepanjang hari ini, biarlah setiap keputusan yang kuambil bukan berdasar pada diriku sendiri tetapi berdasar pada kehendak hati-Mu.

12 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 1 Senin

Sebab Musabab Kejatuhan Manusia (1) -- Iblis
Kejadian 3:1
“Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. Ular itu berkata kepada perempuan itu: ‘Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?’”

Iblis adalah penyebab pertama kejatuhan manusia. Iblis itu Iblis, tidak mungkin berubah menjadi lebih baik sedikit pun. Dalam Matius 4:3, Iblis diberi sebutan yang khusus, yaitu “si penggoda (pencoba - LAI)”. Ke mana pun ia pergi, selalu bertindak sebagai si penggoda; karena ini adalah sifat dan hakikinya.
Tuhan Yesus menyebutnya sebagai “si pendusta”, kata-Nya, “Apabila ia berkata dusta, ia berkata dari diri sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapak pendusta” (Yoh. 8:44b). Apa pun yang keluar dari Iblis adalah dusta. Sungguh mustahil jika kita mengharapkan dia bisa lebih baik. Yang harus kita lakukan adalah menjauhi dia!
Dalam Wahyu 12:9; 20:2, Iblis disebut “Satan” yang berarti “si penghujat”. Menghujat berarti di belakang orang yang bersangkutan mengatakan sesuatu yang tidak benar (fitnah) dengan maksud menghina dan mempersalahkan. Satan menghujat Allah di hadapan manusia. Percakapannya dengan Hawa menyiratkan kata-kata hujatan terhadap Allah (Kej. 3:5). Hujatan Iblis selamanya adalah dusta. Melalui kata-kata hujatan, ia menggoda (mencobai) manusia, dan dengan jalan ini pula, ia mencobai Hawa.
Ular itu cerdik. Ini berarti ia sangat pandai, licin, dan licik (tidak tulus). Iblis tidak mengambil bentuk kura-kura, karena kura-kura itu bodoh. Orang yang licik (tidak tulus), biasanya juga cerdik karena itu mereka mudah ditunggangi ular. Kita harus ingat dan berhati-hati terhadap segala sesuatu yang tidak tulus, sebab Iblis mungkin saja bersembunyi di belakangnya.

Cara Iblis Mendekati Manusia
Kej. 3:1, 4, 6

Secara lahiriah dapat dikatakan bahwa penyebab kejatuhan manusia kali pertama adalah Iblis. Cara Iblis mendekati Hawa amatlah licik, yakni ia menjelma menjadi makhluk lain, berlaku seolah-olah bukan dia yang datang. Ini adalah tiruan yang licik dari inkarnasi Tuhan. Sebelum Allah berinkarnasi, Iblis telah mendahuluinya secara licik. Dalam Kitab-kitab Injil, kita baru melihat bagaimana Allah berinkarnasi; tetapi Iblis telah berinkarnasi dalam Kejadian pasal tiga. Banyak hal yang hendak Allah lakukan, didahului oleh Iblis dengan cara yang licik. Ini ia lakukan untuk menipu manusia dan menyimpangkan manusia dari tujuan Allah.
Cara lain yang dipakai Iblis untuk menipu dan menggoda adalah dengan memberi usul kepada manusia (Kej. 3:1, 4), usul yang menimbulkan tanda tanya terhadap firman Allah. Iblis selalu berusaha menipu, menggoda, membujuk, dan menjebak kita dengan usul yang menimbulkan keragu-raguan terhadap firman Allah. Kapan saja kita merasa ragu-ragu terhadap firman Allah, kita harus segera sadar bahwa keragu-raguan itu bukan berasal dari kita sendiri, melainkan dari si ular itu. Beberapa tahun yang lalu, dalam sebuah artikel, seorang pendeta Baptis di Amerika Serikat mengatakan, “Tanda tanya berbentuk seperti seekor ular yang berdiri dan bertanya, ‘Benarkah Allah berkata demikian?’” Saudara saudari, kita tidak seharusnya meragukan kata-kata dalam Alkitab, sebaliknya kita harus berkata, “Amin” terhadap setiap firman Allah. Kita akan selamat bila berkata, “Amin”, sebaliknya kita berada dalam kedudukan yang berbahaya bila meragukan firman Allah.
Usul Iblis bukan hanya membuat kita meragukan firman Allah, tetapi juga membuat kita mencurigai hati Allah. Si licik itu bagaikan seekor kalajengking dan usul-usulnya yang menimbulkan keraguan bagaikan racun dalam sengatnya. Ular itu berkata kepada Hawa, “Sekali-kali kamu tidak akan mati, tetapi Allah mengetahui, bahwa pada waktu kamu memakannya matamu akan terbuka, dan kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej. 3:4-5). Perkataan ini adalah racun, bukan hanya membuat Hawa ragu-ragu terhadap firman Allah, juga mencurigai hati Allah (maksud baik Allah). Begitu Hawa memberi respons terhadap ular, maka ia telah tersengat, dan racun terinjeksi ke dalamnya. Karena itu, ketika Hawa memandang pohon pengetahuan, ia merasa bahwa buah pohon yang mematikan itu sangat baik dan sedap untuk dimakan, lagi pula menarik hatinya (Kej. 3:6). Inilah cara Iblis menggoda Hawa. Kita harus sangat waspada terhadap segala bentuk godaannya. Kita jangan memberi kesempatan padanya!

Penerapan:
Perkataan indah memang menyenangkan manusia yang mendengarnya. Tetapi kita harus hati-hati terhadap setiap perkataan yang kita keluarkan. Janganlah bersilat lidah demi menye-nangkan hati orang lain atau keuntungan pribadi, namun bersikaplah jujur. Marilah kembali datang kepada Tuhan, mohon Tuhan memberikan pengu-rapan di setiap perkataan kita sehingga dapat mem-bangun gereja-Nya.

Pokok Doa:
Tuhan berikanlah perkataan yang tepat di dalam mulutku. Pakailah mulutku untuk kepentingan-Mu. Basuhlah mulutku dari kecemaran dengan darah adi-Mu. Jangan biarkan mulutku menjadi tumpuan yang dipakai oleh musuh-Mu tetapi pakailah mulutku untuk membangun gereja-Mu.

10 June 2006

Kejadian Volume 2 - Minggu 4 Sabtu

Tubuh Kristus Hanya Satu
Kejadian 2:24
“Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”

Kehendak kekal Allah ialah ingin mendapatkan manusia “korporat” yang berasal dari Kristus, yaitu gereja. Gereja bukanlah sekadar perkumpulan beberapa orang Kristen; gereja adalah masalah hayat, yaitu memiliki Kristus yang sama. Kita harus memperhatikan bahwa manusia yang diinginkan Allah bukanlah manusia individual. Dalam pandangan Allah, hanya ada satu Kristus dan satu gereja. Allah hanya melihat dua manusia di dunia ini. Adam adalah manusia yang pertama, dan Kristus adalah manusia yang terakhir (1 Kor. 15:45). Tidak ada yang lain. Tubuh Kristus, sama seperti Hawa, hanya satu, bukan banyak!
Satu Korintus 10:17 mengatakan, “Maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu.” Rasul Paulus dengan jelas mengatakan bahwa roti ini mewakili Tubuh Kristus, yaitu segenap gereja. Walaupun kita banyak, Tubuh itu satu. Gereja bukanlah individu “aku” ditambah dengan individu “kamu”, bahkan bukan “semua orang” Kristen yang disatukan di seluruh dunia ini. Gereja adalah Kristus di dalam kita, Kristus di dalam dia, dan Kristus di dalam semua orang Kristen yang dipersatukan, di seluruh dunia ini, sepanjang abad. Manusia alamiah kita tidak ada hubungannya dengan gereja.
Karena alasan inilah maka semua perpecahan dan individualisme harus disingkirkan. Sampai di sini, kita membutuhkan dua wahyu: yang pertama, bahwa Tubuh itu satu; yang kedua, bahwa aku adalah sebagian dari Tubuh itu, aku adalah anggota Tubuh itu. Sebagai anggota tubuh, kita tidak seharusnya membenarkan diri kita sendiri, atau beranggapan bahwa sebagai anggota tunggal, kita dapat menjadi unit yang utuh.

Kita Hanyalah Salah Satu Anggota Tubuh
Ef. 1:23; 1 Kor. 1:12-13; Rm. 12:4-5

Karena Allah ingin mendapatkan manusia korporat, maka walaupun kita telah memiliki hayat Allah di dalam diri kita, Allah masih perlu bekerja di dalam kita untuk menghancurkan individualisme kita. Allah harus menghancurkan pemikiran bahwa “aku sendiri sudah cukup”. Hanya ada satu Hawa; demikian juga hanya ada satu Tubuh Kristus. Semua anak Allah, yang ikut berbagian dalam hayat Kristus, bukanlah banyak individu laki-laki dan perempuan, melainkan harus menjadi satu manusia. Ia harus meremukkan kita hari demi hari sampai kita mengenal hayat Tubuh.
Karena itu, setiap orang Kristen harus menuntut hayat Tubuh. Jika kita tidak menuntut hayat Tubuh, kita tidak dapat menuntut hayat mempelai perempuan. Jangan sekali-kali berpikir, tidak ada bedanya apakah kita mengalami hayat Tubuh atau tidak. Jika kita melihat lambang dalam Kejadian pasal dua, kita akan nampak hubungan antara tubuh dan mempelai perempuan. Hawa dibuat dari tulang rusuk Adam, karena itu ia adalah tubuh Adam. Karena sebagian tubuh Adam digunakan untuk membuat Hawa, maka kedudukan Hawa adalah tubuh Adam. Tetapi setelah Hawa diciptakan, Allah membawanya kepada Adam, dan ia menjadi mempelai perempuan Adam. Inilah hubungan antara tubuh dan mempelai perempuan. Apa yang berasal dari Adam adalah tubuh Adam, dan apa yang dibawa kepada Adam adalah mempelai perempuannya. Saat ini gereja adalah Tubuh Kristus, tetapi di masa kelak gereja akan menjadi mempelai perempuan Kristus. Saat ini gereja adalah Tubuh Kristus, untuk mengekspresikan hayat Kristus. Suatu hari kelak, ketika hayat gereja sudah matang, Allah akan membawa gereja yang rohani kepada Kristus, dan pada hari itu, gereja akan menjadi mempelai perempuan Kristus.
Kita harus tahu bahwa jika pada hari ini kita mendapatkan hayat Tubuh, pada masa kelak, kita akan mendapatkan hayat mempelai perempuan. Semua orang Kristen harus mengenal Tubuh Kristus. Seorang Kristen harus tahu bahwa ia hanya salah satu anggota dari satu Tubuh. Allah ingin mendapatkan satu Tubuh, bukan banyak orang Kristen yang berdiri sendiri-sendiri dan terisolasi. Yang dirindukan Allah adalah Hawa yang utuh, bukan sebuah tangan di sini dan sebuah kaki di sana. Allah harus mendapatkan Hawa sebagai manusia yang utuh, demikian baru berguna bagi-Nya dan kelak baru bisa menjadi mempelai-Nya.
Kita harus tahu bahwa rintangan terbesar terhadap kehendak Allah bukanlah perpecahan yang luaran, tetapi diri kita sendiri, manusia individual, yang tidak mengenal hayat Tubuh.

Penerapan:
Individualisme adalah penghalang terbangunnya gereja, Tubuh Kristus. Keindividuan kita perlu diremukkan dari hari ke hari. Jangan memberi kesempatan terhadapnya. Belajarlah untuk mengesampingkan opini alamiah, kepentingan pribadi yang dapat menghancurkan Tubuh Kristus.

Pokok Doa:
Tuhan bawalah aku untuk meletakkan opiniku yang usang, mengesampingkan keinginan pribadiku. Tuhan ampunilah aku yang begitu alamiah ini. Tuhan aku tidak mau menjadi perusak gereja tetapi aku mau menjadi pembangun gereja.

09 June 2006

Kejadian Volume 2 - Minggu 4 Jumat

Bersatu Dengan Kristus (1)
Kejadian 2:23-24
“Lalu berkatalah manusia itu: ‘Inilah dia, tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Ia akan dinamai perempuan, sebab ia diambil dari laki-laki.’ Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.”

Bukan pertobatan yang membuat kita menjadi bagian dari gereja; bukan pengakuan dosa yang membuat kita menjadi bagian dari gereja; juga bukan percaya yang membuat kita menjadi bagian dari gereja, melainkan Kristus menaruh hayat-Nya ke dalam kita, inilah yang membuat kita menjadi bagian dari gereja. Dasar kita menjadi bagian dari gereja adalah kelahiran baru kita. Pada saat dilahirkan kembali, kita menerima Kristus sebagai hayat, diri Tuhan sendiri, di dalam kita.
Karena Kristus telah memberikan diri-Nya kepada kita, maka kita perlu hidup dan berperilaku menurut hayat Kristus ini. Inilah yang dimaksud hidup bersatu dengan Kristus. Allah tidak dapat melakukan lebih dari pada ini untuk kita. Ia telah memberikan Putra-Nya kepada kita, sehingga kita semua dapat menikmati hayat Kristus. Walaupun kita hanya bejana tanah liat, namun ada harta mustika di dalam diri kita. Karena itu, tidak ada sesuatu apa pun yang dapat menggoncangkan kita. Jika kita berperilaku menurut diri sendiri, kita ada di luar gereja. Segala sesuatu selain bagian dari Kristus yang ada di dalam diri kita, bukanlah gereja; itu hanyalah diri kita sendiri. Kita harus bertanya kepada diri kita sendiri: berdasarkan apa dan dari sumber mana kita melayani Tuhan, melakukan pekerjaan-Nya, menuntut hal-hal rohani, dan menempuh jalan rohani? Segala sesuatu kita lakukan berdasarkan Kristus atau diri sendiri? Jika kita melakukan segala sesuatu berdasarkan Kristus, kita dapat merampungkan tujuan Allah. Jika kita melakukan segala sesuatu berdasarkan diri sendiri, sekalipun kita dapat melakukannya dengan baik, itu hanyalah yang bumiah, tidak dapat merampungkan kehendak kekal Allah.

Bersatu Dengan Kristus (2)
1 Kor. 2:2-4; Yoh. 3:6

Banyak orang berkata bahwa mereka hendak mempersembahkan segala miliknya untuk dipakai oleh Tuhan. Tetapi Allah tidak dapat menerima apa pun yang berasal dari diri manusia. Allah tidak dapat mengambil atau menggunakan apa pun yang berasal dari manusia sendiri. Saudara saudari, kita jangan melakukan kesalahan yang serius kerena berpendapat asalkan kita menyerahkan diri kepada Tuhan, bersama-sama dengan kemampuan, bakat, dan segala sesuatu yang kita miliki, segalanya akan beres. Tetapi, kita harus ingat, Kristus hanya mau menerima apa yang berasal dari diri-Nya sendiri.
Kita mungkin berkata, “Di antara rasul-rasul, bukankah ada Paulus? Bukankah ia berpendidikan? Bukankah ia orang yang sangat pandai?” Tetapi kita harus ingat kata-kata yang Paulus ucapkan tentang dirinya sendiri, “Sebab aku telah memutuskan untuk tidak mengetahui apa-apa di antara kamu selain Yesus Kristus, yaitu Dia yang disalibkan. Aku juga telah datang kepadamu dalam kelemahan dan dengan sangat takut dan gentar.Baik perkataanku maupun pemberitaanku tidak kusampaikan dengan kata-kata hikmat yang meyakinkan, tetapi dengan keyakinan akan kekuatan Roh” (1 Kor. 2:2-4). Dalam gereja hanya ada satu hal yang diakui — yang berasal dari Kristus. Hanya yang berasal dari Kristus dapat kembali kepada Kristus. Bahan untuk membangun mempelai perempuan ini adalah Kristus sendiri.
Allah tidak pernah menggunakan ciptaan lama, apa yang berasal dari manusia, untuk membangun apa yang berasal dari Allah. Ia sama sekali tidak mungkin menggunakan hal-hal apa pun yang bersifat daging untuk menghasilkan sesuatu yang rohani. Semua perkara adalah masalah sumber. Hanya pekerjaan yang dilakukan dari roh dapat menghasilkan roh. Masalahnya di sini bukanlah apakah sasaran atau tujuannya benar, tetapi bagaimana prosesnya. Manusia selalu berpikir asalkan tujuannya benar, segala sesuatu yang lain juga benar. Tetapi Allah tidak hanya bertanya apakah tujuannya benar, Ia juga bertanya bagaimana kita melakukannya. Kemampuan dan kepandaian alamiah manusia, yang belum dibereskan di salib, tidak ada manfaat rohaninya. Tuhan berkata, “Apa yang dilahirkan dari daging adalah daging.”
Jadi, yang penting bukan hanya memiliki tujuan rohani saja, prosesnya, caranya, bahkan manusianya sendiri pun juga harus rohani. Yang diminta oleh Allah ialah semua berasal dari Kristus, semua dilahirkan dari roh. Hanya apa yang berasal dari Adam, bukan dari tanah, yang dapat disebut Hawa, dan hanya apa yang berasal dari Kristus dapat disebut gereja. Segala sesuatu yang tidak berasal dari Kristus, tidak ada hubungannya dengan gereja.

Penerapan:
Jika kita bekerja menurut diri kita sendiri, kita tidak mengerjakan pekerjaan Allah. Kita harus tahu bahwa yang diperhatikan Allah adalah masalah sumber, bukan masalah baik atau buruk. Pelajaran yang pertama adalah, kita menolak segala sesuatu yang berasal dari diri sendiri, dan pelajaran yang terakhir adalah, kita masih tetap harus menolak segala sesuatu yang berasal dari diri sendiri.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, Engkau adalah kebenaran yang sejati dan sumber kebenaran. Aku mengakui dalam usaha dan pelayananku terhadap sesama, seringkali bukan bersumber dari-Mu, tetapi dari ide dan caraku sendiri. Tuhan Yesus, ampunilah aku dan bawalah aku mengalami Engkau sebagai Sang sumber.

08 June 2006

Kejadian Volume 2 - Minggu 4 Kamis

Dari Tulang Rusuk Adam (1)

Kejadian 2:22
“Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawa-Nya kepada manusia itu.”

Ketika Adam tidur nyenyak, Allah mengambil sebuah tulang rusuk darinya. Demikian pula, ketika Kristus mati, sesuatu juga terjadi pada lambung-Nya (lih. Yoh. 19:31-37). Seorang prajurit menikam lambung Tuhan, keluarlah air dan darah. Darah adalah untuk penebusan, sedangkan air adalah untuk pengaliran diri Tuhan ke dalam kita, hingga kita memiliki unsur baru, yaitu hayat kekal, diri Tuhan sendiri di dalam kita. Inilah unsur yang membentuk gereja.
Dengan sangat jelas dikatakan di sini bahwa setiap makhluk yang diciptakan dari tanah, yang tidak diambil dari tubuh Adam, tidak dapat menjadi jodoh Adam. Semua binatang hutan, ternak, dan burung di udara diciptakan dari tanah, mereka tidak diambil dari tubuh Adam, mereka tidak dapat menjadi jodoh Adam. Kita harus ingat bahwa Hawa dibentuk dari tulang rusuk Adam; Adam adalah bahan untuk menciptakan Hawa.
Demikian juga, gereja berasal dari Kristus. Gereja bukan dibuat dari debu tanah. Hanya yang berasal dari Kristus barulah gereja, yang tidak berasal dari Kristus bukan gereja. Jadi apakah gereja itu? Gereja adalah bagian yang diambil dari Kristus. Gereja adalah bentuk lain dari Kristus. Tanpa Kristus, gereja tidak memiliki kedudukan, tidak memiliki hayat, tidak memiliki kehidupan, dan tidak memiliki eksistensi.
Talenta manusia, kemampuan manusia, pemikiran manusia, kekuatan manusia, dan segala sesuatu milik manusia, itu di luar gereja. Segala sesuatu yang berasal dari manusia alamiah, bukan gereja. Hanya apa yang berasal dari Kristus barulah gereja.

Dari Tulang Rusuk Adam (2)
Kej. 2:22

Haruslah berasal dari Kristus, baru terhitung sebagai gereja. Segala sesuatu yang tidak berasal dari Kristus, tidak ada hubungannya dengan gereja.
Ada orang sangat fasih berbicara sebelum mereka percaya. Sekarang, setelah lahir baru, mereka hanya perlu mengubah pokok pembicaraannya dan mulai berkhotbah. Tetapi kita tidak seharusnya merasa puas bahwa orang-orang itu dapat berkhotbah dengan baik. Sebaliknya, kita harus bertanya: Dari sumber manakah kefasihan mereka? Apakah kefasihan itu telah dibereskan oleh salib? Jika kefasihan semacam itu adalah sesuatu yang mereka miliki sejak awal dan belum pernah dibereskan oleh salib, berarti itu sepenuhnya dari sifat mereka sendiri. Kefasihan yang mereka bawa ke dalam gereja tidak lain adalah sesuatu dari Adam yang bersifat bumiah. Gereja akan diruntuhkan oleh orang-orang semacam ini. Hanya apa yang berasal dari Kristus adalah gereja, bukan apa pun yang berasal dari sifat manusia.
Ada orang sangat pandai, otak mereka sangat cemerlang. Sebelum diselamatkan, mereka menggunakan pikiran mereka untuk belajar filsafat, ilmu pengetahuan, dan kesusastraan. Setelah beroleh selamat, mereka begitu saja menggunakan pikiran mereka untuk mempelajari firman Allah. Kita harus bertanya, dari mana asalnya otak yang cemerlang ini? Sudahkah melewati penanggulangan salib? Apakah pikiran ini di bawah kuasa Roh Kudus? Atau apakah ini pikiran yang mereka miliki sejak semula? Jika memang sudah ada sejak semula, pikiran ini hanyalah sesuatu yang berasal dari Adam yang bumiah, dari diri manusia sendiri, dari sifat manusia, berasal dari daging. Walaupun orang-orang ini telah mengubah pokok pembicaraannya, namun pikiran mereka masih tetap pikiran lama yang sama! Dan ketika mereka menggunakan pikiran ini untuk mempelajari Alkitab, bukannya membantu gereja, malahan akan merugikan gereja. Hanya apa yang berasal dari Kristus yang dapat menjadi gereja. Segala sesuatu yang berasal dari manusia, bukan gereja.
Allah harus membereskan kita sedemikian rupa sehingga segala sesuatu dari sifat manusia kita dapat dikendalikan. Kekuatan alamiah kita harus dibereskan oleh salib dan ditaklukkan di bawah pengendalian Roh Kudus. Hanya dengan demikianlah kita tidak akan merugikan gereja. Segala sesuatu yang berasal dari hayat alamiah Adam, yang dibuat dari tanah, tidak diinginkan oleh Allah. Hanya apa yang dibuat dari tulang rusuk Adam adalah Hawa (tulang mengacu kepada hayat kebangkitan. Karena itu, ketika Tuhan disalibkan, tidak ada satu pun tulang-Nya yang dipatahkan). Yang dibentuk dari hayat kebangkitan Kristus, barulah gereja.

Penerapan:
Kedambaan hati Allah adalah mendapatkan gereja yang berasal dari Kristus yang semuanya juga untuk Kristus. Ketika kita berkidung, berdoa, membagi nikmat, siapakah yang dipuaskan? Renungkanlah setiap apa yang kita lakukan baik besar maupun kecil. Mari kita melakukan dengan sungguh-sungguh bukan bersandar pada kemampuan, kepandaian, bakat alamiah kita tetapi dengan Allah dan untuk kemuliaan Allah.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, semua karena Engkau. Tanpa Engkau, kami tidak memiliki hayat; tanpa Engkau, kami tidak bereksistensi; tanpa Engkau, kami tidak berarti apa pun; kami berasal dari-Mu.

07 June 2006

Kejadian Volume 2 - Minggu 4 Rabu

Kematian Yang Mengalirkan Hayat
Kejadian 2:21
“Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging.”

Allah membangun gereja dari kematian Kristus. Mengenai kematian Kristus, kata-kata yang digunakan dalam Kejadian pasal dua sangat khusus. Ayat ini tidak mengatakan bahwa Allah membuat Adam mati, melainkan Allah membuatnya tidur nyenyak.
Kematian Kristus meliputi dua aspek besar, yaitu penebusan dan pengaliran hayat. Penebusan adalah aspek negatif yang berkaitan dengan dosa-dosa kita. Kita telah berdosa dan pantas mati, kematian Kristus menggenapkan penebusan untuk kita. Pengaliran hayat adalah aspek positif yang tidak berkaitan dengan dosa. Setelah menebus kita, Tuhan Yesus memberikan diri-Nya sendiri kepada kita, supaya melalui kematian-Nya kita bisa mendapatkan hayat kekal. Karena adanya dua aspek yang berbeda dalam kematian Kristus, Alkitab menggunakan dua zat yang berbeda untuk melambangkannya. Untuk penebusan digunakan darah; dan untuk pengaliran hayat digunakan air yang melambangkan Tuhan sendiri sebagai hayat.
Jadi, dalam kematian Kristus, ada satu bagian yang bukan untuk penebusan, melainkan untuk pengaliran diri-Nya sendiri guna menghasilkan gereja. Ini tidak ada hubungannya dengan dosa. Allah mengambil sesuatu dari Kristus dan menggunakannya untuk membangun gereja. Jadi “tidur nyenyak” digunakan untuk melambangkan kematian Kristus yang menyebabkan manusia beroleh hayat.
Catatan Tim Penyusun: Perlu digarisbawahi, kami tidak mengatakan bahwa kematian Kristus bukan untuk penebusan; kami sangat mengapresiasi dan mempercayai aspek penebusan kematian Kristus.

Kematian-Nya Bagi Gereja
Kej. 2:21-23; Ef. 5:25

Efesus 5:25 mengatakan, “Hai suami, kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya.” Dalam ayat ini, kita perlu memperhatikan tiga hal:
Pertama, Kristus menyerahkan diri-Nya bagi kita, karena kita adalah gereja. Roma pasal lima berbicara tentang Kristus yang mati untuk orang-orang berdosa. Tetapi, Efesus pasal lima tidak berhubungan dengan masalah orang berdosa, melainkan masalah gereja. Konteks dari Efesus pasal lima bukanlah Kristus datang dan mati untuk kita karena kita adalah orang-orang berdosa, tetapi Ia menyerahkan diri-Nya bagi kita karena kita adalah gereja.
Kedua, Kristus menyerahkan diri-Nya bagi kita, karena Ia mengasihi kita, bukan karena kita telah berdosa. Satu Korintus pasal lima belas mengatakan bahwa Kristus mati untuk dosa-dosa kita, tetapi di sini dikatakan bahwa Kristus mengasihi gereja dan menyerahkan diri-Nya bagi gereja. Ia menyerahkan diri-Nya karena kasih, bukan karena dosa-dosa kita. Mati untuk dosa sama sekali berbeda dengan mati demi kasih. Mati untuk dosa berkaitan dengan penebusan. Tetapi Kristus memberikan diri-Nya kepada kita karena kasih. Dosa tidak terlibat di sini. Haleluya! Aspek kematian-Nya yang ini, sepenuhnya karena kasih dan tidak ada kaitannya dengan dosa.
Ketiga, Kristus menyerahkan diri-Nya bagi kita, bukan mati untuk dosa-dosa kita, melainkan memberikan diri-Nya sendiri kepada kita. Ayat ini dapat diterjemahkan, “Kristus mengasihi gereja dan memberikan diri-Nya kepada gereja.” Adam memberikan tulangnya kepada Hawa; demikian juga, Kristus telah memberikan diri-Nya kepada kita. Karena Ia mati, kita memiliki-Nya di dalam diri kita; Ia telah masuk ke dalam diri kita. Karena Ia mati, sekarang kita memiliki hayat-Nya di dalam diri kita. Kristus telah memberikan diri-Nya sendiri kepada kita.
Mari kita renungkan, tidakkah ini menakjubkan? Dari sudut pandang Allah, gereja tidak pernah berdosa dan belum pernah berhubungan dengan dosa. Memang Allah tahu bahwa manusia telah jatuh dan perlu ditebus, tetapi sungguh ajaib, di pihak lain, Ia tidak nampak dosa sama sekali.
Kita juga perlu merenungkan betapa Dia mengasihi kita! Haleluya, dia mengasihi kita! Dia mengasihi kita! Oh, kita perlu ribuan kali mengucapkan kalimat ini dengan penuh syukur.
Selain itu kita juga harus sadar bahwa Dia memberikan diri-Nya sendiri ke dalam kita. Bukan sesuatu dari Dia, tapi diri-Nya sendiri yang diberikan!

Penerapan:
Sering kali kita hanya bersyukur untuk kematian Kristus yang menebus kita dari dosa-dosa kita. Sekarang, kita juga perlu bersyukur kepada Tuhan untuk pengaliran diri-Nya ke dalam diri kita. Kita perlu merenungkan, alangkah luar biasa kematian-Nya. Karena kematian-Nya telah merampungkan sesuatu yang luar biasa, di luar dugaan kita, yaitu membuat kita menjadi gereja-Nya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur karena memiliki diri-Mu sebagai hayat di dalamku. Terima kasih Tuhan, walaupun aku begitu buruk dan tidak layak, Engkau mau menjadi hayatku.