Hitstat

13 June 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 1 Selasa

Sebab Musabab Kejatuhan Manusia (2) -- Bertindak Sebagai Kepala
Kejadian 3:2-3
“Lalu sahut perempuan itu kepada ular itu: ‘Buah pohon-pohonan dalam taman ini boleh kami makan, tetapi tentang buah pohon yang ada di tengah-tengah taman, Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.’”

Secara lahiriah, penyebab kejatuhan manusia adalah Iblis, namun secara batiniah, penyebab kejatuhan manusia adalah diri manusia sendiri. Penyebab batiniah dari kejatuhan manusia adalah karena Hawa melupakan kedudukannya sebagai istri dan bertindak sebagai kepala 1). Iblis sangat licik, tahu bahwa perempuan lebih lemah daripada laki-laki (1 Ptr. 3:7), maka ia memilih Hawa sebagai sasarannya. Tidak peduli apa yang dikatakan Hawa kepada ular tersebut, selama ia masih berdiri di sana dan berkata-kata dengan ular itu, ia sudah bersalah, karena hal itu menyatakan bahwa ia sudah melupakan kedudukannya sebagai istri. Hawa seharusnya tidak berbicara dengan si jahat, melainkan kembali ke suaminya, dan bersembunyi di belakang Adam. Jika Hawa melakukan hal ini, si licik akan mengalami kegagalan. Jadi, penyebab utama kejatuhan manusia kali pertama ialah istri bertindak sebagai kepala.
Hawa yang ada di dalam Taman Eden mewakili kita semua. Hampir setiap orang di antara kita seringkali bertindak menurut cara yang dilakukan Hawa. Dalam menghadapi situasi apa saja, kita selalu menampilkan diri sendiri. Meskipun mungkin kita banyak berdoa, tetapi ketika suatu masalah datang, kita melupakan Tuhan, sang “Suami” kita yang sejati, dan bertindak seolah-olah kita tidak mempunyai “suami”. Selama kita menghadapi masalah bersandarkan diri sendiri, itu berarti kita telah meninggalkan “suami” kita. Kita harus ingat, inilah penyebab kejatuhan manusia kali pertama.

1) Allah dalam kedaulatan-Nya telah menetapkan bahwa laki-laki adalah kepala - 1 Kor. 11:3.

Allah Adalah Suami Dan Kepala Kita
Yes. 54:5; 1 Tim. 2:14; 1 Kor. 11:3, 5, 14-15

Yesaya 54:5 mengatakan, “Sebab yang menjadi suamimu ialah Dia yang menjadikan engkau.” Allah adalah satu-satunya laki-laki dalam alam semesta ini. Entah kita laki-laki atau perempuan, semuanya adalah bagian dari satu “istri” universal-Nya. Kedudukan manusia bukan dalam posisi sebagai suami, melainkan sebagai istri. Allah adalah suami kita. Allah adalah Kepala, kita bukan kepala. Sekalipun kita adalah laki-laki, juga bukan kepala. Di hadapan Allah, posisi saudara sama dengan posisi saudari. Baik saudara maupun saudari, dalam pandangan Allah, semuanya adalah perempuan.
Allah adalah suami dan kepala kita, kita wajib senantiasa menaruh diri kita di bawah naungan-Nya. Karena Allah adalah kepala kita, maka kita harus selalu berpaling kepada-Nya. Apabila suatu saat kita seperti Hawa yang ada di taman dan Iblis datang kepada kita, janganlah memandang si Iblis, tetapi kita harus segera berpaling kepada “suami” kita dan bersembunyi di belakangnya. Kita harus menjadikan Kristus sebagai kepala dan melaksanakan pimpinan-Nya. Niscaya tidak ada persoalan yang timbul.
Kegagalan Hawa terjadi karena ia melancangi Adam dengan bertindak sendiri sebagai kepala (bd. 1 Tim. 2:14). Kegagalan di pihak Hawa melambangkan manusia yang sok menjadi kepala dan melancangi Allah, mengesampingkan Allah.
Prinsip yang sama masih berlaku sampai hari ini. Bila kita bertindak menurut diri sendiri dan mengesampingkan Tuhan, berarti kita telah dikalahkan. Jika kita berusaha bersandarkan diri sendiri untuk meraih kemenangan, usaha kita ini adalah suatu kekalahan, karena hal ini membuat kita menjauhkan diri dari suami dan kepala kita yang sejati. Jangan sekali-kali melakukan sesuatu bersandarkan diri sendiri. Melakukan sesuatu bersandarkan diri sendiri berarti mengambil kedudukan sebagai kepala dan melupakan kedudukan sebagai istri. Kita harus berhikmat dan selamanya tidak mengambil kedudukan sebagai suami.
Sekarang kita bisa melihat bahwa kejatuhan kita adalah karena telah sok menjadi kepala dan tidak menghargai suami kita. Kita menjadi kepala karena kita lupa bahwa kita adalah istri. Jika demikian, maka sekalipun kita melakukan sesuatu dengan sangat baik, tetapi sebenarnya kita telah dikalahkan. Asal kita menjauhi Allah dan mengira sanggup melakukan sesuatu tanpa Dia, niscayalah kita telah dikalahkan. Saudara saudari, kita harus nampak hal ini, Kristuslah suami dan kepala kita, janganlah kita melancangi Dia.

Penerapan:
Kristus adalah suami kita yang sejati. Jangan pernah meninggalkan-Nya, lebih-lebih saat mengambil keputusan, baik urusan besar maupun kecil. Bertanyalah terlebih dahulu dengan senantiasa berkontak dengan-Nya dan kita harus belajar taat terhadap perkataan Tuhan yang mengurapi kita. Sekali kita merdeka dari “Suami Sejati” ini, maka Iblis segera menerkam kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus bawalah aku senantiasa bersatu dengan-Mu. Aku tidak mau merdeka dari-Mu. Jagalah aku sepanjang hari ini, biarlah setiap keputusan yang kuambil bukan berdasar pada diriku sendiri tetapi berdasar pada kehendak hati-Mu.

No comments: