Hitstat

30 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 4 Sabtu

Berdoa Menurut Kedudukan Kita
Kejadian 20:17
“Lalu Abraham berdoa kepada Allah, dan Allah menyembuhkan Abimelekh dan isterinya dan budak-budaknya perempuan, sehingga mereka melahirkan anak.”

Kita semua harus belajar tidak berdoa menurut kemenangan diri kita, tetapi menurut keperluan. Setelah kita menang mudah sekali berdoa, tetapi tidak demikian pada waktu kita gagal. Kita tidak seharusnya terganggu oleh kegagalan kita. Allah tidak melihat kegagalan kita, tetapi Ia melihat apa adanya kita. Di hadapan Allah kita semua adalah manusia baru. Inilah apa adanya kita, dan kita harus berdoa menurut ini. Selama kita masih dalam ciptaan lama, kita masih mungkin jatuh dan gagal. Tetapi kita dapat melupakan kegagalan kita dalam ciptaan lama ini dan berdiri pada kedudukan ciptaan baru. Ketika Abraham berdiri pada kedudukannya sebagai nabi Allah, ia dapat berdoa bagi Abimelekh.
Kejadian 20 merupakan suatu pasal yang berharga. Kita berdoa syafaat bagi orang lain tidak tergantung pada kondisi kita, tetapi tergantung pada kedudukan kita, tergantung pada apa adanya kita. Kita adalah nabi Allah, ciptaan baru, anggota Tubuh Kristus. Karena dalam hidup gereja kita adalah anggota Tubuh Kristus, ini memberi kita kedudukan untuk berdoa syafaat bagi orang lain. Lupakan lingkungan dan kegagalan kita. Bila kita terus mempertahankan perasaan-perasaan kita, mulut kita akan tersumbat, Iblis (Satan) akan mengalahkan kita, sehingga kita akan tenggelam selama berhari-hari. Ini sangat serius. Kita harus melupakan kegagalan-kegagalan kita dan berdiri pada kedudukan yang tepat untuk berdoa syafaat bagi orang lain menurut petunjuk Allah. Doa syafaat yang demikian akan membuat orang lain mempercayai Allah. Kalau kita mau melupakan kegagalan kita, kita pasti memiliki kekuatan untuk berdoa syafaat bagi orang lain.

Terlepas dari Ego
1 Tim. 2:1
Kita harus belajar mengenal diri kita sendiri. Janganlah menduga bila kita telah mencapai tingkat setinggi yang tercatat dalam Kejadian 18-19 itu, kita tidak akan memiliki problem apapun, lalu kita dapat minta “izin berlibur” dan meninggalkan persekutuan dengan Allah. Janganlah mengandalkan diri kita yang usang. Sekalipun ego kita yang usang telah ditanggulangi oleh Allah, bahkan sudah seluruhnya disunat, tetap masih tidak dapat dipercayai. Karena itu kita perlu memusatkan diri pada anugerah, melupakan kegagalan kita serta keperluan kita dan berdoa syafaat bagi orang lain. Berdirilah pada kedudukan kita sebagai anggota Tubuh Kristus, sebagai bagian dari manusia baru dan sebagai seorang saleh dalam gereja. Kita harus berdiri pada kedudukan ini serta berdoa, meskipun kadang kita dengan rasa malu berdoa. Doa syafaat kita mungkin tidak ada kemuliaan di dalamnya, tetapi Allah akan tetap menjawabnya. Tidak saja Allah menjawab doa syafaat kita, bahkan Ia akan menjawab doa bagi keperluan kita sendiri yang tidak terjawab sebelumnya. Alangkah ajaibnya hal ini!
Pada waktu Abraham, nabi Allah ini berbohong kepada orang lain, orang-orang lain menjadi mati. Tetapi ketika ia melupakan kegagalannya di hadapan mereka dan berdoa syafaat bagi mereka, mereka menerima hayat dan ia sendiri pun disegarkan kembali. Demikian pula, bila kita melupakan kegagalan kita dan berdoa syafaat bagi keperluan orang lain yang di hadapan mereka kita telah gagal, kita tidak saja akan menyuplai hayat kepada mereka, bahkan juga menyuplai diri kita sendiri.
Melalui pengalaman Abraham ini, setidaknya kita bisa belajar dua hal penting. Pertama, kegagalan kita tidak seharusnya membuat kita tidak berdoa. Memang kegagalan dapat membuat kita tidak ada kekuatan untuk berdoa, tetapi kita harus belajar melupakan semua kegagalan kita dan mulai berdoa menurut keperluan saat itu. Kedua, kita perlu berdoa syafaat bagi orang lain (1 Tim. 2:1). Dalam hal berdoa ada kemungkinan kita menjadi egois, hanya mendoakan kebutuhan diri sendiri. Para saudari yang menjadi ibu mungkin berdoa syafaat hanya untuk anak-anaknya sendiri. Ini memang baik, tapi kalau selama ini kita tidak pernah sekali pun mendoakan anak orang lain, itu berarti kita egois. Tuhan barangkali tidak akan menanggapi doa-doa yang egois seperti itu. Tetapi bilamana para saudari yang menjadi ibu, selain berdoa syafaat bagi anaknya sendiri, juga belajar berdoa syafaat bagi anak orang lain, kita yakin Tuhan pasti akan menjawab doa yang demikian. Betapa indahnya kehidupan gereja bila di antara kita terdapat doa syafaat yang demikian.

Penerapan:
Asalkan kita berada pada kedudukan yang tepat saat berdoa syafaat di hadapan Tuhan maka kegagalan kita pun akan dilupakan oleh Tuhan. Bahkan Tuhan akan menjawab doa kita. Janganlah malu untuk kembali datang kepada-Nya di dalam doa-doa kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, walau aku sering berdosa dan gagal,namun demi darah-Mu aku boleh berdoa syafaat bagi orang lain. Tuhan,aku mau belajar menyangkal egoku dengan memperhatikan orang lain melalui mendoakan mereka.

29 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 4 Jumat

Berdoa Menurut Keperluan
Kejadian 20:7
“Jadi sekarang, kembalikanlah isteri orang itu, sebab dia seorang nabi; ia akan berdoa untuk engkau, maka engkau tetap hidup; tetapi jika engkau tidak mengembalikan dia, ketahuilah, engkau pasti mati, engkau dan semua orang yang bersama-sama dengan engkau.”

Setelah menerima hadiah-hadiah dari Abimelekh, Abraham berdoa baginya (Kej. 20:17-18). Abimelekh memerlukan doa syafaat Abraham karena Tuhan telah menutup semua rahim wanita dalam rumah Abimelekh. Dapatkah kita membayangkan dalam keadaan yang begitu memalukan ia masih dapat berdoa bagi orang lain? Mungkin Abimelekh berkata kepada Abraham, “Mengapa kamu seorang nabi Allah berbohong kepadaku? Lihatlah akibatnya! Nah, sekarang semua telah beres dan aku pun telah mengembalikan istrimu, aku minta kamu berdoa bagiku.” Seringkali setelah kita mengecewakan Allah, sekalipun tidak ada orang yang mengetahui kegagalan kita, selama beberapa hari kita tidak dapat berdoa. Alangkah lebih sulitnya bagi Abraham untuk berdoa di depan Abimelekh! Tetapi bagaimanapun juga Abraham berdoa baginya dan “Allah menyembuhkan Abimelekh dan istrinya dan budak-budaknya perempuan, sehingga mereka melahirkan anak” (Kej. 20:17).
Untuk berdoa syafaat bagi Abimelekh, Abraham harus mengatasi dua hal: mengingat kembali kegagalannya di hadapan Abimelekh dan memikirkan kemandulan istrinya sendiri. Kita semua harus belajar berdoa syafaat bagi orang lain tidak tergantung pada kesuksesan kita melainkan tergantung pada keperluan. Asalkan Allah menunjukkan suatu keperluan kepada kita, kita harus berdoa syafaat bagi hal itu. Kita harus melupakan diri kita, sekeliling kita, keadaan kita, dan berdoa syafaat seolah-olah tidak ada orang lain di bumi selain kita dan Allah. Meskipun kita mengalami kegagalan, kita harus melatih roh kita, dengan berani berdoa.

Mendoakan Keperluan Orang Lain
Ibr. 7:7

Sekalipun Allah meninggalkan Abraham dan pergi kepada Abimelekh, Abraham tetap lebih tinggi daripada Abimelekh. Walaupun ia telah gagal, Abimelekh jauh di bawahnya. Alkitab mengatakan bahwa yang lebih rendah selalu diberkati oleh yang lebih tinggi (Ibr. 7:7). Karena Abraham lebih tinggi daripada Abimelekh, ia dapat berdoa syafaat baginya.
Kita tidak boleh menganggap karena Allah tidak menjawab doa kita untuk keperluan kita sendiri, lalu kita tidak bisa berdoa untuk orang lain. Andaikata kita adalah Abraham, mungkin kita berkata, “Abimelekh, kamu mohon kepadaku berdoa bagimu. Aku telah berdoa bagi isteriku selama bertahun-tahun tetapi tidak mendapat satu jawaban. Karena itu, aku tidak yakin Allah akan menjawab doaku bagimu dan aku tidak berani berdoa bagimu.” Kita perlu melupakan doa-doa kita yang tidak ada jawabannya dan berdoa bagi orang lain. Bila kita tidak mau berdoa bagi orang lain, mungkin Allah tidak mau menjawab doa-doa kita untuk keperluan kita sendiri. Janganlah mengatakan oleh karena keperluan kita sendiri belum terpenuhi, kita tidak dapat berdoa bagi orang lain. Ketika Abraham melupakan keperluannya dan berdoa bagi Abimelekh serta keluarganya, tidak saja keperluan mereka terpenuhi namun keperluan Abraham sendiri juga terpenuhi. Bila kita melupakan keperluan kita dan berdoa bagi keperluan orang lain, Allah akan tidak saja menjawab doa kita bagi mereka, tetapi juga doa kita bagi diri kita sendiri. Ia pasti juga akan memperhatikan keperluan kita.
Dalam situasi yang begitu memalukan itu, sulit sekali bagi seseorang untuk berdoa syafaat. Alkitab tidak memberi kita catatan yang lengkap tentang apa isi dari doa syafaat Abraham bagi Abimelekh seperti halnya mencatat doa syafaat Abraham bagi Lot. Mungkin roh Abraham kurang berani dan kurang kuat. Bagaimanapun ia berdoa juga bagi Abimelekh, dan doa syafaatnya terjawab. Melalui hal ini kita nampak, meskipun kita mungkin tidak ada keberanian dalam roh kita, asalkan kita berdoa syafaat bagi orang lain seturut petunjuk Allah, tentu doa syafaat kita akan terjawab. Dalam pengalaman kita, mungkin berkali-kali kita dalam kesulitan, kita berdoa bagi kesulitan kita, tetapi kita tidak mendapatkan jawaban. Namun orang yang memiliki kesulitan yang sama datang kepada kita, mohon kita mendoakan mereka. Setelah kita berdoa bagi mereka, Allah tidak saja menjawab doa kita untuk keperluan mereka, tetapi juga doa kita untuk keadaan kita sendiri. Prinsip ini berlaku dalam hal apa pun. Kalau kita memperhatikan orang lain, Allah pasti tidak akan melupakan kita. Allah juga akan memperhatikan kita.

Penerapan:
Tidak peduli kita dalam keadaan apapun, dalam keadaan sukses maupun gagal penuh dengan dosa, kita harus tetap belajar berdoa syafaat bagi orang lain. Jangan tertipu oleh perasaan bersalah, tuduhan dari iblis yang hanya selalu mendakwa kita bahwa kita tidak layak untuk berdoa. Bersandarlah pada darah-Nya yang mustika yang melayakkan kita kembali untuk bersyafaat bagi kepentingan-Nya.

Pokok Doa:
Tuhan,terima kasih atas darah-Mu yang mustika yang mencuci setiap dosaku bahkan memperdamaikan aku kembali dengan Allah dan melayakkan aku untuk kembali berbagian dalam pekerjaan-Mu.

28 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 4 Kamis

Iman, Anugerah, dan Kesaksian
Kejadian 20:3
“Tetapi pada waktu malam Allah datang kepada Abimelekh dalam suatu mimpi serta berfirman kepadanya: ’Engkau harus mati oleh karena perempuan yang telah kauambil itu; sebab ia sudah bersuami.’”

Dalam perlambangan, Abraham mewakili iman dan Sara mewakili anugerah. Abraham ialah bapa iman, dan hidupnya adalah hidup oleh iman. Dalam perlambangan apabila iman gagal, anugerah juga terusak. Setiap kali Abraham gagal, Sara dirugikan dan ketika Sara dirugikan berarti anugerah juga dirugikan. Anugerah dan kesaksian itu selalu berdampingan. Ketika Abraham berbohong, pada waktu itu pula ia tidak menikmati anugerah, dan hilanglah kesaksiannya. Bilamana iman gagal, anugerah dirugikan, maka kesaksian pun hilang.
Allah datang menyelamatkan Sara dan mengembalikannya kepada Abraham. Allah tahu bagaimana dengan kedaulatan-Nya melindungi Sara, yang melambangkan anugerah dan kesaksian-Nya. Kita tidak tahu berapa kali kita berada dalam bahaya akan merusak anugerah dan kehilangan kesaksian, sebab kita telah meninggalkan kedudukan yang tepat. Tetapi pada saat-saat itu, kita justru mengalami penyelamatan Allah. Ini tidak berarti bahwa kita boleh berbuat sembarangan karena Allah pasti akan menyelamatkan kita. Tidak. Allah hanya memperhatikan kesaksian-Nya di bumi. Kalau kita betul-betul adalah bagian dari kesaksian-Nya, Dia pasti akan melindungi kita menurut cara-Nya sendiri, bukan menurut cara kita. Abraham ingin menyelamatkan diri menurut caranya sendiri, tetapi Allah bekerja menurut cara yang sama sekali berbeda. Kuncinya adalah apakah kita bagi kesaksian-Nya? Tujuan dari penyelamatan Allah adalah agar kita kembali kepada kedudukan yang tepat untuk menikmati anugerah dan hidup oleh iman demi kesaksian-Nya.

Cara Allah Mendidik Abraham
Kej. 20:3-7; 14-16; 21-24

Walau iman Abraham gagal, Allah tetap dengan kedaulatan-Nya melindungi dan memperhatikannya (Kej. 20:3-7, 14-16). Karena Abraham telah menyimpang, Allah tidak menampakkan diri kepadanya. Dalam pasal 18 dan 19, Allah menampakkan diri kepada Abraham tetapi tidak kepada Lot. Dalam pasal 20 Ia tidak menampakan diri kepada Abraham, melainkan kepada Abimelekh dalam suatu mimpi (Kej. 20:3). Ini berarti kedudukan Abraham dalam pasal 20 hampir sama dengan kedudukan Lot dalam pasal 19. Sebab itu Allah menampakan diri kepada Abimelekh, seorang raja kafir, memberi tahu dia, orang yang berbohong kepadanya ialah nabi-Nya. Abimelekh tercengang mendengar salah satu nabi Allah berbohong kepadanya dan mengorbankan istrinya. Dalam pasal ini, kita lihat kebijaksanaan, kedaulatan, keadilan, dan perhatian Allah. Allah meninggalkan Abraham, seorang pembohong, Allah berbicara kepada Abimelekh, seorang yang kena bohongnya, serta berfirman, “Engkau harus mati oleh karena perempuan yang telah kauambil itu; sebab ia sudah bersuami” (Kej. 20:3). Abimelekh sangat terperanjat. Kemudian Allah memberi tahu dia bahwa ia harus mengembalikan istri Abraham dan Abraham akan berdoa untuknya (Kej. 20:7). Allah tidak menggerakkan Abraham berdoa untuk Abimelekh, sebaliknya ia menunjukkan Abimelekh bahwa Abraham adalah seorang nabi yang mempunyai kedudukan mendoakan raja dan keluarganya. Allah berbuat demikian, dan tidak mencela Abraham.
Sekalipun Abraham berada di luar penyertaan Allah, Allah tetap melindungi kesaksian-Nya dan memberi Abraham banyak kekayaan (Kej. 20:14-16). Ketika Abraham mengalahkan Kedorlaomer serta raja-raja yang lain dan menyelamatkan Lot, ia menolak menerima sesuatu dari raja Sodom karena ia mempunyai Allah yang Mahatinggi (Kej. 14:21-24). Tetapi ketika Abimelekh memberi Abraham domba, lembu, budak-budak dan perak, Abraham tidak berani menolaknya. Ia tidak memiliki kedudukan untuk menolak semuanya ini dan mulutnya telah tersumbat oleh kegagalannya. Ketika ia menerima hadiah-hadiah dari Abimelekh di hadapan Sara, ia tentunya malu. Allah dengan bijaksana dalam kedaulatan-Nya mengembalikan Sara kepada Abraham, memperhatikan anugerah dan kesaksian-Nya, serta pada waktu yang sama Ia mengajar Abraham. Ini juga adalah suatu pelajaran yang berharga bagi kita. Kegagalan kita selalu berawal dari meninggalkan persekutuan dengan Allah dan berakhir pada kehilangan kesaksian. Kita adalah anak-anak Allah, juga ekspresi Allah di bumi. Kegagalan kita tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi terlebih merugikan kemuliaan Allah.

Penerapan:
Setiap kegagalan selalu mendatangkan kerugian bagi kemuliaan Allah. Karena itu kita jangan memandang ringan kegagalan, tetapi baiklah kita segera bertobat, dan bersandar pada kasih karunia Allah untuk tidak mengulangi kegagalan yang sama. Pertobatan yang tuntas akan menyelamatkan kita dari mengulangi kesalahan yang sama.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang sering gagal sehingga merugikan kemuliaan-Mu. Aku memerlukan anugerah-Mu. Terangilah aku agar aku memiliki pertobatan yang tuntas agar aku terhindar dari kegagalan yang sama.

27 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 4 Rabu

Pentingnya Menetap dalam Penyertaan Allah
Kejadian 20:2
“Oleh karena Abraham telah mengatakan tentang Sara, isterinya: ‘Dia saudaraku,’ maka Abimelekh, raja Gerar, menyuruh mengambil Sara.”

Pada Kejadian 18, ketika Abraham mengantarkan Allah, ia seorang saleh yang begitu elok, seorang yang dapat berdiri di depan Allah dan berbicara berhadapan dengan-Nya bagaikan teman akrab. Tetapi dalam pasal 20, orang yang begitu ajaib itu menjadi sangat hina. Setelah ia meninggalkan kedudukan bersekutu dengan Allah, ia dapat berbohong dan mengorbankan istrinya. Seolah-olah tidak dapat dipercaya, tetapi ia telah melakukannya. Hal ini menunjukkan kepada kita alangkah pentingnya menetap dalam penyertaan Allah. Perlindungan kita bukan diri kita sendiri melainkan penyertaan-Nya. Setelah Abraham meninggalkan penyertaan Allah dan pergi menuju ke “Selatan”, ia mengulangi kegagalan semula, yaitu berbohong dan mengorbankan istrinya (Kej. 20:2; bd. Kej. 12:11-13). Berbohong adalah suatu perkara, dan mengorbankan istri adalah suatu perkara yang lain lagi. Walau banyak saudara mungkin berbohong, tetapi barangkali tidak seorang pun mau mengorbankan istrinya. Namun Abraham telah melakukannya. Bahkan perbuatan itu sebenarnya telah direncanakan jauh-jauh hari sebelumnya.
Pada prinsipnya, sebagian besar dari kita sama dengan Abraham. Walau kita di dalam gereja mengikuti Tuhan, namun kita masih menyimpan “sesuatu”, rencana-rencana kita sendiri. Kita mungkin mengatakan “aku hidup oleh iman”. Tetapi apakah tindakan kita pada waktu iman kita gagal? Kita segera mengeluarkan rencana-rencana tersembunyi, rencana cadangan, yang memang sudah kita persiapkan untuk mengatasi situasi-situasi tertentu. Ini bukanlah hidup oleh iman, karena iman yang sejati sepenuhnya bersandar pada Allah.

Rencana Tersembunyi
Kej. 20:8-13

Dalam Kejadian 20:8-13 kita melihat kelemahan Abraham yang tersembunyi itu terbongkar. Abraham bukan berbohong secara kebetulan, sejak hari pertama ia mulai mengikuti jalan Allah, ia telah merencanakannya. Abraham memberi tahu Abimelekh, “Ketika Allah menyuruh aku mengembara keluar dari rumah ayahku, berkatalah aku kepada isteriku: Tunjukkanlah kasihmu kepadaku, yakni: katakanlah tentang aku di tiap-tiap tempat di mana kita tiba: Ia saudaraku.” (ay. 13). Bahkan setelah Abraham disunat, kelemahan yang tersembunyi ini masih berada di dalamnya. Andaikata terjadi sesuatu hal, kita mempunyai rencana cadangan yang telah ditentukan sebelumnya untuk mengatasinya.
Apakah kita bermaksud mutlak terhadap Tuhan? Bila mutlak, kita perlu bertanya kepada Tuhan apakah kita masih menyimpan sesuatu. Sekalipun kita mungkin merasa tidak menyimpan sesuatu, tetapi ketika kita berkelana meninggalkan hidup gereja, hal itu akan terbongkar. Banyak kaum beriman yang mengikuti Tuhan di dalam gereja mempunyai “rencana simpanan” di dalam diri mereka. Mereka berkata kepada diri mereka sendiri, “Mungkin pada suatu hari akan terjadi sesuatu hal. Bila hal itu terjadi saya tahu bagaimana menghadapinya.” Inilah rencana simpanan yang sudah direncanakan sejak mereka pertama kali mengikuti Tuhan. Maksud dan tujuan catatan dalam Kejadian 20 ini menunjukkan kepada kita, lambat-laun kelemahan kita yang tersembunyi itu akan terbongkar. Tidak peduli seberapa banyak kita menuntut Allah, seringkali kita masih mempunyai suatu rencana yang disimpan. Kita perlu memiliki rasa takut dan gentar karena pada suatu hari, Tuhan pasti akan membongkarnya.
Kita semua mempunyai kelemahan masing-masing. Ada kelemahan yang kelihatannya dibiarkan oleh Allah, ada kelemahan yang tidak dapat dibiarkan oleh Allah; begitu kita ada kelemahan itu, kita tidak mendapatkan berkat. Mungkin kita tidak bisa menyingkirkan semua kelemahan, tetapi kita perlu mohon belas kasihan Allah, supaya kita bisa menjadi orang yang diberkati Allah. Kita boleh berkata kepada Tuhan, “Tuhan, meskipun aku menjadi bejana yang tidak terlalu kuat, janganlah sampai bejana ini terlalu rendah sehingga tidak bisa mendapatkan berkat; juga janganlah bejana ini terlalu kecil, sampai tidak bisa mendapatkan berkat.” Meskipun kita rendah, meskipun kita kecil, tetapi masih bisa diberkati oleh Allah. Berkat Allah, karunia Allah, adalah pekerjaan Allah. Sebab itu kita berharap Allah membelaskasihani kita.

Penerapan:
Saat ujian datang, bisakah kita tetap memiliki iman sepenuh-Nya terhadap Tuhan? Roma 10:17 mengatakan, “Jadi, iman timbul dari pendengaran…oleh firman Kristus.” Marilah kita belajar setia mendengarkan firman Tuhan dengan baik dan belajar mempercayai setiap firman yang kita dengar. Biarlah kita tidak mengeraskan hati atau meragukan kebenaran firman yang kita dengar, karena itulah sumber iman kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang sering kuatir dan goyah. Tuhan, ajarlah aku untuk berpegang pada firman-Mu, karena itulah kekuatan dan sumber imanku. Wahyukan diri-Mu lebih banyak kepadaku melalui firman-Mu yang kudus.

26 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 4 Selasa

Kelemahan yang Tersembunyi
Kejadian 20:1
“Lalu Abraham berangkat dari situ ke Tanah Negeb dan ia menetap antara Kadesh dan Syur. Ia tinggal di Gerar sebagai orang asing.”

Setelah Kejadian 18 dan 19, mencatat pengalaman Abraham terhadap Allah pada puncak yang tertinggi; selanjutnya dalam Kejadian 20 mencatat kelemahannya. Sungguh sulit dipercayai dan susah dimengerti, Abraham bisa mempunyai penampilan yang demikian lemah. Abraham, seorang milik Allah, mempunyai kelemahan yang tersembunyi dalam hatinya yang terdalam.
Dalam Kejadian 20:1 kita tahu Abraham berangkat ke Tanah Negeb (Selatan, KJV). Abraham pergi menuju ke Selatan, berarti ia telah meninggalkan kedudukan bersekutu dengan Allah di dekat pohon tarbantin di Mamre, Hebron. Ia seharusnya menetap di Hebron, karena di sana ia dapat bersekutu intim dengan Allah. Tidak ada yang lebih indah daripada ini. Tetapi tidak berselang lama, ia meninggalkan Hebron dan pergi menuju ke Selatan. Dalam Kejadian 20, Allah tidak menyuruh Abraham pergi ke selatan. Jadi Abraham bertindak sendiri.
Dalam perlambangan, Selatan menunjukkan kemudahan, nyaman, sedangkan Utara menunjukkan kesulitan dan penderitaan. Selatan beriklim hangat, Utara beriklim dingin, tetapi Allah justru tinggal di Utara (Mzm. 48:3, 75:7-8, Yeh. 1:4). Walaupun di tempat yang Allah tentukan kita mengalami kesusahan, tetapi ada penyertaan Allah. Di tempat lain mungkin kita nyaman, namun tidak ada penyertaan Allah. Manakah yang lebih kita hargai, penyertaan Allah ataukah kenyamanan kita? Hidup tanpa penyertaan Allah berarti hidup tanpa berkat. Memang daging kita cenderung mengejar kenyamanan, tetapi baiklah kita memilih berkat penyertaan Allah, walaupun dalam prosesnya kita mengalami kesusahan.

Meninggalkan Kedudukan yang Tepat
Kej. 20:1

Dalam Kejadian 12, Abraham menuju ke Selatan sebab tempat di mana Abraham tinggal itu tertimpa bala kelaparan. Kelaparan memberinya alasan untuk pergi ke Selatan yaitu Mesir. Tetapi dalam pasal ini Abraham tidak memiliki alasan (Kej. 20:1). Seandainya ia tetap tinggal di dekat pohon tarbantin di Mamre dekat Hebron, Abraham tentu tidak perlu berbohong. Ia berbohong disebabkan posisinya yang keliru. Dari hal ini kita nampak bahwa kedudukan yang betul sangatlah penting. Untuk dapat melakukan sesuatu bagi Allah, kita harus berada pada kedudukan yang tepat. Ketika Abraham meninggalkan kedudukan bersekutu intim dengan Allah dan pergi ke Selatan, segera ia kehilangan penyertaan Allah. Alkitab tidak mengatakan di Selatan Allah menampakkan diri kepada Abraham atau Abraham mendirikan mezbah dan menyeru nama Tuhan. Ia sama sekali kehilangan kedudukan yang tepat untuk bersekutu dengan Allah. Kita perlu berada dalam kedudukan yang benar. Bila kita tinggal di dalam gereja, kita akan terpelihara dan terlindung, tetapi apabila kita pergi ke “Selatan”, kita akan meninggalkan kedudukan yang benar itu dan kehilangan penyertaan Allah.
Abraham telah disunat. Ia seharusnya bukan seorang yang alamiah lagi, karena ia betul-betul telah ditanggulangi oleh Allah. Ada orang Kristen yang mengatakan bahwa begitu sekali mereka mengalami suatu berkat, tidak mungkin lagi berada dalam daging. Tetapi lihatlah contoh Abraham. Sekalipun ia telah mengalami sunat baik secara jasmani maupun rohani, ketika ia meninggalkan kedudukan yang tepat yaitu bersekutu dengan Allah, ia segera kembali ke dalam daging. Setelah mencapai puncak begitu tinggi dalam mengalami Allah, Abraham, bapak iman itu, berkelakuan sama seperti yang tercatat lebih dari 20 tahun sebelumnya dalam Kejadian 12.
Asalkan kita masih di dalam ciptaan lama, kita dapat melakukan segala sesuatu dalam daging. Bila kita tidak tetap tinggal di dalam persekutuan dengan Allah, kita dapat melakukan perkara yang sama seperti dilakukan oleh orang dunia. Janganlah mengatakan karena kita telah dilahirkan kembali, telah mengalami baptisan Roh atau telah mengalami berkat Allah, lalu tidak mungkin kembali ke dalam daging. Tidak peduli berapa banyaknya berkat yang kita terima dari Allah, bila kita tidak tetap tinggal di dalam persekutuan dengan-Nya, kita ada kemungkinan kembali ke dalam daging. Janganlah kita menaruh sedikit kepercayaan pun pada kekuatan diri kita. Ego kita sama sekali tidak dapat diandalkan. Kita harus bersandar penyertaan Tuhan. Betapa pentingnya penyertaan Allah itu bagi kita!

Penerapan:
Di dalam situasi yang sulit, tidak nyaman, justru merupakan kesempatan bagi kita untuk mengalami penyertaan Allah. Dalam situasi seperti itu, janganlah menjauhi Tuhan, sebaliknya marilah kita mencari penyertaan-Nya melalui berkontak dengan Dia di dalam roh kita, menyeru nama-Nya, dan bersandar pada firman-Nya. Hasilnya kita akan menikmati hadirat-Nya dan mengalami bimbingan-Nya yang manis.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, tanpa penyertaan-Mu, apapun yang aku lakukan sia-sia belaka. Aku memerlukan bimbingan-Mu dalam tiap langkah hidupku. Karena itu, ajarlah aku untuk senantiasa menyeru nama-Mu dan hidup di hadirat-Mu.

25 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 4 Senin

Terbius oleh Kenikmatan Dunia
Kejadian 19:20
“Sungguhlah kota yang di sana itu cukup dekat kiranya untuk lari ke sana; kota itu kecil; izinkanlah kiranya aku lari ke sana. Bukankah kota itu kecil? Jika demikian, nyawaku akan terpelihara.”

Setelah Lot diselamatkan dari kemusnahan Sodom, ia tetap mempunyai kesenangan diri sendiri (Kej. 19:20-23). Ia memohon kepada kedua malaikat yang menyelamatkannya untuk membolehkan dia pergi ke Zoar, sebuah kota kecil di dekat Sodom. Allah itu penuh belas kasihan dan kedua malaikat itu mengabulkan permintaan Lot. Karena Lot tidak berani tinggal lama di Zoar, ia memutuskan untuk pergi ke pegunungan dan akhirnya Lot tinggal di dalam sebuah gua (Kej. 19:30). Di dalam gua, Lot mabuk karena minum anggur (Kej. 19:32-35). Aneh sekali, orang-orang yang melarikan diri ini mempunyai arak anggur di dalam gua. Mereka begitu kecanduan anggur. Mereka memang tidak sempat membawa harta mereka keluar dari Sodom, tetapi mereka tidak lupa membawa anggur ketika bergegas melarikan diri dari Sodom. Arak anggur itu telah membius mereka.
Ketika mereka berada di dalam gua, putri-putri Lot tidak ada persekutuan yang wajar dengan ayahnya. Mereka tidak bersekutu di dalam roh atau berdoa kepada Tuhan. Seorang pemimpin yang tepat harus sadar dan tegas. Tetapi Lot bukanlah seorang yang sadar; ia malahan minum sampai tidak dapat menguasai dirinya sendiri. Setelah Lot mabuk, ia tertidur lelap. Ini adalah peringatan yang serius. Terhadap kesaksian Allah, kita jangan tertidur dan terlena. Lot telah terbius sehingga ia kehilangan perasaan hayatnya (19:33b, 35b). Kenikmatan duniawi hari ini dapat diumpamakan seperti anggur manis yang memabukkan. Rasul Paulus mengingatkan agar kita jangan “mabuk oleh anggur” melainkan dipenuhi dengan Roh (Ef. 5:18). Inilah satu-satunya jalan bagi kita untuk tetap sadar dan berjaga-jaga di jaman yang gelap hari ini.

Hasil dari Suatu Perbuatan Sumbang
Kej. 19:31-35, 38; Bil. 25:1-5; 31:16; Ul. 23:3-6; Mat. 1:1, 5

Anak-anak perempuan Lot yang telah “terbius” tidak segan menggunakan cara apa saja untuk memperoleh keturunan (Kej. 19:31-35). Mereka hanya mempedulikan tujuan tanpa mempedulikan caranya. Perbuatan mereka bertentangan dengan kehendak Allah. Walaupun kita mungkin memiliki tujuan yang baik dalam suatu pelayanan, tetapi semua aktifitas rohani kita haruslah untuk melaksanakan kehendak Allah. Kapankala pada lubuk roh kita tidak yakin apa yang kita perbuat adalah kehendak Allah, maka janganlah melakukannya.
Anak perempuan Lot melahirkan keturunan dari perbuatan sumbang. Nama kedua putra mereka yang pertama adalah Moab, artinya “dari ayah” dan yang kedua adalah Ben Ami, artinya “anak sanak-keluargaku” (Kej. 19:37-38). Keturunan yang dihasilkan oleh perbuatan sumbang melalui perzinaan ini menyebabkan kerusakan yang besar terhadap umat Allah (Bil. 25:1-5). Bileam pernah menganjuri orang-orang Moab untuk menyesatkan orang-orang Israel kepada penyembahan berhala dan kelakuan perzinaan (Bil. 31:16). Allah menghukum bangsa Israel dengan sangat berat atas penyembahan berhala dan perzinaan mereka bersama orang-orang Moab (Bil. 25:4). Segala sesuatu yang berkenaan dengan orang Moab dan orang Amon ada di bawah kutukan Allah (Ul. 23:3-6).
Walaupun orang-orang Moab ditolak oleh Allah, namun atas Rut kita nampak belas-kasih Allah yang dalam dan tidak terukur. Karena Rut mencari Allah dengan mutlak, ia tidak saja masuk ke dalam jemaah kudus umat Allah, iapun termasuk dalam silsilah Tuhan Yesus Kristus, menjadi moyang Tuhan Yesus dan memiliki bagian dalam inkarnasi-Nya (Mat 1:1, 5). Belas kasihan Allah menunggu kita mencari Dia dan umat-Nya. Dalam pandangan Allah, masalah kedudukan itu sangat penting. Walaupun asalnya kita adalah orang yang layak dimurkai karena dosa, tetapi asalkan kedudukan kita benar, asalkan kita mau mencari Allah dan bersatu dengan umat-Nya, Allah masih bisa membelaskasihani kita. Lot, seorang umat Allah, bersama dengan keluarganya telah meninggalkan saksi Allah dan kesaksian-Nya. Hasilnya hidupnya melahirkan bangsa Moab dan bangsa Amon. Hal ini berkebalikan dengan Rut, seorang janda Moab yang mencari Allah, datang kepada umat Allah dan kesaksian Allah. Hasilnya hidupnya melahirkan Kristus. Bahkan seorang keturunan Moab, orang yang dilahirkan dari perbuatan sumbang, melalui penebusan bisa mengambil bagian dalam inkarnasi Kristus. Belas kasihan Allah yang alangkah ajaib, selalu tersedia bagi orang yang mencari-Nya!

Penerapan:
Orang yang bijak adalah orang yang tahu bagaimana menggunakan waktunya dengan baik. Sebagai umat Allah, kita harus menebus waktu yang ada untuk dipenuhi oleh Roh, yaitu dengan berjaga-jaga di dalam doa. Kalau tidak, bukan hanya waktu kita yang terbuang percuma, bahkan kita akan terbius oleh dunia ini. Karena itu, marilah kita menetapkan waktu-waktu tertentu untuk berdoa secara pribadi.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, selamatkanlah aku dari dunia yang jahat hari ini. Aku mau mempersembahkan waktuku di pagi hari untuk bersekutu dengan-Mu. Ajarlah aku untuk memiliki roh yang senantiasa berdoa kepada-Mu.

23 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 3 Sabtu

Perlu tinggal dalam Lingkungan yang Sehat
Kejadian 19:15
“Ketika fajar telah menyingsing, kedua malaikat itu mendesak Lot, supaya bersegera, katanya: ‘Bangunlah, bawalah isterimu dan kedua anakmu yang ada di sini, supaya engkau jangan mati lenyap karena kedurjanaan kota ini.’”

Lingkungan yang penuh dosa ternyata telah mempengaruhi anak-anak Lot. Mereka telah terbius oleh cara hidup kota Sodom yang penuh dosa. Kejadian 19:16 mengatakan, “Ketika ia berlambat-lambat, maka tangannya, tangan isteri dan tangan kedua anaknya dipegang oleh kedua orang itu, sebab TUHAN hendak mengasihani dia; lalu kedua orang itu menuntunnya ke luar kota dan melepaskannya di sana.” Terhadap keselamatan Allah, mereka sangat pasif sehingga malaikat TUHAN perlu mendesak dan terpaksa memegang tangan mereka (dengan paksa) dan menuntun mereka ke luar kota yang jahat itu. Dari peristiwa ini kita bisa mendapatkan suatu pelajaran penting: para orang tua perlu membesarkan anak-anak mereka di dalam suasana yang rohani. Kalau tidak, dengan cepat suasana dosa akan membius mereka. Hari ini banyak orang muda telah terbius oleh pengaruh dunia yang penuh dosa.
Kita hidup dalam zaman yang jahat, karena itu kita perlu perlindungan. Keluarga kita dan anak-anak kita harus terlindung. Kita semua harus lari dari “Sodom” dan menutup pintu kita terhadap suasana yang jahat itu. Jika tidak, keturunan kita akan terbius. Bila kita tetap tinggal dalam udara segar, kita segera dapat mencium bau busuk amoral meskipun bau itu cuma sedikit saja, tetapi kalau kita tidak bisa merasakan bau busuk, berarti perasaan budi pekerti kita telah terbius. Kiranya kita secara aktif menggunakan tekad kita untuk memilih tinggal di dalam lingkungan yang sehat – kehidupan gereja yang normal. Hanya dengan demikian kesadaran kita akan dunia yang penuh dosa dapat dipulihkan kembali.

Jangan Menoleh ke Belakang
Kej. 19:15-38; Luk. 17:28-33; 1 Yoh. 2:28; Ul. 23:3

Lot beroleh selamat semata-mata karena doa syafaat Abraham (Kej. 19:15-25, 29). Bahkan setelah malaikat memberi tahu Lot, Sodom akan dimusnahkan, Lot masih berlambat-lambat di sana. Kejadian 19:16 mengatakan ketika ia berlambat-lambat, maka tangannya, tangan istri dan tangan kedua anaknya dipegang oleh kedua orang itu, sebab Tuhan hendak mengasihani dia, lalu kedua orang itu menuntunnya keluar kota dan melepaskannya di sana. Lot tidak setia tetapi Tuhan yang membelaskasihani. Tuhan menarik dia keluar dari Sodom bagaikan kayu yang dicabut keluar dari api.
Istri Lot diselamatkan dari kemusnahan tetapi menjadi tiang garam (Kej. 19:15-17; Luk. 17:32). Bila dalam bentuk serbuk, garam amatlah berguna. Tetapi garam dalam bentuk batangan, sama sekali tidak berguna. Istri Lot menjadi tiang garam, itu berarti ia telah tidak berguna lagi dalam tangan Allah dan telah menjadi satu monumen keaiban. Alkitab mewahyukan di samping masalah keselamatan dan kebinasaan terdapat pula masalah kemuliaan dan keaiban. Istri Lot tidak binasa, dia telah diselamatkan dari kemusnahan tetapi pada akhirnya dia menjadi suatu yang memalukan. Sebab itu Tuhan berkata dalam Lukas 17:32, “Ingatlah akan istri Lot.” Ini memperingatkan kita, walaupun kita telah beroleh selamat, pada waktu Tuhan datang kembali kita mungkin mendapat aib seperti istri Lot. Sekalipun kita telah diselamatkan, mungkin kita akan dipermalukan pada hari kedatangan Tuhan (1 Yoh. 2:28).
Dalam Lukas 17:28-33 Tuhan memperingatkan kita jangan menoleh ke belakang. Mengapa istri Lot menoleh ke belakang? Karena semua harta bendanya, rumahnya, dan pakaiannya berada di sana juga. Karena dia menoleh ke belakang, ia menjadi tiang garam. Hal ini bukanlah suatu cerita atau teori. Dari kisah ini kita melihat adanya masalah keselamatan dan masalah keaiban. Ketika hari penghakiman tiba, kita berbagian dalam kemuliaan atau dalam keaiban? Kita tidak akan binasa karena keselamatan kita sudah pasti. Tetapi “monumen” ini menunjukkan bahwa walau kita telah ditebus oleh Tuhan, masih ada kemungkinan bagi kita untuk gagal dan jatuh dalam kondisi yang memalukan. Hasil seumur Lot melahirkan orang-orang Moab dan orang-orang Amon (orang Ben Ami), kedua bangsa ini ditolak oleh Allah, bahkan sampai generasi mereka yang kesepuluh (Kej. 19:30-38; Ul. 23:3). Betapa kasihan kesudahan hidup Lot! Dia menghasilkan orang-orang Moab dan orang-orang Amon yang ditolak oleh Allah. Dari kisah Lot kita nampak sebuah catatan seorang benar yang gagal. Kisah seumur hidup Lot dan keluarganya hendaklah menjadi suatu peringatan yang keras bagi kita.

Penerapan:
Dunia adalah suatu sistem yang diciptakan Iblis untuk memikat manusia sehingga menjauhi Allah. Jika tidak hati-hati, kita bisa jatuh ke dalamnya sehingga berdosa dan tercemar. Cara kita berperilaku janganlah menurut cara atau gaya hidup manusia duniawi (1 Yoh. 2:15-17). Agar kita diselamatkan dari sistem dunia, kita harus mempersembahkan setiap anggota tubuh kita kepada Allah.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, hari ini kupersembahkan setiap anggota tubuhku kepada-Mu bagi kemuliaan-Mu. Selamatkanlah aku dari pengaruh dunia yang jahat agar aku tidak berdosa terhadap-Mu dan tidak bercacat di hadapan-Mu.

22 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 3 Jumat

Duduk di Pintu Gerbang Sodom
Kejadian 19:1
“Kedua malaikat itu tiba di Sodom pada waktu petang. Lot sedang duduk di pintu gerbang Sodom dan ketika melihat mereka, bangunlah ia menyongsong mereka, lalu sujud dengan mukanya sampai ke tanah.”

Meskipun Lot telah diselamatkan dari tawanan oleh Abraham, pemenang Tuhan, namun ia tidak kembali ke jalan Allah (Kej. 14:12-16). Kita tidak mengerti mengapa Lot tidak kembali ke jalan Allah. Mungkin ia terlalu keras kepala. Lot tidak mendapatkan pelajaran dan ia tidak kembali ke jalan Allah. Lot kembali tinggal dalam kota jahat yang dikutuk Allah dan yang akan dimusnahkan oleh hukuman Allah (Kej. 19:1-13). Ketika dua malaikat itu datang melaksanakan hukuman Allah atas Sodom, Lot sedang duduk di pintu gerbang kota itu, berlawanan dengan Abraham yang duduk di pintu kemahnya. Menurut adat zaman dahulu siapa saja yang duduk di pintu gerbang kota ialah salah satu tetuanya, karena hanya tetualah yang berhak duduk di sana. Lot telah menjadi seorang pemimpin di Sodom!
Malaikat tidak masuk ke rumah Lot (Kej. 19:2). Bandingkan hal ini dengan Tuhan dan malaikat-Nya mengunjungi Abraham pada pasal sebelumnya. Ketika Abraham memohon mereka tinggal, mereka segera setuju. Tetapi dalam kisah Lot, dua malaikat itu tidak mau masuk ke dalam rumah Lot dan tinggal di dalamnya, karena rumah itu berada di dalam kota yang begitu jahat. Setelah Lot memaksa mereka, barulah mereka masuk dan tinggal sertanya (Kej. 19:3). Saudara saudari, bila Tuhan atau malaikat-malaikat-Nya datang mengunjungi kita, di manakah Mereka dapat menemui kita? Apakah saat itu kita sedang duduk di “pintu kemah” – dalam kehidupan gereja yang tepat, ataukah di “pintu gerbang” dunia yang jahat? Tempat di mana kita duduk itu menentukan dapat tidaknya Tuhan mendatangi kita.

Terbius oleh Lingkungan yang Penuh Dosa
Kej. 19:4-14; Rm. 1:24, 27

Tatkala malaikat-malaikat tinggal di dalam rumah Lot, orang-orang Sodom dari berbagai tempat kota itu datang hendak melampiaskan hawa nafsu Sodom mereka (Kej. 19:4-11). Orang Sodom adalah homosex, seperti yang Paulus katakan dalam Roma 1:24 dan 27. Pada prinsipnya, hari ini pun tidak sedikit orang yang hidup dalam pelampiasan hawa nafsu Sodom. Dalam keadaan yang kurang menguntungkan itu, Lot bahkan mau mengorbankan dua anak perempuannya untuk memuaskan hawa nafsu orang-orang Sodom (Kej. 19:7-9). Terpaksa atau tidak, sebenarnya ia tidak harus berbuat demikian. Ini menunjukkan perasaan budi pekerti Lot telah terbius. Kita dapat menggunakan bau bawang sebagai perumpamaan akan hal ini. Bila kita makan bawang sepanjang hari, maka penciuman kita terhadap bawang akan kebal. Bila kemudian ada seseorang yang mempunyai penciuman yang peka masuk di tengah-tengah orang pemakan bawang itu, tentu ia segera tercium bau bawang itu. Lot dan anak-anaknya tinggal dalam “rumah bawang” Sodom selama bertahun-tahun dan perasaan budi pekerti mereka telah terbius. Sampai-sampai Lot mempertimbangkan untuk mengorbankan anak perawannya untuk menyelamatkan dua orang tamunya.
Untuk menghadapi situasi yang jahat ini, malaikat menghukum orang- orang Sodom dengan cara membutakan mata mereka (Kej. 19:11). Ini menunjukkan orang-orang di Sodom itu buta dan berada dalam kegelapan. Semua orang-orang Sodom adalah buta. Ini menunjukkan bahwa dosa selalu membutakan orang. Tidak hanya demikian, anak-anak Lot pun telah menjadi bejat karena tinggal dalam kota yang jahat. Dalam Kejadian 19:12-13 malaikat berkata kepada Lot, “Siapakah kaummu yang ada di sini lagi? Menantu atau anakmu laki-laki, anakmu perempuan, atau siapa saja kaummu di kota ini, karena banyak keluh-kesah orang tentang kota ini di hadapan Tuhan, bawalah mereka keluar dari tempat ini, sebab itulah Tuhan mengutus kami untuk memusnahkannya.” Lot tentu memberitahu menantu laki-lakinya dan anak-anaknya bahwa Allah akan segera menghakimi kota itu, tetapi ketika Lot memberitakan Injil kepada mereka, ada di antara mereka yang tidak percaya firman Tuhan ini, dan mereka menganggap sebagai lelucon. Ayat 14 mengatakan, “Keluarlah Lot, lalu berbicara dengan kedua bakal menantunya, yang akan kawin dengan kedua anaknya perempuan, katanya, ‘Bangunlah, keluarlah dari tempat ini, sebab Tuhan akan memusnahkan kota ini.’” Tetapi ia dipandang oleh kedua bakal menantunya itu sebagai orang yang berolok-olok saja.” Karena Lot kekurangan kesaksian yang baik, perkataannya tidak bisa dipercaya, bahkan oleh kedua bakal menantunya sekalipun.

Penerapan:
Karena kita tidak mengetahui kapan Tuhan akan datang untuk kemudian menghakimi umat-Nya, marilah kita menebus waktu kita untuk berjaga-jaga di dalam doa dan pengudusan oleh firman kudus-Nya. Jangan hamburkan waktu kita dalam kesibukan duniawi yang tiada habis-habisnya dan sia-sia. Prioritaskan Tuhan dalam hidup kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang sering lalai dalam mempergunakan waktu yang Engkau berikan. Tuhan, aku tidak mau waktuku menjadi sia-sia dan tidak terhitung di hadapan-Mu. Bantulah aku untuk senantiasa hidup di dalam persekutuan dengan-Mu.

21 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 3 Kamis

Allah Mengingat Doa Abraham
Kejadian 18:23
“Abraham datang mendekat dan berkata: Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?”

Setelah Allah mewahyukan kehendak hati-Nya kepada Abraham, Abraham segera mengerti maksud hati Allah. Abraham datang mendekat dan berkata, “Apakah Engkau akan melenyapkan orang benar bersama-sama dengan orang fasik?” (Kej. 18:23). Abraham seolah-olah berkata, “Tuhan, tidakkah Kau tahu bahwa di Sodom, kota jahat yang akan Kau musnahkan itu, terdapat seorang benar? Apakah Engkau bermaksud memusnahkan yang benar dengan yang fasik?” Allah tidak menyebut nama Lot kepada Abraham, namun Abraham mengerti. Demikian pula, Abraham tidak menyebut Lot kepada Allah, tetapi Allah tahu.
Kejadian 19:29 mengatakan, “Demikianlah pada waktu Allah memusnahkan kota-kota di Lembah Yordan dan menunggangbalikkan kota-kota kediaman Lot, maka Allah ingat kepada Abraham, lalu dikeluarkan-Nyalah Lot dari tengah-tengah tempat yang ditunggangbalikkan itu.” Di sini tidak mengatakan Allah ingat pada Lot, tetapi Allah ingat kepada Abraham. Dari ayat ini jelas sekali kita tahu Allah menjawab doa Abraham dengan menyelamatkan Lot dari Sodom. Maka, sesungguhnya doa syafaat Abraham dalam pasal 18 bukan untuk kota Sodom, melainkan untuk Lot.
Dalam prinsipnya, doa syafaat Abraham untuk Lot sama seperti doa syafaat gereja dalam Perjanjian Baru. Sebagian dari umat Allah, telah hanyut ke dalam dunia. Walaupun mereka telah dibenarkan oleh Allah, tetapi sekarang mereka mengasihi dunia. Kita harus berdoa syafaat bagi umat Allah yang hanyut ke dalam dunia. Inilah doa syafaat yang tepat dalam kehidupan gereja.

Berdoa Menurut Prinsip Keadilan Allah
Kej. 18:23-33

Doa syafaat bukan hanya doa, melainkan suatu percakapan yang intim. Dalam Kejadian 18 Abraham berbicara dengan Allah sebagai kawan akrabnya pada kedudukan manusia, katanya, “Jauhlah kiranya daripada-Mu untuk berbuat demikian, membunuh orang benar bersama-sama dengan orang fasik, sehingga orang benar itu seolah-olah sama dengan orang fasik! Jauhlah kiranya yang demikian daripada-Mu!” (Kej. 18:25). Inilah suatu tantangan yang kuat bagi Tuhan. Ini bukan lagi doa memohon melainkan menantang Allah dalam suatu percakapan yang sangat ramah. Tuhan menjawab Abraham, firman-Nya, “Jika Kudapati lima puluh orang benar dalam kota Sodom, Aku akan mengampuni seluruh tempat itu karena mereka” (Kej. 18:26). Prinsip dasar doa syafaat yaitu percakapan yang menantang, bukan doa atau permohonan. Tantangan Abraham kepada Allah menurut hukum Allah yang adil (Kej. 18:23-25). Doa syafaat yang tepat bukan menurut kasih Allah atau menurut anugerah-Nya, melainkan menurut keadilan-Nya.
Dalam Kejadian 18:27-32 kita lihat Abraham meneruskan pembicaraan dengan Allah mengenai syarat pengampunan kota itu harus ada beberapa orang benar. Abraham sampai enam kali mengusulkan jumlah orang benar sebagai syarat pengampunan. Abraham telah enam kali mengajukan usul kepada Tuhan, mengurangi jumlah dari lima puluh sampai sepuluh. Setelah itu, ia tidak berbeban lagi mengusulkan untuk yang ketujuh kali. Allah memberi tahu kepada Abraham Ia takkan memusnahkan kota itu karena sepuluh orang yang benar (Kej. 18:32). Menurut perkiraan Abraham, paling sedikit tentu ada sepuluh orang dalam keluarga Lot yang terhitung sebagai orang benar, tetapi ternyata sepuluh orang benar pun tidak ada di Sodom.
Pasal ini tidak berakhir dengan “Abraham berbicara” tetapi berakhir dengan “Allah berbicara”. Ayat 33 mengatakan, “Lalu pergilah TUHAN, setelah Ia selesai berfirman kepada Abraham.” Catatan di sini tidak mengatakan Abraham sudah selesai berbicara, tetapi Allah yang selesai berfirman. Doa syafaat yang tepat selalu Allah yang berbicara. Seolah-olah kita berbicara, namun sesungguhnya Allah yang berfirman dalam pembicaraan kita. Seringkali dalam doa kita, kita mengatakan “amin”, ini seolah-olah kita mengatakan “sampai jumpa” kepada Allah. Namun di dalam roh kita merasa Allah berkata, “Kau sedang apa? Aku belum selesai berbicara denganmu. Mengapa kau tidak tinggal sebentar lagi? Mungkin banyak di antara kita mempunyai pengalaman yang demikian. Kita perlu tinggal lebih lama dalam penyertaan Allah di dalam doa-doa kita, menunggu hingga Ia selesai berfirman kepada kita.

Penerapan:
Berapa lamakah biasanya kita berdoa syafaat di hadapan Tuhan? Seringkali kita berdoa dengan tergesa-gesa dan ingin segera mengakhiri waktu doa kita dengan mengerjakan urusan yang lain. Kalau kita demikian, Allah sulit berbicara kepada kita. Marilah kita berlatih dengan menyediakan waktu doa yang lebih panjang sehingga Tuhan memiliki kesempatan berbicara kepada kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, banyak hal telah menduduki waktu-waktu ku sehingga aku tidak memiliki cukup waktu untuk berdoa. Tuhan, ajarlah aku untuk menguduskan dan menetapkan waktu-waktu tertentu untuk berdoa dan bersekutu dengan-Mu.

20 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 3 Rabu

Syarat untuk Menerima Wahyu Allah (1)
Kejadian 18:20
“Sesudah itu berfirmanlah TUHAN: Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya.”

Ketika Allah datang kepada Abraham, Abraham menyambut-Nya, menyediakan air dan menyajikan makanan yang lezat bagi-Nya. Allah tidak langsung memberitahukan maksud kedatangan-Nya kepada Abraham. Setelah Allah dan kedua malaikat-Nya itu berdiri dan hendak pergi meninggalkan kemah, Abraham pun mengantar mereka, baru pada waktu itulah Allah mengutarakan tujuan-Nya (Kej. 18:17). Allah tidak dapat menyembunyikan kehendak-Nya kepada Abraham, teman-Nya yang terkasih itu.
Agar dapat menerima wahyu dari Allah, kita harus menempuh suatu proses yang panjang. Pertama, kita harus keluar dari “Ur-Kasdim”, keluar dari latar belakang kita yang penuh berhala untuk masuk ke dalam Kristus dan kehidupan gereja sebagai tanah permai kita. Di sanalah kita bisa memiliki pengalaman Hebron, pengalaman bersekutu dengan Allah. Kedua, kita perlu mengalami “sunat” Kristus untuk mengakhiri manusia alamiah kita. Begitu daging dan manusia alamiah kita diakhiri, maka Allah mendapatkan seorang yang sesuai dengan hati-Nya. Demikianlah kita siap dan layak menerima wahyu dari Allah tentang maksud hati-Nya.
Orang yang tidak mengerti kehendak Allah, orang yang tidak memiliki wahyu mengenai maksud hati Allah, adalah orang yang bodoh (Ef. 5:17). Kita tentu tidak mau menjadi orang yang bodoh, orang yang hanya menghamburkan waktu dan mabuk oleh “anggur” dunia hari ini. Kita harus menebus waktu kita untuk bersekutu dengan Allah dan mengalami salib-Nya, barulah kita bersyarat menerima wahyu Allah mengenai kehendak-Nya.

Syarat untuk Menerima Wahyu Allah (2)
Kej. 18:20-21

Selagi Abraham berdiri di hadapan-Nya (Kej. 18:22), Allah kemudian membukakan diri kepadanya. Ia berkata, “Sesungguhnya banyak keluh-kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya. Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh-kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya” (Kej. 18:20-21). Walaupun Allah tidak mengatakan sepatah kata pun tentang Lot, tetapi maksud-Nya membicarakan Sodom adalah untuk Lot. Abraham tahu bahwa Allah memperhatikan Lot walau Ia tidak menyebutkan namanya. Abraham tahu maksud hati Allah karena Allah terbuka terhadapnya.
Agar Allah mewahyukan kehendak hati-Nya kepada kita, kita harus sudah siap untuk itu. Meskipun berjuta-juta orang telah masuk ke dalam nama Tuhan, tapi sedikit sekali yang telah siap, didisiplin, dilatih, disunat dan diakhiri. Sekalipun kita tidak begitu serupa dengan Abraham, tapi kerapkali kita mempunyai pengalaman yang sama. Tatkala kita mau menyingkirkan ego kita dan menolak daging kita, ajaib sekali, Allah datang pada kita bagaikan seorang teman. Kita berbicara dengan Dia seperti seorang teman karib.
Saudara Watchman Nee pernah menulis sebuah kidung yang sangat manis yang menggambarkan pengalamannya terhadap Allah sebagai teman yang paling akrab. Kiranya setelah menikmati kidung ini, kita semua terdorong untuk lebih akrab bersekutu dengan Tuhan.
1. Satu Kawanku akrab, ku teramat sayang;
Lemah lembutlah sikap-Nya, manislah cinta-Nya;
Mustahil hidup tanpa Dia, papah-Nya ku harap;
Kita tinggal bersama, Tuhan dan ku.

2. Kadang ku nyaris rebah, lemahku Dia paham;
Disuruh-Nya ku sandar Dia, ku suka rangkul-Nya.
Ke arah t’rang ku Dia bawa, ‘nempuh hidup cerah;
Kita jalan searah, Tuhan dan ku.

3. Semua suka dukaku, ku b’ri ta’u pada-Nya;
Semua rindu dambaku, ku ungkap pada-Nya;
Hibur, anjur, amanat-Nya, Dia beri padaku;
Kita saling bercakap, Tuhan dan ku.

4. Dia memberitahukan, tak jauhlah K’rajaanNya;
Hati-Nya sangat mendesak, bawa ku ke sana;
Bah’gia kekal, riang gembira, dan takhta mulia;
Kita sama meraja, Tuhan dan ku.

Penerapan:
Kesibukan dalam keseharian kita sering membuat kita tidak begitu mempedulikan apakah Allah menyatakan kehendak-Nya kepada kita atau tidak. Akibatnya kita menjadi orang Kristen yang tanpa wahyu, liar (Ams. 29:18). Sediakanlah waktu lebih banyak untuk bersekutu dengan Allah melalui firman kudus-Nya sehingga terang firman-Nya mengendalikan hidup kita.

Pokok Doa:
O Tuhan Yesus, berbicaralah kepadaku. Ampunilah bila padaku banyak hal yang menghalangi-Mu untuk menyatakan kehendak-Mu. Tuhan, terangilah aku, aku mau membereskan semuanya itu sehingga aku bisa mendengar dan mengenal kehendak hati-Mu.

19 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 3 Selasa

Allah Mencari Pendoa Syafaat
Kejadian 18:16b-17
“Dan Abraham berjalan bersama-sama dengan mereka untuk mengantarkan mereka. Berpikirlah TUHAN: ‘Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?’”

Setelah menerima wahyu tentang kelahiran Ishak pada waktu yang ditetapkan Allah, Abraham kemudian menerima wahyu yang kedua, yaitu perihal pemusnahan Sodom (Kej. 18:16-21). Ayat 16 mengatakan, “Lalu berangkatlah orang-orang itu dari situ dan memandang ke arah Sodom; dan Abraham berjalan bersama-sama dengan mereka untuk mengantarkan mereka.”
Ketika itu, “Berpikirlah Tuhan: Apakah Aku akan menyembunyikan kepada Abraham apa yang hendak Kulakukan ini?” (Kej. 18:17). Allah tidak dapat menyembunyikan maksud-Nya tentang menghakimi Sodom itu, kata-Nya, “Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya. Baiklah Aku turun untuk melihat, apakah benar-benar mereka telah berkelakuan seperti keluh kesah orang yang telah sampai kepada-Ku atau tidak; Aku hendak mengetahuinya” (Kej. 18:20-21). Hati Allah prihatin terhadap Lot, tapi Ia tidak dapat berbuat sesuatu baginya tanpa seorang yang berdoa syafaat. Allah sedang mencari seorang yang berdoa syafaat.
Doa syafaat hanya bisa dipanjatkan oleh mereka yang memiliki persekutuan dengan Allah serta memiliki beban dan kasih terhadap orang lain. Abraham adalah seorang yang demikian, karena itu ia dapat berdoa syafaat bagi Lot. Selain memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan, kita perlu memiliki beban dan kasih yang tulus terhadap orang lain, apalagi terhadap saudara kita yang lemah. Hanya beban dan kasih yang demikian yang dapat mampu menggerakkan kita untuk berdoa syafaat bagi orang lain. Kiranya Tuhan membangkitkan kita menjadi pendoa-pendoa syafaat hari ini.

Berdoa Menurut Kehendak Allah
Kej. 18:22; 1 Tes. 5:17; Luk. 18:1; 1 Tim. 2:1, 4

Kejadian 18:22 mengatakan, “Lalu berpalinglah orang-orang itu dari situ dan berjalan ke Sodom, tetapi Abraham masih tetap berdiri di hadapan TUHAN.” Ketika kedua malaikat itu pergi, Abraham masih berdiri di hadapan Tuhan. Tujuan Abraham adalah untuk berdoa syafaat. Di dalam Kejadian 18 kita melihat bahwa Abraham, orang yang telah disunat ini, telah berdamai dengan Allah sehingga Allah menyatakan diri-Nya dalam rupa manusia biasa, dan bercakap-cakap dengan dia seperti seorang teman. Di dalam persekutuan yang demikian intim ini sedikit pun tidak ada formalitas ritual agama. Di dalam persekutuan yang demikian inilah Abraham menerima wahyu dari Allah mengenai kelahiran Ishak dan mengenai pemusnahan Sodom. Allah telah menemukan seseorang yang kepadanya Allah bisa mencurahkan isi hati-Nya.
Allah datang kepada Abraham dengan maksud akan mencari seorang yang berdoa syafaat. Di atas takhta-Nya, Allah telah memutuskan untuk memberi hukuman kepada kota Sodom yang jahat. Tetapi Allah sekali-kali tidak lupa akan Lot, salah satu umat-Nya yang masih berada di kota itu; walaupun Lot sendiri tidak menyadari, ia harus diselamatkan dari Sodom. Apa daya Allah? Ia harus mencari seseorang untuk berdoa syafaat bagi Lot. Allah tahu bahwa tidak ada seorang pun di bumi selain Abraham yang begitu memperhatikan Lot dan mengerti hati Allah. Sebab itu, Allah datang pada Abraham dengan maksud mencari seorang yang berdoa syafaat. Tanpa seorang yang berdoa syafaat bagi umat-Nya, Allah tidak dapat bekerja.
Allah mempunyai prinsip ilahi-Nya. Salah satu di antaranya ialah tanpa doa syafaat Ia tidak dapat menyelamatkan orang. Keselamatan setiap orang Kristen itu semuanya dikarenakan doa syafaat. Allah tidak tinggal diam di atas takhta-Nya menunggu doa syafaat yang demikian. Sebaliknya Ia turun dalam rupa manusia mengunjungi Abraham, sehingga Abraham dapat dengan mudah bercakap-cakap dengan Dia dan berdoa syafaat bagi Lot. Allah mengunjungi Abraham ialah supaya Abraham menerima beban untuk berdoa syafaat bagi Lot seturut maksud hati Allah.
Kita harus menjadi orang yang berdoa setiap waktu (1 Tes. 5:17; Luk. 18:1). Kita perlu berdoa bagi satu atau dua orang yang akan kita selamatkan. Kita harus berdoa: “Tuhan, ingatlah orang-orang ini. Saya mempunyai beban terhadap mereka. Engkau menghendaki agar semua orang diselamatkan. Ingatlah mereka dan lawatlah mereka dengan keselamatan-Mu.” Kita harus menjadi orang yang berdoa dengan tak putus-putusnya siang dan malam. Kehendak Allah bagi keselamatan manusia menuntut doa-doa kita.

Penerapan:
Keselamatan kita sebenarnya adalah hasil dari doa syafaat seseorang. Allah memang ingin setiap manusia memperoleh keselamatan, namun ini tergantung dari kerjasama manusia dengan Tuhan di dalam doa syafaat mereka. Sanak keluarga, teman-teman, orang-orang di sekitar kita memerlukan doa syafaat kita sehingga Allah dapat menyelamatkan mereka.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas keselamatan yang Engkau berikan. Agar keselamatan ini bisa dialami oleh lebih banyak orang, ajarlah aku untuk secara konsisten berdoa syafaat bagi mereka. Tuhan ingatlah mereka sama seperti Engkau mengingatku.

18 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 3 Senin

Kristus Datang, Dosa Musnah
Kejadian 18:10
“Dan firman-Nya: ‘Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki.’ Dan Sara mendengarkan pada pintu kemah yang di belakang-Nya.”

Karena Abraham menikmati persekutuan yang manis dan intim dengan Allah, ia menerima juga wahyu dari Dia tentang kelahiran Ishak dan pemusnahan kota Sodom. Kalau kita kaitkan dengan Perjanjian Baru, kelahiran Ishak bertalian dengan Kristus, sedangkan pemusnahan kota Sodom bertalian dengan penghakiman Allah terhadap dosa. Ishak harus datang dan Sodom harus musnah. Ini berarti Kristus harus datang dan dosa harus musnah.
Sebagai keturunan Abraham, kita pun memiliki janji bahwa Kristus akan menjadi hayat kita (Kol. 3:4), suplai kita (Yoh. 6:51; 1 Kor. 12:13), dan segala sesuatu kita (Kol. 3:11; Flp. 1:19, TL.). Selain itu, kita juga memiliki janji akan kedatangan Kristus kali kedua (Why. 3:11; 22:7, 12, 20), sekaligus penghakiman Allah atas langit dan bumi yang lama berikut sistemnya yang jahat dan penuh dengan dosa (2 Ptr. 3:10).
Prinsip dari janji ini sama dengan yang terjadi dalam berbagai aspek kehidupan kita, seperti dalam pernikahan kita, pekerjaan kita, bahkan dalam kehidupan gereja kita. Tanpa hadir Kristus, dosa akan berkuasa di dalamnya. Tanpa hadir Kristus, dosa akan merusak pernikahan, merusak pekerjaan, bahkan dapat merusak kehidupan gereja yang wajar. Sebaliknya, di mana ada hadir Kristus, dosa pasti tersingkir. Di mana ada hadir Kristus, kegelapan dosa sirna. Allah melalui Kristus akan memusnahkan “Sodom” yang ada di dalam berbagai aspek kehidupan kita. Oleh karena itu, Kristus harus dilahirkan, diperhidupkan, dan harus bertambah di dalam keluarga kita, pekerjaan kita, bahkan dalam kehidupan gereja kita. Hanya dengan jalan ini dosa dikalahkan dan musnah.

Waktu Hayat
Kej. 17:21; 18:1-14

Kejadian 18:10 mengatakan bahwa, “Sesungguhnya Aku akan kembali tahun depan (according to the time of life, KJV) mendapatkan engkau, pada waktu itulah Sara, isterimu, akan mempunyai seorang anak laki-laki.” Kelahiran Ishak adalah menurut waktu hayat (the time of life), pada waktu yang telah ditetapkan (Kej. 17:21; 18:10, 14). Melalui menempuh kehidupan bersandar iman dan anugerah, kehidupan dalam persekutuan dengan Allah, akhirnya Abraham mendapatkan penegasan dari Allah bahwa isterinya, Sara, akan mempunyai anak laki-laki pada waktu yang telah ditetapkan Allah, yaitu pada waktu hayat. Apakah yang dimaksud dengan waktu hayat? Waktu hayat adalah waktu dimana Abraham dan Sara sudah tidak memiliki harapan lagi atas kekuatan diri sendiri. Waktu dimana mereka hanya bisa berharap kepada Allah, sepenuhnya bersandar Allah, dan membiarkan Allah yang bekerja, itulah waktu hayat.
Dalam hidup kita, kita memerlukan banyak waktu hayat. Semakin banyak waktu hayat yang kita miliki, semakin baik. Tetapi waktu hayat itu datang tergantung pada kerelaan kita atas penanggulangan Allah, khususnya penanggulangan-Nya terhadap kekuatan manusia alamiah kita. Pada waktu kita sudah tidak lagi memiliki harapan atas diri sendiri, sepenuhnya hanya bisa berharap kepada Allah, maka Allah mulai bekerja. Kita perlu memiliki sebanyak-banyaknya waktu hayat seperti ini. Karena Allah mengetahui kapan saat yang tepat bagi-Nya untuk bekerja di atas diri kita, maka waktu hayat ini selalu merupakan waktu yang ditetapkan oleh Allah. Waktu hayat bagi Abraham dan Sara adalah waktu tatkala mereka telah tidak memiliki sesuatu pun. Ishak dilahirkan pada saat Abraham telah menjadi sangat tua seperti mati dan Sara telah tidak berfungsi lagi (Kej. 18:11-13). Tatkala kita telah tidak mempunyai sesuatu pun, itulah waktu yang terbaik, waktu yang telah Allah tetapkan bagi kita untuk mendapatkan pertambahan hayat.
Dalam Kejadian 18:14 Tuhan berkata, “Adakah sesuatu yang mustahil (atau menakjubkan) untuk TUHAN?” Setiap pengalaman terhadap Kristus adalah sesuatu yang mengagumkan di mata kita, suatu pekerjaan Tuhan yang mengherankan. Pengalaman orang Kristen selalu seperti ini, sebab kehidupan kristiani adalah kehidupan yang “tidak mungkin”. Betapa mengagumkan karena semua hal yang tidak mungkin itu telah menjadi mungkin di dalam Kristus! Kita dapat melakukan apa yang tidak dapat dikerjakan oleh orang lain, karena Kristus dalam pengalaman kita terhadap-Nya adalah mengagumkan dan mengherankan. Tidak ada yang mustahil bagi Tuhan! Amin!

Penerapan:
Jangan beranggapan bahwa kita tidak bisa mengalahkan dosa. Kalau kita membiarkan Kristus dan firman-Nya tinggal di dalam kita, dengan sendirinya dosa tersingkir. Jangan biarkan dosa merusak keluarga dan nama baik kita. Jangan beri kesempatan bagi dosa untuk merusak kehidupan pernikahan maupun pekerjaan kita. Begitu dosa mendekat, serulah nama Tuhan dan berdoalah. Dosa pasti tidak berdaya atas kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, berilah aku hati yang baru, hati yang takut akan Engkau. Selamatkan aku dari dosa dan dunia yang setiap saat siap menggodaku. Tuhan, ingatkan aku untuk senantiasa menyeru nama-Mu.

16 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 2 Sabtu

Menjadi Sahabat Allah
Kejadian 18:1
“Kemudian TUHAN menampakkan diri kepada Abraham dekat pohon tarbantin di Mamre, sedang ia duduk di pintu kemahnya waktu hari panas terik.”

Setelah Abraham dipanggil oleh Allah, belajar menempuh hidup berdasarkan iman, dan mengenal anugerah sebagai satu-satunya jalan untuk menggenapkan tujuan Allah, maka segera ia dibawa masuk ke dalam tahap selanjutnya, yaitu persekutuan yang manis dan terus menerus dengan Allah. Ketika Abraham duduk-duduk di depan pintu kemahnya sewaktu hari panas terik, ia melihat tiga orang mendatanginya (Kej. 18:1-2). Di dalam bahasa Ibrani, kata yang diterjemahkan dengan “orang-orang” di dalam ayat dua itu berarti orang biasa, umat manusia. Allah menampakkan diri kepada Abraham dalam keadaan seperti itu. Mulanya, Abraham tidak menyadari bahwa salah satu dari ketiga orang itu adalah TUHAN (Yehova), dan dua orang lainnya adalah malaikat-Nya.
Pada permulaan pengalaman kita, kita merasakan Dia sebagai Allah yang mulia. Tetapi semakin kita mengalami Dia, semakin pula kita menyadari Ia datang dalam rupa manusia, sama seperti kita. Kejadian 18 mewahyukan Abraham dan Allah saling bercakap-cakap sebagai teman (Kej. 18:3-4). Pada kedudukan setingkat dengan Abraham dan dengan rupa manusia, Allah datang ke hadapan Abraham. Ia dan Abraham dapat menjadi teman. Betapa eloknya! Siapakah Allah kita hari ini? Apakah Ia hanya Allah yang mulia, Allah yang Mahatinggi, dan El-Shaddai? Lebih dari itu, Dia adalah Allah yang dengan-Nya kita dapat bercakap-cakap sebagai teman. Betapa manisnya ketika Allah datang kepada kita bukan di dalam kemuliaan ilahi-Nya ataupun di dalam posisi kemahatinggian-Nya, melainkan di dalam suatu persekutuan yang manis sebagaimana layaknya seorang teman.

Persekutuan yang Intim dengan Allah
Kis. 7:2; Kej. 13:18; 17:1, 24-27; Yak. 2:23; Yes. 41:8; 2 Taw. 20:7

Dalam Kejadian pasal 18, Allah menampakkan diri kepada Abraham dengan mengunjunginya. Abraham benar-benar melihat Allah, tetapi bukan melihat Allah dalam rupa ilahi-Nya, melainkan nampak Allah dalam rupa manusia. Sama halnya ketika Tuhan Yesus berada di atas bumi. Orang-orang bukannya nampak Allah dalam rupa ilahi-Nya, melainkan melihat Allah dalam rupa manusia Yesus itu. Pertama, Allah menyatakan diri kepada Abraham di dalam mulia ilahi-Nya (Kis. 7:2). Kemudian Ia datang di dalam kedudukan kemahatinggian-Nya dan sebagai El Shaddai, Sang Mahakuasa yang berbuah dada (Kej. 17:1) Terakhir Ia datang dalam rupa manusia. Kita semua perlu mengalami Allah secara demikian, Allah yang dapat kita dekati sebagai teman. Kita tidak lagi menganggap bertemu dengan Allah sebagai suatu acara liturgi keagamaan yang baku. Allah justru ingin mengunjungi kita sebagai seorang teman di dalam aktivitas kehidupan kita sehari-hari, sehingga timbullah percakapan yang intim antara kita dengan Tuhan.
Persekutuan Abraham dengan Allah dimulai setelah ia disunat dan diakhiri dirinya (Kej. 17:24-27). Ia bukan hanya sudah dipanggil dan belajar hidup dengan iman kepada Allah bagi eksistensinya, lagi pula ia juga belajar menolak dan menyangkal kekuatan alamiahnya, dalam setiap perkara belajar percaya kepada Allah bagi kegenapan tujuan Allah. Di dalam keadaan Abraham sudah disunat, Allah datang mengunjungi dia, dan sebagai seorang yang tersunat, Abraham bisa mempunyai persekutuan yang intim dengan Allah yang mengunjunginya.
Ketika Abraham hidup di dalam persekutuan dengan Allah, Allah menganggapnya sebagai seorang teman (Yak. 2:23; Yes. 41:8; 2 Taw. 20:7). Percakapan antara Abraham dengan Allah di dalam pasal ini mirip dengan percakapan antara dua orang teman. Ini terjadi di dekat pohon tarbantin di Mamre di Hebron, tempat tinggal Abraham yang Allah perkenankan (Kej. 13:18). Nama Hebron dalam bahasa Ibrani berarti persekutuan, komunikasi, dan persahabatan. Di tempat persekutuan dan persahabatan inilah terjadi persekutuan, yaitu Allah datang mengunjungi Abraham sebagai seorang teman, dan Abraham pun menyambut Allah sebagai seorang teman.
Adakah kita memiliki persekutuan yang intim dengan Allah? Kita perlu ada permulaan yang riil. Kita harus memiliki waktu untuk menghampiri Tuhan secara pribadi sampai kita diterangi dan disingkapkan dalam terang-Nya. Kalau kita demikian menghampiri Tuhan, Dia akan membawa kita ke dalam persekutuan-Nya yang intim. Persekutuan yang demikian memungkinkan kita untuk berkomunikasi dengan Tuhan sebagai teman. Pengalaman yang betapa indah!

Penerapan:
Marilah kita membangun persekutuan yang intim dengan Tuhan dengan cara menetapkan waktu-waktu khusus untuk menghampiri Tuhan secara pribadi. Sediakan waktu 30 menit di pagi hari untuk membaca beberapa ayat Alkitab dan belajarlah berdoa menurut ayat-ayat itu. Kalau kita dengan setia melakukannya, Tuhan pasti akan menyatakan diri-Nya kepada kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mau menyediakan lebih banyak waktu untuk bersekutu intim dengan-Mu. Tuhan aku damba mengalami Engkau sebagai teman. Tariklah aku lebih dekat kepada-Mu dan jagalah aku di jalan-Mu yang lurus.

15 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 2 Jumat

Hasil Pemberesan Allah atas Abraham
Kejadian 17:15-16a
“Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya... dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki.”

Setelah Abraham menerima pemberesan Allah belasan tahun, ia menjadi orang yang tidak bersandar dirinya sendiri. Saat itu Abraham sudah percaya, sekarang lewat belasan tahun kemudian, Allah berbicara kepadanya lagi, bahwa Ia akan membuat Abraham dan isterinya Sara, melahirkan seorang anak laki-laki (Kej. 17:15-16). Saat ini bagaimana reaksi Abraham? Abraham tidak mempunyai keberanian seperti dulu lagi, tidak mempunyai iman seperti dulu lagi. Setelah ia mendengarkan janji Allah, ia hanya bisa tertunduk (Kej. 17: 17-18). Ini menyatakan, bahwa kini ia terhadap dirinya tidak menaruh harapan sama sekali, ia melihat dirinya sama seperti sudah mati, ia melihat rahim Sara sudah tertutup. Dulu ia masih muda, sebab itu bisa percaya; sekarang, mana mungkin bisa percaya! Menurut pandangan manusia, Abraham sudah mundur sampai-sampai seperti orang yang tidak mempunyai iman.
Sesungguhnya iman Abraham pada belasan tahun yang lalu, adalah iman yang bercampur daging, yang melahirkan Ismael. Allah mengesampingkan dia selama tiga belas tahun, bersamaan dengan itu Allah mebawanya sampai ke jalan akhir. Seolah-olah Abraham telah gagal, tetapi sebenarnya Allah tetap bekerja di atas dirinya. Ingatlah, ketika kita menang, belum tentu semua adalah pekerjaan Allah. Sebaliknya ketika kita gagal, belum tentu Allah tidak bekerja. Kalau Dia memanggil kita, kalau Dia melakukan pekerjaan di atas diri kita, Dia tidak akan lepas tangan. Meskipun kita lemah, gagal, Dia masih melakukan pekerjaan-Nya. Tangan-Nya tetap menuntun kita maju selangkah demi selangkah.

Imannya Tidak Menjadi Lemah
Kej. 17:16-17, 19, 24; Rm. 4:19-20

Sekarang Allah sekali lagi memberitahu Abraham, bahwa isterinya Sara akan memberikan seorang anak baginya (Kej. 17:16). Setelah Abraham mendengarkan perkataan ini, ia tunduk dan tertawa (ay.17). Abraham bukan menertawakan Allah, melainkan ia benar-benar menertawakan dirinya sendiri. Ia kini sepenuhnya percaya kepada Allah. Ini sungguh-sungguh ajaib! Ketika situasi mudah, sulit sekali percaya kepada Allah; tetapi ketika situasi sulit, malah mudah percaya kepada Allah. Ketika manusia menemui jalan buntu, tidak ada jalan keluar, tibalah saatnya percaya kepada Allah. Sebab itu Allah sering dari dua aspek memimpin kita: kalau tidak menciptakan situasi sampai jalan buntu, supaya kita percaya kepada-Nya, Ia akan membawa daging kita sampai pada kesudahannya, sehingga kita tidak ada jalan lain kecuali percaya kepada-Nya. Rahim Sara sudah tertutup, ini sudah jalan buntu, ini adalah alamiah. Kita harus dibawa pada jalan buntu, pada kesudahan, agar bisa percaya kepada Allah. Kalau daging kita telah dibereskan, baik situasi lingkungan lancar atau sulit, kita selalu percaya kepada Allah.
Kita harus tahu, yang dikehendaki Allah bukan iman yang campuran, melainkan iman yang murni. Kita percaya bukan karena suatu hal tertentu masuk akal atau tidak, tetapi karena Allah telah mengatakannya demikian. Empat belas tahun yang lalu, Abraham belum bisa percaya secara demikian, tetapi sekarang ia sudah sampai pada tahap itu. Tubuhnya sudah seperti mati, rahim Sara sudah tertutup. Saat ini imannya adalah hanya percaya kepada Allah saja. Imannya yang lalu, adalah percaya Allah dan percaya diri sendiri. Kini Abraham hanya percaya kepada Allah, karena ia sudah tidak mempunyai kekuatan sedikitpun, sudah tidak mempunyai kegunaan apapun, sudah tamat. Abraham tertawa, menyatakan bahwa alamiahnya sudah tamat semuanya. Tetapi Allah berkata kepadanya, “Isterimu Saralah yang akan melahirkan anak laki-laki bagimu, dan engkau akan menamai dia Ishak” (Kej. 17:19).
Abraham disunat, ia mengakui dirinya sudah tamat, dagingnya sama sekali tidak berdaya (Kej. 17:24). Ia kini sungguh-sungguh bersandar kepada Allah. Di dalam dirinya hanya ada sedikit iman, namun justru sedikit iman inilah yang murni. Keadaan Abraham saat itu seperti yang dikatakan oleh surat Roma 4:19-20, “Imannya tidak menjadi lemah, walaupun ia mengetahui, bahwa tubuhnya sudah sangat lemah, karena usianya telah kira-kira seratus tahun dan bahwa rahim Sara telah tertutup. Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan, malah ia diperkuat dalam imannya dan ia memuliakan Allah.” Kiranya iman kita terhadap janji Allah juga makin diperkuat.

Penerapan:
Di saat kita lemah, kita harus ingat bahwa Allah yang memanggil kita adalah setia. Allah tidak pernah meninggalkan kita walau sekejap. Satu-satunya yang perlu kita lakukan adalah percaya bahwa Allah sedang menuntun kita. Di saat kita paling lemah, saat itulah kita perlu lebih banyak datang kepada Tuhan, berkeluh kesah di depan-Nya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus kuatkanlah aku. Topanglah aku yang sering gagal ini. Tuhan, tuntunlah aku dengan tangan-Mu agar aku dapat bangkit dari kegagalanku.

14 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 2 Kamis

Sarai Diubah Menjadi Sara
Kejadian 17:15
“Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham: ‘Tentang isterimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya.’”

Dalam Kejadian 17:15 kita nampak nama Sara juga diubah. “Selanjutnya Allah berfirman kepada Abraham: ‘Tentang istrimu Sarai, janganlah engkau menyebut dia lagi Sarai, tetapi Sara, itulah namanya.’” “Sarai” berarti “putri rajaku” dan “Sara” berarti “putri raja”. Kata “ku” di belakang “putri raja” menunjukkan suatu yang sempit, terbatas; tetapi “putri raja” saja mempunyai arti yang luas. Nama Sarai diubah menjadi Sara, berarti yang terbatas menjadi luas, supaya ia menjadi ibu banyak bangsa. Allah berfirman, “Aku akan memberkatinya, dan dari padanya juga Aku akan memberikan kepadamu seorang anak laki-laki, bahkan Aku akan memberkatinya, sehingga ia menjadi ibu bangsa-bangsa; ....” (Kej. 17:16)
Bila Allah ditambahkan ke dalam kita, kita akan menjadi lebih lapang dan lebih diperluas. Jika Allah tidak ditambahkan ke dalam kita, kita bukan hanya tidak sempurna, bahkan sempit. Apakah yang dapat melapangkan kita? Hanya diri Allah sendiri. Jika kita ingin menjadi orang yang lapang, memiliki pandangan yang luas dan pikiran, hati, serta roh yang lapang, kita memerlukan Allah untuk melapangkan kita. Martin Luther berkata, “Hatiku terlalu lapang, terlalu sukacita, sehingga aku tidak mungkin bermusuhan dengan orang lain.” Charles Spurgeon sering berkata kepada para penginjil, “Kalian wajib memiliki sebuah hati yang lapang, selapang bandar samudra. Sebab berhasil tidaknya kalian mendapatkan jiwa bagi Kristus, tergantung pada ada tidaknya hati yang lapang dalam kalian.” Setiap anak Allah wajib memiliki hati yang lapang agar dapat menjadi berkat bagi banyak orang.

Perlu Menjadi Orang yang Diperluas
1 Kor. 10:33; Rm. 15:1-2; Flp. 2:4; 1 Kor. 9:22; Mat. 18:22

Pada dasarnya dulu kita semua adalah “Sarai”, seorang yang sempit, kerdil. Tidak peduli siapa kita, asal kita tidak memiliki Allah bertambah ke dalam kita, kita selalu hanya akan berkata, “kesenanganku,” “keuntunganku,” “masa depanku,” “pertumbuhan hayatku,” “penuntutanku terhadap Tuhan,” “fungsiku dalam perhimpunan gereja,” dan sejenisnya. Kalau Allah tidak melapangkan kita, kita tidak bisa memperhatikan orang lain. Nama kita, yang semula “putri rajaku” harus diubah menjadi “putri raja”. Bila kita memiliki Allah bertambah ke dalam kita, kita akan menjadi ibu banyak bangsa bagi penggenapan kehendak Allah. Kita semua perlu perubahan seperti ini, perubahan yang datangnya melalui bertambahnya Allah ke dalam kita untuk melapangkan manusia alamiah kita yang sempit, yang hanya mementingkan diri sendiri.
Orang yang kerdil pasti egois, juga kikir. Orang yang berjiwa kerdil hanya menuntut keuntungan dirinya sendiri. Orang yang hanya mengasihi dirinya sendiri, ia adalah orang kerdil, demikian pula orang yang hanya mengasihi sekelompok orang dalam lingkungan tertentu. Setiap pelayan Allah wajib berhati lapang, sehingga semua orang bisa dirangkum dalam ribaannya; sebab Allah itu besar, setiap manusia terangkum dalam ribaan-Nya. Paulus adalah orang yang lapang. Ia berkata “Bukan untuk kepentingan diriku, tetapi untuk kepentingan orang banyak” (1 Kor. 10:33). “Jangan kita mencari kesenangan kita sendiri. Setiap orang di antara kita harus mencari kesenangan sesama kita demi kebaikannya untuk membangunnya” (Rm. 15:1-2). Dan “Janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga” (Flp. 2:4). Ia juga berkata, “Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya” (1 Kor. 9:22). Ia dapat merangkum orang macam apa pun.
Orang yang lapang bisa memaafkan orang lain dan bisa memberkati orang yang mengutuknya. Hati kita harus lapang sedemikian rupa sehingga begitu orang yang bersalah kepada kita mengakui kesalahannya, kita bisa memaafkannya. Walau seseorang menganiaya dan mencelakakan kita, kita tetap dapat mengasihinya, dan walaupun ia memusuhi kita, kita tetap tidak melawannya. Orang kerdil enggan memaafkan atau mengampuni orang lain. Kalau orang berhutang seratus dinar kepadanya, ia lalu menangkap dan mencekik lehernya (Mat. 18:28-30). Kalaupun ia mengampuni, paling banyak hanya tujuh kali (Mat. 18:21). Orang yang lapang hati tidak menyimpan kesalahan orang lain dan tidak pemarah (1 Kor. 13:5). Walau orang berhutang puluhan ribu dinar kepadanya, ia tetap dapat mengampuni, ia bisa mengampuni orang tujuh puluh kali tujuh kali (Mat. 18:22); ia bisa menutupi segala sesuatu (1 Kor. 13:7).

Penerapan:
Ketika kita menjumpai orang yang memiliki latar belakang yang berbeda jauh dengan kita, bagaimanakah sikap kita? Roma 14 memberitahu kita untuk menerima seseorang menurut penerimaan Allah. Kita perlu meminta Tuhan meluaskan hati kita dan mencurahkan kasih-Nya kepada kita agar kita bisa mengasihi sesama manusia.

Pokok Doa:
Tuhan jangan biarkan aku menjadi orang yang sempit. Aku mau terbuka pada-Mu, membiarkan Engkau bertambah dan menjadi kelapanganku sehingga aku bisa menjadi berkat bagi gereja-Mu.

13 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 2 Rabu

Disunat berarti Mengenakan Manusia Baru
Kejadian 17:10
“Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat.”

Roma 2:28-29 mengatakan, “Dan yang disebut sunat, bukanlah sunat yang dilakukan secara lahiriah, . . . dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara harfiah.” Sunat bukanlah perkara lahiriah; melainkan perkara batiniah (Flp. 3:3). Kolose 2:11 mengatakan tentang “sunat Kristus”. Sunat yang sesungguhnya adalah di dalam Kristus. Sunat Kristus mengakhiri manusia lama kita dan menjadikan kita ciptaan baru di dalam Kristus. Galatia 6:15 berkata, “Di dalam Kristus, bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya” (TL.).
Kolose 3:9-10 memberi tahu kita bahwa kita harus menanggalkan manusia lama kita dan mengenakan manusia baru yang terus menerus diperbarui. Pembaruan ini terjadi terutama di dalam pikiran kita melalui bertambahnya unsur-unsur Kristus yang terkandung di dalam firman kudus-Nya ke dalam kita. Misalnya, dalam hal berpakaian. Banyak orang yang telah diselamatkan yang sama dengan orang dunia dalam pemikiran mereka mengenai mode. Tetapi jika kita banyak menikmati firman Tuhan, dengan sendirinya pikiran kita mengenai cara berpakaian akan berubah. Contoh lainnya adalah dalam hal penggunaan uang kita. Sudahkah cara kita menggunakan uang kita diubah? Setelah kita diselamatkan, mungkin kita menggunakan uang kita mirip seperti orang dunia. Kalau demikian, berarti pikiran kita belum mengalami pembaruan. Betapa kita memerlukan pembaruan pikiran terhadap hampir segala hal. Realitas dari manusia baru adalah kita hidup dengan pikiran yang diperbarui.

Memperhidupkan Kristus sebagai Hayat Kita
Gal. 2:19b-20; 1 Kor. 15:10; Kol. 3:4

Galatia 2:19b dan 20 mengungkapkan, “Aku telah di salibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus hidup di dalam aku.” Sunat Kristus menggenapkan satu perkara — mengubah “aku” menjadi Kristus. Akhirnya, “Bukan aku, melainkan Kristus” menjadilah “Bukan aku, melainkan anugerah Allah” (1 Kor. 15:10). Rasul Paulus berkata ia lebih berjerih payah daripada rasul-rasul lainnya; namun tetaplah bukan dia, melainkan anugerah Allah. Anugerah adalah Allah mendatangi kita sebagai suplai dan segala sesuatu kita. Hidup Kristiani adalah Dia yang hidup di dalam kita, bukan kita yang hidup. Inilah ciri khas orang Kristen. Seharusnya tidak ada satu orang Kristen pun yang hidup bersandar dirinya sendiri, dan tidak ada seorang Kristen pun yang tidak memiliki Kristus yang hidup di dalamnya. Yang kita perlukan hanyalah menghentikan tindakan kita, menghentikan aktivitas kita sendiri, dan membiarkan Dia yang hidup melalui kita.
Banyak orang yang sudah mendengar atau membaca Galatia 2:20, tetapi mungkin sangat sedikit yang mempraktekkannya. Kita mungkin sudah mendengar: “Bukan aku lagi, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Sejak hari ini aku telah mati, dan telah dikubur.” Tetapi ketika kita masuk ke dalam kesibukan kita sehari-hari, sama sekali tidak ada Tuhan Yesus bersama kita. Seharian kita sibuk ini dan itu, sehingga Tuhan Yesus hilang di dalam kesibukan kita. Kelihatannya kita adalah orang Kristen yang bergairah. Tetapi sesungguhnya kita bahkan kehilangan Tuhan Yesus dalam kesibukan kita. Setelah sejangka waktu, kita pun segera sadar, bahwa Tuhan Yesus sudah tidak ada di dekat kita. Tanpa sengaja, Tuhan Yesus telah kita singkirkan.
Kita adalah orang yang telah diselamatkan. Hari ini Tuhan ada di dalam kita, dan menjadi satu dengan kita. Kita tidak bisa memisahkan diri dari-Nya. Di dalam kita, Dia adalah hayat kita (Kol. 3:4). Dia tidak menghendaki kita hidup demi diri kita lagi. Dalam hidup kita sehari-hari, baik dalam perkara kecil, maupun dalam perkara besar, hendaklah kita bekerja sama dengan Tuhan Yesus, dan membiarkan Dia tampil. Hari ini Tuhan justru membutuhkan sekelompok orang yang demikian di permukaan bumi ini. Seluruh maksud Tuhan tidak lain, ialah agar kita memberikan kesempatan yang mutlak kepada-Nya untuk hidup di dalam kita. Yang Tuhan kehendaki adalah kita sepenuhnya menghentikan kegiatan kita sendiri, kemudian menjadikan-Nya sebagai hayat kita, hidup demi Dia, hidup bersama Dia. Banyak orang Kristen ingin meneladani Tuhan secara luaran, tetapi ini tidak akan berhasil. Kekuatan daging kita tidak mungkin bisa meneladani Tuhan Yesus. Yang kita perlukan adalah Dia menjadi hayat kita sehingga kita dapat memperhidupkan Dia.

Penerapan:
Karena melihat tebalnya sejilid Alkitab, banyak anak-anak Allah yang enggan membacanya. Ini adalah suatu kerugian. Kalau kita mengasihi Tuhan, Alkitab pasti tidak terlalu tebal untuk kita baca. Setiap firman yang kita baca akan memperbarui pikiran kita dan pada akhirnya akan memperbarui seluruh diri kita. Sebelum terlambat, mulailah membaca Alkitab hari ini.

Pokok Doa:
Ya Tuhan Yesus, walau aku tahu bahwa Engkau ada di dalamku, namun aku tidak membiarkan Engkau memimpin aku. Dalam banyak hal aku masih mirip dengan orang dunia. Tuhan, perbaruilah pikiranku demi firman-Mu yang hidup.

12 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 2 Selasa

Sunat adalah Tanda Pembenaran oleh Iman
Kejadian 17:10
“Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat.”

Sunat merupakan suatu tanda, yaitu tanda bahwa seseorang telah dibenarkan oleh iman (Rm. 4:11). Sebagai umat Allah, kita tidak boleh mengabaikan tanda ini. Bagaimana kita dapat menunjukkan kepada orang lain bahwa kita telah dibenarkan oleh Allah? Kita harus menempuh suatu kehidupan yang benar. Kita harus menunjukkan bahwa kita tidak lagi hidup bersandarkan diri sendiri, melainkan kita hidup bersandarkan Kristus. Dengan demikian kehidupan kita akan menjadi suatu tanda bahwa kita telah dibenarkan oleh Allah demi iman.
Menempuh kehidupan tersalib di dalam kebangkitan Kristus adalah tanda bahwa kita telah dibenarkan. Jika kita, orang yang telah dibenarkan oleh Allah, masih hidup, bertindak, dan bekerja bersandarkan diri sendiri, dan berbuat segala sesuatu menurut watak kita yang jatuh, maka sukar bagi orang lain untuk melihat bahwa kita adalah orang yang telah dibenarkan oleh Allah. Tetapi, jika kita hidup dengan mengesampingkan kesenangan diri sendiri dan menerima Kristus sebagai hayat kita, maka tidak seorang pun akan meragukan bahwa kita telah dibenarkan melalui iman.
Kolose 2:11 mengatakan, “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan akan tubuh yang berdosa” (“tubuh yang berdosa” dalam bahasa aslinya adalah “tubuh daging”). Kalau hidup kita di depan manusia tidak benar, bagaimana kita dapat mengatakan bahwa kita telah dibenarkan oleh Allah? Kehidupan yang benar adalah kehidupan yang mengesampingkan kesenangan dan kepentingan diri sendiri, menanggalkan tubuh daging kita.

Sunat sebagai Suatu Permulaan Baru
Kej. 17:2-8, 12, 14; Yoh. 15:2a

Perjanjian tentang keturunan dan tanah untuk menggenapkan tujuan Allah dikukuhkan dengan sunat (17:2-8). Sunat adalah syarat untuk menggenapkan tujuan Allah. Di sini Allah membawa kita sampai satu tahap, khusus memperlihatkan kepada kita, bahwa daging kita harus dibereskan. Semua keturunan Abraham harus disunat, termasuk kita kaum beriman Perjanjian Baru. Umat Allah memiliki satu tanda, satu ciri-ciri khusus, yaitu membuang keinginan daging, tidak percaya kepada kekuatan daging.
Di antara orang-orang Yahudi, sunat dilakukan pada hari kedelapan (Kej. 17:12). Hari kedelapan adalah hari pertama dalam minggu yang baru dan merupakan suatu permulaan yang baru, permulaan yang baru di dalam kebangkitan. Kapan saja kita menempuh kehidupan yang tersalib, kita mempunyai permulaan baru di dalam kebangkitan. Kapan kita menyangkal dan menolak kesenangan diri sendiri serta menempuh kehidupan yang tersalib, segera kita akan memiliki permulaan yang baru di dalam kebangkitan. Kita bisa mengalami hal ini di dalam berbagai aspek kehidupan kita, termasuk kehidupan pernikahan kita. Sekalipun kita telah menikah beberapa tahun jika hari ini kita mulai menempuh kehidupan yang tersalib, di dalam pernikahan kita akan mempunyai permulaan yang baru di dalam kebangkitan, dan kehidupan pernikahan kita akan diperbarui.
Semua orang yang tidak “disunat” berada di luar perjanjian ini. Dalam Kejadian 17:14 Allah berkata kepada Abraham, “Dan orang yang tidak disunat, yakni laki-laki yang tidak dikerat kulit khatannya, maka orang itu harus dilenyapkan dari antara orang-orang sebangsanya; ia telah mengingkari perjanjian-Ku.” Ini berlaku pada hari ini juga. Jika kita tidak menempuh kehidupan yang tersalib, dengan sendirinya kita akan terlepas dari kenikmatan akan Kristus. Bukan hanya demikian, kitapun akan terlepas dari persekutuan, terlepas dari suplai ilahi.
Sering kali ketika kita terputus dari persekutuan dengan Kristus yang hidup, kita merasa bahwa kita telah lepas dari anugerah. Kita harus merasa takut jika dalam dunia hari ini kita terputus dari kenikmatan atas suplai Kristus (Yoh. 15:2a). Mungkin kita merasa bahwa kita sedang menikmati, tetapi faktanya kita tidaklah menikmati Kristus. Kenikmatan kita terhadap Kristus telah menjadi usang dan basi. Kenikmatan kita terhadap-Nya masih sama dengan beberapa tahun lalu, tidak ada kemajuan. Kondisi ini seharusnya mendorong kita untuk memulihkan persekutuan kita dengan Tuhan melalui belajar melakukan kehendak Tuhan dan mengesampingkan kesenangan diri sendiri.

Penerapan:
Sebagai orang yang telah dibenarkan oleh iman, kita perlu menempuh kehidupan yang benar, baik di rumah, di sekolah, ataupun di tempat kita bekerja. Iblis sering melalui orang atau suatu urusan mengusik temperamen kita agar kita kehilangan kendali terhadap amarah kita. Saat itulah kita harus berseru kepada nama Tuhan sehingga batin kita diteduhkan.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang sering berlaku tidak benar terhadap Engkau, terhadap orang lain, dan terhadap perkara-perkara dalam hidupku. Tuhan, aku mau melatih rohku menaati urapan-Mu sehingga demi anugerah-Mu aku bisa memiliki kehidupan yang benar.

11 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 2 Senin

Perjanjian Sunat
Kejadian 17:10
“Inilah perjanjian-Ku, yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat.”

Lewat tiga belas tahun, Abraham kini berusia sembilan puluh sembilan tahun. Pada saat inilah, Allah menyatakan diri kepadanya dan berkata, “Akulah Allah Yang Mahakuasa” (Kej. 17:1). Allah menegaskan kembali perjanjian-Nya dengan Abraham dalam Kejadian 17:2-8 bahwa melalui Abraham, Allah akan mendapatkan sekelompok orang menjadi umat-Nya. Allah berkata, “Inilah perjanjian-Ku yang harus kamu pegang, perjanjian antara Aku dan kamu serta keturunanmu, yaitu setiap laki-laki di antara kamu harus disunat” (Kej. 17:10). Dengan kata lain, Allah akan mendapatkan sekelompok umat, umat yang tidak lagi mengandalkan kekuatan diri sendiri. Sunat adalah tanda bagi umat Allah (Kej. 17:14). Orang yang tidak “disunat” tidak bisa menjadi bejana kesaksian Allah.
Disunat berarti menyangkal kehendak atau kesenangan diri sendiri. Pada dasarnya kita adalah orang yang tidak mudah untuk meminta maaf ataupun mengampuni kesalahan orang lain. Kalau kita bersalah, di dalam hati kita berkata “Ah, itu hanya kesalahan kecil.” Kita merasa tidak perlu minta maaf. Kalau orang lain yang bersalah kepada kita, di dalam hati kita berkata, “Orang itu sungguh tidak tahu diri!” Kalau kita bersikap demikian, itu adalah tanda bahwa kita belum mengalami “sunat” karena kita masih hidup menurut watak alamiah kita. Kita harus menyangkal watak kita yang demikian dengan berseru kepada Tuhan. Saat kita menyeru nama-Nya, Dia akan menerangi, memimpin, dan menguatkan kita, baik untuk meminta maaf, maupun untuk mengampuni kesalahan orang lain. Inilah cara praktis untuk mengalami “sunat”.

Disunat berarti Disalibkan
Kej. 17:9-11, 13; Kol. 2:11-12; Rm. 14:8

Perjanjian yang dibuat Allah dengan Abraham di dalam Kejadian 15, dikukuhkan di dalam Kejadian 17 oleh sunat. Sebenarnya tidak perlu bagi Allah untuk mengukuhkannya sekali lagi. Allah setia terhadap janji-Nya, namun Abraham tidak demikian, ia menggunakan kekuatan alamiahnya untuk melahirkan Ismael. Karena penyebab timbulnya kesukaran adalah Abraham memakai tenaga alamiahnya dengan Hagar untuk melahirkan Ismael, maka Allah menghendaki Abraham disunat untuk mengukuhkan sekali lagi perjanjian-Nya (Kej. 17:9-11, 13).
Dalam Perjanjian Baru kita dapat melihat makna sunat. Makna rohani dari sunat adalah mengerat/menanggalkan tubuh daging, menolak diri sendiri dan orang lama kita. Kolose 2:11-12 mengatakan, “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga oleh kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” Sunat adalah perkara menanggalkan tubuh daging dan orang lama kita; bukan sekedar perkara pemberesan dosa. Abraham, di dalam Kejadian 16 menggunakan tubuh dagingnya, tetapi di sini dalam Kejadian 17, Allah menghendaki tubuh dagingnya ditanggalkan. Dalam Kejadian 16 ia menggunakan kekuatan alamiahnya, tetapi di dalam Kejadian 17 kekuatannya diakhiri. Inilah makna sunat yang sebenarnya.
Problem yang sama juga terjadi pada hari ini. Asal kekuatan alamiah kita masih ada, sukar bagi Allah menjadi segala sesuatu kita untuk menggenapkan tujuan-Nya. Allah hendak masuk ke dalam kita untuk menjadi segala-gala kita, tetapi tubuh daging kita, kekuatan alamiah kita, orang lama kita, dan ego kita yang usang, menghalangi diri Allah menjadi segala sesuatu kita. Ego ini, manusia lama ini, harus diakhiri, harus “disunat”, yaitu disalibkan.
Ketika kita bekerja di dalam kekuatan dan kemampuan alamiah kita, sasarannya adalah untuk mencari kemuliaan kita sendiri dan motifnya adalah untuk memuaskan kedambaan kita sendiri. Sebenarnya, di dalam pekerjaan Tuhan, kita tidak seharusnya mempunyai ego, dan kita tidak seharusnya mempunyai sasaran untuk kemuliaan kita sendiri, untuk kebanggaan kita. Kita seharusnya melakukan hal-hal dengan sederhana karena Tuhan memimpin kita untuk melakukannya. Kita seharusnya tidak melakukan hal-hal itu karena kita mempunyai sesuatu untuk memperolehnya bagi sasaran kita. Itu adalah salah. Sasaran dari semua aktivitas kita haruslah untuk Tuhan (Rm. 14:8).

Penerapan:
Demi mendidik kita, Tuhan sering mengijinkan kesulitan datang menimpa kita. Begitu kesulitan datang, kita harus memandangnya sebagai kesempatan untuk datang kepada Tuhan, bersandar anugerah-Nya melampaui kesulitan itu. Jangan mengandalkan diri sendiri atau orang lain, tetapi marilah kita mengandalkan Tuhan dalam hidup kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mengakui bahwa dalam banyak perkara aku mengandalkan kekuatan alamiahku. Tuhan,ampunilah semua kegagalanku. Aku memerlukan suplai ilahi-Mu setiap hari. Anugerah-Mu itulah sumber kekuatanku.

09 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 1 Sabtu

Menjadi Bapa Banyak Orang
Kejadian 17:4-5
“Dari pihak-Ku, inilah perjanjian-Ku dengan engkau: Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.”

Dalam Kejadian 17:5 Allah berkata kepada Abraham, “Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.” Abram berarti “bapa agung”, sedangkan Abraham berarti “bapa dari banyak orang”. Walaupun Abram berarti bapa agung, tetapi ia bukan bapa banyak orang, bapa banyak bangsa. Apakah makna perubahan nama Abraham ini? Ini berarti Allah ditambahkan ke dalamnya. Untuk menggenapkan tujuan Allah yang kekal, Allah harus ditambahkan ke dalamnya. Sebelum Kejadian 17, Abraham hanyalah Abram, orang yang belum memiliki Allah ditambahkan ke dalamnya. Allah merupakan faktor pelengkap/penyempurna. Tanpa Dia kita tidak akan sempurna.
Perubahan nama Abraham menyatakan perubahan diri/personanya. Apa yang diperlukan Allah untuk menggenapkan tujuan Allah yang kekal bukanlah bapa agung, melainkan bapa banyak orang. Allah menghendaki kita menjadi orang yang menghasilkan keturunan rohani. Untuk tujuan ini, pertama-tama, kita harus memiliki kasih terhadap manusia. Allah adalah Pencipta semua manusia; oleh karena itu, setiap manusia layak mendapatkan kasih kita. Kita harus memiliki kasih bagi semua manusia, kasih sayang yang tulus terhadap manusia, agar kita dapat membawa mereka kepada keselamatan. Mereka yang menganggap orang-orang menjemukan, menyulitkan, atau tercela, tidak akan bisa membawa orang kepada Tuhan. Kita perlu diperluas sehingga nampak bahwa semua manusia berharga bagi Allah.

Makna dari Perubahan Nama
Gal. 2:20; 1 Kor.15:10; Kej. 32:27-28; Yoh. 1:42; Kej. 17:5; 1 Ptr. 2:5

Perubahan nama Abraham menandakan perubahan personanya. Perubahan ini adalah bagi tujuan Allah. Dalam pengalaman rohani, perubahan sejati sebuah nama adalah perubahan dari “aku” kepada Kristus (Gal. 2:20) dan dari “aku” kepada anugerah Allah (1 Kor. 15:10). Hanya Kristus sebagai anugerah Allah, bukan “aku”, yang dapat melahirkan banyak bangsa yang diperlukan untuk menggenapkan tujuan Allah (lihat cat. 41 dalam Kej. 15 di Alkitab dengan catatan kaki versi pemulihan, bd. Kej. 32:27-28; Yoh. 1:42) Setiap saudara senang menjadi bapa yang agung. Kita tidak seharusnya diagungkan, melainkan berkembangbiak. Dalam hidup gereja, kita tidak seharusnya menjadi orang yang diagungkan atau dikhususkan. Kita semua wajib berkembangbiak dan meluas menjadi “bapa sejumlah besar bangsa” (Kej. 17:5). Kehidupan gereja yang sehat sangat tergantung pada perubahan “nama” kita, yaitu perubahan dalam persona kita. Jika kita masih tetap mempertahankan “keagungan” kita masing-masing, bagaimana kita bisa memiliki kehidupan gereja yang sehat? Tidak mungkin!.
Supaya memiliki kehidupan gereja yang sehat, perlu ada sekelompok orang yang bersama-sama terbangun dan erat bersatu, yang benar-benar mengerti dan mempraktekkan kehidupan bersama secara wajar. Ketika para saudara tidak lagi ingin diagungkan, hanya ingin berkembangbiak, barulah kita bisa bersama-sama menempuh kehidupan gereja yang tepat untuk mencapai tujuan Allah. Ini bukan doktrin semata. Pengubahan nama bukan hanya berupa pengubahan istilah, melainkan pengubahan apa adanya kita, pengubahan manusia kita. Meskipun Allah telah mewahyukan diri-Nya kepada kita, namun bila kita tetap tidak berubah, maka pewahyuan diri-Nya tidak akan membawa faedah apa-apa bagi kita. Pewahyuan diri-Nya tergantung pada pengubahan kita. Kita perlu diubah, bukan sekadar nama, tetapi juga manusia kita. Dengan demikian, kita baru bisa menikmati Allah dan minum dari suplai-Nya yang berlimpah. Hasilnya, kita akan menjadi saluran berkat bagi banyak orang.
Pengubahan nama dalam arti pengubahan manusia, juga terlihat pada kasus Yakub dan Petrus. Bagi pencapaian tujuan Allah, nama Yakub diubah menjadi Israel (Kej. 32:27-28); dari “pemegang tumit (Yakub)” diubah menjadi “Pangeran Allah” (Israel). Jika Yakub tetap sebagai seorang yang merebut, ia tidak akan dipakai Allah di dalam pencapaian tujuan ilahi. Yakub harus diubah menjadi pangeran Allah. Demikian pula dengan Petrus. Bagi pembangunan gereja, nama Petrus, yang tadinya Simon, harus diubah menjadi Kefas, artinya “batu” (Yoh. 1:42). Manusia alamiah Petrus adalah lumpur, ia harus diubah menjadi batu, bahkan batu mulia, bagi pembangunan Allah (1 Ptr. 2:5), untuk mencapai tujuan ilahi. Kita perlu mengalami pengubahan yang demikian.

Penerapan:
Menuntut kemajuan rohani secara pribadi tidaklah cukup. Kita perlu menjadi bapa banyak orang yang menghasilkan banyak anak cucu rohani. Karena itu, marilah kita belajar membagikan Injil keselamatan kepada teman-teman kita dan kepada orang-orang di sekitar kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku ingin menjadi bapa banyak orang yang melahirkan anak-anak rohani. Aku mau belajar membagikan keselamatan-Mu kepada orang-orang di sekitarku. Tuhan, jadikan aku saluran berkat bagi banyak orang.

08 September 2006

Kejadian Volume 6 - Minggu 1 Jumat

El-Shaddai
Kejadian 17:1
“Ketika Abram berumur sembilan puluh sembilan tahun, maka TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman kepadanya: ‘Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.’”

Ketika Abraham berusia 99 tahun, Tuhan menampakkan diri kepadanya dan berfirman kepadanya: “Akulah Allah Yang Mahakuasa, hiduplah di hadapan-Ku dengan tidak bercela.” Dalam bahasa Ibrani, sebutan “Allah Yang Mahakuasa” adalah El-Shaddai yang berarti “Allah yang Mahakaya dan Mahacukup”. “El” berarti “yang kuat”, “yang berkuasa”, sedang “Shaddai” mengandung makna “dada”, “buah dada”. Buah dada menghasilkan susu, dan susu merupakan suplai yang serba cukup, yang mengandung semua gizi yang kita perlukan untuk hidup sehari-hari. Jadi El-Shaddai berarti Sang Mahakuasa yang Mahacukup sebagai suplai kita setiap hari. Selain itu, kata “tidak bercela” dapat diartikan sebagai “sempurna” (Ibrani: tamiym, Inggris: perfect). Di sini kita melihat Allah memberi dua pesan kepada Abraham — Abraham harus hidup (Inggris: walk) di hadapan Allah yang Mahakaya dan Mahacukup dan ia harus sempurna. Karena Abraham tidak sempurna, ia kekurangan sesuatu, Allah kemudian datang dan mewahyukan diri-Nya sebagai El-Shaddai.
Dalam pasal 17:1 Allah memberi tahu Abraham agar ia hidup di hadapan-Nya. Apakah artinya ini? Ini berarti menikmati Tuhan. Hidup di hadapan Tuhan berarti kita terus-menerus menikmati Dia dan menerima suplai “buah dada-Nya”. Hidup di hadapan Allah tidak berarti kita hidup di hadapan-Nya dengan penuh ketakutan seperti di hadapan Sang Kudus. Tidak. Sang Mahakuasa dengan “buah dada” ilahi yang mahacukup siap menyuplai semua keperluan sehari-hari kita. Hanya dengan menikmati suplaian-Nya, kita dapat hidup di hadapan-Nya.

Hidup di Hadapan Allah dan Menjadi Sempurna
Kej. 17:1

Dalam pasal 16, Abraham tidak hidup di hadapan Allah, tetapi ia hidup di hadapan Sara, Hagar dan Ismael. Karena Abraham tidak hidup di hadapan Allah, Allah menilai dia tidak sempurna. Abraham seolah-olah melupakan Allah sebagai sumber persediaannya yang mahakaya. Karena itulah Allah kemudian mewahyukan diri-Nya sebagai El-Shaddai, Mahakuasa yang “berbuah dada”.
Penyuplaian Allah seperti air susu yang mengalir ke dalam kita. Allah tidak menginginkan kita menggunakan kekuatan kita untuk menggenapkan tujuan Allah; Ia menghendaki kita minum “air susu-Nya”, menyesap unsur diri-Nya ke dalam kita, sehingga kita sanggup melakukan kehendak-Nya. Adakah kita setiap hari menerima suplai dari “buah dada” ilahi ini? Suplai apakah yang kita terima dari hari ke hari? Kiranya hari demi hari kita berada di bawah “buah dada-Nya” dan menikmati suplai yang mahacukup. Allah bagi kita adalah Sang Mahakuasa yang mahakaya dan mahacukup.
Selain itu, Allah menghendaki kita, anak-anak-Nya menjadi sempurna, senantiasa hidup di hadapan-Nya. Apakah artinya sempurna? Bagi Abraham tidak sempurna bukan berarti ia tidak baik, melainkan ia kekurangan Allah. Tanpa Allah, tidak seorangpun di antara kita dapat menjadi sempurna. Tanpa Allah, tidak ada kesempurnaan. Jika kehidupan rumah tangga kita tanpa Allah, maka kehidupan rumah tangga kita tidak sempurna.
Hidup di hadapan Allah berarti kita menikmati Dia, dan sempurna berarti membiarkan Allah ditambahkan ke dalam kita. Kesempurnaan kita adalah diri Allah sendiri. Bagaimanapun baiknya atau bagaimanapun sempurnanya kita di pandangan manusia, tetapi tanpa Allah kita kekurangan sesuatu. Allah harus ditambahkan ke dalam diri kita. Jika Dia tidak ditambahkan ke dalam diri kita, diri kita tetap tidak sempurna.
Suami isteri harus belajar hidup di hadapan Allah. Terutama bagi orang-tua yang telah mempunyai anak, harus menyediakan waktu untuk berdoa bersama. Bersama-sama menantikan Allah serta bersama-sama mempersekutukan perkara rohani. Baik istri maupun suami, dalam perkara tertentu harus rela menerima koreksi di bawah terang ilahi. Suami tidak mempertahankan gengsi suami, istri pun tidak mempertahankan gengsi istri, melainkan sama-sama rela menerima koreksi di bawah terang Allah. Harus ada dialog rohani. Adakalanya berdoa bersama, adakalanya bersekutu bersama. Teristimewa bagi mereka yang telah mempunyai anak, harus mencari kesempatan untuk lebih sering datang bersama ke hadapan Allah. Jika menginginkan keluarga yang baik, maka suami dengan istri, keduanya harus hidup di hadapan Allah. Jika keduanya tidak hidup di hadapan Allah, keluarga ini pasti tidak akan baik.

Penerapan:
Di dalam segala sesuatu kita harus selalu bersandar kepada Allah yang serba limpah. Sebagai contoh, banyak di antara kita yang disusahkan oleh temperamen kita. Jangan sekali-kali mencoba mengatasi temperamen. Jika kita melupakan temperamen kita dan setiap saat bersandar kepada Allah, temperamen kita dengan sendirinya akan dikalahkan.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau selalu tersedia bagiku. Engkau adalah El-Shaddai, Allah yang Mahakuasa, Mahakaya dan Mahacukup. Atas segala keperluanku, aku mau sepenuhnya bersandar kepada-Mu.