Hitstat

31 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 2 Rabu

Berdoa bagi Keperluan Kita (1)
Matius 6:11-12
Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya. dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.

Mengapa dalam doa yang diajarkan-Nya, Tuhan tiba-tiba beralih dari nama, Kerajaan, dan kehendak Allah kepada masalah makanan sehari-hari? Makanan adalah kebutuhan manusia yang sangat mendasar, juga adalah satu pencobaan yang besar. Di satu pihak, kita harus berdoa agar nama Allah dikuduskan, Kerajaan-Nya datang, dan kehendak-Nya terjadi di bumi; di pihak lain, kita masih memerlukan makanan sehari-hari. Berdoa mohon Allah memberi makanan adalah suatu doa untuk perlindungan, karena Iblis bisa menyerang kita dalam aspek ini. Kalau kita kekurangan makanan sehari-hari, doa-doa kita akan terpengaruh. Sebab itu, kita harus minta Tuhan memberi kita makanan sehari-hari yang secukupnya.
Doa ini juga memperlihatkan bahwa kita perlu menengadah kepada Allah dan berdoa kepada-Nya setiap hari. Untuk itu Tuhan Yesus mengajar kita berdoa: “Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya (our daily bread, KJV; roti harian kami, Tl.).” Doa ini bukan doa mingguan, tetapi doa harian. Tuhan kita tidak mengabaikan keperluan kita sehari-hari, Dia juga tidak mengajar kita untuk melupakan keperluan ini. Sebaliknya, Dia menyuruh kita berdoa untuk makanan kita setiap hari.
Sebenarnya Bapa kita sudah tahu hal-hal yang kita perlukan. Tuhan Yesus ingin agar kita berdoa setiap hari untuk makanan sehari-hari kita, sebab Tuhan ingin agar kita belajar menengadah kepada Bapa setiap hari, dan dengan demikian melatih iman kita dari hari ke hari. Kita sering mengkhawatirkan hal-hal yang masih jauh di depan dan mendoakan kebutuhan-kebutuhan yang masih jauh. Kalau Allah memberi kita makanan kita pada hari ini, kita tidak perlu mendoakan makanan kita untuk esok hari; makanan untuk esok hari baiklah kita minta esok hari saja (Mat. 6:34).

Mat. 6:11-12, 34; 1 Tim. 1:19

Selain berdoa untuk kebutuhan-kebutuhan jasmani; kita juga perlu berdoa agar memiliki hati nurani yang tidak bercela. Dari hari ke hari, kita tidak luput dari kesalahan dalam banyak hal kepada Allah. Walaupun mungkin tidak semuanya adalah dosa, namun semuanya adalah kesalahan. Misalnya, apa yang seharusnya kita lakukan, tetapi tidak kita lakukan, itu adalah suatu kesalahan. Apa yang harus kita katakan, tetapi tidak kita katakan, itu juga adalah suatu kesalahan. Tidak mudah untuk menjaga hati nurani yang tidak bercela di hadapan Allah. Setiap malam, sebelum beristirahat, kita menemukan bahwa kita melakukan banyak kesalahan terhadap Allah. Boleh jadi hal-hal itu bukan dosa, namun hal-hal itu adalah kesalahan. Kita harus mohon Tuhan mengampuni kesalahan-kesalahan kita dan tidak mengingatnya lagi, agar kita bisa memiliki hati nurani yang tidak bercela. Diampuninya kesalahan dan dosa kita akan membuat kita mempunyai hati nurani yang tidak bercela, dan kita dapat hidup dengan berani di hadapan Allah.
Dalam 1 Timotius 1:19 Paulus berkata, “Beberapa orang telah menolak hati nuraninya yang murni itu, dan karena itu kandaslah iman mereka.” Hati nurani dapat disamakan dengan sebuah kapal yang tidak boleh bocor. Begitu ada kebocoran, iman akan kandas. Itulah sebabnya kita harus memelihara hati nurani yang murni. Kita harus minta Tuhan untuk mengampuni kesalahan-kesalahan kita. Hal ini sangat berkaitan dengan persekutuan kita dengan Allah dan pendisiplinan Allah terhadap kita.
Kita tidak bisa mohon Tuhan mengampuni kesalahan kita kalau kita tidak mengampuni kesalahan orang lain. Mana mungkin kita dapat membuka mulut dan mohon pengampunan Allah kalau kita tidak mengampuni orang yang bersalah kepada kita lebih dulu? Kalau kita belum mengampuni orang yang bersalah kepada kita, kesalahan-kesalahan kita akan tetap diingat oleh Tuhan. Hanya setelah kita mengampuni orang yang bersalah kepada kita serta membiarkan kesalahan-kesalahan itu berlalu, barulah kita dapat datang dengan berani kepada Tuhan dan berkata, “Ampunilah kami dari kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.”

Doa:
Ya Bapa, Engkaulah sumber suplaiku setiap hari. Aku bersyukur atas makanan yang Kau berikan kemarin, dan aku masih memohon Kau berikan makanan bagiku untuk hari ini. Tanpa berkat-Mu hari ini, aku pasti jatuh ke dalam pencobaan, kekuatiran, dan kelemahan. Bapa, Engkau setia dalam hal memperhatikan keperluanku setiap hari.

30 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 2 Selasa

Berdoa bagi Kerajaan dan Kehendak Bapa
Matius 6:9-10
Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.

Di manakah letak Kerajaan Surga? Kerajaan Surga hanya ada di surga. Di bumi ini tidak ada Kerajaan tersebut. Itulah sebabnya Tuhan mengajar kita berdoa agar Allah memperluas batas Kerajaan-Nya sehingga mencapai bumi ini. Dalam Perjanjian Lama, Kerajaan Surga hanyalah nubuat. Dengan datangnya Tuhan Yesus, Yohanes Pembaptis menyatakan bahwa Kerajaan Surga sudah dekat (Mat. 3:1-2). Kemudian Tuhan Yesus sendiri mengatakan bahwa Kerajaan Surga sudah dekat (Mat. 4:17). Mereka berkata demikian karena saat itu sudah ada orang-orang yang membentuk Kerajaan Surga. Kalau kita sampai ke Matius 13, kita nampak bahwa Kerajaan Surga bahkan mulai tampil secara nyata di bumi.
Hari ini, di mana pun anak-anak Allah mengusir setan dengan Roh Allah serta menghancurkan pekerjaan setan, di situ terdapat Kerajaan Allah (Mat. 12:28). Tuhan Yesus mengajar kita berdoa: “Datanglah Kerajaan-Mu,” sebab Dia berharap agar Kerajaan Allah memenuhi seluruh bumi. Mendatangkan Kerajaan Allah ke bumi adalah tanggung jawab kita. Untuk hal ini, kita harus membayar harga, dibatasi oleh surga dan patuh di bawah pengaturan surgawi, menjadi jalan untuk menyalurkan kuasa surga agar ternyata di bumi.
Ketika Kerajaan Allah ternyata sepenuhnya di bumi, Iblis akan dicampakkan ke lubang tak berdasar (Why. 20:1-3). Karena kita mempunyai tanggung jawab yang sedemikian besar, maka tidak heran kalau Iblis menyerang kita dengan sekuat tenaga. Kiranya kita dapat berdoa seperti kaum beriman zaman dulu, “Ya TUHAN, tekukkanlah langit-Mu dan turunlah” (Mzm. 144:5), dan “Sekiranya Engkau mengoyakkan langit dan Engkau turun” (Yes. 64:1). Pada saat yang sama kita harus berkata kepada Iblis, “Enyahlah dari hadapanku, enyahlah ke dalam api yang kekal yang telah disediakan Allah untukmu” (Mat. 25:41).

Mat. 6:9-13; 12:28; Why. 20:1-3; 1 Raj. 18:1, 41-45

Walau kehendak Allah telah rampung di surga, tetapi di bumi ini kehendak Allah belum sepenuhnya terlaksana. Di sini Tuhan Yesus mengajar kita berdoa. Allah sendiri menginginkan nama-Nya dikuduskan, Kerajaan-Nya datang, dan kehendak-Nya terjadi di bumi. Tetapi Allah tidak melakukan semua ini secara langsung; Dia menunggu kita berdoa. Jika kita berdoa, semua anak Allah berdoa, dan jika doa ini cukup banyak, maka nama Allah pun dikuduskan di antara manusia, Kerajaan-Nya datang, dan kehendak-Nya terjadi di bumi seperti di surga.
Anak-anak Allah harus belajar berdoa demikian, harus sering mengingat apa yang Allah minta, apa yang Allah ingin lakukan. Walaupun Allah sudah menetapkan akan melakukan sesuatu, Dia tidak akan melakukannya sebelum anak-anak-Nya termotivasi dan mau menyatakan kehendak-Nya melalui doa. Kemudian Dia akan menjawab doa tersebut. Walaupun penggenapan sepenuhnya dari “dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi” akan terjadi dalam Kerajaan Seribu Tahun, waktunya akan dipercepat atau tertunda tergantung pada doa-doa anak-anak Allah.
Allah ingin agar anak-anak-Nya di bumi berdoa sebelum Dia melakukan sesuatu. Pada zaman Ahab, firman Tuhan datang dengan jelas kepada Elia yang mengatakan, “Aku hendak memberi hujan ke atas muka bumi.” Namun Dia tidak menurunkan hujan sebelum Elia berdoa (1 Raj. 18:1, 41-45). Allah tidak mau melaksanakan kehendak-Nya sendirian; Dia ingin kita berdoa sebelum Dia melaksanakan kehendak-Nya. Jadi apakah doa? Doa adalah: pertama, Allah mempunyai kehendak; kedua, kita terjamah oleh kehendak-Nya, lalu kita berdoa; dan ketiga, sementara kita berdoa, Allah menjawab doa kita.
Kebangunan rohani di Wales pada tahun 1903-1904 boleh dianggap kebangunan rohani terbesar dalam sejarah gereja. Allah memakai Evan Robert, seorang pekerja tambang batu bara, sebagai bejana untuk mendatangkan kebangunan yang besar itu. Dia tidak begitu terpelajar, tetapi doanya sangat dalam. Kapan kala kehendak anak-anak Allah selaras dengan kehendak Allah, maka kehendak-Nya akan terlaksana di bumi seperti di surga.

Doa:
Ya Bapa, berkatilah gereja-Mu di muka bumi sehingga dapat mengemban tugas yang Kau amanatkan yakni memperluas batas wilayah kerajaan-Mu dari surga ke bumi. Jadikanlah aku bagian dari kehendak-Mu, melalui aku memberitakan Injil dan kebenaran kepada orang-orang di sekitarku. Ya Bapa, jadikan aku orang yang memperluas kerajaan-Mu di bumi. Amin.

29 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 2 Senin

Berdoalah Demikian:...
Matius 6:9-10
Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.

Sejak bumi diciptakan, doa sudah sering diucapkan kepada Allah. Dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman, tak terhitung banyaknya orang yang berdoa kepada Allah. Walau demikian, sangat jarang yang berdoa dengan benar. Kebanyakan orang hanya memperhatikan keperluan mereka, tetapi sangat sedikit yang memperhatikan apa yang diinginkan Allah. Itulah sebabnya Tuhan Yesus membuka mulut untuk mengajar kita berdoa. Allah telah datang ke bumi untuk menjadi seorang manusia, dan untuk pertama kalinya memberi tahu kita bagaimana berdoa dengan tepat.
Doa yang Tuhan Yesus ajarkan dalam Matius 6:9-13 umumnya dikenal sebagai “Doa Bapa Kami”. Tetapi sebenarnya, doa ini bukanlah Doa Bapa Kami, melainkan doa yang diajarkan Tuhan kepada kita. Frase “Berdoalah demikian” bukan berarti harus mengulangi kata-kata ini setiap kali kita berdoa, tetapi kita perlu berdoa menurut prinsip yang diajarkan Tuhan kepada kita.
Tuhan ingin kita berdoa kepada Bapa yang di surga. “Bapa” adalah sebutan baru bagi manusia untuk memanggil Allah. Sebelumnya manusia memanggil Dia sebagai Allah yang Mahakuasa, Allah yang Mahatinggi, Allah yang hidup, atau Yehova; tidak ada seorang pun dari mereka yang berani memanggil Allah sebagai “Bapa”. Hal ini jelas menunjukkan bahwa doa ini diucapkan oleh mereka yang sudah beroleh selamat dan memiliki hayat kekal. Hanya mereka yang lahir dari Allah adalah anak-anak Allah, dan hanya mereka yang dapat memanggil Allah sebagai “Bapa”. Doa ini diucapkan atas dasar bahwa kita adalah anak-anak-Nya. Mulai sekarang kita dapat mengucapkan doa kepada Bapa kita yang di surga. Alangkah manis dan ajaibnya perkara ini. Sebagai Bapa kita, Dia tidak hanya akan mendengar doa kita, tetapi juga akan membuat kita, anak-anak terkasih-Nya, memiliki sukacita untuk berdoa.

Mat. 6:9-13; Yoh. 17:6, 26; Yeh. 36:21

Bagian pertama dari doa yang Tuhan Yesus ajarkan kepada murid-murid-Nya adalah bagian mengenai perkara-perkara Allah, adalah doa dengan tiga kedambaan hati kita terhadap Allah (Mat. 6:9-10). Kedambaan hati kita terhadap Allah yang pertama seharusnya adalah “Dikuduskanlah nama-Mu”. Hari ini Bapa mempunyai satu harapan, yaitu semua anak-anak-Nya berdoa agar nama-Nya dikuduskan oleh manusia. Memang nama Allah sangat diagungkan di antara malaikat-malaikat, tetapi di bumi, nama Allah dipakai dengan sembarangan, disebutkan secara tidak kudus. Dia menghendaki anak-anak-Nya berdoa: “Dikuduskanlah nama-Mu.” Kalau kita mengasihi dan mengenal Allah, kita pasti mendambakan nama Allah dikuduskan. Kita akan merasa terluka kalau ada orang menyebutkan nama Allah dengan sia-sia.
Dalam Alkitab, nama Allah dipergunakan untuk memberi wahyu kepada manusia agar mereka mengenal Allah. Nama-Nya mewahyukan hakiki-Nya dan mengungkapkan kesempurnaan-Nya. Hal ini tidak dimengerti oleh jiwa manusia, perlu Tuhan sendiri mewahyukannya kepada kita (Yoh. 17:6, 26). Untuk mengenal nama Allah, kita perlu mendapat wahyu berulang-ulang dari Tuhan. Selain itu, “Dikuduskanlah nama-Mu” ini bukan hanya menyatakan keinginan hati kita, tetapi juga penyembahan kita kepada Bapa. Kita harus memberikan kemuliaan kepada Allah. Kita harus memulai doa kita dengan pujian. Muliakanlah Allah sebelum mengharap belas kasihan dan anugerah-Nya. Biarlah Dia menerima pujian yang penuh tentang diri-Nya, kemudian kita akan menerima anugerah-Nya. Yang paling utama dan juga merupakan sasaran akhir dari doa kita adalah agar Allah dimuliakan.
Nama Allah berhubungan dengan kemuliaan-Nya. “Aku merasa sakit hati karena nama-Ku yang kudus yang dinajiskan...” (Yeh. 36:21a). Kaum Israel pernah suatu waktu tidak menguduskan nama Allah, sebaliknya mereka menajiskan nama-Nya ke mana pun mereka pergi, baik melalui perkataan maupun perbuatan mereka yang jahat. Hal itu sangat menyakiti hati Allah. Demi kemuliaan-Nya, biarlah nama-Nya senantiasa dikuduskan melalui kita.

Doa:Ya Bapa, Engkau adalah Bapa yang kudus. Nama-Mu adalah nama yang kudus. Aku berdoa, biarlah nama-Mu senantiasa dikuduskan di dalam hidupku, di dalam keluargaku, dan di dalam gereja-Mu. Ampunilah bila di masa yang lalu hidupku belum bisa memuliakan nama-Mu. Hari ini aku bertobat, tidak berani mencemarkan atau merugikan nama-Mu

27 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 1 Sabtu

Jangan Berdoa seperti Kebiasaan Bangsa-bangsa (2)
Yakobus 5:16
Karena itu hendaklah kamu saling mengaku dosamu dan saling mendoakan, supaya kamu sembuh. Doa orang yang benar, bila dengan yakin didoakan, sangat besar kuasanya.

Jenis keempat dari doa yang tidak diperkenan Allah adalah doa yang dipanjatkan oleh seseorang yang masih menyimpan kesalahan atau dosa. Adakalanya walaupun kita telah berdoa, juga tidak salah berdoa, namun Allah tetap tidak mengabulkan doa kita. Mengapa? Ini disebabkan ada suatu penghalang yang mendasar, yaitu ada dosa yang menyekat kita dengan Allah. Mazmur 66:18 mengatakan, “Seandainya ada niat jahat dalam hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar.” Bila seseorang dalam hatinya masih menyayangi, atau menyimpan dosa yang jelas dan disadarinya, niscaya doanya mustahil Tuhan kabulkan. Dosa itulah suatu rintangan besar yang menyebabkan Tuhan tidak dapat mengabulkan doanya.
Apa artinya “ada niat jahat dalam hatiku?” Itu berarti ada suatu dosa yang tidak rela kita tinggalkan, hati kita tetap ingin menyimpannya. Dengan kata lain, kita masih menyayangi dosa, enggan meninggalkan dosa. Kalau kita masih demikian menyayangi suatu dosa, maka Tuhan tidak mungkin mengabulkan doa kita. Satu dosa saja cukup menghalangi pengabulan doa. Karena itu, janganlah kita menyimpan satu dosapun di dalam hati, semua dosa harus kita akui sebagai dosa, dan harus kita letakkan di bawah darah Tuhan. Tuhan bisa bersimpati atas kelemahan kita, namun Dia tidak bisa membiarkan hati kita menyimpan dosa. Allah tidak bisa berkompromi dengan dosa.
Dalam kitab Amsal 28:13 dikatakan, “Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi.” Tidak berdoa, tidak mungkin mendapatkan, salah berdoa, juga tidak akan mendapatkan. Sekalipun telah berdoa dan tidak salah berdoa, bila hati kita masih menyenangi sesuatu dosa atau enggan meninggalkan dosa, doa kita tetap tidak bisa Allah kabulkan.

Mat. 6:5-8; Yak. 5:16; Mzm. 66:18; Ams. 28:13

Allah juga tidak bisa mengabulkan doa yang dipanjatkan kepada-Nya namun tanpa minat atau kesungguhan. Seringkali doa-doa yang demikian sebenarnya bahkan tidak dapat disebut sebagai suatu doa. Iblis tidak hanya tidak memberi kita waktu, tidak memberi kita kekuatan, bahkan ketika kita berdoa, ia membuat kita mengucapkan banyak perkataan yang kosong. Pada suatu hari di ruang tamu rumah Evan Roberts, tokoh kebangunan rohani di Wales, ada beberapa orang sedang berdoa untuk suatu hal. Ketika salah seorang saudara baru berdoa, sampai separuh, tiba-tiba Evan Robert mendekatinya dan dengan tangan menutup mulutnya serta berkata, “Saudara! Anda jangan meneruskan kata-kata Anda, karena Anda bukan berdoa.”
Sering kali ketika berdoa, kita sepertinya telah mengelilingi dunia beberapa putaran, menghabiskan semua waktu dan tenaga kita, sehingga tidak memiliki doa yang wajar yang membuat doa kita memperoleh jawaban. Doa tidak perlu terlalu panjang, juga tidak perlu menata banyak perkataan di dalamnya. Cukuplah dengan sungguh-sungguh meletakkan niat hati di hadapan Allah, tidak perlu lagi ditambah dengan “bumbu-bumbu” lainnya. Ketika kita pergi ke hadapan Allah, harus terlebih dulu mempersiapkan apa yang ingin kita doakan; kita sendiri harus jelas tentang apa yang akan kita minta. Kalau kita tidak mempunyai minat atau permintaan yang jelas, berarti tidak ada doa. Allah tidak bisa mengabulkan doa yang asal-asalan, yang tidak memiliki tujuan. Akibatnya, setelah selesai berdoa, tetap tidak ada perubahan yang terjadi.
Terakhir, seringkali doa-doa kita tidak mendapatkan pengabulan karena kita berdoa dengan menggunakan organ yang salah. Kita mungkin berdoa dengan mengandalkan otak, mengucapkan doa-doa yang baku, yang sudah dihafalkan bagaikan mantera. Doa yang agamis demikian, mustahil menjamah kehendak Allah. Sebaliknya, doa yang sejati ialah doa yang dipanjatkan dengan menggunakan roh menjamah Tuhan yang subyektif. Allah itu Roh, dan Ia ada di dalam roh kita. Ketika kita berdoa kepada-Nya, kita harus menjamah-Nya, menyentuh-Nya dengan roh kita. Doa yang menyentuh Tuhan semacam ini memungkinkan kita beroleh pengabulan doa.

Doa:
Ya Tuhan, perbaharuilah konsepsiku terhadap perihal berdoa. Ampuni bila selama ini doa-doa yang kupanjatkan itu salah sehingga tidak Kau perkenan. Mulai hari ini, aku mau belajar mengakui semua kesalahanku, tidak menyimpan kesalahan orang lain, dan berdoa dengan rohku sehingga apa yang menjadi keperluanku Kaukabulkan menurut kegenapan waktu-Mu.

26 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 1 Jumat

Jangan Berdoa seperti Kebiasaan Bangsa-bangsa (1)
Matius 6:7
Lagipula dalam doamu itu janganlah kamu bertele-tele seperti kebiasaan orang yang tidak mengenal Allah. Mereka menyangka bahwa karena banyaknya kata-kata doanya akan dikabulkan.

Dalam hal berdoa, Tuhan mengingatkan kita untuk tidak berdoa menurut kebiasaan bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Peringatan ini secara tidak langsung membuktikan bahwa ada kemungkinan di mana umat kerajaan berdoa, namun dengan cara yang salah, yakni seperti yang dilakukan oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Doa-doa seperti apakah yang sering dipanjatkan oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah? Baik menurut Alkitab maupun menurut pengalaman rohani kaum beriman yang lebih dewasa dalam hayat, setidaknya ada enam jenis doa yang tidak mungkin didengar dan dijawab oleh Allah.
Pertama, doa yang dilakukan seperti orang munafik (Mat. 6:5), yakni doa yang diucapkan supaya dilihat dan dipuji oleh orang. Apabila kita berdoa secara demikian, dapat dipastikan bahwa Bapa yang di surga tidak akan mengindahkannya, apalagi menjawabnya. Kedua, doa yang bertele-tele (Mat. 6:7). Bertele-tele atau mengulang-ulang dengan sia-sia dalam bahasa Yunaninya berarti mengulang-ulang secara monoton seperti suara orang gagap. Beberapa orang mengulang-ulang kata-kata yang sama secara monoton dalam doa mereka. Doa demikian tidak lebih dari suara-suara tanpa arti. Doa yang demikian adalah sia-sia dan sama sekali tidak berkhasiat.
Didengar atau tidaknya doa kita itu oleh Tuhan tergantung pada sikap kita di hadapan-Nya dan keperluan kita, tidak tergantung pada banyak atau sedikitnya kata-kata kita. Kalau kita berdoa dengan bertele-tele seperti berpidato atau membaca puisi yang panjang di depan manusia, doa kita tidak akan dijawab, walaupun mungkin kata-kata yang kita ucapkan itu sangat banyak. Kita memang harus berdoa. Tetapi dalam doa kita, keinginan hati kita harus melebihi perkataan kita; percayanya kita harus lebih kuat daripada banyaknya perkataan kita.

Mat. 6:5-8; Yak. 4:3; Ef. 3:20

Doa jenis ketiga yang tidak mungkin mendapatkan pengabulan Allah adalah doa yang dipanjatkan menurut hawa nafsu daging (Yak. 4:3). Doa seperti ini dipanjatkan bukan untuk kepentingan Allah, melainkan untuk memuaskan hawa nafsu. Apa artinya berdoa menurut hawa nafsu? Artinya kita meminta kepada Allah atas sesuatu yang bukan keperluan kita saat ini, atau meminta sesuatu di luar batas keperluan kita. Kalau meminta bukan karena keperluan, itu adalah ketamakan, adalah salah minta. Sebagai Bapa yang memelihara kita, Allah senang memenuhi segala keperluan kita, tetapi Dia tidak akan memberi kita sesuatu guna memuaskan keinginan daging kita.
Doa kita kepada Allah seharusnya dikarenakan kita benar-benar mempunyai keperluan, jangan berdoa sembarangan, yakni tanpa alasan atau di luar batas kemampuan. Jangan menuruti hawa nafsu daging dan seenaknya meminta sesuatu di luar keperluan. Jika demikian, doa kita akan sia-sia saja. Memang kadang kala Allah mengaruniakan sesuatu kepada kita “jauh lebih banyak daripada yang kita doakan dan pikirkan” (Ef. 3:20), tetapi ini adalah masalah lain. Tatkala kita berdoa, kita harus memiliki motivasi yang tulus dan murni.
Meminta sesuatu melampaui kebutuhan atau melampaui kekurangan yang sesungguhnya, berarti salah berdoa. Jika ada keperluan, kita boleh berdoa kepada Allah, tetapi kalau keperluan kita hanya sebanyak itu, kita harus meminta sebanyak itu pula. Bila kita meminta lebih dari yang kita perlukan, itu berarti kita salah berdoa. Kalau kita mempunyai kebutuhan yang besar, kita patut meminta kepada Allah sesuai kebutuhan tersebut. Tetapi jika keperluan kita tidak begitu banyak, namun kita meminta banyak, itulah salah berdoa. Kita hanya patut berdoa menurut kapasitas dan keperluan kita. Jika kita seenaknya meminta ini dan itu, niscayalah kita tidak akan mendapatkan pengabulan Allah. Salah berdoa sama halnya seorang anak berumur empat tahun berkata kepada ayahnya, “Ayah, berilah aku bulan yang di langit itu.” Allah tidak senang mendengar doa atau permintaan yang salah. Setiap orang Kristen harus belajar berdoa dalam lingkungannya yang wajar, jangan membuka mulut dan bersuara dengan sia-sia, yaitu berdoa di luar kebutuhan yang sesungguhnya.

Doa:
Ya Bapa, belaskasihanilah aku agar aku nampak betapa pentingnya berdoa menurut kehendak-Mu. Ampuni bila selama ini aku berdoa menurut cara dan perilaku bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Sesungguhnya Engkau senang mendengar doa yang sederhana, tulus, dan sesuai dengan keperluan. Karena itu, luruskanlah motivasi hatiku saat aku berdoa.

25 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 1 Kamis

Bapa Melihat dan Membalas Doa yang Tersembunyi
Matius 6:6
Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutuplah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

Tuhan Yesus berkata, “Apabila kamu berdoa, janganlah berdoa seperti orang munafik. Mereka suka mengucapkan doanya dengan berdiri dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya, supaya mereka dilihat orang.” Pada prinsipnya, berdoa berarti berkomunikasi dengan Allah untuk mengekspresikan kemuliaan Allah. Tetapi orang-orang munafik menggunakan doa yang seharusnya memuliakan Allah itu untuk memuliakan diri sendiri. Karena itu mereka senang berdoa dalam rumah-rumah ibadat dan pada tikungan-tikungan jalan raya. Mereka berdoa bukan untuk didengar Allah, tetapi agar dilihat orang, untuk menonjolkan diri sendiri. Doa-doa seperti ini sangat dangkal dan tidak dapat dianggap sebagai doa kepada Allah atau bersekutu dengan Allah. Orang yang berdoa secara demikian tidak akan menerima apa pun dari Tuhan.
Kalau begitu, bagaimana seharusnya kita berdoa? Tuhan Yesus berkata, “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, ....”. Rumah ibadat dan tikungan jalan raya mewakili tempat-tempat terbuka (umum), sedangkan kamar mewakili tempat yang tersembunyi. Bila motivasi kita benar, kita masih bisa mendapatkan “kamar” walaupun di tikungan jalan raya dan di tempat ibadat sekalipun. Kamar adalah tempat kita berkomunikasi dengan Allah secara diam-diam, tempat kita tidak memamerkan doa kita dengan sengaja. Agar kita dapat berdoa dengan baik, kita perlu masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Ini berarti kita perlu memisahkan diri dari keramaian dan kesibukan dunia. Dengan kata lain, agar dapat berdoa, kita harus mengabaikan segala hiruk pikuk dan suara gaduh di luar, lalu dengan diam-diam berdoa kepada Allah. Tuhan menjamin bahwa doa kita di tempat tersembunyi itu tidak akan sia-sia. Kalau kita berdoa dengan benar, Bapa akan membalas kita.

Mat. 6:6

Menurut pikiran kita, doa itu selalu didengar, tetapi Tuhan berkata bahwa doa itu dilihat (Mat. 6:6). Karena itu, sering kali ketika kita kekurangan kata-kata di hadapan Allah, sikap kita pun berharga bagi-Nya; sebab Dia melihat, tidak hanya mendengar! Dia tidak hanya mendengar apa yang kita ucapkan, tetapi terlebih melihat bagaimana sikap dan hati kita tatkala kita berdoa. Kita seharusnya bertanya pada diri sendiri, “Belakangan ini, ada berapa banyak aku berdoa kepada Allah? Dari sekian banyak doa-doa itu, berapakah yang hanya dilihat oleh Allah sendiri?”
Tidak ada orang yang mempunyai posisi lebih berbahaya daripada orang yang melayani Tuhan, karena pencobaan yang ia alami biasanya lebih banyak daripada orang lain pada umumnya. Orang yang melayani Tuhan mudah sekali tergoda untuk memamerkan segala sesuatu yang ia miliki di hadapan manusia, termasuk juga hal-hal yang ia miliki secara tersembunyi. Berapa banyakkah hal yang hanya dilihat oleh Allah dalam kehidupan kita? Berapa banyakkah hal dari hayat rohani kita yang tidak diceritakan kepada orang lain? Jika kita tidak punya sama sekali pengalaman atas doa yang tersembunyi di hadapan Allah, itu menandakan bahwa kita tidak berakar. Jika kita tidak mempunyai satu pun pengalaman rohani yang tersembunyi, jika kita belum pernah bertemu muka dengan Allah secara tersembunyi, jika kita belum pernah ditanggulangi oleh Allah secara tersembunyi, khususnya dalam hal berdoa, maka semua yang kita miliki adalah kerohanian yang dangkal dan kurang bernilai.
Untuk mendorong kita agar lebih giat datang kepada Tuhan secara tersembunyi dan bersekutu akrab dengan-Nya, marilah kita simak bersama beberapa syair kidung karya William D. Longstaff di bawah ini:

1. Giat menghadap Tuhan, saling bicara / Tinggal di dalam-Nya, makan firman-Nya /
Tunggu di depan-Nya, lembut dan taat / Atas setiap hal, cari berkat-Nya

2. Giat menghadap Tuhan, meskipun sibuk / Sering sendirian, beserta Tuhan /
Lewat pandang Yesus, serupa Dia / Atas perbuatan, tampil citra-Nya.

3. Giat menghadap Tuhan, hati perlu tenang / Dia yang mengurus angan dan sifat
Roh-Nya membawamu ke sumber kasih / Kau layak bekerja, karya surgawi.

Doa:
Ya Bapa, Engkau adalah Bapa yang melihat dan membalas semua perbuatan anak-anak-Mu secara tersembunyi. Dalam hal berdoa, aku mau belajar memanjatkannya secara tersembunyi, sehingga doa-doaku Kau dengar dan Kau kabulkan. Ya Bapa, selamatkanlah aku dari memanjatkan doa yang sia-sia.

24 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 1 Rabu

Tidak Mencari Kemuliaan dan Pujian Manusia
Matius 6:4
Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.

Melakukan perbuatan baik secara tersembunyi memang sangat berlawanan dengan kecenderungan alamiah kita. Menurut kecenderungan alamiah kita, semakin banyak orang yang tahu bahwa kita telah melakukan suatu kebaikan, semakin baik. Mengapa demikian? Karena setiap manusia pada dasarnya membutuhkan pengakuan dari orang lain. Semakin banyak beroleh pengakuan, semakin banyak pula beroleh kemuliaan. Inilah ekspresi dari ego, ekspresi dari ciptaan lama.
Jika orang Kristen ingin menempuh kehidupan rohani yang bertumbuh, ia harus bekerja sama dengan Allah dalam hal menyangkal dirinya sendiri. Penebusan Allah menuntut kita menyingkirkan ciptaan lama dengan tuntas. Kehendak Allah dan keinginan jiwa kita tidak bisa berdampingan. Jika orang Kristen ingin mengikuti Tuhan, ia harus menentang keinginannya sendiri. Semua minat, kecenderungan, dan kesukaan kita harus dimatikan. Kita harus dengan senang menerima setiap perkara yang begitu bertentangan dengan keinginan alamiah kita demi untuk menanggulangi hayat jiwa kita.
Memikul salib berarti disalibkan. Setiap kali kita dengan tenang menerima sesuatu yang menimpa kita, sesuatu yang bertentangan dengan keinginan alamiah kita, kita menancapkan satu paku lagi untuk memaku kuat-kuat hayat jiwa kita. Semua kemuliaan hampa harus disalibkan. Keinginan kita untuk dipandang, dihormati, disanjung, ditinggikan, dan diapresiasi orang, harus disalibkan. Keinginan kita untuk memamerkan diri perlu disalibkan. Semua hiasan luaran untuk menarik pujian manusia perlu disalibkan. Semua peninggian diri dan bangga diri perlu disalibkan. Mengapa Allah menuntut kita demikian? Agar kita belajar tunduk kepada Allah dan hidup di dalam-Nya; karena hanya dengan cara inilah perjalanan rohani kita dapat bergerak maju.

Mat. 6:3-4; 2 Kor. 3:10; 2 Tim. 2:10

Kemuliaan apakah yang seharusnya kita dambakan? Kemuliaan yang sia-sia? Bukan. Kemuliaan yang melebihi segala-galanya (2 Kor. 3:10). Kemuliaan ini juga adalah kemuliaan yang kekal (2 Tim. 2:10). Kemuliaan yang melebihi segala-galanya ini bersumber dari Allah dan hanya dapat dilihat oleh Allah. Sebaliknya, kemuliaan yang diberikan oleh manusia, yang dapat dilihat oleh banyak orang hari ini, adalah kemuliaan yang sia-sia dan sementara. Orang yang suka bila disanjung-sanjung karena perbuatan baiknya, seolah-olah sangat mulia, namun sebenarnya kakinya tengah berpijak pada kesia-siaan. Ingatlah, tidak ada kemuliaan yang berasal dari manusia yang berlangsung selama-lamanya. Semua itu adalah kemuliaan yang sia-sia, yang dalam sekejap segera berlalu. Karena itu, janganlah kita mencari kemuliaan manusia, sebaliknya marilah kita mencari kemuliaan Allah, kemuliaan yang kekal dan yang melebihi segala-galanya.
Siapakah yang seharusnya memuji kita? Selain Tuhan, siapa pun tidak sepatutnya memuji kita! Kalau orang memuji kita karena perbuatan baik yang kita pamerkan, itu berarti kita telah direndahkan oleh Allah. Apakah kita masih menginginkan itu? Kalau kita mengharapkan kelak Tuhan berkata kepada kita, “Hai hamba-Ku yang baik...”, berharap pada hari itu menerima mahkota, maka tidak seharusnya kita mencari pujian manusia atau tamak akan sanjungan orang. Roh kita seharusnya dikendalikan dan dibatasi oleh surga, sehingga tidak lagi suka membanggakan diri secara daging demi mendapatkan pujian dan kemuliaan manusia yang sia-sia.
Dalam hal memasukkan uang ke dalam kotak persembahan, kita wajib melakukannya secara tersembunyi di hadirat Bapa surgawi kita. Janganlah menuliskan nama kita di amplop persembahan dengan harapan orang lain akan mengetahui bahwa kitalah si pemberi itu. Tuhan Yesus berkata, “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu” (Mat. 6:3-4). Dilihat Bapa lebih penting dan bernilai daripada dilihat manusia!

Doa:
Ya Bapa, bawalah aku masuk ke dalam pengalaman akan salib sehingga semua keinginan diri dan cara hidup yang sia-sia tersingkir. Bapa, ajarlah aku hanya mencari pujian dan hormat dari-Mu, bukan dari orang-orang di sekelilingku, karena aku tahu hanya dengan jalan ini aku dapat mengikuti Tuhan dan melayani-Nya di jalan yang benar.

23 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 1 Selasa

Berakar dan Bertumbuh dalam Kristus
Kolose 2:7
Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.

Kehidupan yang tersembunyi dapat pula dikatakan sebagai kehidupan yang dalam. Kehidupan yang demikian merupakan jalan yang terbaik untuk bertumbuh dalam hayat. Dalam Perjanjian lama, kehidupan yang dalam, kehidupan yang tersembunyi, dapat diumpamakan sebagai bunga bakung, pohon zaitun, dan pohon anggur di Libanon (Hos.14:6-8).
Orang yang memiliki kehidupan yang tersembunyi itu bagaikan bunga bakung yang tumbuh di lembah, yang sepenuhnya hidup bersandar sinar matahari, hujan, dan embun. Sebagai umat kerajaan, kita adalah bunga-bunga bakung di lembah (Kid. 2:1), yang mutlak bersandar pada perawatan dan pemeliharaan Allah. Kehidupan rohani yang bersih dan indah hanya dapat dihasilkan dari persekutuan yang tersembunyi dengan Allah.
Orang yang kehidupannya berakar dapat juga diibaratkan sebagai pohon zaitun. Walau ia tidak semarak, tetapi ia menghasilkan buah-buah yang mengandung minyak. Keindahan orang Kristen terletak pada buah-buah Roh Kudus yang ia hasilkannya, bukan semarak yang di luar. Selain itu, orang yang memiliki kehidupan yang tersembunyi juga bagaikan pohon anggur yang berbuah banyak. Inilah kehidupan orang Kristen yang seharusnya kita miliki.
Kalau kita ingin memiliki kehidupan yang demikian, kita harus berlatih, sedikitnya setiap hari ada waktu khusus untuk membaca Alkitab dan berdoa di depan Allah, sambil membaca Alkitab sambil berdoa. Kalau mungkin, tetapkanlah waktu untuk berdoa bagi orang lain, berdoa untuk gereja-gereja di setiap tempat, dan berdoa untuk pekerjaan Allah. Kalau ada orang Kristen yang pada hari-hari biasa tidak membaca Alkitab dan berdoa, jangan harap ia memiliki kehidupan yang berakar dan bertumbuh. Ini bukan satu slogan yang kosong, melainkan pelaksanaan dalam hidup kita sehari-hari.

Mat. 6:1-4; Hos. 14:6-8; Kid. 2:1; Yes. 39

Pengajaran Tuhan Yesus di atas bukit sangatlah istimewa. Di satu pihak Dia mengatakan, “Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.” Di pihak lain Ia berkata, “Jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu; jika engkau berdoa, berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi.” Karena itu, di satu pihak tidak ada seorang Kristen yang dapat secara diam-diam menjadi orang Kristen. Di pihak lain ada banyak kebajikan orang Kristen yang seharusnya tersembunyi, tidak seharusnya dipaparkan keluar. Orang yang hanya memiliki yang terpapar di hadapan orang lain, tetapi tidak memiliki yang tersembunyi adalah orang yang tidak memiliki akar; orang ini tidak akan tahan uji, tidak tahan pencobaan.
Yesaya pasal 39 mengisahkan bahwa raja Babel menyuruh orang membawa surat dan pemberian kepada Hizkia, sebab telah didengarnya bahwa Hizkia tadinya sakit dan sudah sembuh kembali. Alkitab mencantumkan, “Hizkia bersukacita atas kedatangan mereka, lalu diperlihatkannyalah kepada mereka gedung harta bendanya, emas dan perak, rempah-rempah dan minyak yang berharga, segenap gedung persenjataannya dan segala yang terdapat dalam perbendaharaannya.” (Yes. 39:2a). Dibukanya gedung harta benda Hizkia untuk diperlihatkan kepada orang lain, menyatakan bahwa ia tidak ditanggulangi oleh salib, hayat alamiahnya tidak pernah ditanggulangi. Hizkia tidak memiliki akar, Hizkia tidak memiliki kehidupan yang tersembunyi. Sebab itu nabi Yesaya mengatakan bahwa suatu masa akan datang, bahwa segala yang ada dalam istananya akan diangkut ke Babel, tidak ada barang yang akan ditinggalkan. Ini berarti, seberapa banyak perkara yang kita perlihatkan kepada orang lain, sejumlah itu pula yang akan diambil dari diri kita.
Hari ini banyak orang seperti Hizkia, yang tidak tahan untuk tidak memamerkan diri, tidak tahan untuk tidak membuka “gedung hartanya” dan memperlihatkannya kepada orang lain. Kehidupan dangkal semacam ini akan membuat kita menderita kerugian yang sangat besar di hadapan Allah. Kehidupan semacam ini menghambat pertumbuhan kita di hadapan Allah.

Doa:
Ya Bapa, ajarlah aku untuk memustikakan pengalaman yang tersembunyi dengan-Mu baik melalui berdoa, membaca firman-Mu, maupun melalui pujian dan penyembahan. Aku mau melatih rohku untuk bersentuhan dengan-Mu. Aku damba bertumbuh di dalam-Mu sehingga semua hal yang bukan berasal dari Engkau tersingkir semuanya.

22 July 2007

Matius Volume 4 - Minggu 1 Senin

Bapa Kita Melihat yang Tersembunyi
Matius 6:1
Ingatlah, jangan kamu melakukan kewajiban agamamu (kebenaranmu, Tl.) di hadapan orang supaya dilihat mereka, karena jika demikian, kamu tidak beroleh upah dari Bapamu di surga.

Bagi kita, umat Kerajaan Surga, Allah bukan hanya Allah yang menciptakan kita, tetapi juga Bapa yang melahirkan kita kembali. Kita tidak hanya memiliki hayat insani yang diciptakan, tetapi juga memiliki hayat ilahi, hayat yang kekal. Bapa kita adalah Bapa yang tersembunyi (Yoh. 1:18). Karena itu Ia menghendaki kita, anak-anak-Nya, melakukan perbuatan benar secara tersembunyi. Mungkin orang lain tidak tahu apa yang kita lakukan, tetapi Bapa kita melihat segala sesuatu yang tersembunyi. Oleh karena itu, kita harus belajar hidup dalam hadirat Bapa dan memperhatikan kehadiran Bapa. Apa pun yang kita lakukan secara tersembunyi untuk Kerajaan Bapa, tidak ada yang luput dari perhatian Bapa. Bapa surgawi kita melihat seluruh perbuatan benar yang kita lakukan secara tersembunyi.
Mengapa umat kerajaan harus melakukan perbuatan benar mereka secara tersembunyi? Karena Bapa menghendaki umat kerajaan hidup menurut hayat ilahi kekal-Nya, bukan menurut daging. Daging kita selalu mencari kemuliaan bagi diri sendiri, selalu ingin melakukan perbuatan baik di hadapan manusia untuk mendapatkan pujian manusia. Di bawah pemerintahan surgawi kerajaan, kita tidak diperbolehkan melakukan apa pun di dalam daging untuk mendapatkan pujian manusia, tetapi harus melakukan segala hal di dalam roh untuk menyenangkan Bapa Surgawi kita.
Patut disayangkan, hari ini tidak sedikit orang Kristen yang berlomba-lomba melakukan perbuatan baik guna mendapatkan pujian dan kemuliaan manusia. Tidak hanya di dunia sekuler orang mencari ketenaran, dalam dunia rohani pun tidak sedikit yang mencari popularitas dengan cara melakukan suatu perbuatan baik secara terbuka. Memamerkan perbuatan baik kita di muka umum sungguh tidak sesuai dengan sifat dari hayat ilahi Bapa yang tersembunyi itu.

Mat. 6:1-4; Yoh. 1:18

Hasil dari melakukan perbuatan benar secara tersembunyi ialah ego dan daging kita disalibkan. Dalam masyarakat hari ini jika orang-orang tidak diperbolehkan memamerkan perbuatan baik mereka, dapat dipastikan bahwa mereka akan enggan melakukannya. Dalam hal pengumpulan dana misalnya. Momen ini biasanya memberikan kesempatan bagi para donatur untuk pamer. Semakin besar kesempatan untuk pamer, semakin bergairah orang untuk memberikan donasi. Semakin besar donasi yang disumbangkan, semakin besar kemuliaan manusia yang didapatkan. Inilah ekspresi daging! Betapa memalukannya bila gereja Tuhan hari ini dipenuhi dengan orang-orang yang mencari kemuliaan bagi diri sendiri.
Prinsip dasar kita sebagai umat kerajaan dalam melakukan perbuatan benar ialah tidak memamerkan diri kita. Sedapat mungkin, sembunyikanlah diri kita, tutupilah diri kita, dan lakukanlah segala kebajikan yang tersembunyi di hadirat Bapa surgawi. Perbuatan benar yang kita lakukan secara tersembunyi dapat diibaratkan sebagai akar dari suatu tanaman. Apakah akar? Akar adalah bagian yang tidak kelihatan dari suatu tanaman. Akar terpendam di dalam tanah. Jadi akar melambangkan kehidupan kita yang rahasia dan tersembunyi. Orang yang tidak memiliki akar di hadapan Bapa, kehidupan rohaninya pasti layu dan gersang. Orang yang tidak memiliki kehidupan yang rahasia dan tersembunyi, yang memiliki sesuatu hanya di hadapan manusia, yang tidak mempunyai sesuatu yang tersembunyi di hadapan Bapa, pasti tidak mampu memikul salib.
Hari ini kita harus memeriksa diri sendiri di hadapan Allah, melihat berapa banyak hidup kita yang ada di hadapan manusia dan berapa banyak yang ada di hadapan Allah. Selain kesaksian kita di depan umum, pembacaan Alkitab, dan doa-doa, berapa banyak perkara yang kita lakukan secara tersembunyi? Jika kita tidak mempunyai satu pun yang tersembunyi, yang rahasia, berarti hidup kita tidak berakar. Tidak heran, begitu salib tiba, kita tidak mampu menanggungnya. Jika kita tidak bisa memelihara kehidupan yang tersembunyi di depan Bapa, cepat atau lambat akan ternyata bahwa kehidupan rohani kita begitu dangkal dan rapuh. Perkataan ini harus menjadi dorongan bagi kita.

Doa:
Ya Bapa, aku bersyukur atas terang firman-Mu yang menyingkapkan keadaan batiniahku. Ampunilah aku apabila selama ini sering mencari pujian manusia lebih daripada mencari perkenan-Mu. Bapa, aku mau belajar hidup menurut hayat ilahi-Mu, melakukan perbuatan benarku secara tersembunyi dan menempuh kehidupan yang tersembunyi di depan-Mu.

13 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 4 Sabtu

Jalan untuk Menjadi Sempurna seperti Bapa
Matius 5:48
Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.

Seringkali kita hidup bagaikan anak-anak burung rajawali yang mengira dirinya adalah anak-anak ayam. Kita selalu merasa diri sendiri lemah, tidak berdaya, tidak bertalenta, bahkan tidak berguna. Kita hidup seperti anak-anak ayam yang tidak memiliki pengharapan. Begitu mendengar perkataan bahwa kita harus menjadi sempurna seperti Bapa yang di surga, kita langsung memvonis bahwa hal itu mustahil terjadi. Renungkanlah: Mustahilkah seekor anak rajawali terbang tinggi di angkasa? Tidak, bukan? Asal ia benar-benar adalah anak burung rajawali, kelak ia pasti bisa terbang. Mustahilkah kita menjadi sempurna seperti Bapa? Tentu saja tidak, asalkan kita benar-benar adalah anak-anak Bapa, anak-anak yang dilahirkan oleh-Nya (Yoh. 1:13). Lagi pula, Allah tidak pernah memberi perintah yang mustahil untuk kita lakukan. Menjadi sempurna bukan tergantung pada usaha kita, tetapi tergantung pada siapakah kita. Kalau kita adalah anak-anak Bapa yang sejati, memiliki hayat ilahi Bapa, maka kita memiliki harapan untuk menjadi sempurna. Asalkan kita terus bertumbuh dalam hayat-Nya, kita akan menjadi sempurna, sama seperti Dia.
Banyak orang Kristen salah paham terhadap permintaan di atas sehingga putus asa dan mengatakan, “Ini terlalu berat bagi kita. Kita tidak akan dapat mencapainya. Tidak mungkin memenuhinya.” Mata kita harus tercelik bahwa kita memiliki hayat Bapa di dalam kita. Kita dapat menggenapkan hukum Taurat baru ini, bukan bersandarkan kekuatan diri sendiri, melainkan bersandarkan hayat dan sifat Bapa. Tidak heran, demi mencelikkan mata kita, Tuhan telah mengizinkan datangnya begitu banyak perkara yang saling berlawanan ke dalam lingkungan kita untuk menyingkapkan keadaan kita yang sebenarnya, sehingga kita sadar siapakah kita yang sebenarnya. Mulai hari ini marilah kita berpaling kepada Bapa, bersandar kepada Bapa, dan belajar hidup oleh hayat ilahi Bapa.

Mat. 5:48; 8:12; 22:13; 25:30; Yoh. 1:13

Menjadi sempurna bukanlah masalah kita sanggup atau tidak, melainkan masalah pertumbuhan hayat. Bagi anak-anak Bapa, menjadi sempurna adalah masalah waktu. Cepat atau lambat, setiap anak-anak Allah pasti akan menjadi sempurna sama seperti Bapa yang di surga. Anak-anak Bapa yang bertumbuh dengan baik, akan lebih cepat menjadi sempurna. Tetapi mereka yang kurang bertumbuh dalam hayat, hidup menurut kesukaan diri sendiri, memerlukan waktu yang lebih panjang untuk menjadi sempurna. Bila di zaman ini mereka belum juga sempurna, maka Bapa tetap akan menyempurnakan mereka dalam zaman yang akan datang, yakni dalam kegelapan yang paling gelap, tempat di mana terdapat ratap dan kertak gigi (Mat. 8:12; 22:13; 25:30). Menjadi sempurna itu pasti, tetapi bilamanakah seseorang menjadi sempurna, itu sangat ditentukan oleh cepat atau lambatnya pertumbuhan hayat seseorang.
Pertumbuhan hayat bukanlah perbaikan dalam tingkah laku, melainkan pertambahan kadar Allah di dalam kita. Bertumbuh berarti Allah bertambah di dalam kita dan kita semakin berkurang. Ketika kita bertumbuh dalam hayat, pikiran kita memikirkan apa yang Allah pikirkan, emosi kita mengasihi apa yang Allah kasihi dan membenci apa yang Allah benci, dan tekad kita akan sesuai dengan kehendak kekal Allah dan patuh kepada Allah. Akhirnya, kita akan mengekspresikan Allah sebagai kepenuhan-Nya.
Firman Allah dan Roh itu adalah penting untuk pertumbuhan kita. Pertama-tama, sebagai kaum beriman, kita perlu makan dan minum firman untuk bertumbuh dalam hayat. Kita makan dan minum firman melalui membacanya dan berdoa memakai firman di dalam roh. Kedua, kita perlu berseru kepada-Nya. Tuhan itu kaya bagi setiap orang yang berseru kepada-Nya. Melalui berseru kepada-Nya, Roh-Nya memenuhi kita, menyebabkan kita bertumbuh dalam hayat. Kehidupan orang Kristen kita adalah perkara bertumbuh dalam hayat oleh Roh dan firman-Nya. Hari-hari di mana kita tidak bertumbuh adalah hari yang terbuang. Waktu yang ada justru adalah untuk pertumbuhan kita dalam hayat. Inilah rahasia kita untuk menjadi sempurna sama seperti Bapa.

Doa:
Ya Bapa, aku bersyukur atas setiap lingkungan dan keadaan yang kualami pada hari ini, supaya aku belajar untuk tidak hidup menurut kecenderungan hayat alamiahku, melainkan belajar memperhidupkan hayat-Mu. Bapa, aku mau bertumbuh dewasa dalam hayat agar aku menjadi sempurna seperti Engkau.

12 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 4 Jumat

Perlu Hidup Berdasarkan Hayat Ilahi Bapa
Matius 5:43-44
Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.

Orang yang baik patut mendapatkan kasih, sebaliknya orang yang memusuhi hanya patut dibenci. Setidaknya sikap inilah yang dimiliki oleh sebagian besar umat manusia di bumi hari ini. Namun hukum Taurat yang baru dalam Matius 5:44 menyuruh kita untuk mengasihi musuh kita. Mengapa kita bisa mengasihi orang yang baik? Karena ia baik menurut perasaan kita. Mengapa kita membenci orang yang memusuhi kita? Karena ia tidak sesuai dengan perasaan kita, bahkan membangkitkan amarah kita.
Mengasihi musuh merupakan suatu ujian. Jika Tuhan mengatur kita hanya bertemu dengan orang yang baik, maka kita akan berlaku seperti seorang malaikat dan berkata, “Tuhan, terima kasih kepada-Mu karena Engkau telah memberikan seorang saudara yang begitu menyenangkan.” Tetapi Tuhan biasanya mengizinkan kita bertemu dengan orang yang sangat menjengkelkan kita. Tuhan akan memakai mereka untuk menyingkapkan apa adanya kita. Tuhan mungkin bertanya kepada kita, apakah kita mengasihi sesama kita yang menyulitkan? Ini adalah salah satu ujian untuk membuktikan apakah kita hidup berdasarkan diri sendiri atau berdasarkan Kristus.
Semua butir dari hukum Taurat baru ini menjamah manusia batiniah kita dan menaruh kita di atas salib. Tidak melawan orang yang jahat dan tidak membenci musuh kita, jelas menyalibkan ego kita. Semua hukum Taurat baru ini membunuh manusia alamiah kita, kegemaran alamiah kita, dan amarah kita. Semua hal yang secara tidak adil dilakukan orang terhadap kita, adalah untuk menyalibkan kita. Kalau kita bisa menerima dan menaati setiap pengaturan-Nya dalam lingkungan sekeliling kita, dalam setiap peristiwa yang kita alami, niscaya kita akan mengekspresikan kasih karunia dan kelapangan hati-Nya kepada semua orang di sekitar kita.

Mat. 5:44-48

Perbuatan benar umat kerajaan dalam hubungan mereka dengan sesama, akan menegaskan status mereka sebagai anak-anak Bapa yang di surga. Matius 5:45 mengatakan, “Karena dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga.” Sebutan “anak-anak Bapamu” adalah bukti kuat bahwa umat kerajaan yang mendengar dekrit Raja baru di atas gunung adalah kaum beriman Perjanjian Baru yang dilahirkan kembali. Sebagai anak-anak Bapa, kita harus memperlakukan orang yang jahat dan yang tidak benar sebagaimana kita memperlakukan orang yang baik dan yang benar (Mat. 5:45). Kita tidak hanya mengasihi orang yang mengasihi kita, tetapi juga mengasihi orang yang tidak mengasihi kita (Mat. 5:46). Kita tidak hanya memberi salam kepada saudara kita, tetapi juga kepada orang lain (Mat. 5:47). Bapa kita adalah Dia “yang menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar” (Mat. 5:45).
Dalam Matius 5:46 Tuhan bertanya: “Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian?” Melalui ayat ini tersirat bahwa umat kerajaan yang memelihara hukum Taurat baru kerajaan, akan diberi pahala dalam manifestasi kerajaan yang akan datang. Pahala ini adalah pahala kerajaan, upah yang ditambahkan di samping keselamatan kekal yang telah kita peroleh melalui percaya.
Matius 5:48 mengatakan, “Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga...” Bagi umat kerajaan, menjadi sempurna seperti Bapa Surgawi mereka yang adalah sempurna, berarti mereka sempurna dalam kasih-Nya. Permintaan hukum Taurat baru kerajaan jauh lebih tinggi daripada permintaan hukum Taurat yang lama. Permintaan yang lebih tinggi ini hanya dapat dipenuhi oleh hayat ilahi Bapa, bukan oleh hayat alamiah. Permintaan Kerajaan Surga adalah permintaan yang tertinggi, karena itu memerlukan hayat yang tertinggi untuk melakukannya. Yang perlu kita lakukan adalah bersandar kepada hayat ilahi Bapa di dalam kita, bersama Dia melakukan permintaan hukum Taurat baru kerajaan. Inilah jalan untuk menjadi sempurna.

Doa:
Ya Bapa, aku bersyukur atas hayat-Mu yang Kaulimpahkan ke dalamku, hayat ilahi yang penuh dengan kasih dan kemurahan, hayat yang bisa mengampuni segala kesalahan. Bapa, berilah aku kapasitas untuk mengasihi semua orang dan berdoa bagi mereka yang menganiaya aku. Ajarlah aku untuk hidup berdasarkan hayat-Mu.

11 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 4 Kamis

Kelapangan Hati Berlawanan dengan Amarah
1 Petrus 3:9
Dan janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.

Pada suatu kali, murid-murid berharap api turun dari langit untuk membinasakan orang-orang Samaria, sebab orang-orang Samaria itu menolak Tuhan. Tuhan lalu menegur mereka (Luk. 9:51-56). Ia menunjukkan kepada mereka bahwa mereka itu berhati kerdil. Orang yang berhati kerdil selalu ingin membalas perlakuan orang terhadapnya. Tuhan lalu berkata bahwa Anak Manusia datang bukan untuk membinasakan, melainkan untuk menyelamatkan. Tuhan ingin melatih kita menjadi orang yang lapang. Semua orang yang membalas kejahatan dengan kejahatan adalah orang berhati kerdil. Karena itu Alkitab mengatakan, ”Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan” (Rm. 12:17). Paulus berkata, “Kalau kami dimaki, kami memberkati; kalau kami dianiaya, kami sabar; kalau kami difitnah, kami tetap menjawab dengan ramah” (1 Kor. 4:12-13). Inilah teladan dari orang yang berhati lapang.
Tuhan Yesus memiliki hati yang lapang. Ketika Ia disalibkan, Ia berdoa bagi orang yang menyalibkan-Nya, ”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk. 23:34).Demikian pula Madame Guyon, tidak dendam dan benci kepada orang-orang yang menganiayanya, tetapi mengasihi mereka dan berdoa bagi mereka. Bisa memaafkan orang lain dan bisa memberkati orang yang mengutuk kita adalah masalah lapang hati. Hati kita harus lapang sedemikian rupa sehingga begitu orang yang bersalah kepada kita mengakui kesalahannya, kita bisa memaafkannya. Walau seseorang bermaksud menganiaya dan mencelakakan kita, kita tetap dapat mengasihinya, dan walaupun ia memusuhi kita, kita tetap bisa membiarkannya. Ini adalah masalah kelapangan hati. Orang yang lapang hati tidak menyimpan kesalahan orang lain dan tidak pemarah (1 Kor. 13:5). Ia bisa mengampuni orang tujuh puluh kali tujuh kali; ia bisa menutupi segala sesuatu (1 Kor. 13:7).

Mat. 5:42; Rm. 12:17; 1 Kor. 4:12-13; 13:5-7

Dalam hukum yang baru, Tuhan mengatakan bahwa kita tidak boleh melampiaskan amarah kita (Mat. 5:39-42). Bukan saja tidak boleh melampiaskan amarah, kita pun harus menanggulanginya. Yang perlu dibereskan bukannya orang yang meminta sesuatu kepada kita, melainkan amarah kita. Yang menjadi sumber masalah bukan lawan kita, tapi amarah kita. Tuhan mengizinkan seseorang memaksa kita berjalan sejauh satu mil sebagai suatu ujian untuk menyingkapkan watak kita yang asli, untuk membuktikan bahwa amarah kita masih bercokol di dalam kita. Jangan mengira bahwa karena kita cukup rohani, maka kita tidak lagi memiliki amarah. Di dalam kita sebagai umat kerajaan, amarah itu mungkin masih dengan kuatnya bercokol di dalam kita. Demi kebaikan kita, watak asli kita perlu disingkapkan.
Dalam Matius 5:42 Tuhan mengatakan, “Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan janganlah menolak orang yang mau meminjam dari kamu.” Memberi kepada orang yang meminta dan tidak menolak orang yang mau meminjam membuktikan bahwa umat kerajaan tidak mementingkan barang materi dan tidak dikuasai oleh barang itu. Memberi kepada yang meminta atau yang ingin meminjam akan menyingkapkan watak kita. Tuhan tidak berkata bahwa kita boleh dengan sembarangan memperlakukan harta duniawi kita, tetapi hidup kita harus melampaui benda-benda materi maupun amarah kita. Jangan membiarkan amarah kita terprovokasi oleh benda-benda materi. Inilah sikap yang harus dimiliki oleh umat kerajaan pemenang. Tidak ada satu perlakuan apa pun yang dapat membangkitkan amarah umat pemenang.
Hukum Taurat lama tidak menyinggung masalah amarah atau watak alamiah seseorang. Tetapi hukum Taurat baru, hukum Taurat yang telah diubah, menerangi, menyingkapkan, dan menanggulangi baik amarah maupun keadaan hati kita yang sesungguhnya. Ketika kita membaca bagian ini, mungkin kita akan mengatakan bahwa kita tidak sanggup melakukan permintaan dari hukum Taurat baru Kerajaan Surga. Namun, ketahuilah bahwa sebenarnya hal ini tidak bergantung pada masalah sanggup atau tidaknya kita, melainkan bergantung pada mau tidaknya kita melakukannya.

Doa:
Lapangkanlah hatiku, ya Tuhan, agar aku tidak hanya memikirkan kepentinganku sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain. Singkirkanlah ego, amarah, dan kesombongan yang bercokol di dalamku sehingga aku dapat terbangun dengan semua kaum beriman di sekelilingku. Jadikanlah aku berkat bagi saudara-saudaraku seiman.

10 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 4 Rabu

Menanggulangi Dusta
Matius 5:34-35a
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya.

Seorang gadis kecil menghampiri ibunya dan bertanya,”Manakah yang lebih buruk, Mama, berdusta ataukah mencuri?” Ibunya menjawab bahwa keduanya adalah dosa. Gadis kecil itu pun membenarkan jawaban ibunya. Tidak lama, ia berkata lagi, “Mama, menurutku berdusta itu jauh lebih buruk daripada mencuri.” “Mengapa demikian, anakku?” tanya ibunya. “Kalau seseorang mencuri suatu barang, ia dapat mengembalikannya atau menggantinya dengan sejumah uang; tetapi dusta itu selamanya.” Pendapat gadis kecil itu ada benarnya. Perkataan yang sudah terucap keluar tidak mungkin dapat ditarik kembali. Mustahil seseorang dapat menarik kembali perkataannya. Perkataan merupakan suatu masalah yang serius.
Dalam Matius 5:37, Tuhan mengatakan, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: Ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: Tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.” Umat kerajaan tidak perlu bersumpah. Perkataan kita haruslah sederhana dan benar: Jika ya, katakanlah ya; jika tidak, katakanlah tidak. Ketika kita mengatakan kata-kata yang berlebihan dari yang diperlukan, kata-kata itu bukan berasal dari kita, melainkan dari si jahat.
Dalam hubungan kita dengan orang lain, mungkin kita tidak banyak bicara. Namun dalam kehidupan pernikahan, antara suami dan istri mudah sekali berbicara berlebihan. Akibatnya, banyak masalah kemudian muncul. Oleh karena itu, biarlah kita belajar membatasi tutur kata kita. Si jahat selalu mencari kesempatan untuk mengekspresikan dirinya melalui pembicaraan kita yang berlebihan. Karena itu, jangan terlalu banyak bicara. Katakanlah sebanyak yang diperlukan dan jangan menyimpang jauh dari perkataan yang sehat. Kita perlu berdoa seperti pemazmur “Ya TUHAN, lepaskanlah aku dari pada bibir dusta, dari pada lidah penipu” (Mzm. 120:1-2).

Mat. 5:12, 34-37; 12:36-37; Mzm. 120:1-2

Yakobus 5:12 mengatakan, “Tetapi yang terutama, Saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi surga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman.” Kita tidak seharusnya bersumpah, karena kita bukanlah apa-apa dan tidak ada sesuatu pun yang berada di bawah kendali kita atau tergantung pada kita (Mat. 5:34-36). Bersumpah memperlihatkan bahwa kita bertindak berdasarkan diri sendiri dan melupakan Allah. Kita mengatakan, “Ya”, jika ya, dan mengatakan, “Tidak”, jika tidak, merupakan tindakan yang seturut dengan sifat ilahi Allah di dalam kita. Kita perlu belajar berbicara dalam kesadaran di hadapan Allah, menyangkal kehendak diri sendiri dan sifat dosa kita.
Apa yang dikatakan Yakobus dalam ayat ini mengingatkan kita kepada perkataan Tuhan Yesus dalam Matius 5:37, “ Jika ya, hendaklah kamu katakan: Ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: Tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.” Perkataan kita harus sederhana dan benar. Kita tidak seharusnya mencoba meyakinkan orang lain dengan banyaknya kata-kata.
Dalam Matius 12:36-37 Tuhan berkata, “Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum. “ Kata Yunani untuk “sia-sia” adalah “argos”, tersusun atas dua kata: a berarti tidak dan ergon berarti pekerjaan. Perkataan yang sia-sia adalah perkataan yang tidak bekerja, tidak berfungsi, tidak berfaedah, tidak memiliki kegunaan yang positif, tidak berguna, tidak membangun, tidak menguntungkan, tidak menghasilkan sesuatu, dan kosong. Orang yang mengucapkan perkataan semacam itu harus mempertanggungjawabkannya satu persatu kelak pada hari penghakiman. Kita harus melihat bahwa seluruh dunia dipenuhi dengan perkataan yang sia-sia. Semua perkataan semacam itu dapat “membunuh” kerohanian kita. Bahkan di kalangan anak-anak kita yang masih kecil pun terdapat banyak perkataan yang sia-sia. Menyadari hal ini, marilah kita mulai sekarang belajar mengekang dan membatasi perkataan kita.

Doa:
Ya Tuhan, terangilah aku dalam hal tutur kataku, sehingga aku diselamatkan dari kematian rohani, dari banyak kesulitan di kemudian hari, dan dari dosa. Tuhan, pakailah aku sebagai pelayan-Mu yang jujur, yang melayani di atas jalan yang lurus. Singkirkanlah penyakit dusta di dalamku sampai ke akar-akarnya. Aku mau berguna di tangan-Mu.

Matius Volume 3 - Minggu 4 Rabu

Menanggulangi Dusta
Matius 5:34-35a
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kaki-Nya.

Seorang gadis kecil menghampiri ibunya dan bertanya,”Manakah yang lebih buruk, Mama, berdusta ataukah mencuri?” Ibunya menjawab bahwa keduanya adalah dosa. Gadis kecil itu pun membenarkan jawaban ibunya. Tidak lama, ia berkata lagi, “Mama, menurutku berdusta itu jauh lebih buruk daripada mencuri.” “Mengapa demikian, anakku?” tanya ibunya. “Kalau seseorang mencuri suatu barang, ia dapat mengembalikannya atau menggantinya dengan sejumah uang; tetapi dusta itu selamanya.” Pendapat gadis kecil itu ada benarnya. Perkataan yang sudah terucap keluar tidak mungkin dapat ditarik kembali. Mustahil seseorang dapat menarik kembali perkataannya. Perkataan merupakan suatu masalah yang serius.
Dalam Matius 5:37, Tuhan mengatakan, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: Ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: Tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.” Umat kerajaan tidak perlu bersumpah. Perkataan kita haruslah sederhana dan benar: Jika ya, katakanlah ya; jika tidak, katakanlah tidak. Ketika kita mengatakan kata-kata yang berlebihan dari yang diperlukan, kata-kata itu bukan berasal dari kita, melainkan dari si jahat.
Dalam hubungan kita dengan orang lain, mungkin kita tidak banyak bicara. Namun dalam kehidupan pernikahan, antara suami dan istri mudah sekali berbicara berlebihan. Akibatnya, banyak masalah kemudian muncul. Oleh karena itu, biarlah kita belajar membatasi tutur kata kita. Si jahat selalu mencari kesempatan untuk mengekspresikan dirinya melalui pembicaraan kita yang berlebihan. Karena itu, jangan terlalu banyak bicara. Katakanlah sebanyak yang diperlukan dan jangan menyimpang jauh dari perkataan yang sehat. Kita perlu berdoa seperti pemazmur “Ya TUHAN, lepaskanlah aku dari pada bibir dusta, dari pada lidah penipu” (Mzm. 120:1-2).

Mat. 5:12, 34-37; 12:36-37; Mzm. 120:1-2

Yakobus 5:12 mengatakan, “Tetapi yang terutama, Saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi surga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman.” Kita tidak seharusnya bersumpah, karena kita bukanlah apa-apa dan tidak ada sesuatu pun yang berada di bawah kendali kita atau tergantung pada kita (Mat. 5:34-36). Bersumpah memperlihatkan bahwa kita bertindak berdasarkan diri sendiri dan melupakan Allah. Kita mengatakan, “Ya”, jika ya, dan mengatakan, “Tidak”, jika tidak, merupakan tindakan yang seturut dengan sifat ilahi Allah di dalam kita. Kita perlu belajar berbicara dalam kesadaran di hadapan Allah, menyangkal kehendak diri sendiri dan sifat dosa kita.
Apa yang dikatakan Yakobus dalam ayat ini mengingatkan kita kepada perkataan Tuhan Yesus dalam Matius 5:37, “ Jika ya, hendaklah kamu katakan: Ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: Tidak. Apa yang lebih daripada itu berasal dari si jahat.” Perkataan kita harus sederhana dan benar. Kita tidak seharusnya mencoba meyakinkan orang lain dengan banyaknya kata-kata.
Dalam Matius 12:36-37 Tuhan berkata, “Setiap kata sia-sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum. “ Kata Yunani untuk “sia-sia” adalah “argos”, tersusun atas dua kata: a berarti tidak dan ergon berarti pekerjaan. Perkataan yang sia-sia adalah perkataan yang tidak bekerja, tidak berfungsi, tidak berfaedah, tidak memiliki kegunaan yang positif, tidak berguna, tidak membangun, tidak menguntungkan, tidak menghasilkan sesuatu, dan kosong. Orang yang mengucapkan perkataan semacam itu harus mempertanggungjawabkannya satu persatu kelak pada hari penghakiman. Kita harus melihat bahwa seluruh dunia dipenuhi dengan perkataan yang sia-sia. Semua perkataan semacam itu dapat “membunuh” kerohanian kita. Bahkan di kalangan anak-anak kita yang masih kecil pun terdapat banyak perkataan yang sia-sia. Menyadari hal ini, marilah kita mulai sekarang belajar mengekang dan membatasi perkataan kita.

Doa:
Ya Tuhan, terangilah aku dalam hal tutur kataku, sehingga aku diselamatkan dari kematian rohani, dari banyak kesulitan di kemudian hari, dan dari dosa. Tuhan, pakailah aku sebagai pelayan-Mu yang jujur, yang melayani di atas jalan yang lurus. Singkirkanlah penyakit dusta di dalamku sampai ke akar-akarnya. Aku mau berguna di tangan-Mu.

09 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 4 Selasa

Penetapan Sebermula Allah atas Pernikahan
1 Petrus 3:7
Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan isterimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.

Dalam penetapan sebermula Allah, Ia menentukan seorang istri untuk seorang suami. Tetapi karena kelemahan dan kekerasan hati umat Israel, Musa memberikan izin kepada mereka untuk menerbitkan surat cerai. Namun sekarang, seiring dengan pengumuman undang-undang Kerajaan Surga, hukum mengenai perceraian ini telah diubah. Hukum yang mengatur masalah perkawinan dipulihkan kembali kepada penetapan dan tujuan Allah yang semula. Pada mulanya Allah tidak menciptakan dua atau tiga Hawa untuk seorang Adam. Yang ada hanyalah Adam seorang dan seorang Hawa. Di sini hanya ada seorang suami dan seorang istri. Tuhan Yesus, sebagai Raja Kerajaan Surgawi memulihkan masalah perkawinan kepada asal mulanya.
Dewasa ini telah terjadi banyak sekali perceraian. Tidak sedikit pula orang yang sengaja bercerai agar dapat menikah beberapa kali lagi. Kalau orang dunia dengan ringan melakukannya, anak-anak Allah tidak boleh demikian. Hal ini sangat serius! Bercerai dan kawin lagi berarti melakukan perzinahan.
Bagi orang-orang muda yang belum menikah, janganlah terjun ke dalam pernikahan secara sembarangan. Setiap orang harus berdoa kepada Tuhan dan memohon pimpinan-Nya yang jelas. Jangan sekali-kali terseret oleh nafsu daging dan keinginan kita. Pernikahan adalah suatu perkara yang membutuhkan banyak doa. Pernikahan menuntut kita mempersembahkan diri kepada Tuhan. Kita perlu mempersembahkan diri kita di atas mezbah sebagai kurban bakaran kepada Tuhan untuk pernikahan kita yang akan datang. Setelah kita mempersembahkan diri kepada Tuhan, jangan terburu-buru mengambil keputusan. Kita masih perlu mencari pimpinan Tuhan dan menunggu waktu Tuhan. Langkah-langkah ini akan menyelamatkan kita dari kemungkinan bercerai di kemudian hari.

Kej. 2:18; 1 Kor. 7:2; 1 Pet. 3:7; Rm. 16:3

Pernikahan adalah ketetapan Allah. Dalam kitab Kejadian, Allah berfirman bahwa “Tidak baik kalau manusia itu seorang diri saja.” Ini tidak berarti penciptaan manusia itu tidak baik. Yang tidak baik ialah kalau manusia itu seorang diri saja. Karena itu, Allah lalu membangun seorang perempuan sebagai jodoh bagi Adam. Setelah Hawa dibangun, Allah membawanya ke hadapan Adam. Jadi kehadiran Hawa adalah untuk pernikahan. Allah menyebut Hawa sebagai “penolong” bagi Adam. Hawa diberikan kepada Adam agar ia mendapatkan bantuan. Allah menghendaki seorang suami dan seorang istri dapat saling membantu. Inilah tujuan pertama dari pernikahan yang ditetapkan oleh Allah.
Dalam hikmat-Nya, Allah menetapkan pernikahan agar manusia tidak berdosa. Pernikahan dapat mencegah dosa. Paulus mengatakan, demi mencegah perzinahan dan percabulan, hendaklah setiap laki-laki mempunyai istrinya sendiri dan setiap perempuan mempunyai suaminya sendiri (1 Kor. 7:2). Dalam Surat 1 Korintus 7, Paulus tidak menghakimi kebutuhan seksual sebagai dosa. Sebaliknya, ia menunjukkan kepada kita bahwa baik laki-laki maupun perempuan harus menikah, karena hal itu dapat mencegah dosa. Sampai di sini kita dapat melihat dua aspek dari tujuan diadakannya pernikahan. Pertama, pernikahan adalah untuk saling menolong. Kedua, pernikahan diperlukan untuk mencegah perbuatan dosa.
Dalam 1 Petrus 3:7 Petrus mengatakan bahwa istri adalah “teman pewaris dari anugerah (kasih karunia).” Melalui pernikahan, Allah menghendaki suami dan istri bersama-sama melayani Dia. Melalui pernikahan, mereka menjadi teman pewaris dari anugerah di hadapan Allah, sebagaimana Priskila dan Akwila, sepasang suami istri yang giat melayani Tuhan (Rm. 16:3). Selain itu, dari pernikahan yang kudus akan dihasilkan keturunan-keturunan yang akan mewarisi anugerah. Dari sejarah gereja, kita menemukan bahwa banyak tokoh-tokoh rohani yang dilahirkan dari keluarga-keluarga yang saleh. Mereka mewarisi iman, kebenaran, dan kekudusan seperti orang tua mereka. Itulah sebabnya Allah sangat memandang penting masalah pernikahan di antara umat-Nya

Doa:
Tuhan Yesus, lindungilah aku dari kejatuhan ke dalam kecemaran dengan tidak menghormati perkawinan. Jagalah aku di dalam kemurnian dan kekudusan. Aku tidak mau kehilangan hak kesulunganku karena dosa perzinahan. Tuhan, Engkau adalah Allah yang kudus, juga api yang menghanguskan. Karuniakanlah bagiku hati yang takut akan Engkau.

08 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 4 Senin

Allah Membenci Perceraian
Maleakhi 2:16a
Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel - juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam.

Seorang hamba Tuhan pernah memberikan sembilan butir nasihat bagi pasangan yang tengah menghadapi masalah dalam pernikahan mereka. Sembilan butir itu antara lain:
1. Jangan pernah menjadikan perceraian sebagai sebuah pilihan atau solusi. Perceraian bukanlah alternatif yang dapat diterima, sebab Allah dengan tegas melarangnya (Mal. 2:16; Mat. 5:32; Mrk. 10:9).
2. Jangan membanding-bandingkan pasangan Anda dengan orang lain. Pasangan Anda itu unik, karenanya pernikahan Anda juga unik. Biarkan Allah membuatnya menjadi sempurna, indah pada waktunya (Pkh. 3:11)
3. Ampunilah pasangan Anda, sebagaimana Kristus telah mengampuni Anda (Ef.4:32). Anda adalah seorang berdosa, demikian pula pasangan Anda. Relakanlah hati Anda untuk mengampuni, sebelum kepahitan itu terbangun.
4. Hentikan semua kritik. Kasih itu tidak mengkritik dan mencari-cari kesalahan (1 Kor. 13:4-5; Ef. 5:28). Sebaliknya, berusahalah untuk mengapresiasi dia.
5. Mulailah komunikasi yang baik dengan pasangan Anda (Ams. 25:11). Dengarkanlah, baik yang pasangan Anda katakan maupun yang tidak ia katakan. Runtuhkan tembok yang menghalangi komunikasi Anda dengannya.
6. Tolaklah semua bentuk hubungan yang bersifat pribadi di luar kerangka pernikahan Anda (Ef. 4:27). Jangan mencari sesuatu atau orang lain sebagai pengganti dari apa yang tidak Anda dapatkan dari pasangan Anda.
7. Percayai pasangan Anda. Pernikahan harus didasari oleh rasa percaya.
8. Lakukan sesuatu yang menyenangkan pasangan Anda, sesuatu yang Anda tahu akan membuat dia bahagia (1 Kor. 7:33).
9. Bersyukurlah kepada Allah setiap hari atas segala kebaikan yang dimiliki oleh pasangan Anda dan berdoalah baginya (1 Tes. 5:18). Hasilnya, semua kesan negatif terhadap pasangan Anda segera terhapus dari ingatan Anda.

Mat. 5:32; 19:1-12; Mrk. 10:1-12; Rm. 7:3; 1 Kor. 7:5

Allah membenci dan menentang perceraian. Sebaliknya, Iblis selalu berupaya merusak pernikahan melalui perceraian. Perintah baru Raja memulihkan perkawinan pada keadaan yang sebermula sebagaimana direncanakan oleh Allah (Mat. 19:4-6). Matius 5:32 mengatakan, “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.” Di sini Tuhan Yesus ingin menegaskan bahwa ikatan perkawinan hanya dapat diputuskan oleh kematian (Rm. 7:3) atau perzinahan. Perzinahan memang menyakitkan, namun pihak yang terluka jangan mengambil kesempatan ini sebagai alasan untuk kawin lagi. Pihak yang dilukai hendaknya belajar memaafkan pasangannya. Namun jika pihak yang bersalah menolak untuk bertobat dan tetap hidup dalam dosa perzinahan, maka perceraian menjadi jalan terakhir yang tidak dapat dihindari.
Tidak ada pernikahan yang tidak memiliki masalah. Walau demikian, perceraian bukanlah solusi. Tidak satupun masalah dalam rumah tangga boleh menjadi alasan untuk bercerai. Gangguan mental, penyakit, masalah ekonomi, semua bukanlah syarat perceraian. Satu-satunya syarat perceraian ialah perselingkuhan/perzinahan, karena perbuatan itu bukan hanya dosa, terlebih telah merusak kesatuan semula. Secara fakta, di hadapan Allah keduanya telah bercerai dengan sendirinya, walaupun perceraian itu belum disahkan oleh pengadilan manusia.
Terkadang, perselisihan antara suami istri demikian hebat, sehingga salah satu pihak merasa tidak tahan lagi. Masing-masing pihak sudah kehilangan akal sehat dan mengedepankan emosi. Kalau sudah demikian, jalan apakah yang harus diambil? Haruskah bercerai? Tidak. Dalam keadaan demikian, kita perlu mengindahkan nasihat Paulus dalam 1 Korintus 7:5. Paulus mengatakan bahwa pasangan yang demikian perlu sepakat untuk berpisah sementara waktu sehingga masing-masing pihak dapat berdoa dengan tenang. Masing-masing pihak perlu datang kepada Tuhan dengan membawa perkara itu ke hadapan Tuhan dalam doa. Doa yang demikian akan menyelamatkan kedua belah pihak sehingga ikatan pernikahan itu dapat dipertahankan.

Doa:
Ya Allah, aku bersyukur atas penetapan-Mu yang kudus atas pernikahan bagi penggenapan tujuan kekal-Mu. Engkau menghendaki aku hidup dalam pengudusan, karena Engkau adalah Allah yang membenci perceraian. Ya Allah, jadilah Kepala di dalam keluargaku, sehingga tidak ada celah bagi Iblis untuk menghancurkan keluargaku.

06 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 3 Sabtu

Menanggulangi Hawa Nafsu
Galatia 5:24
Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya.

Bagaimana seekor ulat bisa masuk ke dalam buah apel? Mungkin kita mengira bahwa ulat itu menerobos masuk dengan membuat lubang pada kulit luar buah itu. Tidak. Para ilmuwan menemukan bahwa ulat itu berasal dari dalam buah itu sendiri. Tetapi bagaimana ulat itu bisa ada di sana? Sederhana. Pada saat pohon apel berbunga, seekor serangga menaruh telur-telurnya di dasar permukaan bunga itu. Ketika bunga itu berkembang menjadi buah, telur-telur itu pun menetas menjadi ulat, tepat di dalam buah, lalu merusak buah apel itu dari dalam sampai habis.
Hawa nafsu itu mirip dengan telur serangga yang menetas menjadi ulat di dalam kita. Hawa nafsu itu bermula bukan dari luar, tetapi dari dalam kita (Mat. 5:27-28). Setiap ada kesempatan, ia akan terwujud keluar melalui pikiran, perkataan, atau melalui perbuatan kita. Kalau tidak segera ditanggulangi, cepat atau lambat, “ulat-ulat” itu akan menggerogoti kita sampai habis.
Setiap orang pasti memiliki hawa nafsu, tidak terkecuali orang Kristen. Hawa nafsu itu tersembunyi, licik, dan selalu menunggu kesempatan untuk muncul keluar. Begitu ada kesempatan, timbullah percabulan atau perzinahan. Kita semua harus berjaga-jaga terhadapnya. Bahkan di antara kaum beriman pun terdapat banyak kasus percabulan. Tidak ada yang lebih memalukan daripada percabulan atau perzinahan di antara kaum beriman. Dosa ini merusak umat ciptaan Allah, kehidupan gereja, dan kesaksian gereja. Berulang kali Rasul Paulus memperingatkan kita bahwa tidak ada orang yang cabul atau pezinah yang mendapat bagian dalam Kerajaan Allah (1 Kor. 6:9-10; Gal. 5:19-21; Ef. 5:5). Kita perlu mempertimbangkan hal ini dengan serius dan menanggulanginya sampai ke akar-akarnya. Hawa nafsu yang tidak terkekang sanggup merusak seluruh aspek dari kehidupan kita, bahkan dengan sangat cepat.

Mat. 5:27-30; Why. 20:15; 2:11; Rm. 8:13; Kol. 3:5

Orang yang telah beroleh selamat masih ada kemungkinan dilemparkan ke dalam neraka. Matius 5:29-30 mengatakan, “Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka. Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.” Dalam Wahyu 2:11 Tuhan Yesus berkata, “Siapa yang menang, ia tidak akan menderita apa-apa oleh kematian yang kedua.” Neraka adalah lautan api, yakni tempat kematian kedua (Why. 20:15). Firman Tuhan dalam Wahyu 2:11 menunjukkan bahwa ada kemungkinan bagi kaum beriman untuk menderita oleh kematian yang kedua.
Sebagai orang yang sudah diselamatkan, jika kita tidak serius menanggulangi dosa, pada suatu hari kita akan menderita kematian yang kedua - dilemparkan ke dalam neraka. Walau “kematian yang kedua” di sini bukan mengacu kepada kebinasaan kekal, melainkan pendisiplinan bagi kaum beriman yang kalah, namun tidak berarti bahwa hukuman ini ringan. Tidak seorang pun yang senang dilalap api (1 Kor. 3:12-15). Peringatan ini seharusnya membuat kita dengan serius menanggulangi dosa, karena setiap kaum beriman harus menghadap takhta pengadilan Kristus untuk mempertanggungjawabkan semua perbuatannya (2 Kor. 5:10).
Dilemparkan ke dalam api yang menyala-nyala adalah perkara yang serius. Perkataan ini seharusnya membuat kita serius dalam menanggulangi dosa. Jangan menganggap dosa sebagai hal yang sepele. Hari ini banyak orang memandang percabulan sebagai masalah yang biasa. Tetapi Tuhan sendiri menunjukkan kepada kita betapa seriusnya dosa percabulan. Walau kita tidak menanggulangi anggota tubuh kita secara harfiah (mencungkil mata atau memenggal tangan), tetapi kita wajib mematikan anggota tubuh kita yang berdosa oleh salib Kristus (Rm. 8:13; Kol. 3:5). Inilah cara yang paling tepat untuk menanggulangi anggota tubuh kita yang berdosa.

Doa:
Tuhan Yesus, kuduskanlah roh, jiwa, dan tubuhku dari bahaya percabulan dan perzinahan yang merusak nama dan kemuliaan-Mu. Tuhan, tambahkanlah kasih karunia agar aku dapat menanggulangi hawa nafsu yang menyesatkan dan sia-sia. Aku tidak mau kehilangan bagian di dalam kerajaan-Mu. Lepaskanlah aku dari dosa yang mengerikan itu.

05 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 3 Jumat

Memegang Kesempatan untuk Berdamai
Matius 5:25-26
Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara.

Bagaimanakah seharusnya kita membereskan dosa yang kita lakukan? Jika kita telah menyakiti hati Allah, kita harus membereskannya di hadapan Allah dan memohon pengampunan-Nya. Jika kita telah berdosa terhadap manusia, kita harus membereskannya di hadapan manusia dengan memohon pengampunan manusia. Bila perbuatan dosa kita terhadap manusia hanya melibatkan suatu perkara moral, kita hanya perlu mengakuinya dan minta maaf di hadapan manusia. Tetapi bila hal ini juga melibatkan suatu kerugian uang dan laba, maka kita harus membayarnya lunas menurut jumlah hutang kita. Tindakan minta maaf dan ganti rugi ini diterapkan bukan hanya terhadap dosa-dosa yang kita lakukan setelah kita diselamatkan; melainkan juga terhadap semua dosa yang kita lakukan sebelum kita diselamatkan. Kita harus membereskan semua kesalahan kita satu persatu di hadapan manusia menurut kesadaran hayat batiniah kita.
Perkataan Tuhan dalam Matius 5:25 sangat serius, “Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan.” Hari ini kita semua masih berada di tengah jalan, lawan kita masih hidup, kita pun masih hidup. Karenanya, masih ada kesempatan untuk menjelaskan, masih ada kesempatan untuk saling mengaku dosa. Pintu keselamatan tidak selalu terbuka; pintu saudara untuk saling mengaku dosa juga tidak selamanya terbuka. Jangan sampai kelak kita menyesal, karena kesempatan untuk mengaku dosa sudah tertutup, sebab lawan kita sudah tidak ada di tengah jalan. Peganglah kesempatan, mumpung kita masih bersama-sama di tengah jalan, segeralah berdamai dengan saudara kita. Kita tidak tahu apakah ia besok masih ada, kita pun tidak tahu apakah kita sendiri besok masih ada. Karena waktu bukan di tangan kita, marilah kita segera berdamai dengan saudara kita.

Mat. 5:25-26

Mengaku dosa kepada orang dan berdamai dengan orang merupakan dua hal yang berbeda namun sangat berkaitan. Mengaku dosa berarti kita telah berdosa kepada orang, lalu minta maaf kepadanya. Berdamai dengan orang berarti orang lain benci kepada kita, lalu kita pergi berdamai dengannya, mencari perdamaian. Kedua masalah ini seringkali bergandengan. Kalau kita bersalah kepada seseorang, kita perlu pergi kepada orang itu, di samping minta maaf, juga perlu berdamai dengannya. Adakalanya kita tidak bersalah kepada seseorang, tetapi ia menyalahkan kita. Kalau demikian halnya, kita tidak perlu mengaku dosa kepadanya, tidak perlu minta maaf kepadanya, tetapi perlu mencari perdamaian. Kita perlu bertindak sampai kita dengan orang lain, atau orang lain dengan kita, tidak ada masalah, supaya kita dapat mendekati Allah dan bersekutu dengan Allah tanpa halangan.
Kalau kita mau hidup di depan Allah, kita tidak saja perlu meminta maaf kepada orang yang kita rugikan, juga harus memaafkan orang yang bersalah kepada kita. Tidak peduli kita yang berdosa kepada orang, atau orang lain yang berdosa kepada kita, harus ditanggulangi semua. Hal ini perlu dilakukan supaya di hadapan Allah kita tidak mempunyai sekatan dengan siapa pun, sehingga doa kita dan jawaban doa kita tidak terhalang. Sekatan sekecil apa pun antara kita dengan orang lain, dapat menghambat doa kita, juga menghalangi terkabulnya doa kita. Sebab itu, kita harus menanggulangi hal ini dengan tuntas, supaya antara kita dengan Allah maupun dengan orang lain tidak ada sekatan.
Sering kali, mengampuni orang lebih sulit daripada meminta maaf kepada orang. Mungkin oleh karena kesulitan ini, Alkitab berkali-kali mengajar kita harus mengampuni orang. Lagi pula, Tuhan sering dalam pengajaran-Nya menggandengkan memaafkan orang lain dengan berdoa. Kalau kita tidak mau memaafkan orang, Allah juga tidak mau memaafkan kita. Akibatnya, antara kita dengan Allah ada sekatan, persekutuan kita dengan Allah juga putus, sehingga kita tidak bisa berdoa kepada Allah dengan baik. Pemberesan kita atas hal ini tidak saja membuat diri kita mendapatkan berkat, juga membuat Allah mendapatkan mulia dan membuat orang lain mendapatkan faedah.

Doa:
Ya Tuhan, terangilah aku agar aku nampak kesalahanku terhadap saudaraku, segera meminta maaf dan berdamai dengannya. Tuhan, rendahkanlah aku di bawah tangan-Mu yang kuat, sehingga aku tidak menjadi orang yang membenarkan diri sendiri. Sebelum aku berjumpa dengan-Mu, biarlah tidak satupun perkara yang belum terselesaikan.

04 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 3 Kamis

Berdamai dengan Saudara
Bilangan 14:18a
TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman.

Setelah kita percaya Tuhan, kita harus mempunyai kebiasaan meminta maaf dan segera berdamai dengan orang lain. Kalau kita bersalah kepada seseorang, kita harus belajar segera meminta maaf kepadanya. Sebaliknya, apabila seseorang bersalah kepada kita, kita wajib mengampuni dan mencari jalan untuk berdamai dengannya. Di satu pihak, kita harus mengaku dosa di hadapan Allah, di pihak lain, kita juga harus berdamai dengan manusia. Jika kita tidak berbuat demikian, hati nurani kita di hadapan Allah mudah sekali menjadi keras sehingga terang Allah sukar menyinari diri kita. Karena itu, kita harus mempunyai kebiasaan segera meminta maaf dan berdamai dengan sesama agar kita memiliki satu hati nurani yang peka di hadapan Allah.
Ada seorang pekerja Tuhan yang sering bertanya kepada orang lain demikian, “Akhir-akhir ini, kapan terakhir kalinya Anda minta maaf kepada orang lain?” Kalau waktu terakhir kali kita minta maaf kepada orang sudah sangat lama, bahkan sudah terpaut beberapa tahun, itu berarti hati nurani kita tidak beres. Jika kita bersalah kepada orang lain, tetapi tidak mempunyai perasaan apa-apa, itu membuktikan bahwa hati nurani kita tidak normal dan tidak beres. Jadi, dengan melihat jangka waktu sejak kita minta maaf untuk terakhir kalinya kepada orang lain sampai sekarang, dapatlah diketahui beres tidaknya hubungan kita dengan Allah. Jika waktunya terpautnya lama, itu membuktikan roh kita kekurangan terang; jika terpautnya pendek, yaitu akhir-akhir ini kita masih meminta maaf kepada orang lain, itu membuktikan perasaan hati nurani kita cukup peka. Bila kita ingin hidup dalam terang Allah, kita perlu satu hati nurani yang berperasaan, dan bila kita ingin memiliki hati nurani yang berperasaan, perlulah kita senantiasa menghakimi dosa. Kita harus mengaku dosa kepada Allah, kita juga harus minta maaf atau berdamai dengan orang lain.

Bil. 14:18a; Mat. 5:23-24

Dalam Matius 5:23-24, Tuhan Yesus mengatakan, “Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.” Kata “sesuatu...terhadap engkau” dalam Matius 5:23 pasti mengacu kepada suatu kesalahan akibat kemarahan atau kegusaran dalam Matius 5:22. Menurut Matius 5:24, kita harus berdamai dengan saudara kita lebih dulu agar ingatan kita akan kesalahan itu dapat disingkirkan dan hati nurani kita terbebas dari rasa bersalah. Kemudian kita dapat datang dan mempersembahkan persembahan kita kepada Tuhan dan bersekutu dengan Dia dengan hati nurani yang bersih.
Raja dari Kerajaan Surga tidak mungkin membiarkan dua saudara, yang belum berdamai satu sama lain, mengambil bagian dalam realitas kerajaan atau pemerintahan dalam manifestasi kerajaan. Ketika kita datang untuk bersekutu dengan Tuhan, namun pada saat yang sama kita merasa bahwa ada seorang saudara mendakwa kita, persekutuan kita dengan Tuhan pasti terganggu. Kita perlu berhenti sejenak, pergi kepada saudara itu, dan berdamai dengan dia. Kemudian kita dapat kembali meneruskan persekutuan kita dengan Tuhan. Persembahan kita memang dikehendaki Allah, tetapi kita harus berdamai dulu dengan orang lain. Kalau kita tidak dapat berdamai dengan orang lain, kita tidak dapat mempersembahkan persembahan di hadapan Allah.
Kalau kita berdosa kepada seseorang, merugikannya, membuat hatinya tidak terima, membuat dia mengeluh di hadapan Allah karena kita, niscayalah persekutuan rohani dan jalan rohani kita akan terputus di hadapan Allah. Semua persembahan yang kita persembahkan di atas mezbah menjadi tidak berguna, tidak disukai Allah. Kita wajib belajar memuaskan tuntutan keadilan Allah, juga memuaskan tuntutan keadilan saudara. Setelah kita berbuat hingga ke taraf yang demikian, barulah kita dapat mempersembahkan persembahan kita kepada Allah dengan hati nurani yang bersih dan diperkenan oleh-Nya.

Doa:
Tuhan Yesus, terangi setiap pelanggaran dan dosa yang kuperbuat setiap kali aku datang kepada-Mu. Aku tidak mau memiliki sekatan di dalam diriku terhadap saudara-saudaraku. Aku tidak mau persekutuanku dengan Tuhan terputus karena perkara ini. Pulihkan aku terus, sehingga aku tidak berada di dalam kegelapan. Amin

03 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 3 Rabu

Mengendalikan Amarah
Mazmur 37:8
Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.

Setelah beroleh anugerah, perbuatan dan sikap seseorang seharusnya mengalami perubahan yang besar. Perubahan ini tentu juga meliputi amarahnya. Ada orang, walau sudah percaya Tuhan Yesus, bahkan sudah percaya bertahun-tahun, tetapi sifat mudah marahnya masih tetap sama seperti sebelum ia percaya. Hal ini sangat disayangkan dan sangat tidak memuliakan Tuhan. Begitu seseorang percaya Tuhan Yesus, seharusnya ia segera membereskan sifat mudah marahnya. Kita tidak bisa membiarkan sifat mudah marah tetap tinggal dalam diri kita, apalagi sampai bertahun-tahun.
Mengapa perihal amarah itu begitu serius di hadapan Allah? Karena amarah mendatangkan hukuman. Tuhan berkata, “Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.” (Mat. 5:22). Raka (kafir, LAI) berarti bodoh, tolol, tidak berguna, sedangkan moreh (jahil, LAI) berarti dungu. Kedua ungkapan Ibrani ini bersifat menghakimi sekaligus merendahkan orang lain. Munculnya kedua ungkapan negatif di atas pastilah berasal dari amarah yang tidak terkendali.
Untuk menanggulangi amarah, kita harus tunduk di bawah kuasa tangan Tuhan, belajar menerima pengaturan Tuhan, dan dengan sungguh-sungguh menanggulangi sifat mudah marah kita. Kalau tidak, maka sangat sukar bagi kita untuk memiliki damai sejahtera. Filipi 4:7 mengatakan, “Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus.” Orang Kristen tidak seharusnya membiarkan perkara apa pun mengganggu damai sejahteranya, sehingga damai sejahteranya hilang. Dalam segala keadaan, kita harus berusaha mempertahankan damai sejahtera kita.

Mat. 5:22; Flp. 4:7; 2 Kor. 5:10; Why. 20:15

Dalam Matius 5:22 terdapat tiga macam pengadilan. Pertama, pengadilan di pintu gerbang kota, yaitu pengadilan tingkat wilayah. Kedua, pengadilan Mahkamah Agama (Sanhedrin), yaitu pengadilan di tingkat yang lebih tinggi, suatu lembaga hukum yang terdiri dari imam-imam kepala, tua-tua Yahudi, ahli hukum, dan ahli Taurat. Mereka adalah mahkamah yang paling tinggi di kalangan orang Yahudi (Luk. 22:66; Kis. 4:5-6, 15; 5:27, 34, 41). Pengadilan ketiga adalah pengadilan Allah, pengadilan yang tertinggi. Penghakiman ini dikerjakan melalui gehena (neraka) yang apinya menyala-nyala. Ketiga macam cara penghakiman ini disebutkan oleh Raja baru dengan menggunakan gambaran dari latar belakang Yahudi, mengingat semua pendengar-Nya pada saat itu adalah orang Yahudi.
Walau kita telah diselamatkan dan menjadi penyusun dari umat Kerajaan Surga, tidak berarti bahwa kita tidak akan menghadapi penghakiman lagi. Suatu hari kelak, kita semua harus menghadap takhta pengadilan Kristus, guna memperoleh apa yang patut kita terima, sesuai dengan apa yang kita lakukan dalam hidup kita ini, baik ataupun jahat (2 Kor. 5:10). Ini dengan jelas menunjukkan bahwa meskipun kaum beriman sudah diampuni oleh Allah untuk selamanya, jika mereka berdosa terhadap hukum Taurat baru kerajaan seperti yang disebutkan di sini, mereka masih harus menghadapi pengadilan Kristus. Pengadilan ini akan menentukan apakah seseorang beroleh upah kerajaan ataukah pendisiplinan sezaman.
Seberapa seriuskah pendisiplinan yang akan Allah berlakukan bagi kaum beriman yang tidak dapat mengekang amarahnya? Mereka harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala (gehena, Tl.). Kata “Gehena” ialah bahasa Yunani, kata yang sama dengan “Ge Hinnom” dalam bahasa Ibrani, Lembah Hinnom, atau yang juga disebut Tofet (2 Raj. 23:10; Yes. 30:33; Yer. 19:13), suatu lembah yang dalam dekat Yerusalem dan menjadi tempat pembuangan (sampah) bagi kota itu. Segala jenis kotoran dan mayat orang-orang jahat dibuang ke sana, lalu dibakar. Karena apinya yang terus-menerus menyala, tempat ini menjadi lambang tempat penghukuman kekal, lautan api (Why. 20:15).

Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku, karena aku adalah orang yang mudah melampiaskan amarah. Aku tidak memiliki cukup kesabaran di dalamku. Tuhan, tanggulangilah egoku yang liar ini, agar jangan karena kelemahanku, nama-Mu dipermalukan dan kemuliaan-Mu dirugikan. Aku damba hidup dalam damai sejahtera, baik terhadap-Mu, maupun terhadap sesama.

02 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 3 Selasa

Kebenaran yang Unggul
Matius 5:20
Aku berkata kepadamu: Jika kebenaranmu tidak melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga (Tl.)

Kebenaran yang bagaimanakah yang melayakkan kita masuk ke dalam Kerajaan Surga? Jawabannya adalah kebenaran yang melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Mat. 5:20). Kebenaran ini tidak mengacu kepada dibenarkan di hadapan Allah ketika kita percaya ke dalam Kristus (1 Kor. 1:30; Rm. 3:26), tetapi lebih mengacu kepada kebenaran yang subyektif. Kebenaran yang subyektif adalah Kristus yang berhuni, yang kita perhidupkan sebagai kebenaran kita, agar kita dapat hidup dalam realitas kerajaan hari ini dan memasuki manifestasinya pada masa yang akan datang. Kebenaran inilah yang digambarkan sebagai pakaian pesta pernikahan dalam Matius 22:11-12, yang melayakkan kita untuk berbagian dalam pernikahan Anak Domba (Why. 19:7-8) dan mewarisi Kerajaan Surga dalam manifestasinya, yaitu memasuki Kerajaan Surga pada masa yang akan datang.
Sebagai umat kerajaan, kita perlu berusaha untuk berada di dalam Kristus bukan dengan kebenaran kita sendiri, kebenaran manusia, melainkan dengan kebenaran Allah (Flp. 3:9). Inilah standar moralitas yang tertinggi. Bagaimanakah caranya agar kita dapat memiliki kebenaran Allah? Satu-satunya cara adalah dengan membiarkan Allah hidup di dalam kita. Jika Allah tidak hidup di dalam kita, kita tidak mungkin dapat memperhidupkan Dia. Untuk memperhidupkan kebenaran Allah, kita harus membiarkan Allah sendiri yang hidup di dalam kita.
Kebenaran yang dilakukan manusia tanpa Kristus, adalah semu. Kebenaran manusia di hadapan Allah tidak lebih hanyalah seperti sehelai kain kotor (Yes. 64:6). Hanya ketika kita membiarkan Tuhan menjadi Kepala dan segala sesuatu kita, barulah kita dapat menempuh hidup dalam kebenaran yang sejati, kebenaran yang tidak munafik, kebenaran yang unggul, yang melampaui kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi.

Mat. 5:20; Flp. 3:9; 1 Kor. 1:30; Rm. 3:26; Why. 19:7-8

Kata “kebenaranmu” dalam Matius 5:20 berbeda dengan pembenaran oleh hukum Taurat. Kata “kebenaranmu” di sini mengacu kepada kebenaran kita yang berasal dari pekerjaan Roh kudus, bukan mengacu kepada dibenarkan di hadapan Allah pada saat pertama kali kita percaya ke dalam Kristus. Kata “dibenarkan” di hadapan Allah lebih ditujukan kepada orang berdosa yang percaya, sedangkan kata “kebenaranmu” di sini adalah kebenaran yang diperhidupkan oleh murid-murid itu sendiri dalam kehidupan mereka melalui pekerjaan Roh Kudus.
Bagaimanapun baiknya perbuatan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, itu hanyalah kebenaran hukum Taurat. Kaum beriman Perjanjian Baru harus memiliki kebenaran yang mengungguli kebenaran hukum Taurat lama. Kualitas dari kebenaran yang kita perhidupkan seharusnya melampaui kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Kalau tidak, maka tak seorangpun dari kita yang dapat masuk ke dalam manifestasi Kerajaan Surga pada masa milenium yang akan datang.

Perbedaan Antara Beroleh Hidup yang Kekal dengan Masuk Ke Dalam Manifestasi Kerajaan Surga

Beroleh Hidup yang Kekal:
1. Adalah milik semua kaum beriman
2. Adalah hasil dari kebenaran karena pemberian Allah
3. Diterima begitu seseorang percaya dan tidak akan hilang selama-lamanya
4. Sudah dimiliki sejak seseorang percaya pada zaman ini
5. Diperoleh melalui percaya
6. Diberikan kepada orang berdosa yang bertobat
7. Diperoleh melalui kebenaran yang obyektif, yakni dibenarkan di hadapan Allah

Masuk ke Dalam Manifestasi Kerajaan Surga
1. Bukan milik semua kaum beriman
2. Adalah hasil dari kebenaran subyektif yang diperhidupkan oleh seseorang
3. Hanya dapat dimasuki oleh kaum beriman pemenang
4. Baru dapat dimasuki pada saat Kristus datang kembali pada akhir zaman gereja
5. Diperoleh melalui perjuangan
6. Diberikan kepada kaum beriman yang menang
7. Diperoleh melalui kebenaran yang subyektif, yakni kebenaran yang diperhidupkan dalam kehidupan sehari-hari dengan bersandar Roh Kudus

Doa:
Tuhan Yesus, Engkaulah kebenaran yang sejati. Kebenaran-Mu melampaui kebenaran manusia manapun di dunia ini. Karena itu, ya Tuhan, bimbinglah aku untuk senantiasa belajar memperhidupkan Engkau dalam hidupku sehari-hari sebagai kebenaran sejatiku, baik dalam perkataan maupun dalam perbuatanku.

01 July 2007

Matius Volume 3 - Minggu 3 Senin

Menggenapi Hukum Taurat
Matius 5:17
Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.

Mengapa Tuhan berkata, “Janganlah kamu menyangka,…”? Setelah Tuhan menyampaikan hukum Taurat baru Kerajaan Surga kepada murid-murid-Nya, kemungkinan segera timbul prasangka di dalam pikiran mereka. Setidaknya mereka memiliki dua pertanyaan. Pertama, mengapa pengajaran yang Tuhan sampaikan agak berbeda dengan pengajaran Musa? Kedua, apakah hukum Taurat Musa kini sudah tidak berlaku lagi? Kedua pertanyaan ini menimbulkan prasangka murid-murid bahwa Tuhan datang untuk meniadakan hukum Taurat yang Allah berikan melalui Musa. Mengetahui pikiran mereka, Tuhan lalu berkata, “Janganlah kamu menyangka,...”.
Kata “menyangka” dalam Matius 5:17 juga dapat diartikan sebagai menuduh sebelum melakukan pemeriksaan. Seringkali kita pun bersikap seperti murid-murid waktu itu, yakni lebih dulu berprasangka negatif terhadap Tuhan, terhadap firman-Nya, atau terhadap cara-Nya dalam mengatur hidup kita. Ketika kita tertimpa kesulitan, kita mungkin menyangka bahwa Tuhan sedang menghukum kita. Ketika doa kita belum dikabulkan, kita mungkin menyangka bahwa Tuhan tidak menghiraukan kita, tidak berlaku adil kepada kita. Tidak hanya terhadap Tuhan, kita pun terkadang berprasangka terhadap orang lain. Melihat orang lain sukses, kita mungkin menyangka bahwa ia telah bekerja dengan tidak jujur atau bekerja dengan cara-cara yang tidak halal, dan lain sebagainya.
Pikiran kita sering dipenuhi dengan prasangka karena kita hidup di dalam pikiran kita yang cemar, tidak di dalam roh kita yang telah dilahirkan kembali. Demi Kerajaan Surga, kita harus melatih roh kita, hidup di dalam roh, dan membuang semua prasangka yang ada di dalam pikiran kita! Di sini Tuhan ingin menegaskan bahwa semua prasangka murid-murid-Nya itu keliru. Ia datang bukan untuk meniadakan hukum Taurat, melainkan untuk menggenapinya.

Why. 21:1; 2 Ptr. 3:10-13; Yes. 65:17; 66:22; Mat. 5:19

Tuhan Yesus mengatakan bahwa Ia datang untuk menggenapi hukum Taurat. Menggenapi hukum Taurat di sini mengandung tiga arti: (1) Kristus telah menuruti hukum Taurat dengan sempurna; (2) melalui kematian-Nya di atas salib, Tuhan telah memenuhi tuntutan hukum Taurat; dan (3) Kristus mempertinggi hukum Taurat lama dengan hukum Taurat baru-Nya. Di sini kita nampak bahwa walaupun tuntutan hukum Taurat yang lama tidak cukup tinggi, Tuhan Yesus tidak meniadakannya, melainkan menggenapinya dengan jalan melengkapi dan membuatnya lebih tinggi.
Sebagai umat Kerajaan Surga, kita tidak boleh meniadakan perintah dari hukum Taurat atau mengajar orang lain untuk meniadakan perintah hukum Taurat bahkan yang terkecil sekalipun (Mat. 5:18-19), karena kalau kita berbuat demikian, kita akan menduduki tempat yang terendah dalam Kerajaan Surga. Perkataan Tuhan di sini menunjukkan kepada kita betapa besarnya tanggung jawab orang yang menyampaikan firman Allah. Kebanyakan ajaran yang salah justru berasal dari perilaku yang salah. Karena seseorang telah memiliki perilaku yang salah, maka dia pun akan mengajarkan suatu ajaran yang salah pula.
Dahulu di Shanghai ada seorang pengkhotbah yang dengan berani mengajarkan ajaran bidah tentang penyingkiran dosa. Ia mengajarkan bahwa seorang yang telah dilahirkan kembali tidak mungkin dapat berbuat berdosa. Suatu hari, dia dan beberapa pengikutnya pergi ke suatu taman yang perlu membeli tiket dahulu agar dapat masuk ke dalamnya. Dia membeli tiga tiket untuk dipakai oleh lima orang. Beberapa dari mereka masuk duluan ke taman itu, kemudian salah satu dari mereka keluar dengan tiket-tiket itu dan memberikannya kepada yang lainnya agar mereka dapat masuk. Ketika salah satu dari pengikutnya bertanya kepadanya apakah hal itu adalah suatu dosa, ia mengatakan bahwa itu bukanlah dosa, tetapi kelemahan. Pengkhotbah itu telah dengan licik mengganti istilah “dosa” dengan “kelemahan”. Dari seorang pengkhotbah yang perilakunya tidak lurus, keluarlah pengajaran yang menyesatkan. Karena itu, sebelum kita menerima suatu ajaran, perhatikanlah terlebih dulu bagaimana perilaku dari pengajarnya!

Doa:
Terima kasih ya Tuhan, karena Engkau telah menggenapkan semua tuntutan hukum Taurat, sehingga aku tidak lagi berada di bawah kutuk hukum Taurat. Aku bersyukur atas hayat-Mu di dalamku yang memampukan aku untuk memenuhi tuntutan hukum baru kerajaan. Puji Tuhan, Engkau tidak saja memberi tuntutan, tetapi juga memberi suplai untuk memenuhi tuntutan itu.