Hitstat

31 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 4 Kamis

Kristus sebagai Realitas Kurban
Kejadian 15:9
“Firman TUHAN kepadanya: ‘Ambillah bagi-Ku seekor lembu betina berumur tiga tahun, seekor kambing betina berumur tiga tahun, seekor domba jantan berumur tiga tahun, seekor burung tekukur dan seekor anak burung merpati.’”

Jika kita membaca Kejadian pasal 15 dan menghubungkannya dengan Kitab Imamat, kita dapat melihat bahwa lembu betina dipakai untuk kurban keselamatan/pendamaian (peace offering) (Im. 3:1). Kristus adalah realitas kurban pendamaian itu (Rm. 5:10; Kol. 1:22). Di dalam Kristus, kita telah di damaikan dengan Allah. Kambing betina melambangkan Kristus sebagai kurban penghapus dosa (sin offering) kita (Im. 4:28; 5:6). Tidak peduli betapa baiknya kita, kita tetap adalah orang yang mempunyai dosa. Karena itu kita memerlukan kurban penghapus dosa. Sesudah kurban penghapus dosa, diperlukan kurban bakaran (burnt offering) yaitu domba jantan. Kurban bakaran menandakan bahwa segala sesuatu adalah bagi Allah, bagi kepuasan dan kesenangan Allah (Im. 1:10).
Ketiga jenis kurban di atas tidak boleh sekedar menjadi pengetahuan kita, tetapi harus kita alami setiap hari. Kristus itu bukan untuk pengetahuan, tetapi untuk pengalaman kita. Setelah kita dipanggil oleh Tuhan dan beroleh selamat, kita masih dapat berbuat dosa. Setiap dosa adalah pelanggaran. Karena itu setiap hari kita perlu didamaikan dengan Allah. Kita perlu datang kepada Kristus, Pengantara kita, untuk mendamaikan kita dengan Allah. Kedua, kita perlu mengaku dosa kita untuk menerima pembasuhan darah Tuhan sehingga hati nurani kita disucikan dari segala noda dan tuduhan. Terakhir, kita perlu mempersembahkan diri kita sebagai kurban yang hidup kepada Allah, menyerahkan anggota-anggota tubuh kita kepada-Nya. Demikian kita mengalami Kristus sebagai tiga jenis kurban yang dipersembahkan kepada Allah.

Syarat-syarat Mengalami Kristus
Ef. 3:17;1 Kor. 15:45b; Yoh. 15:5;Gal. 2:20; Yoh. 14:23; Ef. 3:16-17; Flp. 1:19-20

Melalui kurban persembahan yang ia persembahkan kepada Allah, Abraham mengalami berbagai aspek Kristus. Hal ini dimungkinkan karena semua jenis kurban itu melambangkan Kristus, sebagaimana telah diuraikan di depan (hal. 51-52). Dari gambaran ini, jelaslah bagi kita bahwa Kristus itu riil dan dapat kita alami dalam kehidupan kita setiap hari. Sangat disayangkan bila kita menganggap Kristus itu abstrak, atau hanya mengenal Dia sebagai yang duduk di surga, jauh di luar jangkauan kita. Memang Alkitab mengatakan bahwa setelah Tuhan Yesus bangkit dari kematian, Dia duduk di sebelah kanan Allah Bapa di surga (Luk. 22:69; Rm. 8:34). Tetapi Alkitab juga mengatakan bahwa Kristus yang bangkit itu diam di dalam kita, kaum beriman-Nya (Ef. 3:17; Yoh. 14:20). Bagaimanakah hal ini bisa terjadi? Hal ini dimungkinkan karena Kristus dalam kebangkitan-Nya telah menjadi Roh itu, Roh yang memberi hidup/hayat (1 Kor. 15:45b). Sebagai Roh itu, Dia tidak terbatas oleh ruang dan waktu; Dia ada di sebelah kanan Allah Bapa di surga, juga ada di dalam kita, kaum beriman-Nya.
Karena Kristus sebagai Roh itu tinggal di dalam kita, maka kita dapat mengalami Dia di dalam roh kita. Namun, Alkitab memberitahu bahwa ada beberapa syarat yang diperlukan agar kita dapat mengalami Dia. Syarat pertama adalah kita harus tinggal di dalam Dia (Yoh. 15:5). Kita harus tinggal di dalam Dia, memberi-Nya waktu dan tempat sehingga Dia dapat tinggal di dalam kita. Syarat kedua adalah dengan menetap dalam ketersaliban bersama Dia (Gal. 2:20). Ini berarti mengesampingkan diri kita sehingga bukan lagi kita sendiri yang hidup tetapi membiarkan Kristus hidup di dalam kita, sehingga kita dapat mengalami dan menikmati Dia sebagai hayat kita.
Syarat ketiga, kita perlu mengasihi Dia dan menuruti firman-Nya (Yoh. 14:23). Jika kita mengasihi-Nya dan menuruti firman-Nya, Dia dan Bapa akan datang dan tinggal bersama kita, sehingga kita dapat menikmati semua berkat Allah Tritunggal yang tinggal di dalam kita. Syarat keempat, kita perlu dikuatkan dalam insan batiniah kita (Ef. 3:16-17). Dikuatkannya kita oleh Allah dengan kuasa melalui Roh-Nya ke dalam insan batiniah kita (roh kita), adalah syarat untuk mengalami Kristus berumah di dalam hati kita. Syarat yang kelima, yang terakhir, adalah kita harus memiliki keberanian (Flp. 1:20; TL.). Untuk memperbesar Kristus, kita harus memiliki keberanian dalam segala hal, tidak peduli hidup atau mati. Inilah syarat tertinggi bagi kita untuk mengalami Kristus sampai puncaknya. Saudara saudari, kita tidak mengalami Kristus berdasarkan kekuatan kita atau jerih payah kita, melainkan melalui suplai limpah lengkap Roh Yesus Kristus (Flp. 1:19; TL). Inilah jalan bagi kita untuk mengalami Dia.

Penerapan:
Seberapa baiknya diri kita, tetaplah penuh dengan dosa. Karena itulah, perlu adanya penumpahan darah untuk memperdamaikan kita dengan Allah. Puji Tuhan, Kristus telah menjadi realitas kurban-kurban bagi kita. Bersyukurlah atas apa yang telah dikerjakan oleh Dia bagi kita.

Pokok Doa:
Tuhan setiap hari aku perlu Dikau sebagai korban pendamaian. Aku hanyalah manusia yang penuh dengan dosa. O, Tuhan betapa aku perlu Dikau. Terlebih lagi Tuhan, jadilah hayat kebangkitanku yang membuat aku menang atas segala kelemahan dan kekuranganku.

30 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 4 Rabu

Allah Berjanji Tetapi Abraham Kekurangan Iman
Kejadian 15:7
“Lagi firman TUHAN kepadanya: ‘Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim untuk memberikan negeri ini kepadamu menjadi milikmu.’”

Ketika Allah menjanjikan keturunan kepada Abraham, Abraham segera percaya kepada Allah (15:6). Karena Abraham percaya kepada Allah mengenai janji keturunan itu, imannya kepada Allah sangatlah berharga. Allah menghitung iman ini sebagai kebenarannya. Tetapi, setelah itu, waktu Allah berjanji lagi kepada Abraham akan memberi tanah bagi dia, Abraham kurang beriman dan berkata kepada Tuhan, “Ya TUHAN Allah, dari manakah aku tahu, bahwa aku akan memilikinya?” (ayat 8). Sekalipun ia bisa mempercayai Allah berkaitan dengan janji tentang keturunan, tapi ia tidak mempercayai Allah berkaitan dengan janji-Nya tentang tanah itu.
Saudara saudari, memang tidak terlalu sulit untuk percaya pada janji Tuhan mengenai keselamatan, namun tidaklah mudah untuk sepenuhnya percaya pada Tuhan bahwa Dia bertanggung jawab untuk penghidupan kita selanjutnya. Kiranya syair lagu gubahan John H. Sammis (1846-1919) yang berjudul Trust and Obey (Percaya dan Taat) di bawah ini dapat memberi kita inspirasi untuk memiliki iman yang lebih besar.
1. Jalan serta Tuhan, dalam t'rang firman-Nya,
Cah'ya mu-lia-Nya t'rus memancar;
Ku ta-at p'rintah-Nya, hatiku penuhlah,
Penuh dengan kelimpahan-Nya.

Koor : Percayalah dengan hati ta-at,
Kar'na Tuhan 'kan cinta pada yang de-mi-kian!

2. Tia-da pikulan b'rat, tia-da susah c'laka,
Yang menyerang, kar'na Dia jaga;
Se-mua rugi susah, se-mua hina nista,
Jadi berkat bila mau ta-at.

Jalan Salib
Kej. 15:9, 19-21; Yoh. 1:14, 29

Karena Abraham kurang beriman kepada Allah berkenaan dengan janji-Nya tentang tanah, terpaksa Allah membuat perjanjian (convenant) dengannya untuk menegaskan janji-Nya (promise) akan tanah itu. Dalam Kejadian 15:9-21 kita mengetahui Allah melalui Kristus membuat perjanjian untuk memperkuat janji-Nya kepada Abraham.
Ketika Allah membuat perjanjian dengan Abraham, Allah memberi tahu kepadanya untuk mengambil seekor lembu betina, seekor kambing betina, seekor domba jantan, seekor burung tekukur dan seekor anak burung merpati (Kej. 15:9). Tiga ternak ini semuanya berumur tiga tahun, kemudian dipotong menjadi dua, tetapi burung-burung itu tidak dipotong; mereka dibiarkan hidup. Dengan demikianlah Allah menetapkan perjanjian dengan Abraham, dan ini menandakan dengan jalan inilah Abraham dapat menggenapkan tujuan kekal Allah.
Kita perlu melihat makna tiga ternak dan dua burung itu. Secara lambang, semua benda-benda yang dipersembahkan manusia kepada Allah melambangkan Kristus. Berdasarkan prinsip ini, tidak dapat disangsikan lagi kelima kurban persembahan itu juga melambangkan Kristus. Kristus, pertama adalah Kristus yang tersalib, Kristus yang terpotong/tersembelih; dan yang kedua, Dia adalah Kristus yang bangkit, Kristus yang hidup. Jika kita nampak hal ini, kita akan mengerti tiga ternak yang dipotong dan dibunuh, melambangkan Kristus yang tersalib. Kristus yang tersalib ini adalah Dia yang menjadi daging, yang dalam keinsanian-Nya hidup di atas bumi. Yohanes pasal satu mengatakan firman yang adalah Allah telah menjadi daging (Yoh. 1:14). Kemudian Yohanes Pembaptis juga menyebut Dia sebagai Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia (Yoh. 1:29). Anak Domba Allah ini adalah juga firman Allah yang telah menjadi daging itu. Jadi tiga ternak dalam Kejadian pasal 15 menyatakan Kristus yang di dalam keinsanian-Nya itu tersalib bagi kita.
Allah memperlihatkan kepada Abraham, ia bisa “memiliki tanah ini”, adalah tergantung pada pekerjaan salib. Kelak, keturunannya bisa berdiri di atas tanah ini, karena ada kematian salib. Kita harus nampak, salib adalah dasar dari kehidupan rohani kita. Tuhan memperlihatkan kepada kita, hanya bila kita melewati salib, baru ada perapian yang berasap serta suluh yang berapi (Kej. 15:17). Perapian adalah untuk memurnikan, dan suluh adalah untuk menerangi. Dengan kata lain, hanya bila kita menempuh jalan salib baru ada pemurnian, baru ada penerangan yang sejati. Kalau kita damba dimurnikan dan diterangi oleh Tuhan, kita perlu memasuki pengalaman salib. Pengalaman salib ini bagi kita menjadi satu dengan pengalaman atas Kristus yang bangkit (bd. Flp. 3:10).

Penerapan:
Jadikanlah hati kita sebagai tanah yang gembur di mana Kristus dapat bertumbuh lebih besar dan dewasa di dalam kita. Biarlah Kristus dapat semakin memperluas wilayah-Nya di dalam hati kita. Tidak ada satu perkara, benda maupun manusia yang kita ijinkan mempersempit wilayah Kristus di hati kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mau percaya kepada setiap janji-Mu. Tambahkanlah terus iman di dalam diriku. Dalam keadaan apa pun, perkara apa pun yang terjadi dalam hidupku. Tuhan, jangan biarkan aku meninggalkan gereja-Mu, terlebih meninggalkan diri-Mu.

29 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 4 Selasa

Pentingnya Memiliki Keturunan
Kejadian 15:5
“Lalu TUHAN membawa Abram ke luar serta berfirman: ‘Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.’ Maka firman-Nya kepadanya: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu.’”

Untuk menggenapkan kehendak Allah pada zaman Abraham, hal pertama yang diperlukan adalah keturunan (Kej. 15:1-6; lihat juga Kej. 13:16; 22:17-18; 12:2). Tujuan Allah memanggil Abraham adalah untuk menggenapkan kehendak-Nya. Seperti yang telah kita lihat, kehendak-Nya adalah mendapatkan sekelompok orang yang dalam gambar-Nya mengekspresikan diri-Nya dan memiliki otoritas-Nya untuk mewakili diri-Nya. Tetapi Abraham tidak mempunyai keturunan, bagaimana mungkin Abraham dapat menggenapkan kehendak Allah tanpa keturunan? Abraham memerlukan keturunan yang melaluinya Allah akan mendapatkan sekelompok orang.
Ketika Abraham mengetahui ia perlu keturunan, ia memakai Eliezer sebagai pelengkapnya (Kej. 15:2-4). Tetapi Allah tidak pernah memakai orang/benda-benda yang kita miliki untuk menggenapkan kehendak-Nya. Yang kita miliki tidak lain adalah “Eliezer”. Tak satu pun dari milik kita yang berguna bagi penggenapan kehendak Allah. Kalau kita membaca Galatia pasal tiga, kita akan melihat keturunan tersebut adalah diri Kristus sendiri. Tak satu pun yang kita miliki dapat melahirkan Kristus. Untuk menggenapkan kehendak Allah, kita harus memiliki Kristus yang digarapkan ke dalam kita. Inilah sebabnya mengapa Paulus berkata kepada kita bahwa Kristus diwahyukan di dalam dia (Gal. 1:15-16), Kristus tinggal di dalam dia (Gal. 2:20), Kristus terbentuk (formed) di dalam dia (Gal. 4:19), dan baginya hidup adalah Kristus (Flp. 1:21). Setiap hari kita harus terbuka bagi pekerjaan Kristus di dalam kita. Inilah keperluan kita.

Pentingnya Memiliki Tanah/Negeri
Kej. 15:7; 17-21; 13:14-15, 17; 17:8; Ibr. 13:5

Untuk menggenapkan kehendak Allah, selain harus memiliki keturunan, Abraham juga harus memiliki tanah/ negeri (Kej. 15:17-21; lihat juga 12:7; 13:14-15, 17; 17:8). Karena itu Tuhan berkata kepadanya: “Akulah TUHAN, yang membawa engkau keluar dari Ur-Kasdim untuk memberikan negeri ini kepadamu menjadi milikmu” (Kej. 15:7). Menurut konsepsi Alkitab, tanah/negeri mengacu kepada lima hal besar, yaitu: 1) tempat kediaman umat Allah, 2) tempat bagi mereka untuk mempertahankan kelangsungan hidup, 3) tempat Allah mengalahkan musuh-musuh, 4) tempat Allah memiliki Kerajaan-Nya, dan 5) tempat Allah memiliki kediaman untuk mengekspresikan diri-Nya. Jadi, akhirnya, di tanah itulah Kerajaan Allah didirikan, bait bagi kediaman Allah didirikan, dan kemuliaan Allah dinyatakan.
Hari ini, bagi kita tanah itu adalah Kristus yang hidup di dalam kita dan tempat di dalamnya kita hidup. Kita harus hidup di dalam Kristus dan hidup bersandar Kristus. Kita jangan sampai kehilangan sasaran dan hanya mencari berkat Allah saja. Jangan menaruh perhatian yang terlampau besar terhadap keperluan hidup kita sebab Bapa kita mengetahui apa yang kita perlukan. Biarkanlah Dia memelihara kita. Dia sekali-kali tidak akan meninggalkan kita atau membiarkan kita (Ibr. 13:5). Memang Perjanjian Lama mengutamakan berkat lahiriah, tetapi dalam Perjanjian Baru berkat lahiriah segera digantikan dengan berkat rohani. Efesus 1:3 mengatakan Allah dalam Kristus telah mengaruniakan kepada kita segala berkat rohani di dalam surga. Berkat rohani ini tidak lain adalah Kristus beserta segala kekayaan-Nya.
Pada hari ini, tanah juga adalah gereja, karena gereja adalah perluasan Kristus. Tubuh Kristus, gereja, adalah perluasan Kristus. Di dalam gereja, kita hidup dalam Kristus dan bersandar kepada Kristus; di dalam gereja kita “membunuh musuh-musuh” dan di dalam gereja kita memiliki Kerajaan Allah serta tempat kediaman Allah. Karena alasan inilah, maka ketika kita datang ke dalam perhimpunan gereja, kita akan segera merasakan bahwa kita berada di rumah. Sekarang kita tidak berkelana lagi, kita telah mempunyai satu tempat untuk berdiam dan hidup, tempat di mana kita mempunyai Kerajaan Allah serta tempat kediaman Allah. Baik keturunan maupun tanah, kedua-duanya adalah Kristus. Keturunan adalah Kristus yang di dalam kita dan tanah adalah Kristus yang di dalamnya kita hidup. Dialah keturunan itu dan tanah/negeri untuk menggenapkan kehendak Allah yang kekal. Marilah kita mengejar pengalaman yang lebih dalam, mengalami Kristus sebagai Keturunan dan tanah itu, sehingga kita boleh berbagian dalam penggenapan kehendak Allah.

Penerapan:
Keberadaan kita sebagai orang Kristen adalah untuk menggenapkan tujuan Allah. Sudahkah kita menyatakan Kristus dalam kehidupan kita sehari-hari? Kita mungkin gagal, tetapi karena itulah kita perlu terus mengambil Dia sebagai segala sesuatu bagi kita. Selain itu kita perlu terus datang ke perhimpunan gereja supaya kita mendapatkan kekuatan menyatakan Dia dalam hidup ini.

Pokok Doa:
Tuhan jagalah hidupku hanya bagi kehendak-Mu semata. Tuhan Yesus, dapatkanlah diriku, keluargaku, waktuku, pekerjaanku. Biarlah semuanya hanya bagi Kristus dan gereja. Selain itu, aku perlu Dikau terus bertambah dalam hidupku, hayat-Mu terus bertumbuh dewasa di dalamku.

28 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 4 Senin

Mengenal Anugerah untuk Menggenapkan Tujuan Allah
Kejadian 15:1
“Kemudian datanglah firman TUHAN kepada Abram dalam suatu penglihatan: ‘Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar.’”

Mulai Kejadian pasal 15, kita nampak satu masalah lain, yaitu masalah tentang anak. Titik fokusnya tidak lagi Tanah Kanaan, tapi masalah keturunan. Kejadian 15:1 mengatakan, “Kemudian datanglah firman Tuhan kepada Abram dalam suatu penglihatan: ‘Janganlah takut, Abram, Akulah perisaimu; upahmu akan sangat besar’” Kata-kata terakhir boleh diterjemahkan sebagai “Akulah perisaimu, upahmu yang sangat besar.” Setelah Abraham menang perang, Allah berfirman demikian kepada Abraham.
Abraham adalah manusia biasa seperti kita. Meskipun Allah memberikan kemenangan kepadanya, tetapi Allah tidak membuatnya melampaui manusia. Setelah kemenangan itu lewat, tinggallah dia sendiri di dalam kemahnya, merenungkan hal-hal yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi. Abraham mulai merasa takut. Hal ini bisa kita ketahui dari firman Allah kepadanya. Allah berfirman, “Janganlah takut.” Mengapa bisa tidak takut? Ada dua alasan yang Allah katakan: pertama, “Akulah perisaimu,” artinya tidak ada orang yang bisa menyerang Abraham. Kedua, “Akulah upahmu yang sangat besar” (TL.), artinya segala yang Abraham kira telah hilang, dapat ia temukan di dalam diri Allah. Di sini Allah mengucapkan kata-kata hiburan kepada Abraham. Saudara saudari, kalau kita melakukan kehendak Allah, Allah akan menjadi perisai kita. Kita tidak perlu takut kepada siapa pun. Selain itu, dalam menempuh jalan Tuhan, terkadang kita harus rela melepaskan sesuatu, mungkin waktu, tenaga, uang, atau masa depan kita. Tetapi jangan kecewa, karena kebahagiaan yang kita kira hilang itu, akan kita temukan di dalam diri Allah. Ini adalah janji Allah kepada Abraham, juga janji-Nya kepada kita.

Iman yang Berharga
Kej. 15:4-6

Abraham berkata kepada Tuhan bahwa Eliezer orang Damsyik itu yang akan menjadi ahli warisnya. Eliezer berasal dari Damsyik. Mungkin ketika Abraham melewati Damsyik, ia menemukannya di sana dan mengambilnya. Ketika Allah menampakkan diri kepada Abraham, dan mengatakan kalau Dia adalah perisai dan upah yang besar bagi Abraham, Allah berkata kepadanya, “Orang ini (Eliezer) tidak akan menjadi ahli warismu, melainkan anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu” (Kej. 15:4). Seakan-akan Allah berkata kepada Abraham, “Aku tidak mau Lot, Aku juga tidak mau Eliezer. Haruslah anak kandungmu sendiri, bukan seorang hambamu.” Dengan perkataan ini Allah menegaskan kembali janji-Nya.
Kemudian Tuhan berfirman kepadanya, “’Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang, jika engkau dapat menghitungnya.’ Maka firman-Nya kepadanya: ‘Demikianlah banyaknya nanti keturunanmu”’ (Kej. 15:5). Pada saat inilah Abram percaya kepada TUHAN. Ayat 6 mengatakan “Lalu percayalah Abram kepada Tuhan, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Kepercayaan Abraham oleh Allah diperhitungkan sebagai kebenarannya, dan saat itu juga Abraham dibenarkan. Itulah pembenaran melalui iman yang pertama kali disebutkan dalam Alkitab.
Perihal Abraham mendapatkan keturunan sepertinya adalah perkara yang lahiriah, tetapi sebenarnya adalah perkara yang di batin. Kita perlu memiliki pengalaman akan Kristus yang batini, bukan yang lahiriah. Kita percaya bahwa Allah dapat mengerjakan hal-hal yang lahiriah seperti sanggup memberi kita kesehatan, penyembuhan, pekerjaan yang baik, ataupun kenaikan pangkat dan lain-lain. Walaupun iman seperti ini baik, tetapi bukanlah iman yang indah dan berharga dalam pandangan Allah. Allah tidak menghitung iman seperti ini sebagai kebenaran untuk Abraham. Iman yang dihitung sebagai kebenaran untuk Abraham adalah percaya Allah sanggup mengerjakan sesuatu ke dalamnya untuk menghasilkan keturunan, bukannya percaya Allah dapat memberi roti dan mentega, ternak ataupun budak-budak yang lebih banyak. Percaya bahwa Allah akan menyuplai keperluan sehari-hari kita dan makanan kita memang baik, tetapi iman seperti ini kurang berharga dalam pandangan Allah. Iman yang berharga adalah iman yang percaya bahwa Allah sanggup menggarapkan diri-Nya ke dalam kita sehingga Kristus terlahir dan bertumbuh di dalam kita. Walaupun kita mungkin memiliki segala berkat lahiriah, tetapi tanpa Kristus terlahir dan bertumbuh di dalam kita, itu sia-sia belaka.

Penerapan:
Pikiran kita sering kuatir. Kekuatiran adalah panah api yang dipakai Iblis untuk melemahkan iman seseorang. Karena itu marilah kita memohon Tuhan melindungi pikiran kita dengan firman-Nya dari segala kekuatiran yang menyerang.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, selamatkan aku dari hati yang tidak percaya. Dalam setiap hal yang aku hadapi, Tuhan, aku mau belajar percaya dan bersandar pada janji-Mu. Engkaulah yang sanggup melakukan segala sesuatu bagiku.

26 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 3 Sabtu

Ministri Melkisedek
Kejadian 14:18-19
“Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi. Lalu ia memberkati Abram, katanya: Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi”

Berkenaan dengan peperangan Abraham, kita bisa mengajukan beberapa pertanyaan: Mengapa seorang pelarian dapat meloloskan diri untuk mengabarkan keadaan Lot kepada Abraham? Apa yang memampukan Abraham mengambil keputusan yang demikian tegas dan berani? Mengapa hanya dalam jangka waktu yang pendek musuh-musuh melarikan diri? Kejadian 14:18 mencatat ada seorang bernama Melkisedek. Dia tidak hanya berdoa syafaat bagi Abraham, tetapi juga menyuplai Abraham dengan roti dan anggur. Siapakah Melkisedek? Dia adalah lambang Kristus sebagai Imam Besar Allah. Hal ini tidak diwahyukan dalam Kejadian 14, tetapi terdapat dalam Mazmur 110. Dalam Mazmur 110, kita diberi tahu bahwa Sang terurap Allah, yakni Kristus, sebagai Imam menurut urutan Melkisedek, tingkatannya melebihi tingkatan Harun. Sebelum Harun menjabat imam, Melkisedek sudah menjadi imam Allah.
Pelayanan Imam Harun berbeda dengan Melkisedek. Keimaman Harun menanggulangi dosa, sedangkan pelayanan Melkisedek menyuplai. Melkisedek datang bukan karena Abraham berdosa, melainkan karena Abraham memperoleh kemenangan. Melkisedek datang dengan roti dan anggur menjamu sang pemenang. Kristus sebagai Imam Besar tidak hanya menyingkirkan dosa, tetapi menyuplai kita dengan roti dan anggur. Roti dan anggur melambangkan Allah yang telah melalui proses sebagai suplai pemeliharaan kita. Kehidupan kita adalah suatu peperangan. Tetapi kita memiliki Kristus, Imam Besar yang senantiasa berdoa syafaat bagi kita (Ibr. 7:25, TL.). Ia pun menyuplai kita dengan roti dan anggur.

Kemenangan dan Suplai Hayat
Kej. 14:20-24; Ibr. 7:2, 4, 6-7, 20, 25

Ketika kita hidup di bumi ini, banyak peristiwa yang menimpa kita. Kelihatannya hal-hal ini terjadi begitu saja. Sebenarnya, tidak demikian. Di balik semua peristiwa di dunia ini, ada orang yang sedang berdoa syafaat. Melkisedek kita, Kristus Imam Besar kita, senantiasa mendoakan kita di surga (Ibr. 7:25, TL.). Doa syafaat-Nya menaungi dan memelihara kita. Apa yang kita lakukan di bumi ini? Di bumi kita hidup bagi-Nya dan sebagai kesaksian-Nya. Kita tidak bisa membiarkan kepentingan Allah di bumi dirugikan. Begitu kita mendengar hal-hal yang merugikan, kita segera mengambil keputusan yang tegas untuk mengalahkan musuh-musuh.
Ketika Melkisedek datang kepada Abraham, ia memberkati Abraham dengan Allah yang Mahatinggi dan Pencipta langit dan bumi (ay. 19). Ini membuktikan Melkisedek lebih besar daripada Abraham (Ibr. 7:6-7). Ia juga memuji Allah karena kemenangan Abraham (ay. 20). Kemenangan kita selalu menyebabkan “Melkisedek” kita berkenan untuk memberkati kita dan memberi puji-pujian kepada Allah. Kemenangan kita membawakan lebih banyak berkat di dalam Kristus bagi kita dan puji-pujian bagi Allah. Pada waktu Melkisedek memberkati, Abraham memberikan sepersepuluh dari semua yang dimilikinya, yaitu dari hasil jarahannya (Kej. 14:20; Ibr. 7:2, 4). Hal ini juga membuktikan kebesaran Melkisedek. Kemenangan kita menyatakan kebesaran Kristus. Tanpa kemenangan, kita tidak mempunyai apa pun yang dapat kita persembahkan kepada Kristus dan kebesaran-Nya tidak dapat dinyatakan. Kristus adalah pemenang dan kita hanya dapat menang di dalam Dia. Karena itu marilah kita bersandar Dia berperang bagi kepentingan-Nya, maka Dia akan menyuplai kita dengan roti dan anggur yang melambangkan kenikmatan penuh akan Allah.
Ketika Abraham mengalahkan raja-raja, menerima berkat Melkisedek, ia bertemu dengan Raja Sodom. Raja Sodom menganjuri Abraham yang menang perang untuk mengambil barang jarahan bagi diri sendiri. Tapi seutas benang pun Abraham tidak mau, ia percaya kepada Allah yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi (Kej. 14:19-23). Abraham berkata bahwa prajuritnya dan sekutunya harus mendapatkan bagiannya, tetapi dia memberikan bagiannya kepada Raja Sodom (ay. 24). Abraham berhasil mengalahkan pencobaan harta dunia. Di sini kita melihat bahwa kapankala kita menang, kita perlu mempersembahkannya bagi Allah semata. Hasilnya Allah akan memberkati kita dan menyuplai kita dengan diri-Nya sendiri. Ketika kita dipuaskan dengan suplai Allah kita ada kekuatan untuk menolak suap dunia dan menang terhadap pencobaan harta dunia.

Penerapan:
Sampai saat ini boleh dikatakan kita terjaga dan terpelihara di dalam Tuhan dan gereja. Itu semua bukan karena kekuatan dan kemampuan kita, tetapi karena rahmat Tuhan. Tanpa kita sadari ada banyak orang yang berdoa syafaat bagi kita. Marilah kita juga turut berdoa syafaat bagi orang lain sehingga merekapun juga dapat terjaga di dalam kehidupan gereja.

Pokok Doa:
Terima kasih, ya Tuhan. Aku bersyukur kepada-Mu,sampai hari ini aku tetap terlindung dan terpelihara. Semuanya ini bukan karena kekuatan dan kebaikanku, tetapi karena Engkau, Imam Besarku di surga, selalu berdoa syafaat bagiku.

25 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 3 Jumat

Berperang bagi Saudara
Kejadian 14:14
“Ketika Abram mendengar, bahwa anak saudaranya tertawan, maka dikerahkannyalah orang-orangnya yang terlatih, yakni mereka yang lahir di rumahnya, tiga ratus delapan belas orang banyaknya, lalu mengejar musuh sampai ke Dan.”

Allah berdaulat atas segala sesuatu, termasuk dalam peristiwa penawanan diri Lot. Kejadian 14:13 mengatakan, “Kemudian datanglah seorang pelarian dan menceritakan hal ini kepada Abram, orang Ibrani itu.” Empat raja itu telah merebut Kota Sodom dan semua isinya termasuk persediaan makanan. Lalu ada seorang pelarian menceritakan tentang tertawannya Lot kepada Abraham. Apakah kita percaya peristiwa itu terjadi secara kebetulan? Bagaimana bisa sementara yang lain ditawan, orang ini dapat meloloskan diri? Orang ini pasti dilindungi oleh kedaulatan Allah. Ia dengan sengaja datang kepada Abraham dan menceritakan kepadanya bahwa Lot ditawan.
Tidak seperti kebanyakan kita, Abraham tidak menyimpan kesalahan saudaranya, dan ia tidak merasa senang atas penderitaan dan bencana yang menimpa Lot. Ketika mendengar kabar ini, ia segera berdoa (14:22, TL.). Sebagai hasil dari doa itu, ia lalu mengambil keputusan yang tegas dan berani, berperang bagi Lot (14:14). Abraham memutuskan untuk membawa 318 orang pilihannya dan berperang melawan empat raja beserta tentaranya. Abraham mengabaikan banyaknya pasukan lawan. Abraham berani, karena dia percaya kepada Allah. Menurut pendapat Abraham, adalah suatu hal yang memalukan melihat saudaranya tertawan. Di dalam kehidupan gereja, kita harus memiliki perasaan yang sama seperti Abraham. Adalah suatu hal yang memalukan bila kita melihat kaum saleh tertawan oleh dosa atau dunia. Kita harus berkata, “Aku tidak akan membiarkan hal ini. Aku harus bangun dan bertindak.” Inilah sikap yang sepatutnya.

Kemenangan Abraham
Kej. 14:15-16

Kejadian 14:15-16 memberitahu kita bagaimana Abraham dan pengikutnya mengalahkan dan mengejar musuh sampai ke Hoba di sebelah utara Damsyik. Ia membawa kembali segala harta benda yang dirampas; juga Lot, anak saudaranya itu, demikian juga perempuan-perempuan dan orang-orangnya. Kemenangan Abraham bukan dimulai dari mengalahkan raja-raja itu, tetapi dimulai ketika Lot memisahkan diri dari dia. Di bawah pengajaran kedaulatan Allah, Abraham belajar bahwa Allah berdaulat atas segala sesuatu dan Allah mengetahui segala sesuatu yang berhubungan dengan umat-Nya.
Kita semua harus mempelajari pelajaran dasar ini. Setelah kita dipanggil dan menjawab panggilan Allah dan masuk ke tempat yang dikehendaki Allah, pertama-tama, pelajaran dasar yang diberikan Allah kepada kita adalah: sebagai orang yang dipanggil Allah, segala sesuatu yang berhubungan dengan kita ada di bawah tangan Allah. Allah berdaulat atas seluruh diri kita. Inilah pelajaran dasar yang dipelajari Abraham ketika ia turun ke Mesir. Itulah awal kemenangan Abraham. Dalam berperang bagi saudaranya, Abraham mempertaruhkan hidupnya. Bukanlah perkara kecil baginya untuk mempertaruhkan nyawanya guna memperoleh kembali saudaranya yang tertawan. Tetapi ia melakukannya. Peperangan berjalan dengan lancar dan Abraham mengejar musuhnya dari arah selatan sampai ke Dan di sebelah utara. Kemenangannya adalah hasil dari doa permohonan di balik semua kejadian itu.
Abraham memperoleh kemenangan karena bersandar Allah. Ia percaya kepada Allah, sebab ia telah belajar mengenal Dia. Sama halnya, kita semua harus belajar mengenal Allah. Kita harus belajar bahwa hari ini pun bumi adalah milik Allah. Baik langit maupun bumi adalah milik Bapa kita, yaitu Dia yang memanggil kita. Kita perlu mempunyai iman semacam ini terhadap Dia. Lot kalah disebabkan ia tidak belajar suatu pelajaran bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi. Bahkan setelah dia diselamatkan, tidak ada catatan bahwa ia berterima kasih kepada Abraham atau mengatakan sepatah kata pertobatan kepada Tuhan. Sekalipun perihal penawanan merupakan sebuah peringatan baginya agar tidak balik ke Sodom, namun ia tetap kembali ke Sodom setelah pembebasannya dari tawanan. Kita telah melihat bahwa Abraham gagal namun dia bangkit dari kegagalannya. Lot juga gagal, namun dia tetap tinggal dalam kegagalannya itu, meskipun dia telah ditolong untuk keluar. Dua contoh ini haruslah memberi kita hikmat bagaimana bersikap sewaktu mengalami kegagalan.

Penerapan:
Bagaimanakah sikap kita bila ada seorang saudara yang melakukan kesalahan dan akhirnya jatuh dalam kesulitan? Apakah kita membiarkannya dan menganggap hal itu sebagai ganjaran supaya dia bertobat tanpa memberikan pertolongan? Puji Tuhan, Tuhan kita tidak memiliki sikap yang demikian. Ia tetap memberikan pertolongan untuk memulihkan kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, bangunkan aku untuk memiliki hati kasih dan tidak memandang kesalahan maupun kelemahan pada saudaraku yang mengalami kesulitan. Seperti Engkau menolong aku,biarlah aku juga belajar untuk memberikan pertolongan.

24 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 3 Kamis

Penanggulangan Allah atas Lot (1)
Kejadian 14:11-12
“Segala harta benda Sodom dan Gomora beserta segala bahan makanan dirampas musuh, lalu mereka pergi. Juga Lot, anak saudara Abram, beserta harta bendanya, dibawa musuh, lalu mereka pergi—sebab Lot itu diam di Sodom.”

Allah berdaulat atas suasana dan segala peristiwa yang menyangkut umat-Nya. Pada waktu itu, di Tanah Kanaan hanya ada dua keluarga orang Ibrani — yaitu keluarga Abraham dan keluarga Lot. Lainnya adalah orang kafir. Dalam Kejadian 14 kita nampak Allah itu berdaulat atas segala sesuatu, Ia mengizinkan suatu peristiwa terjadi untuk kebaikan umat-Nya. Kejadian 14 menceritakan peperangan antara kelompok empat raja dan kelompok lima raja. Akhirnya, lima raja itu dikalahkan oleh empat raja. Jika kita membacanya dengan cermat, kita akan melihat peperangan itu seluruhnya adalah untuk Lot dan Abraham. Dengan perkataan lain, Lot dan Abraham, kedua orang Ibrani ini, ditaruh di bawah ujian kedaulatan Allah. Peperangan ini baik atau tidak? Menurut manusia, tidak ada satu peperangan pun yang baik. Tetapi, dalam pasal ini, peperangan itu baik bagi Lot, terlebih lagi bagi Abraham.
Peperangan terutama terjadi di Sodom. Sebab Lot, salah seorang umat milik Allah, berdiam di tempat itu. Sebelum peperangan itu, Lot telah memisahkan diri dari Abraham (Kej. 13:11). Tujuan Allah dan sasaran Allah yang kekal berada pada Abraham. Memisahkan diri dari Abraham berarti memisahkan diri dari sasaran Allah, meninggalkan sasaran Allah, juga meninggalkan perlindungan. Karena kondisi itulah Allah di dalam kedaulatan-Nya mengijinkan Lot tertawan oleh Kedorlaomer, bukan untuk menghukum, tetapi untuk memulihkannya. Kalau suatu waktu kita terperangkap dalam masalah yang berat, kita harus ingat cerita Lot ini. Allah tidak sedang menghukum kita, tetapi mau memulihkan kita, karena mungkin kita telah melupakan sasaran Allah.

Penanggulangan Allah atas Lot (2)
Kej. 13:7-12; 14:11-12

Lot bukan terlebih dulu dikalahkan oleh empat raja. Kekalahan ini merupakan hasil dari dua kali kekalahan yang terdahulu. Sebelum Lot ditangkap oleh Kedorlaomer, ia menderita dua kali kekalahan. Kekalahan pertama terjadi ketika gembala Lot bertengkar dengan gembala Abraham dan Abraham membiarkan Lot memilih tanah (Kej. 13:7-11). Ketika Abraham memberi Lot kesempatan memilih, segera tanpa banyak pertimbangan, Lot menunjukkan pilihannya dan pergi. Itulah kekalahan yang pertama. Setelah berpisah dari Abraham, “Lot menetap di kota-kota Lembah Yordan dan berkemah di dekat Sodom” (Kej. 13:12). Pada akhirnya, ia pindah ke dalam kota, berdiam di sana dan menetap di sana. Ini adalah kekalahannya yang kedua.
Allah tidak akan membiarkan umat-Nya berdiam di kota yang jahat itu. Di bawah kedaulatan Allah, Kedorlaomer memimpin penyerangan ke Sodom. Allah mengizinkan penyerangan itu berlangsung. Empat raja berperang melawan lima raja. Menurut tafsiran manusia, lima raja itu akan menang karena jumlah mereka lebih besar. Tetapi ternyata empat raja itu mengalahkan lima raja, dan Kota Sodom direbut. Alkitab menekankan Kota Sodom direbut, karena Lot tinggal di sana. Peperangan ini bukan semata-mata kisah peperangan empat raja melawan lima raja saja, melainkan suatu peperangan untuk seorang umat Allah. Boleh jadi Lot merasa tenteram ketika ia berdiam di Sodom, tetapi Allah tidak tenteram. Allah tidak akan membiarkan Lot tinggal di sana dengan tenteram. Inilah kenyataan yang terjadi atas diri Lot. Lot kalah dan kalah lagi. Akhirnya, pada tahap terakhir dari kekalahannya itu, ia jatuh ke tangan musuh. Selama ini Lot mungkin merasa aman di bawah perlindungan Raja Sodom, tetapi ternyata ia kemudian tertawan dan Raja Sodom itu sama sekali tidak dapat menolongnya.
Tertawannya Lot adalah suatu peringatan dari Allah yang berkuasa (14:11-12). Allah membelaskasihani dia, tidak memperbolehkan dia tinggal dalam Sodom dengan nyaman. Sebagai suatu peringatan dan pengajaran, Allah membuat dia tertawan. Keadaan Lot saat itu seharusnya juga menjadi pelajaran berharga bagi kita hari ini. Saat menyadari kita telah gagal, kita harus segera bertobat dan kembali ke kedudukan yang diperkenan Allah. Kalau tidak, kegagalan itu akan menyeret kita kepada kegagalan berikutnya. Setiap kegagalan pasti menimbulkan akibat. Lot tertawan oleh Kedorlaomer dan itu merupakan suatu penderitaan. Sebagian besar penderitaan kita justru ditimbulkan oleh kesalahan kita sendiri. Dalam kedaulatan-Nya, Allah mengijinkan penderitaan itu datang, tidak lain supaya kita segera kembali ke jalur yang benar. Ia mengijinkan penderitaan datang supaya kita dipulihkan.

Penerapan:
Keadaan manusia saat ini hampir sama dengan keadaan kota Sodom sebelum dimusnahkan oleh Tuhan, apalagi bagi mereka yang tinggal di kota-kota besar. Janganlah kita karena kemewahan dan kemakmuran duniawi meninggalkan Tuhan dan terseret dalam penyelewengan pelampiasan nafsu. Berdoalah supaya Tuhan memberikan kekuatan agar kita tetap mendapatkan perlindungan dari arus dunia yang jahat.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku adalah orang yang lemah dan tidak mampu bertahan dalam arus dunia jahat sekarang ini. Tuhan aku mohon agar Engkau terus menjaga dan melindungi aku supaya aku tetap berada di jalan-Mu.

23 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 3 Rabu

Penyebab Kegagalan Lot (1)
Kejadian 13:10
“Lalu Lot melayangkan pandangnya dan dilihatnyalah, bahwa seluruh Lembah Yordan banyak airnya, seperti taman TUHAN, seperti tanah Mesir, sampai ke Zoar. —Hal itu terjadi sebelum TUHAN memusnahkan Sodom dan Gomora.”

Bila kita tinjau sejarah Lot, kita melihat bahwa ia secara pasif dibawa ke jalan Allah oleh orang lain (11:3; 12:5), yaitu dibawa oleh kakeknya dan pamannya ke jalan Tuhan. Sekalipun dalam pandangan Allah hal itu baik, kakek dan paman dapat membawa anak-cucu mereka dan keponakan mereka ke jalan Allah, namun secara pasif dibawa orang, tidaklah terlalu baik. Lot mempunyai permulaan rohani yang sangat lemah. Ia tidak aktif mencari Allah. Tidaklah baik bila anak-anak muda pasif terhadap hal-hal rohani atau pasif dalam hal mengikuti Tuhan. Lot gagal karena mempunyai permulaan yang sangat lemah dan pasif. Permulaan yang pasif itu menyebabkan dia akhirnya gagal.
Lot tidak pernah mengalami penampakan diri Allah. Kita tidak dapat menemukan sedikit pun petunjuk yang menyatakan Allah pernah menampakkan diri kepadanya. Apakah ini berarti Allah tidak adil atau berat sebelah? Tentu tidak! Allah itu adil dan tidak pandang bulu. Allah tidak menampakkan diri kepada Lot karena Lot pasif, tidak aktif mencari Tuhan, dan hidup dalam kota yang jahat. Lot tidak pernah berhubungan langsung dengan Allah. Bila kita mencari Dia, Dia akan menampakkan diri kepada kita. Tetapi bila kita tidak mencari Dia, Dia tidak akan membuang-buang waktu-Nya. Allah tidak menampakkan diri kepada Lot bukan kesalahan Allah, melainkan kesalahan Lot. Allah mau menampakkan diri kepada kita, tetapi apakah kita mencari Dia dan berjalan dalam jalan-Nya? Kalau demikian, Allah tidak akan membuat kita kecewa. Ia pasti akan menampakkan diri kepada kita. Karena itu, terhadap Allah, kita harus aktif.

Penyebab Kegagalan Lot (2)
Kej. 13:1, 5-13

Lot tidak pernah berinisiatif menempuh jalan Allah. Banyak orang muda mungkin seperti Lot, mereka mau menempuh kehidupan gereja karena ada seseorang yang membawa mereka. Dari pengalaman banyak orang kita tahu bahwa mereka yang tidak berinisiatif, hanya secara pasif 1) dibawa ke dalam jalan gereja, lambat-laun tentu jatuh. Hubungan Lot dengan Allah terpengaruh oleh orang lain - Abraham (Kej. 13:1). Ketika orang lain bangun, dia bangun; ketika mereka jatuh, dia jatuh juga. Lot bagaikan sebatang kayu terapung. Tatkala pemimpin rohaninya hanyut ke Mesir, iapun hanyut ke sana mengikutinya. Ia sama sekali dipengaruhi oleh orang lain. Apakah hubungan kita dengan Allah karena penampakkan diri Allah secara langsung atau terpengaruh orang lain? Ketika kita membaca kisah ini, kalau kita merasa kita tidak mempunyai permulaan yang kuat, janganlah berkecil hati. Kita harus bangkit. Masih belum terlambat bagi kita untuk membangun fondasi yang kukuh.
Lot meninggalkan Abraham karena terayu oleh benda-benda materi (13:5-13). Ketika Lot berhadapan dengan pilihan antara pengaruh rohani (Abraham) dan benda materi, ia memilih benda materi. Prinsipnya sama pada hari ini. Benda materi yaitu duniawi merupakan suatu pengujian bagi mereka yang hanya mengikuti kerohanian orang lain. Lot hanyut ke dalam keadaan yang sangat jahat dan berdosa di hadapan Allah (13:11-12). Begitu kita meninggalkan sumber pengaruh rohani, secara otomatis kita akan berjalan menurun. Janganlah sekali-kali meninggalkan pengaruh rohani yang tepat, sebab hal itu merupakan perlindungan bagi kita. Bila kita melepaskannya, kita akan kehilangan perlindungan kita dan seperti Lot akan hanyut menurun ke dalam Sodom. Sekalipun Lot mengetahui Sodom adalah jahat dalam pandangan Allah, akhirnya ia tetap masuk ke dalam tempat yang jahat itu dan tinggal di dalamnya.
Ur-Kasdim adalah tempat berhala, Mesir adalah tempat kekayaan dan kesenangan duniawi, dan Sodom adalah kota yang penuh dosa. Ketiga tempat ini membentuk suatu segi tiga mengelilingi tanah Kanaan. Kita, orang-orang yang terpanggil oleh Allah, tinggal di dalam segi tiga ini. Kita harus berhati-hati, supaya kita tidak jatuh kembali ke kota berhala, menurun ke tempat kesenangan duniawi, atau hanyut ke dalam kota yang penuh dosa. Walaupun Lot menjauhi tanah berhala dan tempat kesenangan duniawi, tetapi ia hanyut bagaikan sebatang kayu terapung ke dalam kota yang penuh dosa. Hal ini menjadi peringatan bagi kita untuk terus berjaga-jaga dan berdoa (Mrk. 14:38).

Penerapan:
Pernahkah kita bertekad, setiap pagi meluangkan waktu setidaknya 15 menit untuk tidak mengerjakan apapun sebelum membaca Alkitab dan berdoa? Jika tidak, marilah kita secara aktif memulai hari kita berjumpa dengan Tuhan terlebih dahulu.

Pokok Doa:
Ya Tuhan, jangan biarkan aku menjadi orang yang pasif dalam mencari Engkau. Tampakkanlah diri-Mu dan berbicaralah padaku. Aku mau memulai hari ini dengan mendapatkan diri-Mu lebih banyak.

22 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 3 Selasa

Berkat Berubah Menjadi Ujian
Kejadian 13:7
“Karena itu terjadilah perkelahian antara para gembala Abram dan para gembala Lot. Waktu itu orang Kanaan dan orang Feris diam di negeri itu.”

Setelah melewati semua pengalaman dalam Kejadian pasal 12 kita mungkin mengira bahwa Abraham telah belajar suatu pelajaran penting tentang perlindungan dan kedaulatan Allah. Tetapi ini memerlukan beberapa ujian lagi untuk membuktikan benar tidaknya ia telah mempelajari pelajaran itu dengan sungguh-sungguh. Salah satu ujiannya ialah pertengkaran antara saudara (Kej. 13:5-13). Abraham telah menjadi demikian kaya, namun kekayaan itu ternyata menimbulkan banyak kesulitan. Lot, kemenakannya, juga memperoleh kekayaan. Akibatnya tanah yang mereka diami itu menjadi demikian sempit untuk menampung harta milik mereka berdua. Kejadian 13:6 memberi tahu kita: “Tetapi negeri itu tidak cukup luas bagi mereka untuk diam bersama-sama, sebab harta milik mereka amat banyak, sehingga mereka tidak dapat diam bersama-sama.” Maka terjadilah perkelahian antara para gembala Abraham dan para gembala Lot (Kej. 13:7). Ini adalah ujian yang kedua bagi Abraham.
Keluarga, harta benda, kesehatan, maupun karunia rohani, semuanya adalah berkat dari Allah. Tetapi kita harus ingat bahwa semua berkat itu merupakan ujian bagi kita, apakah kita berupaya memegang dan menjaga berkat itu dengan kekuatan alamiah kita, ataukah kita membiarkan Allah yang menjaganya untuk kita. Abraham telah lulus ujian ini, karena itu ia tidak bertengkar dengan Lot (Kej. 13:8-9). Abraham percaya sepenuhnya bahwa semua yang ia miliki ada di dalam tangan penjagaan Allah. Karena segala sesuatu berasal dari Allah dan di bawah kedaulatan Allah, maka kita harus belajar mempercayakan diri kita dan semua milik kita kepada Allah.

Belajar dari Sebuah Kegagalan
Kej. 13:8-9; 13:12-15

Pasal 13 menyatakan bahwa Abraham telah belajar suatu pelajaran berharga. Kali ini ia tidak gagal; ia menang sebab telah mempelajari pelajaran dalam ujian yang pertama. Dalam kasus kali ini kesalahan bukan pada diri Abraham, melainkan pada diri Lot. Abraham telah belajar tidak bertengkar untuk keuntungan dirinya sendiri, tidak mempunyai pilihan bagi dirinya sendiri, melainkan percaya akan rawatan Allah. Ia tahu bahwa dirinya berada dalam tangan Allah dan di bawah rawatan Allah. Dalam pasal 13 ini tidak ada tanda-tanda sedikit pun yang menyatakan kegagalan di pihak Abraham. Ia benar-benar sukses. “Maka berkatalah Abram kepada Lot: ‘Janganlah kiranya ada perkelahian antara aku dan engkau, dan antara para gembalaku dan para gembalamu, sebab kita ini kerabat. Bukankah seluruh negeri ini terbuka untuk engkau? Baiklah pisahkan dirimu dari padaku; jika engkau ke kiri, maka aku ke kanan, jika engkau ke kanan, maka aku ke kiri’” (Kej. 13:8-9). Dalam benak Abraham, ia pasti berkata, “Pilihanku adalah Tuhan. Aku ada di bawah rawatan Allahku dan di bawah rawatan-Nya segalanya adalah milikku. Aku tidak perlu memilih.” Kita tahu bahwa kemudian Lot menentukan pilihannya. Ia meninggalkan Abraham, kemudian “berkemah di dekat Sodom”, tanpa mempedulikan kejahatan orang-orang Sodom (Kej. 13:12-13). Lot lebih mementingkan hartanya.
Membiarkan Lot pergi bukanlah perkara yang kecil bagi Abraham. Abraham tidak mempunyai anak. Kemenakannya, Lot, adalah sanak familinya yang paling dekat, terasa seperti anak sendiri bagi Abraham. Maka ketika Lot meninggalkannya, ia pasti merasa sendirian. Namun pada saat demikian, Allah sekali lagi menampakkan diri kepada Abraham. Dari hal ini kita harus belajar dalam hidup gereja tidak bertengkar untuk diri kita sendiri. Biarkan orang lain mempunyai pilihannya sendiri. Jika kita memberikan kesempatan memilih kepada orang lain, Allah akan datang dan memberikan semua yang bisa dipilih itu kepada kita. Kemenangan kita atas ujian selalu memperkuat janji-janji Allah kepada kita. Hal ini terjadi pada Abraham. Allah menampakkan diri kepadanya dan berkata, “Pandanglah sekelilingmu dan lihatlah dari tempat engkau berdiri itu ke timur dan barat, utara dan selatan, sebab seluruh negeri yang kaulihat itu akan Kuberikan kepadamu dan kepada keturunanmu untuk selama-lamanya” (Kej. 13:14-15). Selain itu, kemenangan Abraham atas ujian ini membawa dia ke puncak pengalaman akan Allah. Ia memindahkan kemahnya dan berdiam di Hebron (Kej. 13:18), di sana ia menghabiskan sisa hidupnya bersekutu dengan Allah (Kej. 18:1). Kemenangan yang luar biasa!

Penerapan:
Janganlah kita menyangka bahwa setiap berkat yang kita terima hanyalah membawa keuntungan materi dalam hidup kita. Allah bisa saja memberi berkat untuk menguji hati kita. Renungkanlah, apakah kita hanya mencari berkat ataukah Diri-Nya sendiri?

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, jangan biarkan kami menyimpang untuk sekedar mencari berkat-berkat materi. Ajar kami senantiasa mencari Diri-Mu sebagai Sang Pemberi berkat.

21 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 3 Senin

Mengalami Perlindungan Allah
Kejadian 12:17
“Tetapi TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya, karena Sarai, isteri Abram itu.”

Allah tidak membiarkan Abraham pergi dan melupakan panggilan-Nya. Allah kemudian datang, tetapi bukan untuk menanggulangi Abraham, melainkan untuk menanggulangi Firaun. Ayat 17 mengatakan “Tetapi TUHAN menimpakan tulah yang hebat kepada Firaun, demikian juga kepada seisi istananya, karena Sara, istri Abram itu.” Alkitab mengatakan bahwa tulah yang hebat itu menimpa Firaun dan seisi istananya. Walaupun tidak ditegaskan dengan kata-kata dalam Alkitab, kita bisa membayangkan bahwa sejak Firaun mengambil Sara, ia dan seisi istananya menderita.
Tulah itu pastilah suatu penderitaan yang menimpa atas Firaun dan kepada setiap orang yang berada di istana, kecuali Sara. Seluruh istana itu mungkin bertanya-tanya tentang apa yang terjadi. Mereka sangat heran mengapa setiap orang menderita, mengapa Firaun menderita dan mengapa hanya Sara yang tidak menderita. Boleh jadi mereka berkata, “Siapakah wanita ini? Mengapa ia tidak apa-apa?” Mungkin mereka menanyakan hal ini kepada Sara. Sara melihat perkembangan situasi yang sedemikian, dan ia mengerti. Kemudian ia memberi tahu Firaun bahwa dia adalah istri Abraham. Ini adalah peristiwa yang mungkin terjadi. Tangan Allah turun ke atas Firaun karena Sara. Ia datang melindungi Abraham dan Sara.
Kita perlu belajar suatu prinsip rohani: Ketika kita menaruh iman kepada Allah, semua orang yang ada di sekeliling kita menerima berkat. Sebaliknya, jika kita gagal, melupakan Allah, kerugian akan menimpa orang-orang di sekeliling kita. Allah berdaulat atas segalanya. Biarlah kita menjadi berkat.

Perlindungan dan Kedaulatan Allah
Kej. 13:1, 3-4

Ketika Abraham berada di Mesir, Abraham mengalami karunia perlindungan Allah. Tanpa karunia perlindungan Allah, tidak seorang pun yang dapat mempertahankan pengalaman yang “tinggi” itu, yaitu pengalaman tinggal dalam persekutuan dengan Tuhan. Jangan percaya akan pengalaman kita, percayalah terhadap karunia perlindungan-Nya. Waktu Abraham berjalan turun ke Mesir, tempat yang “rendah”, kita percaya bahwa perlindungan Allah tetap menyertai Dia. Tidak peduli waktu itu ia berada “di atas” (di Tanah Kanaan) atau di tempat yang “paling bawah” (di Mesir), ia selalu berada dalam karunia perlindungan Allah. Itulah sebabnya Abraham akhirnya bisa meninggalkan Mesir (Kej. 13:1).
Melalui pengalamannya di Mesir kali itu, Abraham mengetahui bahwa Allah yang memanggilnya itu juga memeliharanya, dan segala sesuatu ada di tangan-Nya. Melalui pengalaman ini Abraham dididik tidak hanya percaya kepada Allah, tetapi juga mengetahui Allah itu riil dan setia. Karena kita adalah orang yang dipanggil Allah, Ia akan memelihara kita, tidak peduli apakah kita percaya kepada-Nya atau tidak, bersandar kepada-Nya atau tidak. Ketika pengalaman rohani kita sedang menanjak naik, Ia memelihara kita. Ketika pengalaman rohani kita sedang jatuh sampai ke dasar pun, Ia lebih memelihara kita. Bagi Dia tidak ada bedanya, karena Dia tetap memelihara kita. Inilah kisah Abraham yang juga adalah kisah kita. Melalui pengalaman, kita dapat bersaksi Allah itu riil dan setia. Bapa kita adalah riil dan setia. Dia yang memanggil kita adalah riil dan setia. Tidak peduli apakah ekonomi dunia baik atau buruk, Allah tetap memelihara kita, karena kita adalah kaum yang terpanggil.
Dalam Kejadian 13:1 kita nampak bahwa Abraham keluar dari Mesir. Ia kembali ke tempat tinggi itu, ke tempat “di mana kemahnya mula-mula berdiri, antara Betel dan Ai, ke tempat mezbah yang dibuatnya dahulu di sana; di situlah Abram memanggil (menyeru) nama TUHAN” (Kej. 13:3-4). Abraham kembali ke tempat di mana ia mendirikan mezbah dan memasang kemahnya. Ketika Abraham di Mesir, ia kehilangan semuanya ini. Tetapi Abraham kembali ke tempat yang tepat, ke tempat mezbahnya, di sanalah ia kembali menyeru nama Tuhan. Saudara saudari, inilah pertobatan: Kembali ke tempat dimana kita bisa mempersembahkan diri kita kepada Tuhan dan menyeru nama-Nya. Tidak ada satu orang pun yang tidak pernah gagal, termasuk kita, orang-orang yang terpanggil. Tetapi saat kita menyadari bahwa kita telah gagal, kita harus segera kembali ke “mezbah”. Inilah jalan terbaik bagi orang yang telah gagal.

Penerapan:
Alangkah bahagianya jika kita boleh menjadi berkat bagi orang lain, sebaliknya alangkah mengecewakannya jika kita mendatangkan kerugian bagi orang di sekitar kita, khususnya karena kita tidak setia kepada Tuhan. Marilah kita belajar taat terhadap pimpinan Tuhan agar orang lain mendapatkan berkat.

Pokok Doa:
Tuhan, kami mohon agar bisa mengenal tangan-Mu yang berdaulat mengatur setiap peristiwa yang terjadi di atas diri kami. Biarlah kami mengenal bahwa setiap pengaturan-Mu mendatangkan kebaikan bagi kami.

19 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 2 Sabtu

Berangkat ke Mesir
Kejadian 12:10
“Ketika kelaparan timbul di negeri itu, pergilah Abram ke Mesir untuk tinggal di situ sebagai orang asing, sebab hebat kelaparan di negeri itu.”

Dalam Kejadian 12:10 kita membaca bahwa di negeri itu terjadi kelaparan yang hebat. Bencana kelaparan ini merupakan ujian untuk mengetahui apakah Abraham bersandar kepada Allah dalam hal kebutuhan hidup sehari-harinya. Jika kita meneliti Kejadian 12:10-20, kita akan melihat dalam situasi ini Abraham lemah dan rendah. Ia gagal mempertahankan posisi yang telah ditentukan Allah, dan turun ke Mesir. Di sebelah belakang Kanaan adalah Babel, di samping Kanaan adalah Mesir dan berdekatan dengan Kanaan adalah Sodom. Abraham berangsur-angsur bergerak ke arah selatan, lalu turun ke Mesir.
Mungkin tidak seorang pun di antara kita yang percaya kalau Abraham dapat menjadi demikian lemah dan rendah. Allah telah menampakkan diri kepadanya di Ur, di Haran, dan di Sikhem. Di Sikhem, Allah berkata kepada Abraham, “Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu” (Kej. 12:7). Allah telah berkata dengan tegas kepada Abraham bahwa Ia akan memberikan negeri itu kepada keturunannya. Allah yang telah berbicara dengan Abraham adalah Pencipta, Pemilik langit dan bumi. Ketika bencana kelaparan datang, seharusnya Abraham tanpa ragu-ragu berkata, “Aku tidak kuatir dengan bencana kelaparan, sebab aku mempunyai Allah yang hidup. Yang telah dua kali menampakkan diri untuk mengesahkan perjalananku adalah Allah yang Mahakuasa. Aku percaya kepada-Nya bahwa Dia akan memenuhi kebutuhanku sehari-hari, aku tidak kuatir akan ada makanan atau tidak.” Seharusnya Abraham mempunyai doa semacam ini. Demikian pula seharusnya dengan kita.

Berdosa dan Berbohong
Kej. 12:11-16

Apakah yang diperbuat Abraham ketika bencana kelaparan datang? Apakah ia berkata kepada istrinya, “Marilah kita berdoa”? Tidak. Seolah-olah Abraham sudah lupa berdoa. Ketika masa ujian datang menimpanya, ia tidak berdoa. Jangan menertawai Abraham. Ketika segala sesuatu sedang berjalan dengan baik, kita mudah berdoa. Tetapi ketika bencana kelaparan tiba, kita sering lupa bahwa kita adalah orang Kristen, hanya ingat kita adalah manusia. Kita mudah melupakan Allah yang hidup, yang telah menampakkan diri kepada kita, kita hanya teringat akan perut kita. Abraham memperhatikan perutnya. Ia memperhatikan keadaan: di negeri ini terjadi bencana kelaparan, sedangkan di Mesir terdapat makanan yang limpah. Abraham dan istrinya tidak banyak bicara. Mereka berdua segera setuju pergi ke Mesir. Mereka tidak memperhatikan ke mana Allah mengingini mereka pergi. Mereka seolah-olah tidak mempunyai Tuhan. Saat itu yang terpenting bagi mereka adalah makanan, bukan Tuhan.
Ketika Abraham dan Sara sampai di perbatasan Mesir, karena takut orang-orang Mesir akan membunuh dirinya dan mengambil istrinya, Abraham memohon kepada Sara, bukan kepada Allah, katanya, “Katakanlah bahwa engkau adalah adikku, supaya aku diperlakukan mereka dengan baik karena engkau, dan aku dibiarkan hidup” (Kej. 12:11-13). Abraham dan Sara sama-sama setuju agar Sara berbohong bahwa ia bukan istri Abraham. Abraham rela mengorbankan istrinya untuk menyelamatkan dirinya.Banyak di antara kita bahkan tidak akan melakukan perbuatan seperti yang dilakukan Abraham.
Untuk kepentingan perutnya, Abraham siap menjual istrinya, dan Sara mematuhinya. Ia memang istri yang paling baik, teladan semua istri. Sara patuh. Ia menerima anjuran Abraham dan tidak menyalahkan Abraham. Begitu mereka tiba di Mesir, istrinya diambil orang dan dibawa ke istana Firaun (Kej. 12:14-15). Karena Sara, Firaun memberi sangat banyak kekayaan kepada Abraham — domba, kambing, sapi, unta, budak laki-laki dan perempuan (Kej. 12:16). Abraham menjadi kaya. Kita tidak mengerti bagaimana perasaan Abraham melihat istrinya dibawa, tetapi ia menerima semua itu.
Kita perlu nampak bahwa Bapa kita yang di surga sanggup memenuhi semua keperluan kita. Untuk memenuhi keperluan kita, janganlah kita berbohong atau menipu, apalagi datang kepada “Firaun” yang melambangkan Iblis. Itu salah besar dan memalukan. Saat Elia kelaparan, lihatlah, Allah mengutus burung gagak untuk membawakan roti dan daging kepadanya (1 Raj. 17:6). Untuk segala keperluan kita, marilah kita datang kepada Allah kita dan berdoa. Sebagaimana Dia telah memelihara Elia, Dia pun pasti akan memelihara kita.

Penerapan:
Kondisi kita tidaklah lebih baik dari Abraham, karena tidak ada jaminan bahwa diri kita bisa melewati situasi yang Abraham lewati. Jika hari ini kita merasa kondisi kita lebih baik, itu semua bukan karena kita sudah memiliki iman yang kuat, namun karena rahmat-Nya atas diri kita. Marilah kita bersyukur atas rahmat Tuhan, yang telah diberikan-Nya kepada kita.

Pokok Doa:
Tuhan, biarlah kami tidak menjadi sombong karena keadaan kami hari ini, tetapi ajarkan kami bernaung di dalam rahmat-Mu, sehingga kami tidak jatuh ke dalam pencobaan.

18 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 2 Jumat

Berjalan ke Selatan
Kejadian 12:9
“Sesudah itu Abram berangkat dan makin jauh ia berjalan ke Tanah Negeb.”

Karena penampakan diri Tuhan, Abraham dibawa ke tempat di mana Allah menghendaki ia berada. Pertama-tama ia dibawa ke Sikhem (Kej. 12:6), kemudian ke suatu tempat di antara Betel dan Ai, suatu tempat di antara rumah Allah dan reruntuhan (Kej. 12:8). Tempat antara rumah Allah dan reruntuhan itu adalah titik puncak pengalaman Abraham bersekutu dengan Allah. Seharusnya Abraham tetap tinggal di sana.
Akan tetapi, setelah Abraham mencapai tahap yang tinggi dalam pengalamannya terhadap Allah, tiba-tiba Abraham meneruskan perjalanannya menuju ke Tanah Negeb, suatu dataran yang kering di selatan Kanaan (Kej. 12:9). Abraham telah mencapai puncaknya, telah mencapai tempat di mana Allah menghendakinya berada. Seharusnya ia bersandar pada belas kasihan Allah untuk menetap di sana. Tetapi Abraham melanjutkan perjalanannya ke arah selatan, ke suatu dataran yang kering. Ke selatan berarti berjalan turun. Setelah ia mengalami Allah sedemikian puncak, perjalanan apa pun adalah jalan menurun. Ini merupakan kegagalan Abraham.
Mungkin kita berpikir, andaikata kita adalah Abraham, kita pasti akan tetap tinggal di sana. Tetapi Abraham zaman dulu justru sama seperti kita. Pada saat kita memiliki waktu yang indah bersama Tuhan, kita berseru, “Haleluya! Betapa baiknya di sini! Tidak ada tempat yang lebih indah daripada tempat ini.” Tetapi apa yang terjadi pada hari berikutnya? Kita sering berjalan menurun ke perbatasan “Mesir”, berjalan ke tempat yang sangat dekat dengan dunia. Kegagalan Abraham di titik ini harus menjadi peringatan serius bagi kita.

Ujian
Kej. 12:9 -13:18

Dalam Kejadian 12:9 -13:18 kita melihat ujian Abraham. Kata ujian adalah kata yang kurang menyenangkan. Tidak seorang pun suka mengalami ujian1). Sekalipun tidak ada orang yang menyukai ujian, tetapi sesungguhnya ujian merupakan pengalaman yang baik. Tidak lama setelah Abraham dipanggil dan memulai kehidupan berdasarkan iman, ujian datang kepadanya. Kita memang harus berdoa agar terhindar dari pencobaan dan dilepaskan dari yang jahat (bd. Mat. 6:13), namun kita tidak perlu berdoa agar terhindar dari ujian. Doa semacam ini mungkin justru dijawab Tuhan sebaliknya. Tuhan mungkin berkata, “Aku mengasihimu, maka Aku akan segera memberimu ujian.”
Untuk mencapai tempat yang tinggi dalam pengalaman kita terhadap Allah adalah mudah, tetapi untuk tetap tinggal di sana itu sulit. Pandanglah keadaan sekeliling kita. Itu telah diatur sebelum kita dilahirkan. Allah adalah Allah yang berdaulat. Walaupun kita memandang diri kita sebagai ciptaan yang kecil, tetapi menurut pandangan Allah, kita adalah orang yang sangat penting. Sebelum dunia diciptakan, Allah telah mengatur segala sesuatu bagi kita. Bahkan Ia mengatur sehingga kita sekarang dapat membaca berita ini. Kita berada di bawah pengaturan Allah, janganlah coba-coba melarikan diri. Jika kita melarikan diri ke suatu tempat, kita akan menemukan tempat itu juga adalah tempat yang diatur oleh Allah bagi kita (bd. Kis. 17:26; Yun. 1:3-17). Bila kita sudah tua, kita akan menyembah dan berkata, “Tuhan, aku sepenuhnya percaya, sebelum dunia dijadikan, Engkau telah mengatur segalanya untukku.” Allah kita tidak hanya Allah Sang Kasih, Allah Sang Terang, dan Allah Sang Hayat, tetapi juga Allah yang berdaulat. Segala sesuatu berada di bawah pengaturan ekonomi-Nya. Ia mengatur seluruh dunia untuk kita. Kita harus percaya, Allah mengatur segala sesuatu dalam alam semesta untuk setiap individu di antara kita. Kita harus percaya hal ini. Kita tidak terlalu kecil sehingga Allah tidak mengatur lingkungan kita bagi kita. Dalam pandangan Allah, kita cukup besar untuk memperoleh pengaturan-Nya.
Banyak hal bisa mengusik kita untuk meninggalkan persekutuan. Kadang-kadang kesulitan keuangan atau pun permasalahan dalam rumah tangga bisa mengusik kita. Saat semua masalah itu datang, jangan menyalahkan situasi, sebaliknya kembalilah ke dalam roh kita, tetaplah tinggal di dalam persekutuan dengan Tuhan. Terimalah segala situasi itu sebagai bagian dari pengaturan Allah atas kita, maka hati dan mulut kita dapat memuji Dia.

Penerapan:
Ketika kesulitan datang, kemanakah kita akan pergi? Apakah dengan tergesa-gesa mencari jalan keluar berdasarkan pandangan dan hikmat diri sendiri? Ataukah kita menerima kesulitan itu sebagai ujian atas iman kita dalam mengikuti Tuhan?

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, bimbinglah kami tetap berada di jalan-Mu ketika kesulitan hidup datang menimpa kami, janganlah Kau biarkan kami jatuh menjauhi tempat di mana Engkau berada.

17 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 2 Kamis

Memasang Kemah
Kejadian 12:8
“Kemudian ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel. Ia memasang kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur, lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN.”

Setelah Abraham mendirikan mezbah, ia memasang kemah (Kej. 12:7-8). Baik mezbah maupun kemah merupakan suatu kesaksian bahwa Abraham adalah bagi Allah. Abraham pertama-tama menyembah Allah, bersekutu dengan Allah, setelah itu barulah ia memperhatikan kehidupannya. Kemah adalah tempat berteduh bagi kehidupan Abraham, tetapi ia tidak mendahulukan kehidupannya. Bagi Abraham, perkara yang paling penting ialah menyembah Allah, melayani Allah, bersekutu dengan Allah, dan mempersembahkan segala-galanya kepada Allah. Kemudian barulah Abraham memasang kemah bagi kehidupannya.
Abraham tinggal di kemah, menunjukkan ia bukan milik dunia, sebaliknya merupakan satu kesaksian kepada orang-orang dunia (Ibr. 11:9) bahwa ia milik Allah dan hidup bagi Allah. Kemah Abraham tidak menetap, tetapi dapat dipindah-pindah, tidak permanen. Sejak kita menjawab panggilan Allah, kita harus jelas bahwa hidup kita di dunia ini tidak menetap. Kita tidak seharusnya terikat atau menetap di dunia.
Alkitab menegaskan bahwa di dunia kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap; kita mencari kota yang akan datang, tanah air yang lebih baik, yaitu satu tanah air sorgawi (Ibr. 11:16; 13:14). Karena dunia bukanlah tujuan kita, hidup kita haruslah bagi Allah dan tujuan-Nya. Jangan kuatir akan apa yang akan kita makan atau yang akan kita pakai. Jangan kuatir akan hari esok atau masa depan kita. Kalau kita mendahulukan Allah, memperhatikan kehendak dan tujuan Allah, Dia pasti akan memelihara kehidupan kita (Luk. 12:29-31). Inilah makna dari hidup di dalam kemah.

Pengalaman Kemah
Ibr. 11:9

Jangan lupa, sejarah Abraham adalah sejarah kita. Apakah kita mempunyai kemah yang selalu memiliki penyertaan Allah? Orang-orang dunia tidak memiliki kemah semacam ini, mereka hanya mempunyai kota yang besar. Orang dunia hanya dapat melihat kota besarnya. Mereka berkata, “Lihatlah perseroanku. Pandanglah pendidikanku, hasil karyaku. Lihatlah betapa banyak benda yang kumiliki.” Tetapi kita jangan berkecil hati. Kita dapat berkata kepada orang- orang dunia, “Kalian memiliki segalanya, tetapi satu hal yang tidak kalian miliki — penyertaan Allah. Kalian tidak memiliki kemah — kalian hanya memiliki Kota Babel. Semua yang kalian miliki tidak lain sebagian dari Babilon besar.” Status sosial atau latar belakang pendidikan, itu tidak berarti banyak. Yang penting ialah kita mempunyai kemah dan penyertaan Allah.
Bila kita mempunyai kemah dan penyertaan Allah, kita pasti mempunyai perasaan yang sangat dalam di batin kita bahwa tidak ada satu pun yang abadi di bumi ini, segalanya sementara belaka. Kita memandang yang kekal itu. Uang, kesuksesan, nama besar — semuanya adalah sementara. Kita tidak mempunyai satu pun yang bersifat kekal di bumi ini. Kita senang memiliki kemah dan penyertaan Tuhan. Kita senang hidup dalam situasi demikian. Kita boleh berkata kepada orang-orang dunia, “Aku tidak memiliki sebanyak yang kalian punya, tetapi aku memiliki sesuatu yang tidak kalian miliki — yaitu penyertaan Allah. Aku tidak perlu menunggu alam kekal baru memiliki penyertaan Allah, aku memiliki penyertaan-Nya sekarang juga di dalam kemahku. Sekelilingku adalah kemah, bayang-bayang dari Yerusalem Baru. Mungkin hal ini tidak berharga menurut pandangan kalian, tetapi di mata Allah ini sangat berarti.” Inilah makna memasang kemah.
Kapan saja kita menjawab panggilan Allah, Tuhan menampakkan diri lagi kepada kita dan kita mendirikan mezbah bagi Allah, berkata kepada-Nya bahwa segala apa adanya kita dan yang kita miliki adalah bagi-Nya, kita akan segera “memasang kemah”. Dengan spontan, orang banyak akan melihat bahwa inilah suatu pernyataan dan deklarasi bahwa kita bukan milik dunia. Memasang kemah menyatakan bahwa kita milik negeri lain. Kita bukan milik negeri ini, kita mencari sesuatu yang lebih baik. Kita tidak menyukai negeri ini, bumi ini, dan dunia ini. Kita berharap masuk ke negeri yang lain. Kita menempuh perjalanan berdasarkan iman, seperti musafir di negeri asing (Ibr. 11:9). Karena itu, walaupun hari ini kita hidup dan bekerja di bumi, kedambaan hati kita bukan apa yang ada di bumi. Di bumi kita tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap; karena itu kita mendambakan kota yang akan datang, yaitu kota sorgawi.

Penerapan:
Setiap orang diantara kita dilahirkan dengan tidak membawa apa-apa ke dunia ini. Demikian juga pada saat kita menghadap Tuhan kita. Karena itu, marilah kita menjaga hidup kita yang singkat ini agar tidak terikat hal-hal duniawi.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah kami karena banyak benda dan perkara duniawi telah membuat kami terjerat di dunia ini, sehingga tidak bisa leluasa mengikuti Engkau. Tuhan tariklah kami lebih dekat kepada-Mu, agar kami terbebas dari tipu daya dunia ini.

16 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 2 Rabu

Mezbah yang Kedua
Kejadian 12:8
“Kemudian ia pindah dari situ ke pegunungan di sebelah timur Betel. Ia memasang kemahnya dengan Betel di sebelah barat dan Ai di sebelah timur, lalu ia mendirikan di situ mezbah bagi TUHAN dan memanggil nama TUHAN.”

Setelah Abraham mendirikan mezbah bagi Tuhan di More, ia menjelajahi seluruh negeri itu. Allah bukan memberinya satu bagian tanah yang sempit, Ia memberinya satu negeri yang luas. Dalam perjalanannya, Abraham datang ke suatu tempat yang terletak antara Betel dan Ai. Betel di sebelah Barat dan Ai di sebelah Timur. Di sini di antara Betel dan Ai, Abraham mendirikan lagi satu mezbah (Kej. 12:8; 13:3-4). Betel berarti rumah Allah, sedang Ai berarti timbunan reruntuhan (puing-puing).
Betel dan Ai berdiri berlawanan satu terhadap yang lain. Apa makna berlawanan ini? Artinya, dalam pandangan orang-orang yang terpanggil, hanya rumah Allah saja yang berharga; semua yang lain hanyalah tumpukan reruntuhan belaka. Hari ini prinsipnya juga sama. Betel melambangkan kehidupan gereja, rumah Allah yang rohani, sedangkan Ai melambangkan dunia. Bagi orang yang terpanggil, segala sesuatu yang bertentangan dengan kehidupan gereja itulah reruntuhan. Sebaliknya, menurut pandangan orang dunia, segala yang ada di dunia itu bernilai tinggi, bagus, dan mengagumkan. Sungguh dua pandangan berlawanan!
Seberapa tinggikah penilaian kita terhadap kehidupan gereja? Tuhan Yesus sendiri menilai gereja sebagai harta yang terpendam di ladang dan seumpama mutiara yang indah (Mat. 13:44-46). Karena itulah Ia rela pergi ke salib dan “menjual” semua milik-Nya dan membeli gereja untuk kerajaan-Nya. Bagaimanakah penilaian Rasul Paulus terhadap dunia? Dunia tidak lebih dari setumpuk kotoran (Flp. 3:8). Kiranya Tuhan merahmati kita sehingga kita dapat menilai dengan tepat.

Perlunya Memelihara Persekutuan dengan Allah
Kej. 12:7-8; 13:18; 18:1

Kita semua perlu memelihara persekutuan yang terus-menerus dengan Tuhan. Mungkin beberapa tahun yang lalu kita sudah pernah mendirikan mezbah bagi Tuhan, tetapi bagaimana dengan hari ini? Kalau kita mempelajari sejarah hidup Abraham, kita akan menemukan bahwa ia setidaknya tiga kali mendirikan mezbah. Pertama, Abraham mendirikan mezbah setelah tiba di More, setelah Allah menampakkan diri lagi kepadanya (Kej. 12:7). Kedua, Abraham mendirikan mezbah saat ia datang ke suatu tempat yang terletak antara Betel dan Ai (Kej. 12:8). Ketiga, Abraham mendirikan mezbah di Mamre dekat Hebron (Kej. 13:18).
Dapat tidaknya kita mendirikan mezbah bagi Tuhan itu tergantung pada penampakan diri Allah. Penampakan diri Allah yang pertama, sama sekali tidak tergantung kepada kita, melainkan Allah sendiri. Tetapi setiap penampakan diri Allah berikutnya tergantung pada keadaan kita, apakah kita berada di tempat yang tepat atau tidak. Tempat yang tepat bagi kita untuk mendapatkan penampakan diri Allah adalah “di Mamre dekat Hebron.”
Mamre berarti tenaga (kekuatan), dan Hebron berarti persekutuan, komunikasi, atau persahabatan. Menurut Kejadian 18:1, di Mamre Allah datang mengunjungi Abraham. Meskipun More dan tempat yang terletak antara Betel dan Ai itu bagus, namun itu bukan tempat di mana Abraham tinggal dan bersekutu dengan Tuhan secara menetap. Tempat di mana Abraham tinggal untuk terus-menerus bersekutu dengan Tuhan adalah di Mamre dekat Hebron.
Banyak di antara kita yang memiliki pengalaman di More, namun tidak mempunyai pengalaman di Mamre. Kita semua sekurang-kurangnya perlu mendirikan tiga mezbah: yang pertama di More, yang kedua di antara Betel dan Ai, yang ketiga di Mamre dekat Hebron. Kita perlu mendirikan mezbah di Mamre dekat Hebron, supaya kita bisa menyembah Allah, melayani Allah, dan mempunyai persekutuan yang terus-menerus dengan Allah. Inilah pengalaman dari mezbah ketiga, mezbah di Hebron.
Setelah kita beroleh selamat, kita masih perlu tinggal di dalam Tuhan, tinggal dalam persekutuan dengan Tuhan. 1 Korintus 1:9 memberi tahu kita bahwa Allah telah memanggil kita ke dalam persekutuan Anak-Nya, Yesus Kristus Tuhan kita. Ini berarti kita berbagian dalam kesatuan dengan Anak Allah, Yesus Kristus, dan bersama-sama menikmati persekutuan-Nya. Di dalam persekutuan inilah kita menikmati Kristus sebagai bagian yang diberikan kepada kita. Saudara saudari, Allah memanggil kita bukan agar kita menikmati kesukaan kita sendiri, melainkan supaya kita menikmati persekutuan dengan Kristus.

Penerapan:
Kapan terakhir kali kita mempersembahkan diri kita kepada Tuhan? Marilah kita perbarui kembali persembahan diri kita. Kita perlu persembahkan waktu doa kita dengan Tuhan, demikian pula waktu pembacaan Alkitab kita. Selain itu, kita perlu memiliki persekutuan dengan Tuhan dan dengan anggota Tubuh yang lain melalui menempuh kehidupan gereja.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, berilah kami pandangan yang jelas terhadap dunia ini, bahwa selain di dalam gereja, dunia hari ini adalah reruntuhan. Sudah sepatutnyalah kami tidak mengasihi dunia. Biarlah hati kami hanya mengasihi-Mu dan gereja-Mu.

15 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 2 Selasa

Mendirikan Mezbah di Sikhem
Kejadian 12:7
Ketika itu TUHAN menampakkan diri kepada Abram dan berfirman: ‘Aku akan memberikan negeri ini kepada keturunanmu.’ Maka didirikannya di situ mezbah bagi TUHAN yang telah menampakkan diri kepadanya.”

Abraham mendirikan mezbah setelah tiba di suatu tempat dekat Sikhem, yaitu setelah Allah menampakkan diri lagi kepadanya (Kej. 12:6-7). Inilah mezbah pertama yang didirikan Abraham. Dalam bahasa aslinya, “Sikhem” berarti “bahu”. “Bahu” adalah bagian yang paling kuat di atas diri manusia. Sebab itu, “Sikhem” berarti “kekuatan”. Ciri pertama tanah Kanaan adalah mempunyai kekuatan.
Dari Alkitab kita nampak, bahwa kekuatan Allah bukan hanya kekuatan yang ajaib, juga kekuatan hayat, kekuatan yang membuat kita dipuaskan (Yoh. 4:14). Hayat Tuhan adalah kekuatan yang membuat kita puas! Orang yang demikian adalah Sikhem, adalah bahu, mempunyai kekuatan, bisa memikul beban berat. Inilah pengalaman kita atas Sikhem.
Di Sikhem ada pohon tarbantin di More. “More” dalam bahasa aslinya berarti “pengajar/guru” atau “pengajaran”; ini berhubungan dengan aspek pengetahuan. Pohon tarbantin di More ada di Sikhem, artinya, pengetahuan berasal dari kekuatan, adalah hasil dari kekuatan. Dengan kata lain, pengetahuan rohani yang sejati berasal dari mendapatkan kekuatan Kristus. Kalau kita tidak mendapatkan kekuatan dan kepuasan atas hayat Kristus, kita tidak akan memiliki pengetahuan rohani yang sejati, dan kita tidak bisa memberikan suplai rohani kepada orang lain.
Kita harus ingat, pengetahuan yang sejati adalah di dalam kekuatan hayat. Kekuatan Kristus adalah kekuatan kita. Yang Tuhan berikan kepada kita adalah tenaga batiniah, adalah pengetahuan yang di dalam.

Pengalaman Mezbah
Rm. 12:1; Ef. 1:18

Mezbah berarti kita tidak menyisakan sesuatu pun bagi diri kita sendiri. Mezbah berarti kita mengakui bahwa kita hidup di bumi ini adalah bagi Allah. Allah itulah hayat kita, dan makna hidup kita adalah Allah. Karena itu kita meletakkan segala sesuatu ke atas mezbah. Di sini kita tidak memasyhurkan nama kita sendiri atau nama siapa pun; kita meletakkan semuanya ke atas mezbah bagi nama-Nya.
Jika kita memeriksa pengalaman kita, kita akan melihat bahwa segera setelah kita dipanggil, Allah menampakkan diri lagi kepada kita, dan kita berkata, “Tuhan, mulai sekarang segala sesuatu adalah milik-Mu. Semua apa adaku, semua milikku, semua yang dapat kukerjakan, dan yang akan kukerjakan adalah bagi-Mu.” Kita berjanji kepada Tuhan bahwa segala sesuatu yang kita miliki adalah bagi-Nya. Berkata kepada Allah bahwa segala-galanya adalah bagi-Nya, itulah mezbah yang sejati. Visi penampakan diri Allah inilah yang membuat kita bisa mempersembahkan diri kepada Allah.
Dalam pengalaman kita, kita mudah sekali melalaikan visi panggilan Allah terhadap kita. Jangan mengira, kalau kita melakukan pekerjaan yang biasa, kita bisa kehilangan visi. Kita harus sadar, meskipun kita melakukan pekerjaan rohani, kita juga bisa kehilangan visi itu. Kalau kita tidak terus hidup di dalam penampakan diri Allah, kita mudah sekali kehilangan visi panggilan. Panggilan yang diterima oleh gereja, sama dengan panggilan yang diterima oleh Abraham. Tetapi kesulitannya ialah banyak orang tidak melihat pengharapan yang terkandung dalam panggilan-Nya. Sebab itu, Rasul Paulus menghendaki kita berdoa, “Supaya la menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya” (Ef. 1:18). Ini adalah keperluan kita yang sesungguhnya.
Oh, kita sangat mudah melupakan apa yang ingin Allah kerjakan! Begitu pekerjaan kita bertambah banyak, begitu urusan menumpuk, kita segera kehilangan visi panggilan rohani itu. Kita perlu berkali-kali datang kepada Allah dan berkata, “Ya Allah, kiranya Engkau terus-menerus menyatakan diri kepadaku. Kiranya Engkau terus berbicara kepadaku, agar aku boleh mempersembahkan segalanya bagi-Mu.” Kita perlu terus nampak akan tujuan Allah dan apa yang Allah ingin kerjakan. Kalau kita nampak akan hal-hal ini dengan jelas, kita pasti dengan segera “mendirikan mezbah”, mempersembahkan segala sesuatu kepada Allah. Kesulitan kita yang terbesar adalah kita kurang nampak. Kiranya Tuhan merahmati kita sehingga kita tidak melalaikan visi panggilan Allah.

Catatan: Mengenai mezbah dan kemah bacalah booklet “Kehidupan Mezbah dan Kemah”, terbitan Yasperin.

Penerapan:
Seringkali kita merasa lemah, tidak ada kekuatan dan tidak ada daya untuk bangkit karena suatu kegagalan. Pada saat itulah kita perlu memperbarui kembali persembahan diri kita kepada Tuhan, agar kita bisa disegarkan dan dikuatkan kembali dihadapan Tuhan.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku tidak menyadari betapa pentingnya mempersembahkan diriku kepada-Mu. Bukan hanya tenagaku, waktuku, tetapi biarlah seluruh apa yang aku miliki dipersembahkan kepada-Mu.

14 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 2 Senin

Hidup Berdasarkan Iman
Kejadian 12:6
“Abram berjalan melalui negeri itu sampai ke suatu tempat dekat Sikhem, yakni pohon tarbantin di More. Waktu itu orang Kanaan diam di negeri itu.”

Sejarah Abraham merupakan gambaran sejarah pengalaman kita. Setelah Abraham dipanggil oleh Allah, langkah selanjutnya adalah ia harus hidup demi iman. Hanya iman yang dapat membawa dia menginjakkan kaki di Tanah Kanaan, tanah yang dijanjikan Allah kepadanya dan keturunannya. Ia harus menjadikan Allah peta hidupnya.
Setelah kita dipanggil Allah, kita perlu hidup berdasarkan iman. Menurut Alkitab, iman berlawanan dengan apa yang kelihatan (2 Kor. 5:7). Sejak kita dipanggil Allah, kita harus hidup berdasarkan iman, bukan berdasarkan apa yang kelihatan. Rasul Paulus berkata, “Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal” (2 Kor. 4:18). Iman yang sejati justru mengandalkan Tuhan yang tidak kelihatan itu.
Iman juga berlawanan dengan perasaan. Perasaan kita seperti cuaca yang selalu berubah-ubah. Saat ini cerah, tidak lama kemudian berubah mendung, tidak menentu. Orang yang mengikuti Tuhan berdasarkan perasaan pastilah tidak stabil. Kita percaya Tuhan, mengikuti Tuhan, dan melayani Tuhan bukan karena perasaan kita senang atau tidak senang. Kalau Abraham mengikuti Allah berdasarkan perasaannya, pastilah ia tidak pernah sampai ke Tanah Kanaan. Saudara saudari, baik hal-hal yang kelihatan maupun perasaan kita, semuanya tidak dapat diandalkan. Orang yang hidup demi iman tidak menggantungkan kerohaniannya pada hal-hal itu. Marilah kita belajar melangkah dengan memegang teguh firman Tuhan.

Hidup dengan Kesaksian yang Berkebalikan
2 Kor. 5:7

Kini kita sampai pada tahap kedua dari pengalaman Abraham — hidup berdasarkan iman, atau boleh kita katakan kehidupan berdasarkan iman. Iman yang kita bicarakan di sini adalah iman yang berhubungan dengan penempuhan hidup sehari-hari, perilaku sehari-hari dari seorang yang dipanggil. Perilaku sehari-hari ini adalah hidup berdasarkan iman, bukan berdasarkan apa yang kelihatan (2 Kor. 5:7).
Langkah pertama dalam mengikuti Tuhan adalah menerima panggilan Allah. Langkah berikutnya ialah hidup berdasarkan iman. Abraham adalah orang pertama yang dipanggil, dan kita yang percaya ke dalam Kristus adalah keturunannya secara rohani. Kita yang telah dipanggil masih perlu memiliki suatu jenis kehidupan yaitu hidup berdasarkan iman, hidup yang sepenuhnya bersandar Tuhan.
Jika kita membaca catatan dalam kitab Kejadian, kita akan nampak bahwa pada zaman Abraham, umat manusia hidup dengan cara mendirikan kota benteng bagi perlindungan mereka dan membangun menara yang tinggi untuk memasyhurkan nama mereka sendiri. Itulah kehidupan orang-orang di Babel. Tetapi cara hidup Abraham mutlak berbeda. Cara hidupnya merupakan kesaksian yang berkebalikan dengan cara hidup manusia pada umumnya di zaman itu. Abraham menempuh hidup yang sepenuhnya bersandar kepada Allah. Ia tidak mempercayakan keselamatannya kepada perlindungan manusia dengan kota besarnya, tetapi hanya kepada penjagaan dan pimpinan Allah.
Bagaimana kita mengetahui bahwa Abraham memiliki cara hidup yang berbeda dengan orang-orang sezamannya? Kita mengetahuinya dari mezbah yang ia dirikan. Mezbah ini bukan untuk memasyhurkan namanya sendiri, melainkan untuk menyeru nama Tuhan. Mezbah itu adalah suatu kesaksian bahwa hidupnya berkebalikan dengan orang-orang sezamannya.
Sebagaimana Abraham, kita pun harus memiliki kehidupan terpisah dari orang-orang di dunia. Kita harus berdiri dan menjadi kesaksian yang berlawanan. Walaupun arus di sekitar kita mengarah ke bawah, namun kita harus berdiri teguh melawan arus itu. Orang lain boleh saja bermain-main dan mencari hiburan, tetapi kita tidak akan melakukan hal itu. Orang lain boleh saja mengumbar segala macam nafsu, tetapi kita tidak bisa demikian. Untuk menjawab panggilan Allah dan menggenapkan tujuan kekal-Nya, kita harus menjadi orang yang menyisihkan diri; dan berdiri sebagai kesaksian yang berlawanan bagi Allah. Kita harus berkata, “Aku tidak dapat melakukan apa yang dilakukan orang dunia. Aku tidak dapat menempuh jalan yang mereka tempuh. Aku tidak dapat mengambil bagian dalam hidup yang mereka tempuh. Aku berbeda dari mereka.”

Penerapan:
Dunia hari ini mendidik manusia untuk hidup berdasarkan jaminan yang kelihatan, seperti asuransi, deposito, karir yang bagus, dan lain-lain. Sebagai anak-anak Allah, kita tidak menggantungkan hidup kita pada hal-hal itu. Karena itu, marilah kita hidup bersandar Tuhan dan melatih iman kita.

Pokok Doa:
Tuhan, dalam pikiranku sangatlah sulit untuk mengerti bagaimana hidup berdasarkan iman. Namun dari lubuk hatiku, dengan sederhana aku mau Engkau menuntun jalan kehidupanku. Kiranya Engkau membawa aku menempuh jalan yang Kau tunjukkan kepadaku.

12 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 1 Sabtu

Dipanggil Masuk ke Dalam Kristus, Gereja, dan Kerajaan
Kejadian 12:5
“Abram membawa Sarai, isterinya, dan Lot, anak saudaranya, dan segala harta benda yang didapat mereka dan orang-orang yang diperoleh mereka di Haran; mereka berangkat ke tanah Kanaan, lalu sampai di situ.”

Allah kita adalah Allah yang mempunyai rencana dan tujuan. Ia memiliki tanah permai yang boleh kita masuki. Sesuai dengan tujuan Allah, Abraham masuk ke Tanah Kanaan, tanah permai (Kej. 12:4-5). Tanah Kanaan merupakan lambang dari Kristus berikut segala kekayaan-Nya, gereja, dan kerajaan. Sebagai gambaran, kita bisa melihat perihal Saulus dari Tarsus yang menganiaya gereja dengan berani. Dalam perjalanan ke Damsyik, Tuhan menampakkan diri kepadanya, menyinarinya, dan memanggilnya. Tuhan memanggil Saulus bukan sekedar agar ia diselamatkan dari neraka, tetapi terlebih lagi supaya ia keluar dari Yudaisme dan masuk ke dalam Kristus, ke dalam ekonomi Perjanjian Baru Allah, ke dalam gereja, dan kerajaan Allah.
Jika kita menjawab panggilan Allah, memperhatikan tujuan-Nya, Ia pasti tidak akan membiarkan kita masuk ke neraka. Kita yang percaya bahkan memiliki sesuatu yang lebih baik daripada surga - yakni Allah sendiri. Selain itu kita telah menerima sebuah kerajaan yang tidak akan goyah, yaitu Kristus dengan gereja. Dalam dua pasal terakhir dari Alkitab, kita melihat Yerusalem Baru akan turun dari surga. Yerusalem Baru adalah tempat di mana Allah akan tinggal bersama dengan umat tebusan-Nya sampai selama-lamanya. Saudara saudari, bukankah kita memiliki berkat dan pengharapan yang betapa mulia? Untuk hal inilah Rasul Paulus berani melepaskan semuanya dan menganggapnya sampah (Flp. 3:8). Kalau hidup kita bukan untuk tujuan Allah, sebaik apapun hidup kita di dunia ini, Alkitab mengatakan itu sia-sia belaka (Pkh. 3:19; 5:10). Marilah kita mempersembahkan seluruh hidup kita untuk tujuan Allah.

Allah Pasti Menggenapkan Tujuan-Nya
Ibr. 11:8; Kis. 7:4; Mat. 7:14; 1 Ptr. 1:25

Kita semua perlu nampak bahwa diselamatkan berarti dipanggil untuk menggenapkan tujuan kekal Allah. Diselamatkan berarti dipindahkan dari ruang lingkup yang negatif dan masuk ke dalam sasaran Allah. Di manakah kita berdiri hari ini? Kita seharusnya berdiri di dalam Kristus, di dalam kekayaan dan kenikmatan akan Kristus. Menurut pengalaman kita, Kristus dan kekayaan-Nya terkandung di dalam ekonomi Perjanjian Baru dan di dalam kehidupan gereja. Di sinilah kita dapat menikmati Dia.
Untuk menikmati Kristus beserta kekayaan-Nya, kita memerlukan suatu sarana yang disebut “iman”. Menurut Ibrani 11:8, Abraham mematuhi panggilan Allah demi iman dan pergi tanpa mengetahui ke mana ia harus pergi. Dalam panggilan-Nya, dengan jelas Allah memberi tahu Abraham apa yang harus ia tinggalkan, tetapi Allah tidak memberi tahu dengan jelas ke mana ia harus pergi. Abraham mematuhi panggilan Allah dan pergi demi iman. Ini merupakan satu perkara yang besar. Ia telah mengambil langkah yang besar demi iman. Ketidaktahuannya akan tujuan ke mana ia harus pergi menyebabkan dia bersandar Tuhan dan menengadah kepada Allah. Ia tidak memiliki peta di tangannya, tetapi Allah yang hidup itulah peta perjalanannya. Inilah iman.
Orang yang menunda-nunda dalam menjawab panggilan Allah adalah orang yang kekurangan iman. Tadinya Abraham adalah orang yang demikian. Tetapi tidak peduli bagaimana lambatnya Abraham menjawab panggilan Allah, ia tidak dapat menunda-nunda Allah terlalu lama. Bagi Allah, seribu tahun sama dengan satu hari. Bisakah kita menunda-nunda Allah seribu tahun? Tidak seorang pun dapat melakukannya. Allah berdaulat atas segala sesuatu dan panjang sabar. Allah adalah Allah. Sekali Ia memanggil kita, Ia pasti akan menggenapinya.
Tidak ada seorang pun yang dapat menghalangi Allah. Sekali Ia memilih dan memanggil kita, Ia tidak dapat dihentikan oleh apa pun. Cepat atau lambat, Ia pasti menggenapkannya. Ia akan datang kepada kita sekali lagi dan sekali lagi. Ia selalu mempunyai jalan karena Ia lebih besar daripada kita. Jika kita berlambat-lambatan, kita hanya menghamburkan waktu kita sendiri. Hanya orang yang kekurangan iman yang menghamburkan waktunya di dunia.
Hari ini kita mungkin sedang ragu-ragu untuk menempuh jalan Tuhan, karena pintunya sesak dan jalannya sempit (Mat. 7:14). Kita kekurangan iman. Saudara saudari, Roma 10:17 mengatakan bahwa iman timbul dari pendengaran akan firman Kristus. Karena itu marilah kita melatih iman kita dengan belajar memegang firman Tuhan, karena firman-Nya layak dipercaya dan tidak berubah (1 Ptr. 1:25). Inilah sumber iman kita: Allah yang hidup dan firman-Nya!

Penerapan:
Untuk siapakah hari ini keberadaan dan pekerjaan kita? Apakah untuk kenyamanan dan kemakmuran kita? Hari ini kita perlu minta Tuhan memberi rahmat-Nya, agar kita dengan jelas melihat bahwa hidup kita bukan hanya untuk kebaikan kita, namun adalah untuk penggenapan tujuan-Nya.

Pokok Doa:
Ya Bapa, kami bersyukur bahwa hanya di dalam Putra-Mu Yesus Kristus kami hari ini boleh berbagian di dalam rencana dan tujuan-Mu. Biarlah kehidupan kami hari ini boleh kami persembahkan kepada-Mu agar kehendak Mu dapat tercapai di atas diri kami.

11 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 1 Jumat

Sikap Kita dalam Mematuhi Panggilan Allah
Kejadian 12:4
“Lalu pergilah Abram seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya, dan Lotpun ikut bersama-sama dengan dia; Abram berumur tujuh puluh lima tahun, ketika ia berangkat dari Haran.”

Abraham mematuhi panggilan Allah. Walau demikian, ia tidak melakukannya dengan cepat dan tegas. Kita mengetahui hal ini karena selain membawa istrinya, Sara, ia membawa juga Lot, kemenakannya (Kej. 12:4). Lot adalah salah satu anggota keluarga ayahnya. Tidakkah Abraham mendengar, ketika Allah mengatakan kepadanya, agar ia meninggalkan rumah ayahnya? Ketika itu Abraham sudah cukup tua. Ia telah berusia 75 tahun, namun ia tidak mempunyai anak. Untuk menempuh perjalanan yang jauh semacam itu, ia memerlukan orang muda untuk membantunya. Itulah alasannya. Secara manusiawi, setiap orang akan mengatakan bahwa tidaklah salah bila Abraham membawa serta Lot dalam menjawab panggilan Allah.
Apakah arti nama “Lot”? Lot berarti “selubung”, “pembungkus”. Sanak saudara kita yang terkasih, yang sangat kita sayangi dan yang akan kita bawa bersama kita di dalam menjawab panggilan Allah, dapat menjadi “selubung” kita. Mari kita pandang keadaan kita masing-masing. Banyak orang menjawab panggilan Allah dengan membawa serta selubung. Lot sama sekali tidak membantu Abraham; ia malah mendatangkan banyak kesulitan dan meninggalkan Abraham.
Kita patut bersyukur karena Allah mengijinkan kita memiliki sanak keluarga. Tetapi mereka tidak boleh menjadi penghalang kita dalam mematuhi panggilan Allah. Lukas 14:26 menegaskan kalau kita tidak membenci hubungan alamiah dengan sanak keluarga kita, termasuk nyawa kita sendiri, kita tidak dapat menjadi murid Tuhan. Ini seharusnya menjadi peringatan yang serius bagi kita dalam mengikuti Tuhan.

Dipanggil untuk Menggenapkan Tujuan Allah
Kej. 15:6; 1 Kor. 9:24, 26; Flp. 3:14

Di dalam pemberitaan Injil dewasa ini, kebanyakan orang menangkap pesan bahwa kalau mereka percaya Tuhan Yesus, mereka akan diselamatkan dari neraka dan pada suatu hari akan masuk ke surga. Sebenarnya ini terlalu dangkal, karena isi dari Injil keselamatan ternyata lebih daripada itu. Dari aspek Allah, diselamatkan berarti dipanggil keluar dari latar belakang kita, lingkungan, dan keadaan kita yang lama. Diselamatkan bukan hanya perkara dosa kita diampuni, lepas dari neraka dan memenuhi syarat masuk surga. Dalam keselamatan-Nya, Allah tidak mengkhawatirkan tentang neraka, melainkan tentang “negeri”, sanak-saudara, dan “rumah ayah” kita. Allah khawatir akan lingkungan kita, segala sesuatu yang ada di sekeliling kita, dan latar belakang kita, karena hal-hal itu dapat menjadi selubung, penghalang, yang membuat kita tidak jelas akan tujuan Allah.
Diselamatkan juga berarti menempuh suatu perjalanan, berjalan, bahkan berlari dalam perlombaan (1 Kor. 9:24, 26; Flp. 3:14). Di dalam bukunya yang sangat terkenal, The Pilgrim’s Progress (Perjalanan Musafir), John Bunyan menekankan bahwa keselamatan adalah suatu perjalanan. Diselamatkan adalah dipanggil untuk menempuh perjalanan. Ketika kita membahas tentang pembenaran oleh iman, seringkali tokoh Abraham dipakai sebagai contoh. Namun faktanya, sebelum Abraham dibenarkan, ia sudah menempuh suatu perjalanan. Pembenarannya terjadi di Kejadian 15:6. Sebelum Kejadian 15, sekurang-kurangnya ada 3 pasal yang mengatakan kepada kita bahwa orang yang dibenarkan ini berada dalam perjalanan. Diselamatkan berarti menempuh perjalanan agar mencapai tujuan Allah. Allah datang memanggil Abraham dengan satu tujuan. Karena panggilan Allah sesuai dengan tujuan-Nya, maka keselamatan kita pasti dijamin oleh panggilan itu. Kita tidak perlu khawatir dengan keselamatan kita. Asal kita memperhatikan tujuan Allah, Allah pasti memperhatikan keselamatan kita.
Hari ini panggilan Allah kepada kita lebih terang dan tegas daripada zaman Abraham. Ia memanggil kita untuk menempuh suatu perjalanan demi menggenapkan tujuan-Nya. Kebanyakan orang mendambakan tubuh yang sehat, kaya, terkenal, senang, dan panjang umur. Tetapi itu semua bukanlah tujuan Allah. Apakah tujuan Allah? Tujuan Allah tidak lain adalah supaya kita memiliki dan menikmati Kristus sebagai tanah permai kita. O, betapa mulianya tujuan panggilan Allah! Kalau kita nampak jelas akan hal ini, kehidupan kristiani kita pasti akan berubah total. Sikap dan tindakan kita pun pasti berbeda.

Penerapan:
Marilah kita memalingkan hati kita kepada Tuhan sehingga segala selubung diangkat (2 Kor. 3:16) dan kita bisa melihat dengan jelas pimpinan Tuhan dalam hidup kita. Ketika kita melihat dengan jelas pimpinan Tuhan dan panggilan Tuhan atas hidup kita, marilah kita belajar taat dan percaya bahwa Allah sanggup menunjang kita untuk memenuhi panggilan-Nya atas hidup kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus ajarkanlah kami mengenal diri-Mu lebih dalam lagi, sebab hanya diri-Mulah yang mampu membuat aku melepaskan apa yang aku pegang dengan erat. Tolonglah aku agar
mengasihi-Mu lebih dari segalanya.

10 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 1 Kamis

Motivasi dan Kekuatan Orang Terpanggil – Pembicaraan Allah
Kejadian 12:2
“Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau
serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat.”


Faktor penampakan diri Allah merupakan motivasi dan kekuatan bagi Abraham dalam menerima panggilan Allah. Faktor kedua yang memampukan dia menerima panggilan Allah adalah perkataan Allah sendiri (Kis. 7:3-4; Kej. 12:1). Allah bukan hanya menampakkan diri-Nya kepada Abraham, juga berkata-kata kepada Abraham. Ketika Allah datang kepada Abraham, Dia memanggil Abraham, berbicara kepada Abraham. Memanggil berarti berbicara. Mendengar Allah berbicara bukanlah perkara yang kecil. Pada waktu kita diselamatkan, kita semua mengalami penampakan diri Tuhan Yesus. Sewaktu Ia menampakkan diri-Nya kepada kita, Dia juga berbicara kepada kita. Ini adalah pembicaraan ilahi, pembicaraan Tuhan di dalam roh kita.
Banyak di antara kita dapat bersaksi bahwa ketika kita diselamatkan, Yesus berbicara kepada kita di batin. Perkataan ini bukan keluar dari mulut pengkhotbah, melainkan dari mulut Yesus yang hidup. Apakah perbedaan antara orang Kristen sejati dengan orang Kristen palsu? Orang Kristen sejati memiliki Yesus yang berbicara kepadanya, sedangkan orang Kristen palsu hanya memiliki pengetahuan yang mati.
Kapankah terakhir kali kita mendengar Tuhan berbicara di dalam kita? Kita tentu berharap Tuhan setiap hari berbicara dan kita boleh baik-baik mendengar perkataan-Nya. Cara terbaik untuk mendengar Tuhan berbicara adalah melalui membaca Alkitab dengan bersuara, membacanya dengan roh yang berdoa. Apa yang kita baca, kita jadikan doa kita. Hasilnya, firman itu akan tinggal di dalam kita dan menjadi firman yang hidup (rhema), firman yang terus berbicara di batin kita.

Motivasi dan Kekuatan Orang Terpanggil – Janji Allah
Kej. 12:1-3; Gal. 3:14

Aspek ketiga dari motivasi dan kekuatan dalam menerima panggilan Allah adalah janji Allah (Kej. 12:2-3). Sebagian besar perkataan Allah kepada kita adalah berupa janji-Nya. Dalam Kejadian 12:2 Allah berfirman kepada Abraham, “Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar.” Allah juga berkata, “Dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur.” Allah berjanji kepada Abraham bahwa Ia akan membuatnya menjadi “bangsa yang besar”. “Bangsa yang besar” ini adalah Kerajaan Allah, yang terdiri dari bangsa Israel di dalam Perjanjian Lama, gereja dari bangsa Israel rohani di dalam Perjanjian Baru, Kerajaan Seribu Tahun pada zaman yang akan datang, dan langit baru dan bumi baru di dalam kekekalan abadi. Melalui hal inilah nama Abraham menjadi masyhur. Selain nama Tuhan Yesus, di bumi ini tidak ada nama lain yang lebih besar daripada nama Abraham. Ia adalah bapa bangsa Israel, bapa gereja, bapa bangsa dari Kerajaan Seribu Tahun, dan bapa bagi orang-orang tertebus di dalam kekekalan abadi. O, bangsa yang sangat besar dan nama yang sangat masyhur!
Allah berjanji untuk memberkati Abraham (Kej. 12:2). Berkat apakah ini? Berkat ini adalah berkat yang berhubungan dengan: 1) berkat penciptaan, 2) penebusan Allah, 3) diri Allah sendiri, dan 4) semua yang dimiliki Allah dalam zaman ini dan zaman yang akan datang. Galatia 3:14 menunjukkan kepada kita bahwa berkat ini akhirnya tersimpul sebagai Roh yang dijanjikan itu: “Supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga melalui iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.” Roh itu adalah diri Allah sendiri (Yoh. 4:24). Jadi ini berarti Allah berjanji bahwa Ia akan memberikan diri-Nya sendiri kepada Abraham sebagai berkat. Berkat yang luar biasa!
Allah tidak hanya berjanji bahwa diri-Nya akan menjadi berkat bagi Abraham, tetapi juga berjanji bahwa Abraham akan menjadi berkat bagi semua kaum, semua bangsa di bumi (Kej. 12:3). Dalam panggilan-Nya, Allah beralih dari Adam ke Abraham. Tetapi dalam janji-Nya, Allah melalui Yesus Kristus - keturunan Abraham, beralih kembali dari Abraham kepada semua kaum ras Adam (Gal. 3:14). Melalui perpalingan yang baru inilah, kita semua didapatkan oleh Tuhan. Hari ini kita bukan saja telah menerima janji Allah, tetapi kita boleh menikmati penggenapan janji itu, yaitu menikmati Roh itu. Asal kita memalingkan hati kita kepada Allah dan menyeru nama-Nya, segera Roh itu beserta segala kekayaan-Nya tersalur ke dalam kita. Allah beserta seluruh kekayaan-Nya menjadi berkat kita. Tidak ada berkat yang melebihi berkat ini!

Penerapan:
Bagaimanakah mendapatkan pembicaraan Tuhan hari ini? Secara fisik mungkin kita
tidak mendengar pembicaraan Tuhan secara langsung, namun Tuhan tidak pernah berhenti berbicara kepada kita melalui firman-Nya. Dapatkanlah pembicaraan Tuhan melalui mendengar, membaca, dan merenungkan firman-Nya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, pembicaraan-Mu adalah kekuatan dan damai sejahtera bagi-ku. Biarkanlah aku terus mendapatkan pembicaraan-Mu, janganlah Kau biarkan telingaku bosan untuk mendengar pembicaraan-Mu.

09 August 2006

Kejadian Volume 5 - Minggu 1 Rabu

Motivasi dan Kekuatan Orang Terpanggil – Penampakan Diri Allah (1)
Kejadian 12:1
“ Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu.”

Sebagaimana panggilan Allah mutlak berasal dari Allah, demikian pula motivasi dan kekuatan dalam menerima panggilan Allah. Aspek pertama dari motivasi dan kekuatan dalam menerima panggilan Allah adalah penampakan diri Allah. Allah yang Mahamulia (Kis. 7:2) telah menampakkan diri-Nya kepada Abraham, mengunjunginya dalam suatu penampakan, karena saat itu Abraham sedang berada di Kasdim. “Kasdim” dalam bahasa Ibrani berarti “milik setan” atau “setani”. Dengan kata lain, Kasdim merupakan tempat milik setan, tempat yang penuh setan.
Kasdim berada di Tanah Mesopotamia. Arti kata “Mesopotamia” adalah “di antara dua sungai”. Wilayah Mesopotamia dibatasi oleh dua sungai besar, yaitu Sungai Efrat dan Sungai Tigris. Dataran luas di antara dua sungai ini disebut Mesopotamia. Kasdim adalah bagian dari Mesopotamia. Mempertimbangkan keadaan itu, sangat sulit bagi Abraham atau siapapun untuk meninggalkan Kasdim, karena selain ada kuasa kegelapan yang menahannya, ditambah pula dengan dua sungai besar mengelilinginya.
Lalu bagaimanakah Abraham mampu keluar dari Kasdim? Dari mana ia peroleh kekuatan yang besar itu? Kekuatan itu pastilah berasal dari penampakan diri Allah. Dulu kita semua berada di “Kasdim”, tempat yang penuh dengan setan. Tidak seorang pun dari kita yang dapat keluar darinya. Tetapi puji Tuhan, Allah mewahyukan diri-Nya melalui firman-Nya. Itulah yang membuat kita sanggup meninggalkan latar belakang kita yang gelap itu. Bahkan sampai hari ini kita masih perlu berdoa agar Allah terus mewahyukan diri-Nya kepada kita.

Motivasi dan Kekuatan Orang Terpanggil – Penampakan Diri Allah (2)
Gal. 3:8; Mat. 4:16, 18-22; 2 Kor. 4:6

Janji Allah kepada Abraham merupakan sebuah berita Injil (Gal. 3:8). Salah satu bagian dari Injil ini adalah Allah menyuruh Abraham meninggalkan negerinya. Bukan malaikat atau orang terhormat yang menampakkan diri kepada Abraham, melainkan Allah yang Mahamulia yang menampakkan diri kepada Abraham. Penampakan diri Allah ini merupakan suatu daya tarik yang luar biasa bagi Abraham. Daya tarik itulah yang membuat Abraham menjawab panggilan Allah.
Dalam Injil Matius kita melihat, ketika Yesus sedang berjalan menyusuri Danau Galilea, Dia memanggil Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes (Mat. 4:18-22). Tuhan Yesus hanya berkata kepada mereka “Mari, ikutlah Aku,” lalu segera mereka mengikuti Yesus. Yesus, orang Nazaret yang kecil ini, berkata, “Mari, ikutlah Aku,” dan mereka mengikuti Dia. Yesus yang berjalan menyusuri Danau Galilea itu adalah Terang yang besar (Mat. 4:16). Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes, semuanya tertarik oleh Terang yang besar itu. Sewaktu Yesus melihat mereka dan memanggil mereka, mereka tertarik kepada-Nya. Kelihatannya yang memanggil mereka itu adalah orang Nazaret yang miskin, tetapi sesungguhnya Dialah Allah yang Mahamulia. Demikian juga Allah yang Mahamulia menampakkan diri-Nya kepada Abraham di tanah milik setan, tanah yang dikelilingi oleh dua sungai besar, Tanah Mesopotamia.
Seorang yang sungguh-sungguh beroleh selamat adalah orang yang telah melihat penampakan diri Tuhan Yesus. Ketika kita bertobat dan percaya Tuhan, kita seolah-olah telah melihat “kemuliaan Allah tampak pada wajah Kristus” (2 Kor. 4:6). Hal ini menjadi satu daya tarik yang besar bagi kita. Hal ini bukan terjadi secara fisik, melainkan terjadi di dalam roh dalam batin kita. Mungkin kita lupa akan tanggal dan tahun kita diselamatkan, namun kita tidak bisa melupakan ketika dalam batin kita nampak Yesus. Yesus menampakkan diri-Nya kepada kita dan kita bertemu dengan Dia. Inilah pengalaman beroleh selamat yang sejati, pengalaman atas panggilan Allah.
Setelah kita bertobat dan percaya Tuhan, kita masih perlu penampakan diri Tuhan di dalam roh kita. Setiap kali Tuhan mewahyukan diri-Nya di dalam roh kita, kita mengalami kekuatan yang baru, suplai yang baru. Saudara saudari, kekuatan inilah yang membuat kita mampu menempuh jalan Tuhan yang sempit. Tidak sedikit anak-anak Allah yang dulu begitu bergairah terhadap Tuhan tetapi kini kasihnya menjadi dingin dan hambar. Bagi mereka, kemanisan Tuhan adalah sejarah masa lalu. Kita tentu tidak mau demikian. Marilah kita dengan hati yang terbuka datang ke dalam firman-Nya, maka Ia sekali lagi akan mewahyukan diri-Nya ke dalam kita. Inilah rahasia kekuatan kita untuk mengikuti Tuhan.

Penerapan:
Dunia hari ini terus berusaha mengikat manusia untuk menjauhi Allah. Apa pun profesi kita di dunia, semuanya itu mengharuskan kita bekerja keras. Jika kita tidak hati-hati semuanya itu dapat menghalangi kita untuk memiliki waktu bersama Tuhan dan menikmati Dia. Karena itu, kita memerlukan Allah menampakkan diri-Nya kepada kita, agar kita tidak terikat dan terhanyut oleh situasi dunia zaman ini.

Pokok Doa:
Terima kasih Tuhan, Engkau menunjukkan bahwa aku adalah orang yang tidak mampu untuk hidup di bumi ini tanpa diri-Mu. Seringkali aku merasa kuat dan bisa, namun disaat itulah aku gagal dan jatuh. Tuhan buatlah aku hari ini mendapatkan
diri-Mu lebih banyak lagi.