Hitstat

30 September 2013

Filipi - Minggu 6 Senin



Pembacaan Alkitab: Flp. 2:9-12


Pasal 2 dari Kitab Filipi berkaitan dengan pasal 3. Dalam pasal 2 kita nampak bahwa kita harus menempuh hidup yang tersalib agar kita dapat menikmati kuasa kebangkitan. Dalam pasal 3 kita nampak keinginan Paulus untuk mengenal kuasa kebangkitan Kristus. Kita harus menerima hayat yang tersalib dalam 2:5-8 sebagai teladan kita, supaya kita dapat mengalami kuasa kebangkitan yang meninggikan Kristus hingga ke puncak tertinggi dalam alam semesta. Pengalaman akan Kristus sebagai teladan hayat yang tersalib dan pengalaman akan kuasa kebangkitan yang meninggikan Dia tidak ada kesudahannya. Hari demi hari kita perlu menempuh hidup yang tersalib. Ini berarti memperhidupkan Kristus sebagai teladan kita. Kita harus menempuh hidup yang mengosongkan dan merendahkan diri, tidak seharusnya menempuh hidup yang bersaing dan mencari pujian yang sia-sia; ini berarti menempuh hidup yang tersalib. Melalui hayat ini kita akan dibawa ke dalam kuasa kebangkitan yang olehnya Kristus ditinggikan. Menurut perkataan Paulus dalam pasal 3, dia tidak menganggap dirinya telah mengalami hal tersebut sepenuhnya. Dia tetap ingin mengenal dan mengalami kuasa kebangkitan Kristus serta persekutuan penderitaan-Nya.

Hari ini di antara kita dalam pemulihan Tuhan ada satu kebutuhan yang mendesak, yakni mengalami Kristus sebagai teladan kita. Kita benar-benar perlu mengalami Kristus sebagai hayat kita yang tersalib. Hayat yang sedemikian ini sama sekali berbeda dengan hayat yang bersaingan dan mencari pujian yang sia-sia. Dalam hidup gereja, jika kita tidak menerima hayat yang tersalib sebagai teladan kita, kita akan otomatis menempuh kehidupan persaingan dan mencari pujian yang sia-sia. Tidak ada jalan ketiga. Di sini masalahnya sangat serius. Kita harus jujur terhadap diri sendiri dan merenungkan jenis kehidupan yang kita tempuh dalam gereja. Jika Anda mengenang masa yang telah Anda lalui dalam hidup gereja, Anda akan nampak, setiap kali Anda tidak menerima hayat yang tersalib sebagai teladan Anda, Anda tentu menempuh hidup yang bersaing demi mencari pujian sia-sia.

Tidak ada perkara yang lebih meresahkan Rasul Paulus daripada mengetahui bahwa orang kudus di Filipi menempuh hidup dengan mencari pujian yang sia-sia. Dia sangat mengharapkan mereka menempuh kehidupan yang tersalib. Seperti telah kita nampak, hayat ini ialah Kristus sendiri yang telah mengosongkan diri-Nya dan merendahkan diri-Nya. Menerima hayat yang tersalib ini sebagai teladan kita, akan membuka pintu kebangkitan dan membawa kita ke dalam kuasa kebangkitan. Peninggian yang dari Allah tidak pernah terjadi karena persaingan atau pujian sia-sia. Semakin kita mencari pujian yang sia-sia, kita akan semakin berada dalam situasi yang memalukan. Menuntut pujian sia-sia sama sekali bukan suatu kemuliaan, melainkan aib. Demikian pula, bila kita bersaing dengan orang lain, akibatnya sama sekali bukan ditinggikan, tetapi direndahkan. Kehidupan yang tertinggi di bumi ini ialah kehidupan yang tersalib. Bila kita menempuh kehidupan yang tersalib, Allah akan membawa kita ke dalam kuasa kebangkitan, dan dalam kuasa ini kita akan ditinggikan.


Sumber: Pelajaran-Hayat Filipi, Buku 1, Berita 11

28 September 2013

Filipi - Minggu 5 Sabtu



Pembacaan Alkitab: Flp. 2:5-8


Dalam ayat 6, Paulus memberi tahu kita bahwa Kristus tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai genggaman yang harus dipertahankan. Walaupun Tuhan sama dengan Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan atau dijaga; melainkan Ia mengesampingkan rupa Allah (bukan sifat Allah), dan mengosongkan diri-Nya sendiri, mengambil rupa seorang hamba. Menurut ayat 7, Kristus menjadi “sama dengan manusia”. Rupa Allah menyiratkan realitas batiniah dari keilahian Kristus, keserupaan-Nya dengan manusia menunjukkan penampilan lahiriah dari keinsanian-Nya. Bagi manusia Ia tampak sebagai manusia secara lahiriah, tetapi sebagai Allah, Ia memiliki realitas keilahian secara batiniah.

Dalam keadaan sebagai manusia, Kristus merendahkan diri-Nya. Pertama-tama Ia mengosongkan diri-Nya dengan menanggalkan rupa, atau ekspresi lahiriah dari ke-Allahan-Nya, dan menjadi sama dengan manusia. Kemudian Ia merendahkan diri-Nya melalui taat, bahkan sampai mati. Kristus adalah Allah yang memiliki ekspresi Allah. Walau Ia setara dengan Allah, Ia menanggalkan kesetaraan itu dan mengosongkan diri-Nya dengan mengambil rupa manusia. Ini menunjukkan bahwa Ia menjadi seorang manusia melalui inkarnasi. Kemudian, dalam keadaan sebagai manusia Ia merendahkan diri-Nya. Ini berarti ketika Ia menjadi manusia, Ia tidak mempertahankan apa pun, sebaliknya Ia malah merendahkan diri-Nya sampai mati di kayu salib. Inilah Kristus, teladan kita. Merendahkan diri-Nya sendiri adalah langkah lanjutan dalam pengosongan diri-Nya. Tindakan Kristus merendahkan diri-Nya menyatakan pengosongan diri-Nya. Kematian di kayu salib adalah puncak penghinaan terhadap Kristus. Bagi orang Yahudi itu adalah suatu kutukan (Ul. 21:22-23). Bagi orang bukan Yahudi itu adalah hukuman mati yang dijatuhkan bagi penjahat dan budak (Mat. 27:16-17, 20-23). Jadi itu adalah hal yang memalukan (Ibr. 12:2).

Penghinaan terhadap Tuhan mencakup tujuh langkah: (1) mengosongkan diri-Nya sendiri; (2) mengambil rupa seorang hamba; (3) menjadi serupa dengan manusia; (4) merendahkan diri-Nya sendiri, (5) menjadi taat; (6) taat hingga mati; dan (7) taat hingga mati di kayu salib.

Kristus bukan hanya sebagai teladan yang di luar bagi kita, Ia pun hayat dalam batin kita. Sebagai hayat batiniah, Ia menghendaki kita mengalami Dia, sehingga kita dapat memperhidupkan hayat yang tersalib ini. Dalam hayat yang tersalib ini tidak ada tempat bagi persaingan, puji-pujian yang sia-sia, atau bangga diri. Sebaliknya, di sini hanya ada pengosongan diri, dan merendahkan diri. Setiap kali kita mengalami Kristus dan memperhidupkan Dia, dengan otomatis kita akan memperhidupkan hayat yang tersalib yang sedemikian. Ini berarti bila kita memperhidupkan Kristus, kita memperhidupkan Dia yang menjadi teladan hayat yang tersalib. Kemudian kita pun akan mengosongkan dan merendahkan diri.

Menempuh hidup yang tersalib ini memperlihatkan bahwa terhadap rasul kita mempunyai dorongan di dalam Kristus, penghiburan kasih, persekutuan roh, serta kasih mesra dan belas kasihan. Hanya ketika kita memperhidupkan hayat yang tersalib barulah kita dapat membuat para rasul bersukacita dan membuat sukacita mereka puas. Dalam penjara, Paulus tidak memperhatikan bagaimana orang lain memperlakukannya, yang dia perhatikan adalah apakah kaum beriman mau menerima Kristus sebagai teladan mereka dan menempuh hidup yang tersalib. Itulah pengharapan hati Paulus, dan hanya itulah yang bisa membuat sukacitanya sempurna.


Sumber: Pelajaran-Hayat Filipi, Buku 1, Berita 10

27 September 2013

Filipi - Minggu 5 Jumat



Pembacaan Alkitab: Flp. 2:12-13


Keselamatan dalam ayat 12 bukan keselamatan kekal dari hukuman Allah dan dari lautan api, melainkan keselamatan yang telah dikatakan Paulus dalam permulaan kitab ini. Dalam bahasa aslinya, kata-kata “karena itu” terdapat pada awal ayat 12, ini menunjukkan bahwa apa yang Paulus katakan dalam ayat ini adalah hasil dari apa yang telah diucapkan sebelumnya. Mengerjakan keselamatan kita ini adalah hasil dari menjadikan Kristus sebagai teladan kita, seperti tercantum dalam ayat-ayat sebelumnya. Sebagai teladan kita, Kristus adalah keselamatan kita. Tetapi keselamatan ini perlu dikerjakan oleh kita.

Agar hal ini terpenuhi dalam pengalaman kita, maka teladan ini harus menjadi subyektif bagi kita, tidak hanya bersifat obyektif. Jika hanya bersifat obyektif, tidak mungkin menjadi keselamatan yang dikerjakan oleh kita. Keselamatan di sini bukan merupakan keselamatan yang kita terima, melainkan yang kita kerjakan. Keselamatan yang kita terima adalah keselamatan dari hukuman Allah dan lautan api. Itu tidak perlu kita kerjakan. Keselamatan dalam Kitab Filipi adalah keselamatan jenis lain, atau keselamatan yang berbeda tingkatnya. Ini lebih tinggi daripada yang disebut dalam Kisah Para Rasul 16:31, yang menunjukkan seorang sipir diberi tahu, jika ia percaya kepada Tuhan Yesus, ia akan diselamatkan, ia dan seisi rumahnya. Keselamatan dalam 2:12 ini sebenarnya adalah seorang Persona yang hidup. Persona ini tidak lain ialah Kristus yang kita perhidupkan, alami, dan nikmati. Satu teladan yang hanya bersifat obyektif tidak mungkin menjadi keselamatan kita yang sedemikian. Fakta bahwa keselamatan ini merupakan seorang Persona yang hidup dan Persona itu adalah teladan kita, menunjukkan bahwa teladan ini tidak hanya bersifat objektif, lebih-lebih bersifat subyektif.

Tambahan pula, menyusul perkataannya tentang mengerjakan keselamatan kita, Paulus mengatakan, “Karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kesukaan-Nya yang indah” (2:13 Tl.). Kata “karena” pada awal ayat 13 menunjukkan bahwa pekerjaan Allah di dalam kita berkaitan dengan kita mengerjakan keselamatan kita dengan takut dan gentar. Allah mengerjakan di dalam kita, baik kemauan maupun pekerjaan, bagi kesukaan-Nya yang indah. Kata “mengerjakan” dalam ayat 13 pasti ditujukan kepada kata “kerjakan” dalam ayat 12. Kita mengakui bahwa kita tidak mampu mengerjakan keselamatan kita. Ya, di dalam diri kita sendiri kita tidak mampu. Tetapi, Allah yang bekerja di dalam kita, Dialah yang mampu. Karena Dia mengerjakan di dalam kita, baik kemauan maupun pekerjaan, barulah kita dapat mengerjakan keselamatan kita. Perkataan Paulus tentang Allah bekerja di dalam kita merupakan petunjuk lebih lanjut bahwa teladan ini tidak hanya bersifat objektif, tetapi juga bersifat subyektif. Dari segi doktrinal, teladan ini bersifat obyektif, namun dari segi pengalaman, teladan ini sangat subyektif.

Dalam Filipi 2 Paulus tidak menyuruh kita mengambil Kristus yang obyektif sebagai teladan kita untuk meniru Dia. Itu adalah praktek yang dianjurkan dalam buku “The Imitation of Christ”. Berusaha meniru Kristus sedemikian itu ibarat seekor kera ingin meniru manusia. Jangan mengambil ayat 5-8 terlepas dari konteksnya. Bila kita membahas ayat-ayat ini dalam konteksnya, kita nampak bahwa teladan ini adalah keselamatan kita, dan keselamatan ini adalah Allah sendiri yang bekerja di dalam kita untuk menyelamatkan kita secara riil. Walau dalam diri kita sendiri kita tidak mampu mengerjakan keselamatan kita, tetapi Dia yang mampu itu hari ini bekerja di dalam kita untuk berkehendak dalam batin dan bekerja di luar. Kewajiban kita ialah bekerja sama dengan Dia. Bila kita bekerja sama dengan pekerjaan Allah di dalam kita, kita menerima Kristus sebagai teladan kita.


Sumber: Pelajaran-Hayat Filipi, Buku 1, Berita 10

26 September 2013

Filipi - Minggu 5 Kamis



Pembacaan Alkitab: Flp. 2:2, 5-9


Dalam berita terdahulu kita telah membahas perihal permintaan Paulus kepada orang kudus di Filipi agar mereka menyempurnakan sukacitanya. Permintaan ini tidak terbatas pada keempat ayat pertama dalam pasal 2, tetapi mencakup 2:1-16, dan disimpulkan dengan perkataan Paulus mengenai berpegang pada firman hayat, agar ia dapat bermegah pada hari Kristus bahwa ia tidak percuma berlomba dan bersusah payah.

Untuk menyempurnakan sukacita rasul tidak cukup dengan mengambil sikap yang wajar saja. Misalkan kaum beriman Filipi bersikap sangat positif terhadap Paulus, menghormati, dan mengasihinya dengan amat sangat, tetapi tidak menerima pesannya untuk mengalami Kristus. Rasul masih tidak bisa senang, sekalipun sikap orang kudus itu secara pribadi begitu baik terhadapnya. Satu-satunya hal yang dapat menyempurnakan sukacita rasul ialah orang kudus menerima perkataannya untuk mengalami Kristus dengan memadai dan normal.

Kecuali Kristus meresapi pikiran kita dan menduduki pikiran kita, mustahillah kita dapat memikirkan hal yang sama. Sesudah itu barulah kita dapat dengan spontan memikirkan hal yang sama, bahkan memikirkan satu hal. Kalau kita tidak diresapi oleh Kristus sedemikian ini, tidak ada dua orang, bahkan suami istri pun, yang dapat memikirkan hal yang sama. Namun, permintaan dan pengharapan Paulus ialah agar seluruh gereja di Filipi bisa memikirkan hal yang sama. Dia mohon kepada orang-orang di Filipi agar jika mereka memiliki dorongan, penghiburan kasih, kasih mesra, dan belas kasihan terhadapnya, mereka dapat menyempurnakan sukacitanya dengan memikirkan hal yang sama. Tetapi, bagaimanakah sekelompok orang banyak itu bisa sepikir? Sekali lagi kita tunjukkan bahwa hal ini hanya bisa terjadi bila kaum beriman diduduki oleh Kristus dan membiarkan Dia meresapi seluruh diri mereka. Ketika itu, dan hanya ketika itu, barulah kaum beriman memikirkan hal yang sama.

Dalam 2:5-8 Paulus menampilkan Kristus sebagai teladan kita. Teladan ini tidak hanya obyektif, tetapi juga subyektif. Di manakah Kristus yang menjadi teladan kita ini? Di surga, atau di dalam kita? Ayat 9 menunjukkan dengan jelas bahwa Allah telah meninggikan Kristus. Jadi tidak usah disangsikan bahwa sebagai teladan kita, Kristus berada di surga. Dia telah ditinggikan ke puncak yang tertinggi di alam semesta, tempat Allah bersemayam. Ini berkaitan dengan aspek obyektif dari teladan itu. Tetapi, jika Kristus hanya berada di surga tingkat ketiga secara obyektif, bagaimanakah kita bisa menerima-Nya sebagai teladan kita hari ini? Bagaimana kita yang berada di bumi dapat mengikuti Dia yang telah ditinggikan dan yang kini berada di surga? Itu mustahil. Untuk menerima Kristus sebagai teladan kita, teladan ini bagi kita haruslah bersifat subyektif.


Sumber: Pelajaran-Hayat Filipi, Buku 1, Berita 10