Hitstat

30 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 2 Senin

Jangan Mengikuti Arus Zaman Ini!
Lukas 8:14
Yang jatuh dalam semak duri ialah orang yang telah mendengar firman itu, dan dalam pertumbuhan selanjutnya mereka terhimpit oleh kekuatiran dan kekayaan dan kenikmatan hidup sehingga mereka tidak menghasilkan buah yang matang.

Ayat Bacaan: Luk. 8:7-8, 14; 1 Yoh. 2:15-17

Benih yang Tuhan taburkan tidak hanya jatuh ke atas tanah yang di pinggir jalan dan ke atas tanah yang berbatu-batu, tetapi sebagian juga ke atas tanah yang ditumbuhi oleh semak duri (Luk. 8:7) dan ke atas tanah yang baik (Luk. 8:8). Tanah yang ditumbuhi oleh semak duri melambangkan hati manusia yang dipenuhi dengan kekuatiran, kekayaan, dan kenikmatan hidup. Di zaman yang modern seperti hari ini, kebanyakan orang mengejar kekayaan dan kenikmatan hidup sehingga hati mereka penuh dengan kekuatiran, kecemasan, dan kegelisahan. Akibatnya firman Tuhan akan terhimpit dan tidak dapat menghasilkan buah yang matang (Luk. 8:14).
Dalam dunia hari ini kita menghadapi banyak bahaya — bahaya amoral, bahaya kekuatiran, dan bahaya kenikmatan pelesiran. Semakin kita ingin memiliki kenikmatan pelesiran, semakin banyak kekuatiran hidup kita, dan kita akan semakin menderita. Tetapi jika kita rela menempuh suatu kehidupan yang sederhana, kita tidak akan memiliki banyak kekuatiran. Kita tidak boleh mengikuti arus dunia hari ini (1 Yoh. 2:15-17). Arus zaman ini meliputi lalu lintas duniawi, kenikmatan pelesiran, dan kekuatiran hidup. Bila kita mengejarnya dan membiarkan diri kita terhanyut, maka berapapun firman yang ditaburkan ke dalam kita, tidak akan menghasilkan buah yang matang.
Sebagai anak-anak Allah, kita harus diselamatkan dari arus zaman ini. Jika kita tidak menempuh jalan dunia ini dengan segala kesibukkan, kekhawatiran, dan kenikmatannya, maka kita akan memiliki hati yang baik. Hati yang baik yang dilambangkan dengan tanah yang baik adalah hati yang hanya diduduki oleh Kristus. Hati yang demikian jauh dari lalu lintas duniawi, hati yang tidak memiliki dosa-dosa yang tersembunyi, dan hati yang tanpa kekuatiran zaman ini serta tanpa tipu daya kekayaan.
Hati yang baik memberikan semua bagiannya untuk menerima firman itu sehingga firman itu bertumbuh, menghasilkan buah, dan bahkan menghasilkan buah sampai seratus kali lipat (Luk. 8:8, 15). Melalui perumpamaan ini Tuhan sekali lagi menunjukkan kepada kita betapa pentingnya memiliki hati yang tepat bagi pertumbuhan benih ilahi di dalam kita.

29 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 2 Minggu

Menanggulangi Hati Kita Demi Pertumbuhan Benih
Lukas 8:13
Yang jatuh di tanah yang berbatu-batu itu ialah orang, yang setelah mendengar firman itu, menerimanya dengan gembira, tetapi mereka itu tidak berakar, mereka percaya sebentar saja dan dalam masa pencobaan mereka murtad.

Ayat Bacaan: Luk. 8:5-13; Yoh. 6:63; Yak. 1:2, 12; 1 Ptr. 1:6

Pengampunan Tuhan atas dosa-dosa kita sungguh ajaib dan indah, karena tidak saja membuat kita mengasihi Dia dan hidup dalam damai sejahtera, tetapi juga menjadikan hati kita sebagai “tanah” bagi pertumbuhan hayat-Nya di dalam kita. Dalam Lukas 8:5-15, pembicaraan Tuhan telah beralih dari masalah pengampunan ke masalah pertumbuhan benih ilahi. Benih ini adalah firman Allah dengan Tuhan sendiri di dalamnya sebagai hayat (Luk. 8:11; Yoh. 6:63). Sang Penabur adalah Tuhan sendiri (Mat. 13:37), dan tanah yang ke atasnya benih itu tertabur adalah hati kita (Mat. 13:19).
Pada waktu Tuhan menaburkan benih firman, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, dan sebagian jatuh di tanah yang baik. Empat macam tanah tersebut melambangkan empat macam kondisi hati manusia. Tanah yang di pinggir jalan melambangkan hati yang telah menjadi keras karena lalu lintas duniawi, khususnya oleh hal-hal yang berkaitan dengan pencarian nafkah. Karena terlalu disibukkan oleh pekerjaannya, banyak orang hari ini tidak dapat duduk tenang mendengarkan Injil sehingga Iblis dengan mudah mencuri firman dari dalam mereka supaya mereka jangan percaya dan diselamatkan (Luk. 8:12).
Tanah yang berbatu-batu melambangkan hati yang dangkal, hati yang masih menyimpan dosa-dosa yang tersembunyi, keinginan pribadi, dan rasa iba diri. Akibatnya, walau orang yang demikian senang mendengarkan firman Allah, namun karena tidak berakar, begitu pencobaan datang mereka menjadi murtad (Luk. 8:13). Murtad di sini berarti berkelit atau menyimpang dari jalan iman yang bersumber pada firman Allah kepada hal-hal di luar Allah demi mendapatkan keuntungan pribadi dan demi kepentingan diri sendiri.
Saudara saudari, hati kita mungkin tidak sekeras tanah yang di pinggir jalan, tetapi mungkin pula tidak lebih baik daripada tanah yang berbatu-batu. Kalau kita ingin membiarkan Tuhan bertumbuh di dalam kita, maka kita harus menggali keluar “batu-batu” di dalam kita melalui doa pengakuan dosa yang tuntas. Tanpa penanggulangan yang tuntas demikian, mustahil kita dapat bertahan dari berbagai pencobaan dan ujian (Yak. 1:2, 12; 1 Ptr. 1:6).

28 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 1 Sabtu

Mempersembahkan Harta Benda untuk Melayani Tuhan
2 Korintus 9:7
Hendaklah masing-masing memberikan menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita.

Ayat Bacaan: Luk. 8:2-3; Kel. 30:11-16; Ef. 2:22; 1 Kor. 3:16-17; Mat. 16:26

Perempuan-perempuan yang disebutkan dalam Lukas 8:2-3 itu melayani Tuhan dan kedua belas murid-Nya dengan harta milik mereka. Ini menunjukkan bahwa setelah kita mengalami pengampunan dosa, mulai mengasihi Tuhan dan hidup dalam damai sejahtera, kita seharusnya mengikuti Tuhan dan melayani Tuhan dengan segenap diri kita.
Dalam Perjanjian Lama, Allah ingin setiap umat-Nya mempersembahkan uang tebusan nyawa kepada-Nya. Persembahan itu dipakai untuk pembangunan dan pemeliharaan tempat kediaman Allah, yakni Kemah Pertemuan dan Bait (Kel. 30:11-16). Hari ini, gereja adalah kemah Allah yang sejati (Ef. 2:22) dan bait yang sejati (1 Kor. 3:16-17). Oleh sebab itu, sebagai umat tebusan-Nya, kita juga wajib mempersembahkan harta kita kepada Allah (2 Kor. 9:7) untuk memenuhi berbagai keperluan gereja demi kemajuan Injil.
Jika kita mau hidup bagi Allah dan mempersembahkan harta benda kita bagi kepentingan-Nya, maka Allah akan membalasnya menurut takaran yang baik (Luk. 6:38). Tetapi manusia yang telah tertipu oleh Iblis dalam hal harta benda, selalu ingin menerima, tidak rela memberi. Sikap yang hanya mau menerima tanpa mau memberi merupakan tipuan Iblis, agar kita kehilangan berkat Allah. Oleh sebab itu kita harus menolak tipuan Iblis ini!
Orang yang takut mempersembahkan diri dan miliknya kepada Tuhan, bagaimanapun ia berkata bahwa ia mengasihi Tuhan, tidak akan berhasil. Sebaliknya, orang yang mempersembahkan harta-Nya bagi Tuhan bukan hanya makin mengasihi Tuhan, mengasihi kaum imani, tetapi juga membuatnya mengasihi orang dosa. Ketika kita memegang erat harta, kita mungkin rela bertengkar untuk beberapa rupiah, dan tega membiarkan jiwa manusia masuk ke neraka. Tetapi ketika kita mengendorkan cengkeraman kita terhadap harta, hati kita dengan sendirinya bisa mengasihi orang dosa, kita akan merasakan setiap jiwa itu berharga. Tuhan berkata, “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?” (Mat.16:26). Sesungguhnya, mengeluarkan semua harta kita di dunia ini demi menyelamatkan satu jiwa, itu pun masih layak.

27 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 1 Jumat

Berbagian dalam Pelayanan Injil dengan Harta
Lukas 8:2a,3b
Dan ada beberapa orang perempuan yang telah disembuhkan dari roh jahat dan berbagai penyakit...Perempuan-perempuan ini melayani rombongan itu dengan harta milik mereka.

Ayat Bacaan: Luk. 8:1-3; Kis. 4:35

Salah satu tanda bahwa kita mengasihi Tuhan adalah kita mau dengan sukarela melayani Dia. Kita dapat melayani Tuhan dengan apa yang kita miliki, termasuk dengan harta kita, seperti yang dilakukan oleh beberapa perempuan dalam Lukas 8:1-3. Mereka adalah Maria yang disebut Magdalena, yang telah dibebaskan dari tujuh roh jahat, Yohana istri Khuza bendahara Herodes, Susana dan banyak perempuan lain. Beberapa dari mereka telah disembuhkan dari roh-roh jahat dan berbagai penyakit. Perempuan-perempuan ini melayani rombongan Tuhan dengan harta milik mereka.
Setelah kita diselamatkan oleh Allah, bagaimanakah kita memperlakukan harta benda yang pernah dipergunakan oleh Iblis pada masa lalu untuk menyimpangkan manusia? Sejak kita diselamatkan oleh Tuhan, maka sudah selayaknya kita menggunakan harta kita bagi kepentingan Tuhan, khususnya bagi kemajuan penyebaran Injil-Nya. Perkara yang paling diberkati dan diperkenan Tuhan ialah mempersembahkan diri dan harta bagi Injil-Nya.
Melalui teladan Rasul Paulus, kita dapat mengetahui bahwa seorang yang mempunyai roh Injil tidak akan ragu untuk mengorbankan harta dan tenaganya demi keselamatan jiwa orang lain. Pengorbanan yang demikianlah yang bisa membuat orang lain mendapatkan Injil dengan cuma-cuma. Orang yang dipenuhi dengan roh Injil tidak akan mencintai harta benda, sebaliknya ia akan mempersembahkan segala miliknya demi Injil. Menyayangi diri sendiri dan mencintai harta benda merupakan penghalang terbesar bagi kaum beriman untuk berbagian dalam memajukan Injil.
Tanpa mengeluarkan harta bendanya, persembahan seseorang masih mengambang, tak berwujud, mudah ditarik kembali. Sebab itu Alkitab mencatat bahwa murid-murid dalam gereja sebermula meletakkan semua miliknya di depan kaki rasul-rasul (Kis. 4:35). Sayang, hari ini terlalu banyak persembahan kaum beriman yang abstrak, hanya di bibir berkata aku mau mempersembahkan segalanya untuk Tuhan. Hari ini keperluan Tuhan sangat besar. Kalau gereja di tempat kita mau kuat, maka seluruh kaum imani perlu mempertaruhkan segala milik mereka untuk menunjang keperluan Injil.

26 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 1 Kamis

Iman, Kasih dan Damai Sejahtera
Lukas 7:50
Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu, ”Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan damai!”

Ayat Bacaan: Luk. 7:42, 50; 1 Ptr. 1:8

Iman, kasih, dan damai sejahtera adalah tiga kebajikan penting dalam mengalami dan menikmati keselamatan Allah. Iman dihasilkan dari pengenalan kita terhadap Penyelamat dalam kuasa dan kebajikan-Nya yang menyelamatkan. Kasih berasal dari iman, dan kasih mendatangkan damai sejahtera. Hasilnya, kita dapat mengikuti Tuhan.
Ketika kita mengalami pengampunan Tuhan yang murah hati, dengan sendirinya kita akan mengasihi Dia. Walau kita semua mengasihi Tuhan, namun kadar kasih kita kepada-Nya tergantung pada berapa banyak kita mengalami pengampunan-Nya. Inilah sebabnya Tuhan berkata kepada Simon, “Tetapi orang yang sedikit diampuni sedikit juga ia mengasihi” (Luk. 7:47). Banyaknya perbuatan kasih yang dilakukan oleh perempuan itu adalah bukti bahwa banyak dosanya yang telah diampuni. Sebaliknya, sedikitnya perbuatan kasih yang dilakukan oleh Simon membuktikan bahwa dia hanya sedikit diampuni.
Perkataan Tuhan tentang kasih dalam Lukas 7:42 menunjukkan dengan jelas bahwa kasih adalah hasil dari pengampunan. Kasih kepada Tuhan muncul setelah ada pengampunan. Lalu apakah yang menyebabkan datangnya pengampunan? Iman. Karena iman kepada Kristus dan karya-Nya, maka dosa-dosa kita diampuni. Itulah sebabnya Tuhan Yesus berkata kepada perempuan itu, “Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan damai” (Luk. 7:50). Dosa-dosa kita diampuni bukan karena kasih kita, tetapi karena iman kita. Oleh sebab itu, iman menghasilkan pengampunan, pengampunan menghasilkan kasih, dan kasih mendatangkan damai sejahtera.
Karena kita telah percaya kepada-Nya, maka kita mengasihi-Nya. Hasilnya, timbullah sukacita, yang sangat besar, mulia, dan tak terkatakan (1 Ptr. 1:8). Jika kita ingat betapa dosa kita telah diampuni, maka tak dapat tidak kita mengasihi Tuhan. Pada suatu hari, Tuan Evan Robert menangis karena salib Tuhan tidak dapat menggerakkan hatinya untuk mengasihi Tuhan. Dia terus menangis di hadapan Tuhan dan baru berhenti setelah salib itu menggerakkan hatinya lagi. Akhirnya, melalui dialah Tuhan membangkitkan kebangunan rohani yang terkenal dalam sejarah, yaitu kebangunan di Wales (1904-1906).

25 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 1 Rabu

Banyak Diampuni, Banyak Berbuat Kasih
Lukas 7:47-48
Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih.” Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: “Dosamu telah diampuni.”

Ayat Bacaan: Luk. 7:36-50; 1 Kor. 11:15; 2 Kor. 5:14

Setelah menguatkan dan memuji pelopor-Nya (Luk. 7:24-35), Tuhan Yesus diundang oleh seorang Farisi untuk makan di rumahnya. Dengan menerima undangan orang Farisi itu untuk datang makan ke rumahnya, Tuhan Yesus memberi satu kesempatan berharga bagi seorang perempuan berdosa yang telah diampuni untuk menyatakan kasihnya kepada Tuhan.
Lukas 7:37-38 mencatat, “Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi. Sambil menangis ia pergi berdiri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu.” Rambut adalah kemuliaan bagi seorang perempuan (1 Kor. 11:15). Melalui menyeka kaki Tuhan dengan rambutnya, perempuan itu mengasihi Dia dengan kemuliaannya.
Karunia pengampunan Allah tidak saja membuat kita takwa kepada-Nya, juga membuat kita lebih cinta kepada-Nya. Setelah perempuan itu mendapatkan pengampunan Tuhan, bukan saja ia tidak berdosa lagi, bahkan dengan segala yang dimilikinya, ia menyatakan kasihnya kepada Tuhan. Hal ini sesuai dengan yang Tuhan katakan, “Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih” (Luk. 7:47).
Kasih kita kepada Tuhan adalah hasil dari pengampunan-Nya atas dosa-dosa kita. Orang yang telah diampuni sewajarnya mengasihi Tuhan. Kalau tidak demikian, sungguh keterlaluan. Namun sayang, hari ini banyak orang berlaku seperti Simon, merasa diri sendiri tidak berdosa dan tidak merasa perlu akan pengampunan (Luk. 7:39). Tetapi kalau Tuhan menerangi kita, barulah kita mengetahui betapa banyaknya hutang dosa kita kepada Tuhan dan kita tidak mungkin sanggup membayarnya. Namun oleh belas kasih-Nya, hutang dosa kita telah dihapuskan. Sekarang, sepatutnyalah kita mengasihi Dia, melayani Dia, bahkan mencurahkan seluruh diri kita kepada-Nya, bukan karena paksaan melainkan karena dorongan kasih-Nya di dalam kita (2 Kor. 5:14).

24 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 1 Selasa

Tidak Tersandung Karena Tuhan
Lukas 7:22b-23
“Orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta menjadi tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik. Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku.”

Ayat Bacaan: Luk. 7:19-23; Yoh. 1:26-36; Mat. 11:2; Mrk. 6:25-28

Kabar tentang perbuatan Tuhan dalam membangkitkan seorang anak muda yang mati di Nain ternyata tersebar luas dan terdengar pula oleh Yohanes pembaptis (Luk. 7:18). Pada saat itu ia sedang dipenjarakan oleh Herodes (Mat. 11:2), dan murid-muridnya melaporkan semua peristiwa yang terjadi itu kepadanya. Mungkin murid-murid Yohanes bertanya-tanya di dalam hati, “Mengapa Tuhan yang memiliki kuasa dan simpati dalam menyembuhkan dan membangkitkan orang mati, justru melupakan pelopor-Nya yang sedang dipenjarakan?”
Setelah mendengar kabar itu, Yohanes mengutus dua orang muridnya untuk bertanya kepada Yesus, “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan seorang lain?” (Luk. 7:19). Pertanyaan Yohanes Pembaptis di sini seakan-akan meragukan status Kristus, tetapi sebenarnya tidaklah demikian. Yohanes tahu dengan jelas bahwa Yesus adalah Mesias atau Kristus (Yoh. 1:26-36). Namun sekarang, Yohanes mengutus muridnya untuk bertanya demikian kepada Tuhan untuk menarik perhatian Tuhan supaya segera datang membebaskan dia dari penjara. Tetapi bagaimanakah reaksi Tuhan terhadap permintaan Yohanes? Dari catatan Alkitab kita mengetahui bahwa Tuhan tidak melakukan upaya apa-apa untuk membebaskan Yohanes, sebaliknya “membiarkan” dia di sana sampai akhir ajalnya (Mrk. 6:25-28).
Pelajaran apakah yang dapat kita ambil dari peristiwa ini? Tuhan berkata, “Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku” (Luk. 7:23). Tatkala kita berada dalam kesulitan atau penderitaan, kita boleh berdoa kepada Tuhan. Tetapi kita harus tahu satu hal bahwa kita tidak dapat memaksa Tuhan untuk melakukan sesuatu yang tidak dikehendaki-Nya. Kalau Tuhan mau menolong kita keluar dari kesulitan, itu adalah karena rahmat-Nya. Tetapi bila Tuhan tidak segera menolong kita, karena Dia memang mengizinkan kesulitan itu menimpa kita demi suatu maksud tertentu, itu adalah hak-Nya. Kita tidak seharusnya menjadi kecewa atau tersandung karena Tuhan. Tuhan tidak mungkin salah, dan Dia tahu apa yang terbaik bagi kita. Asal kita mengasihi Dia, peristiwa apa pun akan mendatangkan kebaikan bagi kita (Rm. 8:28).

23 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 1 Senin

Membangkitkan Orang Mati dengan Kuasa-Nya
Lukas 7:13-14
Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!” Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya,..., Ia berkata, ”Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!”

Ayat Bacaan: Luk. 7:11-17; 19:10; Ef. 2:1; Yoh. 11:25; Why. 20:15

Setelah menyembuhkan seorang hamba perwira dengan perkataan-Nya yang penuh kuasa, Yesus dengan murid-murid-Nya kemudian pergi ke suatu kota yang bernama Nain (Luk. 7:11). Ketika mereka mendekati pintu gerbang kota, mereka menjumpai serombongan orang yang sedang mengusung orang mati. Orang yang mati itu adalah seorang anak laki-laki, anak tunggal dari seorang janda. Ketika Tuhan melihat janda itu berduka, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!” (Luk. 7:13). Perkataan Tuhan di sini penuh dengan simpati.
Kemudian Lukas 7:14-15 mencatat, “Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata. ‘Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!’ Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya.” Walau Tuhan Yesus tidak diminta untuk melakukan apa-apa, namun Dia telah memperlihatkan simpati, kasih, dan kemurahan-Nya dengan membangkitkan anak muda yang mati itu. Sebagaimana sebelumnya Yesus dengan perkataan-Nya yang penuh kuasa menyembuhkan hamba perwira yang hampir mati, sekarang dengan kuasa firman-Nya pula Dia membangkitkan anak muda yang benar-benar telah mati. Tindakan Tuhan di sini menunjukkan bahwa Dia datang untuk menyelamatkan orang dosa yang hilang (Luk.19:10).
Di pandangan Allah, semua orang telah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa (Ef. 2:1). Tetapi Tuhan berkata, “Barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati” (Yoh. 11:25b). Hari ini banyak orang yang berduka karena kematian jasmani yang dialami oleh sanak keluarga mereka, tetapi sangat sedikit yang berduka akibat kematian rohani. Saudara saudari, kematian jasmani tidak seberapa menakutkan dibandingkan dengan kematian rohani. Bila roh seseorang tidak pernah dihidupkan dan dibangkitkan oleh Tuhan, maka ia akan mengalami kebinasaan kekal (Why. 20:15). Fakta ini seharusnya membuat kita berduka tatkala melihat orang-orang yang belum percaya Tuhan. Kita seharusnya berdoa bagi mereka dan mencari kesempatan untuk “mengusung” mereka kepada Tuhan agar roh mereka dihidupkan.

22 November 2008

Lukas Volume 3 - Minggu 1 Minggu

Percaya pada Firman Tuhan yang Penuh Kuasa
Lukas 7:6b-7
“Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.”

Ayat Bacaan: Luk. 7:1-10; Mzm. 84:12; Mat. 6:25-33

Setelah Yesus selesai berbicara di depan orang banyak, masuklah Ia ke Kapernaum. Di situ ada seorang perwira yang mempunyai seorang hamba, yang sangat dihargainya. Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati. Ketika mendengar tentang Yesus, perwira ini menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya untuk meminta, supaya Ia datang dan menyembuhkan hambanya. Mereka berkata kepada Yesus, “Ia layak Engkau tolong, sebab ia mengasihi bangsa kita dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami” (Luk. 7:1-5).
Lukas 7:6 mencatat, “Lalu Yesus pergi bersama-sama dengan mereka.” Catatan ini menunjukkan bahwa Yesus mengabulkan permintaan perwira itu untuk menyembuhkan hambanya yang sakit keras dan hampir mati. Ia tidak menahan kebaikan dari orang yang hidup tidak bercela (Mzm. 84:12). Ketika Yesus tidak jauh lagi dari rumah perwira itu, perwira itu menyuruh sahabat-sahabatnya untuk mengatakan kepada-Nya: “Tuan, janganlah bersusah-susah, sebab aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku; sebab itu aku juga menganggap diriku tidak layak untuk datang kepada-Mu. Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh” (Luk. 7:6-7).
Ajaib sekali, meskipun perwira itu bukan orang Yahudi, namun ia sangat mengenal makna dari perkataan yang berkuasa. Itulah sebabnya ia berpesan kepada Yesus, “Tetapi katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh.” Perwira itu menyadari bahwa di dalam perkataan Tuhan terkandung kuasa untuk menyembuhkan orang yang hampir mati sekalipun. Karena iman perwira itu, Yesus menjadi heran dan berkata, “Iman sebesar ini tidak pernah Aku jumpai, sekalipun di antara orang Israel!” (Luk. 7:9). Karena imannya terhadap perkataan Tuhan, hamba perwira itu telah sehat kembali (Luk. 7:10).
Kita betul-betul memerlukan pengenalan yang memadai atas firman Tuhan. Misalnya, karena kurang mengenal firman, tanpa disadari kita lebih mempercayai kekuatiran kita daripada kuasa pemeliharaan Bapa (Mat. 6:25-33). Kondisi ini tidak normal. Seandainya kita mengenal kuasa Allah dalam firman-Nya, tentu segala macam “penyakit” kekuatiran akan tersingkir dari pikiran kita.

21 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 4 Sabtu

Pentingnya Dipenuhi oleh Roh dan Firman
Filipi 1:20b
Melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.

Ayat Bacaan: Yoh. 6:63; Flp. 2:13

Kita boleh memakai listrik untuk mengumpamakan Roh dan firman. Sebagai listrik surgawi, Allah telah menginstalasikan diri-Nya ke dalam kita untuk kenikmatan kita. Namun, untuk menikmati Dia kita perlu Roh dan firman. Puji Tuhan, dalam tangan kita ada firman dan dalam roh kita ada Roh pemberi-hayat! Roh dan firman adalah dua hadiah besar yang Alah berikan kepada kita.
Kehidupan orang Kristen berkaitan erat dengan Roh pemberi-hayat dan firman hayat. Kita sangat perlu memahami bahwa firman adalah perwujudan Allah yang hidup. Tidak hanya demikian, firman adalah roh dan hayat. Tuhan Yesus berkata, “Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup” (Yoh. 6:63). Jangan sekali-kali kita memisahkan Allah, Roh itu, dan firman. Ketiganya adalah satu. Allah adalah firman, dan firman adalah Roh itu.
Jika Allah bukan firman, maka bagi kita Dia tetap menjadi satu rahasia yang besar. Allah telah menyatakan diri-Nya sendiri melalui pembicaraan-Nya. Karena Allah adalah Allah yang berbicara, maka Dia menjadi nyata. Kita memuji Tuhan, karena melalui perbuatan-Nya Dia telah menjadi Roh itu, dan melalui pembicaraan-Nya Dia telah menjadi firman.
Setiap hari kita perlu datang kepada firman dengan roh yang terbuka dan terlatih. Dengan demikian, kita tidak saja akan menerima terang dari firman, kita juga akan masuk ke dalam ruang lingkup terang itu. Setiap kali kita datang kepada Alkitab dengan hati yang murni dan roh yang benar, kita akan masuk ke dalam ruang lingkup terang.
Ketika kita berkontak dengan firman secara memadai melalui membaca dan berdoa, kita akan mengalami “arus listrik” ilahi. Manusia batiniah kita akan diperkuat, dihibur, dirawat, disuplai, dan disegarkan. Ini adalah Allah yang beroperasi di dalam kita menurut kerelaan-Nya (Flp. 2:13). Jika Allah beroperasi di dalam kita dan kita dipenuhi dengan firman, di mana saja kita berada, dan apa saja yang kita katakan atau lakukan, kita pasti akan menjadi ekspresi Allah yang hidup. Kita semua perlu berdoa dan dipenuhi dengan firman hayat, sehingga Kristus dapat diperbesar di dalam kita.

20 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 4 Jumat

Dua Unsur Dasar Pengajaran Tuhan
Yohanes 6:63
Rohlah yang memberi hidup, daging sama sekali tidak berguna. Perkataan-perkataan yang Kukatakan kepadamu adalah roh dan hidup.

Ayat Bacaan: Luk.6:17-49; 1 Yoh. 1:1; Kis. 5:20

Pengajaran Tuhan dalam Lukas 6:17-49 memiliki dua unsur dasar. Unsur-unsur ini adalah firman ilahi dan hayat ilahi. Bagaimana kita tahu bahwa pengajaran Tuhan di sini berdasar pada hayat dan firman ilahi? Perhatikanlah apa yang dikatakan Tuhan dalam Lukas 6:35-36: “Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan tanpa mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu murah hati.” Ayat-ayat ini menggambarkan kehidupan anak-anak Allah Yang Mahatinggi.
Ungkapan “anak-anak Allah Yang Mahatinggi” sesungguhnya menyiratkan hayat ilahi. Jika kita tidak memiliki hayat ilahi, bagaimana kita dapat menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi? Tentu tidak mungkin. Kehidupan menurut standar moralitas yang tertinggi berasal dari hayat ilahi yang olehnya kita dilahirkan dari Allah Yang Mahatinggi.
Kita tidak mungkin mengasihi musuh-musuh kita berdasarkan diri kita sendiri. Tetapi di dalam kita benar-benar ada satu hayat yang mengasihi musuh, yaitu hayat ilahi. Hayat ini adalah sumber dari standar moralitas yang tertinggi. Karena itu, standar moralitas yang tertinggi adalah hasil dan ekspresi dari hayat ilahi. Baik anak-anak Allah Yang Mahatinggi dalam Lukas 6:35 maupun pohon-pohon yang baik dalam Lukas 6:43, semuanya itu menunjukkan bahwa sumber standar moralitas yang tertinggi adalah hayat ilahi.
Pengajaran Tuhan Yesus sebenarnya adalah mengekspresikan hakiki-Nya sendiri. Karena Dia hidup menurut standar moralitas yang tertinggi, maka Dia mengajarkan moralitas ini kepada murid-murid-Nya. Firman ilahi adalah ekspresi hayat ilahi. Dalam Alkitab, firman itu disebut firman hayat (1 Yoh. 1:1; Kis. 5:20). Kita mendapatkan hayat ilahi melalui firman. Sesungguhnya ketika kita menerima firman hayat, kita mendapatkan hayat. Puji Tuhan! Melalui menikmati firman ilahi dan hayat ilahi yang terkandung dalam pengajaran Tuhan Yesus, kita dapat memperhidupkan moralitas yang tertinggi.

19 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 4 Kamis

Menjadi Pendengar dan Pelaku Firman
Lukas 6:49
Akan tetapi barangsiapa mendengar perkataan-Ku, tetapi tidak melakukannya, ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah di atas tanah tanpa dasar. Ketika banjir melandanya, rumah itu segera rubuh dan hebatlah kerusakannya.

Ayat Bacaan: Luk. 4:46-49; 1 Kor. 3:12-15

Tuhan mencela orang yang berseru-seru kepada-Nya namun tidak melakukan apa yang Dia katakan (Luk. 6:46). Dalam Lukas 6:47-48 Tuhan Yesus berkata, “Setiap orang yang datang kepada-Ku dan mendengarkan perkataan-Ku serta melakukannya - Aku akan menyatakan kepadamu dengan siapa ia dapat disamakan - ia sama dengan seorang yang mendirikan rumah: Orang itu menggali dalam-dalam dan meletakkan dasarnya di atas batu. Ketika datang air bah dan banjir melanda rumah itu, rumah itu tidak dapat digoyahkan, karena rumah itu kokoh dibangun.
Dalam ayat di atas, “rumah” mengacu kepada diri kita dan pekerjaan kita, perilaku kita. Jika diri kita sesuai dengan firman Tuhan, kita akan memiliki satu pondasi yang tepat. “Batu” dalam Lukas 6:48 itu bukan mengacu kepada Kristus, tetapi mengacu kepada perkataan hikmat Tuhan, yakni perkataan yang mewahyukan kehendak Allah Bapa. Diri dan pekerjaan kita harus didirikan di atas firman Manusia-Penyelamat bagi penggenapan kehendak Bapa kita.
Jika pekerjaan kita berdasar pada firman Tuhan, kita akan memiliki pondasi yang mantap. Jika diri dan pekerjaan kita berdasar pada firman Tuhan, maka keduanya akan dapat menahan segala macam ujian, “air bah” atau “banjir”. Walaupun hujan datang, banjir melanda, angin menerpa, rumah yang dibangun di atas batu tidak akan rubuh, sebab rumah itu dibangun di atas firman Tuhan. Rumah yang dibangun di atas batu yang tidak rubuh itu bagaikan karya bangunan dari emas, perak dan batu permata, yang dapat berdiri kokoh setelah melewati api pengujian Allah (1 Kor. 3:12-13).
Kalau kita setelah mendengar firman Tuhan namun tidak melakukannya, kita pasti tidak akan tahan menghadapi ujian. Jika diri kita dan pekerjaan kita tidak berdasar pada firman Tuhan, maka banjir itu akan menghanyutkannya. Rumah yang dibangun di atas tanah tanpa dasar dan yang rubuh ketika banjir melandanya itu sama dengan pekerjaan pembangunan dari rumput, kayu, dan jerami, yang akan terbakar oleh api penguji. Namun, tukang bangunan itu sendiri akan diselamatkan (1 Kor. 3:12-15). Dari perumpamaan ini kita nampak betapa pentingnya mendengarkan dan melakukan firman Tuhan.

18 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 4 Rabu

Pohon yang Baik Menghasilkan Buah yang Baik Pula
Lukas 6:43
Karena tidak ada pohon yang baik yang menghasilkan buah yang tidak baik, dan juga tidak ada pohon yang tidak baik yang menghasilkan buah yang baik.

Ayat Bacaan: Luk. 6:43; Mat. 7:17-19

Tidak ada hal-hal lain yang lebih nyata dari hal-hal rohani. Seseorang tidak dapat mencurangi Allah, tidak dapat mencurangi dirinya sendiri, dan dia pun tidak dapat mencurangi kaum imani. Pohon yang tidak baik pasti akan menghasilkan buah yang tidak baik, demikian pula sebaliknya, sebab baik tidaknya suatu pohon dikenal dari buahnya (Luk. 6:43; Mat. 7:17-19). Perkataan Tuhan di sini sangat serius!
Orang macam apakah kita menentukan anak-anak apakah yang kita hasilkan. Mereka yang mengasihi dunia akan menghasilkan anak-anak yang mengasihi dunia. Saudara-saudari yang menyukai dan mengikuti trend jaman ini, jika mereka juga dapat membawa keselamatan pada orang lain, akan membawa masuk orang-orang yang sembrono dan dangkal. Mereka yang memiliki watak yang buruk tentu akan membawa masuk orang-orang Kristen dengan watak yang buruk. Pohon yang baik menghasilkan buah yang baik, pohon yang rusak menghasilkan buah yang jahat (Mat. 7:17). Orang macam apakah kita menentukan buah macam apakah yang kita hasilkan.
Orang-orang muda harus jelas mengenai hal ini. Kita mungkin mengira bahwa kita menikmati Tuhan, atau telah bertumbuh di dalam Tuhan, namun bukti luaran apakah yang kita miliki untuk membenarkan anggapan kita? Bagaimanakah kehidupan kita sehari-hari? Apakah sama seperti orang-orang dunia, atau sama seperti Kristus? Apakah karakater kita masih kendor, atau apakah telah melewati penanggulangan salib? Kita hanya dapat menceritakan sebuah pohon dari buahnya (Mat. 7:17-18). Segala sesuatu harus dilihat dari buahnya.
Kita tidak boleh menjadi orang Kristen yang suka berpura-pura. Kalau kita berpura-pura menjadi orang yang rohani, kehidupan alamiah kita lebih sulit dibereskan. Allah tidak perlu orang yang demikian, karena berpura-pura demikian malah menghalangi pekerjaan Allah. Ya, tidak ada satu perkara yang menghalangi kehidupan orang Kristen lebih daripada kepura-puraan. Kita tidak perlu berpura-pura menjadi baik. Sebaliknya, kita perlu membiarkan Allah yang menjamah sekaligus membereskan kehidupan alamiah kita, sehingga kita dapat menghasilkan buah-buah yang baik.

17 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 4 Selasa

Perlu Belajar Memperhatikan Orang Lain
Lukas 6:41
Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?

Ayat Bacaan: Luk. 6:41; Flp. 2:4

Sebagai anak-anak Allah yang hidup di dalam roh yang rendah hati, kita pertama-tama harus mengeluarkan balok yang ada di dalam mata kita sendiri ketika kita melihat selumbar di dalam mata saudara kita. Serpihan kayu dalam mata saudara kita itu seharusnya mengingatkan kita akan balok yang ada di dalam mata kita sendiri. Selama balok itu tetap ada di dalam mata kita, maka pandangan kita akan kabur, dan kita tidak akan melihat dengan jelas. Di sini bukan berarti Tuhan menyuruh kita memperhatikan diri sendiri, melainkan memperhatikan kepentingan orang lain (Flp. 2:4).
Dalam hal menunjukkan kesalahan orang lain, kita harus menyadari bahwa kita mempunyai kesalahan yang lebih besar. Kesalahan saudara kita diibaratkan seperti selumbar dan kesalahan kita seperti balok. Ketika kita mencoba menunjukkan kesalahan seseorang, kita seharusnya lebih dahulu memperhatikan kesalahan diri sendiri, bukannya kesalahan orang lain.
Jika kita menilai besarnya kesalahan orang lain sebesar balok, itu menunjukkan bahwa kita hanya memperhatikan kesalahannya, bukan orangnya. Bila kita benar-benar memperhatikan atau mempedulikan orang lain, kita tentu tidak hanya memperhatikan kesalahannya, sebaliknya kita akan mengatakan kepada diri sendiri, “Kesalahannya hanyalah serpihan kayu jika dibandingkan dengan kesalahanku yang adalah sebesar balok. Karena itu dengan senang hati aku akan melupakan kesalahannya.”
Dalam mengikuti Tuhan, kita tidak boleh mempunyai ambisi, perbandingan, persaingan, atau iri hati. Sebab itu, jangan sekali-kali mencari-cari kesalahan orang lain, tetapi anggaplah orang lain selalu lebih hebat daripada diri kita. Jangan membanggakan apa yang telah kita rampungkan atau iri terhadap apa yang telah dikerjakan oleh orang lain ataupun menghakimi kesalahan-kesalahan orang lain. Meskipun kita benar-benar tahu bahwa apa yang dikerjakan saudara kita ada kekurangan, kita bukan hanya tidak seharusnya mengkritik dia, bahkan kita seharusnya membantu dia. Kita diutus Tuhan bukan untuk mengukur saudara kita dengan “tongkat pengukur” melainkan untuk melayankan Kristus kepada dia. Untuk itu kita harus belajar merendahkan diri.

16 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 4 Senin

Berilah dan Kamu akan Diberi!
Lukas 6:38
Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang diguncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam pangkuanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu.

Ayat Bacaan: Luk. 6:38

Tuhan mengatakan bahwa bila kita memberi kepada orang lain, Bapa kita yang di surga akan selalu mengembalikan kepada kita lebih banyak daripada yang kita berikan (Luk. 6:38). Alkitab memperlihatkan satu prinsip utama kepada kita: Kalau ingin berkelimpahan, harus memberi; kalau ingin miskin, simpanlah, tahanlah. Siapa saja yang hanya memikirkan dirinya sendiri, pasti akan menjadi orang miskin; tetapi siapa saja yang belajar memberi kepada orang, pasti akan berkelimpahan. Kenyataannya memang demikian, sebab Allah berfirman demikian. Bila Anda ingin terhindar dari kemiskinan, Anda harus selalu belajar memberi. Semakin Anda memberi kepada orang, Allah pun semakin memberi kepada Anda.
Dahulu ada kisah seorang beriman yang hendak memberikan suatu pemberian kepada seseorang. Dalam hal itu pemberiannya adalah sejumlah ikan. Sebelumnya, ia berpikir akan memberikan sepuluh ekor ikan. Tetapi makin memikirkannya, jumlahnya makin dikurangi. Sampai suatu saat ia sadar bahwa pemikiran untuk memberi sedikit itu adalah satu cobaan dari musuh. Sambil marah terhadap Iblis, ia berkata kepadanya, “Iblis, jika kamu terus mencobai saya, saya akan memberikan semuanya.” Ini menggambarkan bahwa kita perlu memiliki kerelaan untuk memberi. Jika kita memberi kepada orang lain, kita akan menerimanya kembali. Apa yang kita ukurkan kepada orang lain, itu juga akan diukurkan kepada kita.
Firman Allah sangat jelas, “Berilah dan kamu akan diberi.” Kalau kita tidak memberi kepada orang, Tuhan pun tidak memberi kepada kita. Banyak orang hanya beriman untuk “mohon” Allah memberinya sesuatu, namun tidak beriman untuk memberi. Karena itu, tidak heran, kalau mereka pun tidak “menerima” sesuatu dari Allah. Banyak orang yang sama sekali tidak mau belajar memberi, tetapi selalu menghendaki Allah mengabulkan doanya. Ini mustahil dan aneh! Kita harus memberi dulu, baru bisa memperoleh. Sebab itu, semua orang yang cinta uang, semua orang yang kikir, adalah orang-orang yang tidak mungkin menerima berkat dari Allah, tidak mungkin menerima suplai Allah. Bila kita ada masalah dalam hal memberi, niscaya kita akan mengalami kekurangan.

15 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 4 Minggu

Bukan Menghakimi Tetapi Mengampuni
Lukas 6:37
Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.

Ayat Bacaan: Luk. 6:37; Yak. 2:13

Menghakimi berarti menyalahkan, mengampuni berarti membebaskan. Jika kita tidak menyalahkan, kita tidak akan disalahkan. Demikian juga, jika kita mengampuni, kita akan diampuni. Jika kita hidup di dalam roh yang rendah hati di bawah pemerintahan Tuhan, kita akan selalu menghakimi diri sendiri, tidak menghakimi orang lain. Sebagai anak-anak Allah, kita akan dihakimi dengan cara kita menghakimi. Jika kita menghakimi dengan keadilan, kita akan dihakimi oleh Tuhan dengan keadilan. Jika kita menghakimi orang lain dengan belas kasihan, kita akan dihakimi oleh Tuhan dengan belas kasihan. Seperti dikatakan dalam Yakobus 2:13, “Belas kasihan akan menang atas penghakiman.”
Dalam khotbahnya tentang pengampunan, C. H. Spurgeon menunjukkan bahwa orang Kristen sulit mengampuni orang lain. Ia mengatakan, kita mungkin mengira bahwa kita telah mengampuni seseorang. Namun, pengampunan kita itu dapat dibandingkan dengan menguburkan seekor anjing mati dengan ekornya tetap kelihatan. Setelah mengampuni seseorang, kita mungkin berkata, “Saudara itu bersalah kepadaku, tetapi aku telah mengampuni dia.” Inilah yang dimaksud dengan membiarkan “ekor anjing” itu kelihatan.
Jika kita benar-benar telah mengampuni seseorang, kita harus juga melupakan kesalahannya. Begitu kita mengampuni seseorang dalam satu perkara, kita tidak boleh menyinggungnya lagi. Setiap kali kita menyinggung satu kesalahan yang sebenarnya telah diampuni, itu berarti kita menarik “ekor anjing” yang telah dikubur itu untuk diperlihatkan kepada orang lain bahwa anjing itu telah dikubur. Jika kita berbuat begitu, itu menunjukkan bahwa kita belum membebaskan orang yang bersalah kepada kita.
Menurut Perjanjian Baru, mengampuni berarti melupakan dan membebaskan. Kita perlu mengampuni kesalahan orang dan membebaskan orang yang bersalah itu. Begitu kita melakukan hal ini, kita tidak boleh membicarakannya lagi. Saudara saudari terkasih, sebelum kita berjumpa dengan Tuhan di depan takhta pengadilan-Nya kelak, marilah kita memegang kesempatan untuk mengampuni kesalahan orang lain agar kelak kita pun beroleh pengampunan dari Tuhan.

14 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 3 Sabtu

Empat Ciri Umat yang Diberkati
Lukas 6:20b-21a
Berbahagialah, hai kamu yang miskin, karena kamulah yang empunya Kerajaan Allah. Berbahagialah, hai kamu yang sekarang ini lapar, karena kamu akan dipuaskan.

Ayat Bacaan: Luk. 6:20-23; Mat. 5:3

Kita yang percaya kepada Kristus dan yang telah dilahirkan dari Allah seharusnya menjadi suatu umat yang diberkati Allah, bukan umat yang terkutuk. Memang akibat kejatuhan dalam dosa, manusia berada di bawah kutuk. Tetapi dalam Yobel kasih karunia, Tuhan Yesus telah menyelamatkan kita dari kutuk itu dan membawa kita ke dalam berkat Allah. Karena itu, kita harus menjadi orang yang diberkati Allah. Dalam Lukas 6:20-23, sedikitnya ada empat ciri orang yang diberkati.
Menurut Lukas 6:20 jika kita ingin menjadi orang yang diberkati, kita perlu menjadi miskin, terutama menjadi miskin dalam hal rohani, miskin dalam roh (Mat. 5:3). Ini berarti kita rela dikosongkan dari hal-hal yang usang untuk menerima hal-hal yang baru. Setiap waktu kita perlu menjadi miskin dalam roh, memiliki perasaan yang dalam bahwa kita miskin dalam hal-hal rohani, dalam hal-hal mengenai Allah. Jika kita miskin sedemikian maka Kerajaan Allah segera menjadi berkat kita.
Ciri yang kedua dari umat yang diberkati adalah yang sekarang ini lapar (Luk. 6:21a), lapar secara rohani. Kita perlu lapar terhadap hal-hal yang tidak kita miliki dalam alam rohani itu sehingga terus mengerjarnya. Tuhan mengatakan bahwa orang-orang yang sekarang ini lapar akan dipuaskan. Bila kita lapar, kita akan dikenyangkan dan dipuaskan dengan kekayaan rohani.
Ciri yang ketiga dari umat yang diberkati adalah mereka yang menangis (Luk. 6:21b). Menangis di sini berarti bertobat dan menyesal, tidak puas terhadap situasi dan keadaan rohani kita. Karena itu, kita menyesal dan bertobat, serta medambakan satu perubahan dalam keadaan rohani kita.
Ciri keempat dari umat yang diberkati Allah adalah mereka yang dibenci karena Tuhan (Luk. 6:22-23). Menurut keinginan daging kita, kita mungkin senang dipuji oleh orang lain, dihargai, dihormati, dan disanjung oleh orang lain. Tetapi kita perlu sadar bahwa kaum beriman akan dibenci dan dicela oleh dunia. Alasannya adalah seluruh dunia ini mengikuti Iblis, dan kita mengikuti Tuhan. Karena jalan kita berlawanan dengan dunia, maka orang-orang dunia akan membenci kita dan mencela kita.

13 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 3 Jumat

Memuaskan dan Membebaskan Umat Allah
Lukas 6:1-2
Pada suatu hari Sabat, ketika Yesus berjalan di ladang gandum, murid-murid-Nya memetik bulir gandum dan memakannya. Tetapi beberapa orang Farisi berkata: “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?”

Ayat Bacaan: Luk. 6:5-10; 1 Kor. 15:45b; Yoh. 6:63

Orang-orang Farisi dalam kebutaan mereka hanya memperhatikan peraturan hari Sabat, namun mengabaikan rasa lapar dan penderitaan orang. Melanggar Sabat adalah satu perkara serius di mata orang-orang Farisi yang agamis. Bagi mereka, murid-murid Tuhan tidak boleh memetik butiran gandum dan memakannya pada hari Sabat. Mereka memperhatikan liturgi tentang Sabat, bukannya memperhatikan orang-orang yang lapar. Sebaliknya, Manusia-Penyelamat memperhatikan kepuasan para pengikut-Nya. Dalam Lukas 6:5 Tuhan berkata kepada orang-orang Farisi, “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.” Perkataan Tuhan di sini menunjukkan bahwa Dia adalah Allah yang menentukan Sabat, dan sebagai Allah Dia berhak mengubah apa yang telah ditentukan-Nya mengenai Sabat.
Pada suatu hari Sabat lain, Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya (Luk. 6:6). Sesudah itu Dia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu: “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu berbuat demikian dan sembuhlah tangannya (Luk. 6:10). Dengan belas kasihan-Nya, Manusia-Penyelamat memulihkan orang yang mati tangan kanannya itu.
Dari dua kasus di atas kita dapat melihat bahwa agama usang hanya menyebabkan orang menderita lapar dan terbelenggu sehingga tidak dapat melayani Allah yang hidup. Hari ini banyak orang yang disebut pemeluk agama tertentu walau sangat giat memelihara tradisi atau aturan agamanya, tetapi di dalam roh mereka kering kerontang, tidak ada kepuasan. Dalam kondisi yang demikian mana mungkin dapat melayani Allah. Yang kita butuhkan bukan lebih banyak peraturan, tetapi Kristus sebagai kepuasan dan pembebas kita.
Tanpa menikmati Dia sebagai suplai hayat, manusia batiniah kita akan lapar dan lemah, tidak ada kekuatan untuk melayani Allah. Hari ini Kristus adalah Roh itu (1 Kor. 15:45b) dan Roh itu terkandung di dalam firman (Yoh. 6:63b). Tatkala kita menikmati firman, kita semua dapat bersaksi bahwa pada saat yang sama kita ditahirkan, disembuhkan, dipuaskan, dan dibebaskan. Inilah pengalaman orang Kristen yang seharusnya kita miliki!

12 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 3 Kamis

Memanggil Seorang Pemungut Cukai yang Hina
Lukas 5:27-28
Kemudian, ketika Yesus pergi ke luar, Ia melihat seorang pemungut cukai, yang bernama Lewi, sedang duduk di rumah cukai. Yesus berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” Maka berdirilah Lewi dan meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Dia.

Ayat Bacaan: Luk. 5:27-39, 18:11; Mat. 5:46, 10:3

Dalam Lukas 5:27-39 kita dapat melihat bagaimana Tuhan memanggil seorang pemungut cukai yang bernama Lewi atau Matius. Lewi adalah seorang pemungut cukai (Mat. 10:3), mungkin memiliki kedudukan yang tinggi di bidang itu. Walau demikian, di pandangan orang Yahudi, ia adalah seorang yang patut dikutuk, dihina, dan tidak dihargai (Luk. 18:11; Mat. 5:46). Di hadapan manusia, Lewi memang hina, tetapi ia dipanggil oleh Manusia-Penyelamat untuk mengikuti Dia. Tidak hanya demikian, ia pun kemudian dipilih dan ditunjuk sebagai salah satu dari dua belas rasul Tuhan.
Sebagai respon Lewi atas keselamatannya, ia pun mengadakan suatu perjamuan besar untuk Tuhan di rumahnya dan sejumlah besar pemungut cukai dan orang-orang lain turut makan bersama-sama dengan Dia (Luk. 5:29). Tindakan ini setidaknya menyiratkan dua hal. Pertama, Lewi dipenuhi dengan sukacita keselamatan dan ucapan syukur, sehingga ia serta merta mengadakan peramuan besar bagi Tuhan di rumahnya. Kedua, Lewi ingin agar teman-temannya yang sejumlah besar adalah juga pemungut cukai beroleh keselamatan. Ia telah diselamatkan, ia pun ingin teman-temannya diselamatkan. Itulah sebabnya ia mengundang teman-temannya ke perjamuan itu agar mereka berjumpa dengan Tuhan, mendengarkan Injil, dan beroleh selamat.
Orang-orang Farisi yang tidak pernah sekali pun mengadakan perjamuan bagi Tuhan di rumah mereka malah bersungut-sungut kepada murid-murid Yesus, katanya: “Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?” (Luk. 5:30). Hari ini pun cukup banyak orang yang bersikap seperti orang-orang Farisi, yang kegemarannya adalah mencari-cari kesalahan, mengkritik, bersungut-sungut, dan suka menyalahkan orang. Di dalam gereja, kita semua perlu diselamatkan dari memiliki sikap seperti itu.
Bagaimana reaksi Tuhan terhadap pertanyaan orang-orang Farisi? Tuhan menjawab mereka, kata-Nya: “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit; Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat” (Luk. 5:31-32). Lihatlah, orang yang “sehat” dan selalu membenarkan diri akhirnya tidak beroleh keselamatan.

11 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 3 Rabu

Mengampuni Dosa Orang yang Lumpuh
Lukas 5:24
Tetapi supaya kamu tahu, bahwa di dunia ini Anak Manusia berkuasa mengampuni dosa berkatalah Ia kepada orang lumpuh itu: ”Kepadamu Kukatakan, bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!”

Ayat Bacaan: Luk. 5:17-26

Dalam kasus menyembuhkan orang lumpuh (Luk. 5:17-26), kita dapat melihat kuasa pengampunan Tuhan terhadap orang lumpuh yang berdosa. Dalam Lukas 5:20 Dia berkata kepada orang yang lumpuh itu, “Hai saudara, dosa-dosamu sudah diampuni.” Dari perkataan Tuhan ini jelaslah bagi kita bahwa kelumpuhan yang diderita orang tersebut adalah disebabkan oleh dosanya. Kita dapat berkata demikian karena setelah dosanya diampuni, seketika itu pula ia sembuh dari lumpuhnya (Luk. 5:25).
Sebagai umat manusia yang telah jatuh, masalah utama kita adalah dosa kita. Segala masalah umat manusia sebenarnya adalah akibat dari dosa. Karena semua masalah umat manusia adalah akibat dosa, maka dosa harus ditanggulangi lebih dahulu jika mereka akan dipulihkan bagi Allah. Dalam Lukas 5:20, hal pertama yang dilakukan oleh Tuhan dalam melaksanakan pelayanan Injil-Nya adalah mengampuni dosa-dosa. Inilah alasannya Tuhan berkata kepada orang lumpuh itu, “Hai saudara, dosa-dosamu sudah diampuni!”
Perkataan ini mungkin mengagetkan orang yang lumpuh itu dan keempat orang yang membawanya kepada Tuhan, tetapi tentu lebih mengagetkan lagi bagi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi berpikir dalam hatinya: “Siapakah orang yang menghujat Allah ini? Siapa yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah sendiri?” (Luk. 5:21). Mereka tidak menyadari bahwa Orang yang mengampuni dosa-dosa orang sakit lumpuh itu adalah Allah yang telah berinkarnasi dalam rupa seorang manusia yang hina. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak menyadari bahwa Tuhan adalah Allah. Dengan mengucapkan perkataan itu, mereka menolak Dia.
Penyelamatan Tuhan tidak hanya mengampuni dosa-dosa kita, tetapi juga membuat kita bangkit dan berjalan (Luk. 5:25). Perhatikan, di sini urutannya bukan bangkit dan berjalan dulu baru kemudian diampuni, melainkan dosa-dosa kita diampuni terlebih dahulu, barulah kita dapat bangkit dan berjalan. Inilah yang disebut dengan diselamatkan oleh kasih karunia. Sudahkah dosa-dosa Anda diampuni? Sudah, yakni pada saat Anda percaya. Kini masalahnya, sudahkah Anda bangkit dan berjalan mengikuti Tuhan dengan setia?

10 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 3 Selasa

Mentahirkan Penderita Kusta
Lukas 5:12
Pada suatu kali Yesus berada dalam sebuah kota. Di situ ada seorang yang penuh kusta. Ketika ia melihat Yesus, tersungkurlah ia dan memohon: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku.”

Ayat Bacaan: Luk. 5:12-13; Bil. 12:1-10; 2 Raj. 5:1, 9-14; Im. 13:45-46

Menurut Perjanjian Lama, seorang kusta tidak boleh dijamah oleh siapa pun. Untuk menjauhkan orang lain dari penderita kusta, maka orang kusta itu harus berteriak, “Najis, najis!” Jadi, orang kusta itu benar-benar diasingkan. Tetapi Manusia-Penyelamat mengulurkan tangan-Nya untuk menjamah orang kusta (Luk. 5:13). Jamahan Tuhan kepada orang kusta itu mewahyukan kebajikan insani-Nya, sedangkan kuasa penyembuhan-Nya mewahyukan atribut keilahian-Nya.
Menurut kasus-kasus dalam Alkitab, kusta berasal dari pemberontakan dan ketidaktaatan. Miryam menjadi kusta karena pemberontakannya terhadap wakil kuasa Allah (Bil. 12:1-10). Sebaliknya, kusta Naaman ditahirkan karena ketaatannya (2 Raj. 5:1, 9-14). Semua manusia yang jatuh telah menjadi kusta di pandangan Allah karena pemberontakan mereka. Tetapi Manusia-Penyelamat telah datang untuk menyelamatkan orang-orang dari pemberontakan mereka dan mentahirkan mereka dari kusta mereka.
Seorang kusta, menurut hukum Taurat, diasingkan dari umat Allah karena ketidaktahirannya. Tidak ada seorang pun yang boleh menjamahnya (Im. 13:45-46). Tetapi Manusia-Penyelamat menjamah orang yang penuh kusta ini. Sungguh Tuhan penuh rahmat dan simpati! Dengan satu jamahan-Nya, “seketika itu juga lenyaplah penyakit kustanya.” Kusta adalah penyakit yang paling cemar dan merusak, yang mengasingkan korbannya dari Allah dan manusia. Yesus mentahirkan orang kusta itu menandakan bahwa Dia memulihkan orang dosa kepada persekutuan dengan Allah dan manusia.
Perbuatan dosa memang tidak mungkin mengubah status anak-anak Allah menjadi bukan anak-anak Allah, tetapi dosa bisa mengakibatkan terputusnya persekutuan antara anak-anak Allah dengan Allah. Hari ini Tuhan menjamah kita lewat terang firman-Nya. Saat kita datang kepada-Nya dan terang firman-Nya menerangi, kita perlu mengakui setiap dosa kita. Pengakuan dosa yang tuntas demikian akan memulihkan kembali persekutuan kita dengan Allah. Tuhan pasti mau menyembuhkan kita, tetapi kita perlu datang kepada-Nya dan mengakui bahwa kita adalah orang yang kusta yang memerlukan pentahiran.

09 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 3 Senin

Engkau akan Menjadi Penjala Manusia
Lukas 5:10b-11
Kata Yesus kepada Simon: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Dan sesudah mereka menarik perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.

Ayat Bacaan: Mat. 5:9-10; Mat. 4:19; Kis. 2:38, 11:15

D alam Lukas 5:10 Tuhan Yesus berkata kepada Simon, “Jangan takut, mulai sekarang engkau akan menjala manusia.” Ini adalah panggilan Tuhan kepada Petrus melalui suatu mujizat dalam hal menjala ikan. Kata Yunani untuk “menjala” adalah zogreo, yang terdiri atas zoos (hidup), dan agreuo (menangkap). Jadi “menjala” di sini berarti menangkap hidup-hidup. Para nelayan biasanya menangkap ikan untuk mematikannya. Tetapi Petrus dipanggil Tuhan untuk menjadi penjala manusia (Mat. 4:19) untuk menjala manusia supaya mereka mendapatkan hayat kekal (Kis. 2:38; 11:15).
Begitu Petrus mengakui bahwa dirinya adalah orang berdosa, Tuhan segera berkata, “Mulai sekarang engkau akan menjala manusia.” Ini berarti penghidupan (mata pencaharian) dan kehidupannya berubah. Petrus mengubah pekerjaannya dari menjala ikan menjadi menjala manusia. Ya, sejak hari itu kehidupannya berubah. Begitu kita mengenal Tuhan dan mengakui dosa-dosa kita, dosa-dosa kita diampuni, dan kita menerima hayat Tuhan, seluruh hidup kita akan berubah. Perubahan ini sebenarnya adalah keselamatan Allah bagi kita.
Kita harus percaya bahwa di antara ribuan orang yang hidup di sekeliling kita pasti ada orang-orang yang sejak kekekalan lampau telah Allah pilih. Kita tidak tahu siapa orang-orang itu, tetapi Tuhan tahu. Bagaimana supaya kita bisa mendapatkan orang-orang itu? Kita haruslah datang kepada mereka seperti menjala ikan (Mat. 4:19; Luk. 5:9-10). Jika kita tidak pergi ke laut yang banyak ikannya, bagaimana kita bisa mendapatkan ikan? Rahasia dan prinsip mendapatkan orang dosa adalah dengan “menjala ikan”.
Di sekeliling kita, banyak sekali orang dosa. Jika hari demi hari kita secara berkesinambungan berkontak dengan mereka, kita pasti bisa mendapatkan beberapa di antara mereka. Seperti para nelayan yang dengan sabar pergi menangkap ikan sampai mendapatkan ikan, demikian pun kita harus berjerih lelah dalam Injil. Kita mungkin sepanjang tahun telah keluar tetapi tetap tidak ada hasil, namun pada akhir tahun kita mungkin mendapatkan satu keluarga. Yang penting di sini adalah kita mau melakukannya. Kalau kita rajin memberitakan Injil, niscaya kita akan berbuah (Yoh. 15:16).

08 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 3 Minggu

Memanggil Orang- orang yang Terjajah
Lukas 5:5-6
Simon menjawab,”Guru telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena perkataan-Mu itu, aku akan menebarkan jala juga.” Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, ....”

Ayat Bacaan: Luk. 5:5-10; 2 Tes. 3:10b

Tanpa disadari seluruh umat manusia telah jatuh bukan hanya dalam dosa, tetapi juga dalam pekerjaan mereka. Pekerjaan adalah usaha atau sarana untuk mencari nafkah. Untuk eksistensi kita, kita memang perlu memiliki satu pekerjaan (2 Tes. 3:10b). Namun masalahnya adalah seringkali pekerjaan itu justru menjajah kita dan menjauhkan kita dari Allah. Lihatlah dunia hari ini. Siapakah yang tidak dijajah oleh pekerjaan atau kesibukannya? Banyak orang yang sibuk, tetapi hampir tidak ada orang yang sibuk bersama Allah. Sebaliknya, setiap orang dijajah oleh sesuatu yang menggantikan Allah, khususnya pekerjaan mereka.
Ketika Tuhan Yesus pertama kali memanggil murid-murid, Dia tidak memanggil mereka dari kehidupan mereka yang penuh dosa, melainkan dari pekerjaan mereka (Luk. 5:8-10). Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes memang adalah orang-orang berdosa, tetapi pada waktu mereka dipanggil, mereka sedang sibuk mencari ikan. Perkara mencari ikan telah menduduki mereka. Bekerja untuk mencari nafkah dengan cara yang halal tentu tidak salah, tetapi kapan kala pekerjaan itu mulai menjauhkan hati kita dari Allah, itu patut disayangkan.
Manusia diciptakan oleh Allah bagi diri-Nya sendiri, tetapi manusia telah dijajah dan dijauhkan dari Allah oleh hal mencari nafkah. Tidak ada sesuatu yang menjauhkan orang-orang dari Allah melebihi pekerjaan mereka. Orang-orang yang dijajah oleh hal mencari nafkah biasanya memberikan alasan-alasan ketika mereka diundang untuk mendengarkan Injil atau menghadiri perhimpunan gereja. Jika Anda mengundang mereka, sebagian besar akan mengatakan bahwa mereka sibuk atau tidak ada waktu. Itulah sebabnya Tuhan Yesus perlu melakukan sesuatu untuk menarik orang-orang yang dijajah itu.
Kecenderungan dunia ini semuanya mengarah kepada Iblis dan menjauhi Allah. Sikap yang tepat yang harus kita miliki terhadap pekerjaan adalah kita bekerja agar dapat melayani Allah. Kita bekerja bukan untuk memuaskan hawa nafsu kita, tetapi untuk menopang pekerjaan Injil, meluaskan penyebaran kebenaran, dan memperkuat kesaksian gereja. Kalau tidak demikian, maka pekerjaan itu telah menjajah kita, telah menjauhkan kita dari tujuan Allah.

07 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 2 Sabtu

Disembuhkan, Segera Bangun, dan Melayani
Lukas 4:39
Lalu Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itupun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka.

Ayat Bacaan: Luk. 4:39; 1:74-75; 2 Kor. 5:14-15; Rm. 12:1

Kita sungguh-sungguh memerlukan keselamatan penyembuhan dari Manusia-Penyelamat. Melalui penyampaian firman-Nya dan iman kita, kita disembuhkan sehingga fungsi rohani kita telah pulih dan kini kita dapat mulai melayani Tuan kita. Kita ini sama seperti ibu mertua Petrus yang setelah disembuhkan segera bangun dan melayani Tuhan. Semua orang yang telah disembuhkan, yang adalah milik Allah seharusnya adalah orang-orang yang melayani Allah. Hal ini tidak dapat ditawar lagi.
Dalam Perjanjian Lama, berapa banyak orang yang mendapatkan penebusan di bawah darah anak domba, sebanyak itu pula orang yang keluar ke padang gurun; berapa banyak orang yang menerima karunia keselamatan Tuhan, sebanyak itu pula seharusnya orang yang melayani Allah. Ini menyatakan bahwa setiap orang yang beroleh selamat, haruslah menjadi orang yang melayani; bukan hanya sejumlah kecil orang saja yang bisa melayani.
Melayani Tuhan adalah kasih karunia Tuhan, juga adalah sukacita orang Kristen. Allah mengijinkan kita mempersembahkan diri kepada-Nya, ini adalah memberi kita satu sukacita yang betapa besar! Dalam 2 Korintus 5:15 dikatakan, bahwa Tuhan telah mati bagi kita, bangkit bagi kita, supaya kita yang hidup karena Dia, tidak lagi hidup untuk diri kita sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk kita.
Lukas 1:74-75 memberitahu kita bahwa Allah sudah melepaskan kita dari tangan musuh agar kita dapat melayani Dia tanpa takut, dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan-Nya seumur hidup kita. Allah melepaskan kita dari tangan musuh bukan supaya kita dapat menikmati kesenangan hidup di dunia ini, tetapi agar kita dapat melayani Dia seumur hidup kita. Alangkah tidak logisnya bila kita tidak mempersembahkan diri dan melayani Dia (Rm. 12:1).
Pelayanan adalah hasil dari persembahan diri. Kita semua harus demi kasih Tuhan mempersembahkan diri kepada-Nya, baru dapat melayani Dia. Bila kasih Kristus menguasai kita, maka kita tidak dapat tidak hidup bagi Dia yang telah mati untuk kita (2 Kor. 5:14-15). Jika kita benar-benar nampak apa yang telah Tuhan kerjakan bagi kita, kita pasti akan segera bangkit melayani Dia.

06 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 2 Jumat

Menghardik Penyakit Demam
Lukas 4:39
Lalu Ia berdiri di sisi perempuan itu, lalu menghardik demam itu, dan penyakit itupun meninggalkan dia. Perempuan itu segera bangun dan melayani mereka.

Ayat Bacaan: Luk. 4:38-39

Dalam Lukas 4:38-39 terdapat catatan tentang Tuhan menyembuhkan ibu mertua Simon yang terserang penyakit demam keras. Demam ini menandakan temperamen seseorang yang tidak terkekang, temperamen yang abnormal, yang tidak terkendali. Kondisi ini pastilah diakibatkan oleh dosa. Hari ini setiap manusia berdosa adalah sakit. Banyak yang sakit jasmani, namun yang pasti, semuanya sakit secara rohani. Walau dewasa ini banyak pelayanan keagamaan tertentu yang menekankan penyembuhan jasmani, akan tetapi kita perlu lebih banyak memperhatikan penyembuhan rohani daripada penyembuhan jasmani.
Dari manakah asalnya demam? Yang pasti bukan dari Allah. Demam yang diderita oleh ibu mertua Petrus, jelas berasal dari serangan Iblis; sebab itu, Tuhan harus menghardik penyakit demam itu (Luk. 4:39). Penyakit itu pasti merupakan sesuatu yang mempunyai pribadi, karena itu Tuhan Yesus dapat menghardiknya. Kita tidak dapat menghardik sebuah gelas atau sebuah kursi, kita hanya dapat menghardik sesuatu yang berpribadi. Di balik demam itu terdapat Iblis yang berpribadi, maka begitu Tuhan menghardik demam itu, ia pun segera sembuh dan bangun melayani Tuhan.
Ketahuilah, orang-orang di dunia hari ini sedang “sakit demam.” Banyak saudara, dan khususnya para saudari memiliki hati yang panas. Hati yang panas selalu membuat orang seakan-akan bodoh. Tiap kali orang mengalami “demam” tinggi, dia akan berbicara ngawur. Berbicara kepada siapa pun dalam keadaan hati yang panas tidak akan menuai respon positif. Agar dapat melayani Tuhan dan umat-Nya, kita semua perlu disembuhkan dari penyakit ini.
Salah satu gejala lain dari “demam” adalah mudah tersinggung, lalu marah-marah. Sangat sulit menguasai amarah kita. Beberapa orang sepertinya sangat lemah lembut, tetapi amarah mereka sama seperti kuda liar. Ketika kita marah, tidak seorang pun dapat mengekang kita atau menguasai kita. O, betapa kita perlu disembuhkan dari sakit demam kita yang mengerikan itu. Saat ingin marah, segeralah berseru kepada Tuhan: “O, Tuhan Yesus, aku perlu Engkau.” Doa yang demikian akan segera menurunkan temperatur “demam” kita.

05 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 2 Kamis

Mengusir Setan yang Merasuki Orang
Lukas 4:36
Dan semua orang takjub, lalu berkata seorang kepada yang lain, katanya: “Alangkah hebatnya perkataan ini! Sebab dengan penuh wibawa dan kuasa Ia memberi perintah kepada roh-roh jahat dan merekapun keluar.”

Ayat Bacaan: Luk. 4:33-35; 1 Yoh. 5:19; 2 Kor. 4:4; Ef. 4:27

Dalam Lukas 4:33-35 terdapat catatan di mana Yesus mengusir setan yang merasuk orang di dalam rumah ibadat. Perasukan ini merupakan bukti bahwa manusia berada di bawah perbudakan dan belenggu Iblis. Yang lebih mengherankan lagi, orang yang kerasukan setan itu ternyata berada di dalam rumah ibadat. Ini pun membuktikan bahwa agama beserta segala ritualnya tidak sanggup memerdekakan orang dari penawanan setan. Hanya Yesus, Yang diurapi Allah, yang memiliki kuasa dan kekuatan untuk melepaskan manusia dari penawanan dan perbudakan setan.
Hari ini tanpa disadari seluruh umat manusia telah berada di bawah penawanan dan perbudakan si jahat (1 Yoh. 5:19). Mereka adalah orang-orang yang pikirannya telah dibutakan oleh ilah zaman ini (2 Kor. 4:4). Orang yang dirasuk roh jahat adalah orang yang tidak bebas, yang tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri, sebaliknya dikendalikan oleh suatu kekuatan dari luar dirinya. Misalnya, ada orang mungkin dikendalikan oleh judi, hiburan malam, minuman keras, rokok, obat-obat terlarang, atau dosa lainnya. Mereka yang dirasuk oleh roh jahat biasanya hidup tanpa aturan, hidupnya berantakan. Peraturan apa pun dilanggar. Akhirnya mereka suka “memukuli diri sendiri” (merusak reputasi, kedudukan, dan martabat keluarga mereka sendiri).
Tahun yobel adalah tahun pembebasan. Sebagai Manusia-Penyelamat, Yesus datang untuk membebaskan kita dari belenggu setan. Dahulu kita pun adalah orang-orang yang tertawan oleh kuasa si jahat. Tetapi kini, melalui percaya ke dalam Kristus, kita telah dibebaskan dari perbudakan dan dibawa kembali kepada kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.
Setelah kita dibebaskan oleh Tuhan dari penawanan setan, jangan sekali-kali memberi kesempatan atau tumpuan lagi kepada setan (Ef. 4:27). Setiap macam dosa akan memberi tumpuan kepada roh jahat. Mentoleransi dosa berarti mentoleransi roh jahat yang ada di balik dosa. Oleh sebab itu kita harus secara khusus meninggalkan dosa-dosa tertentu yang mungkin masih kita senangi. Penanggulangan yang tuntas terhadap dosa akan membuat kita sepenuhnya terlepas dari penawanan dan perbudakan setan!

04 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 2 Rabu

Menyuplaikan Injil Namun Ditolak
Lukas 4:22
Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: “Bukankah Ia ini anak Yusuf?”

Ayat Bacaan: Luk. 4:18-27; 2 Kor. 5:16; Rm. 1:4; Yoh. 6:33, 35; 1 Kor. 6:11; Kis. 13:45-48

Meskipun orang-orang heran akan kata-kata kasih karunia (indah, LAI) yang diucapkan Tuhan dalam Lukas 4:18-19, namun kelihatannya mereka tidak memahami kata-kata ini. Kata-kata indah yang Tuhan Yesus ajarkan waktu itu sebenarnya adalah Injil, namun karena mereka tidak mengenal Tuhan menurut Roh melainkan menurut daging, maka mereka berbalik menolak Dia (Luk. 14:22; 2 Kor. 5:16; Rm. 1:4). Pengenalan mereka yang alamiah terhadap Manusia-Penyelamat akhirnya membuat mereka kehilangan kenikmatan atas Yobel.
Dalam Lukas 4:23-27 Tuhan Yesus memperingatkan orang-orang Yahudi dengan memakai kasus pemberian makan seorang janda di Sarfat dan kasus pentahiran kusta Naaman, orang Siria itu. Kasus janda Sarfat adalah suatu kasus pemberian makan, menunjukkan Tuhan memberi makan orang-orang yang lapar (Yoh. 6:33, 35), sedangkan kasus Naaman adalah suatu kasus pentahiran, yang menunjukkan Tuhan mentahirkan orang-orang dosa (1 Kor. 6:11). Penyelamat menyinggung dua kasus ini menyiratkan bahwa Injil-Nya akan beralih kepada bangsa-bangsa bukan Yahudi (Kis. 13:45-48).
Dalam pengalaman kita, Injil memberikan dua hal kepada kita yakni pentahiran dari dosa-dosa dan pemberian makan. Ditahirkan dari dosa-dosa berarti diampuni, dibenarkan, dan disucikan dari segala dosa. Aspek ini telah dirampungkan oleh darah Kristus (Mat. 26:28; Rm. 5:10; Ibr. 9:14). Namun Injil tidak berhenti di sini, tetapi berlanjut pada pemberian makan. Setelah kita diampuni, dibenarkan, dan disucikan, kita masih perlu menerima suplai hayat untuk keselamatan yang lebih lanjut (1 Ptr. 2:2; Yoh. 6:57). Perihal pemberian makan ini terlukis pula dalam Lukas 15:23 di mana Kristus dilambangkan sebagai anak lembu tambun yang disembelih bagi kepuasan kita.
Setelah kita diampuni oleh darah Kristus, satu hal yang tidak boleh kita abaikan yaitu menikmati Kristus sebagai suplai hayat. Inilah tujuan Injil yang sebenarnya (Rm. 5:10). Tanpa menerima Kristus sebagai suplai hayat kita, Allah tidak ada jalan untuk menyembuhkan dan mengubah kita. Setiap hari kita perlu dikenyangkan oleh Kristus melalui menikmati Roh dan firman-Nya.

03 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 2 Selasa

Pembebasan bagi Tawanan, yang Buta, dan yang Tertindas
Lukas 4:18b-19
Dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.

Ayat Bacaan: Luk. 4:18-19; 1:53; Mat. 5:6

Kita mungkin telah menjadi orang Kristen lima atau sepuluh tahun, tetapi mungkin belum sepenuhnya dibebaskan. Cobalah periksa kehidupan Anda sehari-hari dari pagi hingga malam. Apakah Anda telah dibebaskan dari tawanan Iblis? Apakah Anda telah dilepaskan dari kebutaan rohani? Apakah Anda telah merdeka sepenuhnya dari penindasan dunia ini? Kekuatiran hidup, frustrasi karena pekerjaan, tidak sabar, iri hati, dan marah-marah, sudah cukup membuktikan bahwa Anda belum sepenuhnya dibebaskan.
Apakah rahasia dibebaskan? Kepuasan. Selama di dalam kita belum ada kepuasan, kita tidak mungkin memiliki perhentian dan kebebasan. Kebebasan baru ada setelah kepuasan. Bila batin kita belum dipuaskan, kita tidak akan merasakan kebebasan yang penuh. Agar dapat dipuaskan, kita harus memiliki roh yang lapar dan haus akan Tuhan.
Lukas 1:53 mengatakan, “Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan tangan hampa.” Matius 5:6 juga mengatakan, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.” Adakah kita memiliki rasa lapar dan haus yang demikian? Hanya mereka yang lapar dan haus akan Tuhan yang akan dipuaskan dan akhirnya beroleh kebebasan yang penuh.
Banyak anak-anak Allah hanya berdoa untuk sandang dan pangan mereka, untuk orang tua, anak-anak, atau untuk perkara-perkara jasmani. Namun pernahkah Anda berdoa agar memiliki roh yang lapar dan haus akan Tuhan? Karunia Allah hanya disajikan bagi satu macam orang, yaitu orang yang lapar. Orang yang benar-benar dari batinnya ada satu keperluan, dan benar-benar ingin berjumpa dengan Allah, Allah pasti memberkati dia.
Tatkala kita menikmati Kristus sebagai suplai hayat kita, roh kita akan dikenyangkan, dipuaskan, dan batin kita akan mengalami kebebasan. Iblis, dosa, dan unsur-unsur dunia tidak berdaya membelenggu orang yang dipenuhi oleh Kristus. Penawanan Iblis, kebutaan rohani, penindasan oleh dosa dan dunia hanya bisa dikalahkan dengan datang kepada Kristus, menikmati Kristus sebagai makanan kita. Inilah rahasia kepuasan dan kebebasan kita yang ajaib.

02 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 2 Senin

Mengumumkan Tahun Rahmat Tuhan
Lukas 4:18
Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku.

Ayat Bacaan: Luk. 4:18-19, 21; Why. 3:17; Mat. 5:3; Yes. 42:7; Im. 25:8-17

Yesus datang ke Nazaret, tempat Dia dibesarkan. Menurut kebiasaan-Nya, Dia masuk ke dalam rumah ibadat pada hari Sabat dan berdiri hendak membaca dari Kitab Suci. Lalu kepada-Nya diberikanlah kitab Nabi Yesaya. Kemudian Dia membuka kitab itu dan menemukan nas di mana ada tertulis, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk. 4:18-19). Setelah Tuhan menutup kitab itu dan memberikannya kembali kepada pejabat, lalu Dia duduk. Kemudian Dia berkata kepada orang-orang, “Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya” (Luk. 4:21).
Memberitakan Injil adalah amanat pertama Penyelamat sebagai Yang diurapi Allah (Mesias). Kabar baik ini harus diberitakan kepada orang-orang miskin, yaitu mereka yang miskin dalam hal-hal surgawi, rohani, dan ilahi (Luk. 12:21; Why. 3:17; Mat. 5:3). Selain itu, Injil juga harus diberitakan kepada para tawanan, orang-orang buta, dan orang-orang yang tertindas (Yes. 42:7; Zef. 1:17; Yoh. 9:39-41; Kis. 26:18; Luk. 13:11-13; Yoh. 8:34).
Tahun rahmat Tuhan yang Yesus beritakan sebenarnya adalah zaman Perjanjian Baru yang dilambangkan oleh tahun Yobel (Im. 25:8-17), saat di mana Allah menerima tawanan-tawanan dosa yang kembali (Yes. 49:8; 2 Kor. 6:2) dan saat di mana orang-orang yang tertindas di bawah belenggu dosa menikmati pembebasan yang berasal dari keselamatan Allah.
Dalam pengalaman Anda, sudahkah Anda dibebaskan dari perhambaan dosa dan maut? Sudahkah Anda dibebaskan dari kekuatiran akan kedudukan, kekayaan, dan masa depan Anda? Hari ini realitas Yobel atau tahun rahmat Tuhan ada di dalam Roh itu. Kalau kita hidup menurut Roh itu, kita akan dibebaskan bukan hanya dari dosa dan maut, tetapi juga dari perhambaan dunia ini (Rm. 8:2, 6). Hasilnya kita secara otomatis akan menjadi orang Kristen yang penuh kenikmatan dan pengalaman atas tahun rahmat Tuhan.

01 November 2008

Lukas Volume 2 - Minggu 2 Minggu

Pengajaran-Nya Memimpin Orang ke Dalam Terang
Lukas 4:14-15
Dalam kuasa Roh kembalilah Yesus ke Galilea. Dan tersiarlah kabar tentang Dia di seluruh daerah itu. Sementara itu Ia mengajar di rumah-rumah ibadat di situ dan semua orang memuji Dia.

Ayat Bacaan: Kis. 13:14-15; 26:18; Yoh. 1:4; 8:12; 9:5; Mat. 4:12-16; 2 Kor. 4:4

Dalam permulaan ministri-Nya, Yesus mengajar di rumah-rumah ibadat. Rumah ibadat adalah tempat berhimpun di mana orang-orang Yahudi membaca dan mempelajari Kitab Suci (Kis. 13:14-15). Mengapa Yesus mengawali ministri-Nya dengan mengajar? Hal ini disebabkan karena kejatuhan manusia ke dalam dosa telah merusak persekutuan manusia dengan Allah, membuat semua manusia mengabaikan pengetahuan akan Allah. Ketidaktahuan ini menghasilkan kegelapan dan kemudian kematian.
Yesus, Manusia-Penyelamat, sebagai terang dunia (Yoh. 8:12; 9:5), datang ke Galilea, negeri kegelapan, di mana orang duduk di dalam bayang-bayang kematian, sebagai terang yang besar untuk menerangi mereka (Mat. 4:12-16). Pengajaran-Nya memberikan firman terang untuk menerangi orang-orang di dalam kegelapan kematian itu supaya mereka dapat menerima terang hayat (Yoh. 1:4). Pengajaran Manusia-Penyelamat ini membawa orang-orang keluar dari kegelapan Iblis ke dalam terang ilahi (Kis. 26:18).
Di dalam rumah ibadat, Tuhan Yesus mengajar orang-orang dengan kuasa. Ajaran-Nya adalah sinar dari terang yang besar. Setiap firman yang keluar dari mulut-Nya adalah firman yang menerangi. Ketika Dia mengajar orang-orang, terang ilahi menyinari batin mereka. Demikianlah orang-orang yang di dalam kegelapan diterangi oleh ajaran Tuhan. Pengajaran-Nya bukanlah pengetahuan yang sia-sia atau doktrin agama, tetapi adalah realitas diri Allah sendiri.
Hari ini kebanyakan hati manusia semakin lama semakin jahat dan arus dunia semakin merosot. Ini disebabkan oleh kegelapan yang menyelubungi mereka. Alkitab mengatakan bahwa pikiran mereka “telah dibutakan oleh ilah zaman ini, sehingga mereka tidak melihat cahaya Injil tentang kemuliaan Kristus yang adalah gambaran Allah” (2 Kor. 4:4). Agar dapat terlepas dari kegelapan maut, kita memerlukan terang ilahi memancar. Mazmur 36:10 mengatakan, “Sebab pada-Mu ada sumber hayat, di dalam terang-Mu kami melihat terang.” Selanjutnya Mazmur 119:105 mengatakan, “Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.” Tanpa setiap hari datang kepada firman dan menikmati firman, cepat atau lambat kita pasti akan berjalan dalam kegelapan.