Hitstat

31 July 2012

Galatia - Minggu 16 Selasa


Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 11:23-27; Flp. 3:10


Kata tanda-tanda dalam ayat 17 mengacu kepada tanda yang dicapkan pada seorang budak untuk menyatakan pemiliknya. Pada Paulus, hamba Kristus (Rm. 1:1), tanda itu adalah goresan lukanya yang diterima dalam pelayanannya yang setia kepada Tuannya (2 Kor. 11:23-27). Secara rohani, tanda itu melambangkan ciri kehidupan yang ditempuhnya, kehidupan seperti yang ditempuh oleh Tuhan Yesus di bumi. Kehidupan yang demikian terus-menerus disalibkan (Yoh. 12:24), melakukan kehendak Allah (Yoh. 6:38), tidak mencari kemuliaan pribadi, tetapi kemuliaan Allah (Yoh. 7:18), dan tunduk serta taat kepada Allah, bahkan sampai mati di kayu salib (Flp. 2:8). Paulus mengikuti pola teladan Tuhan Yesus, mempunyai tanda, yang menjadi ciri hayatNya. Dalam hal ini, ia mutlak berbeda dengan para penganut agama Yahudi.

Paulus telah beberapa kali terluka karena kesetiaannya dalam melayani Kristus. Dalam 2 Korintus 11:24-25 ia mengatakan pernah disesah lima kali “setiap kali empat puluh kurang satu pukulan,” pernah tiga kali didera, dan satu kali dilempari dengan batu. Karena itu, banyaklah bilur-bilur pada tubuhnya yang membuktikan ia telah bertahun-tahun melayani Kristus. Bekas-bekas luka itu boleh juga dianggap sebagai tanda-tanda Yesus.

Seperti telah kita tunjukkan, makna rohani dari ungkapan “tanda-tanda Yesus” ialah bahwa Paulus menempuh kehidupan yang tersalib. Tatkala Tuhan Yesus berada di bumi, Dialah yang memelopori menempuh kehidupan tersalib semacam itu. Ketika kita membaca keempat kitab Injil, kita nampak potret Orang yang dengan konstan menempuh kehidupan yang tersalib. Kehidupan semacam itu adalah suatu tanda. Jadi, tatkala Tuhan Yesus berada di bumi, Ia mengemban tanda semacam itu. Ia dianiaya, diolok-olok, dihina, dan ditolak. Akan tetapi, Ia tidak berkata apa-apa untuk membela diri-Nya. Malahan dengan menempuh kehidupan yang tersalib, Ia mengemban sebuah tanda yang memperlihatkan bahwa Ia adalah milik Allah Bapa. Paulus meneladani Tuhan Yesus, menempuh kehidupan semacam ini. Dalam Filipi 3:10 ia menyinggung tentang “persekutuan dalam penderitaan-Nya”. Selaku seorang yang hidup dalam persekutuan penderitaan Yesus, Paulus mengemban tanda-tanda Yesus sebagai tanda bahwa ia menempuh suatu kehidupan yang tersalib. Ketika Paulus memberi salam kepada orang-orang Galatia dengan perkataan damai sejahtera, ia teringat akan fakta bahwa tanda-tanda Yesuslah yang memelihara dia dalam damai sejahtera itu. Karena ia telah dianiaya, dihina, diolok-olok, ditolak, dan dihukum, ia dapat berkata dengan sebenarnya bahwa ia mengemban tanda-tanda Yesus.

Dalam Galatia 4:29 Paulus berkata, “Tetapi sebagaimana dahulu, dia yang dilahirkan menurut daging, menganiaya yang dilahirkan menurut Roh, demikian juga sekarang ini” (Tl.). Perkataan ini menunjukkan dengan jelas bahwa orang-orang yang menurut daging akan menganiaya orang-orang yang menurut Roh. Sebagaimana Tuhan Yesus dan Paulus dianiaya karena mereka menempuh kehidupan yang tersalib, maka hal yang sama akan terjadi pada kita bila kita, oleh rahmat dan anugerah Tuhan, mengikuti jejak mereka untuk menempuh kehidupan yang sedemikian. Tatkala kita dihina, ditolak, dihukum, diolok-olok, dan dicemooh, itu berarti kita mengemban tanda-tanda Yesus. Akan tetapi, karena kita mengemban tanda-tanda itu, kita menikmati damai sejahtera, dan kita tidak akan disusahkan oleh situasi atau keadaan apa pun.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 31

30 July 2012

Galatia - Minggu 16 Senin


Pembacaan Alkitab: Gal. 6:15-18


Dalam berita ini kita akan membahas tanda-tanda Yesus (6:17) dan anugerah Kristus (6:18). Memang agak aneh, pada akhir Surat Kiriman ini, Paulus menyisipkan perkataan tentang tanda-tanda Yesus di antara damai sejahtera dan anugerah. Dalam ayat 16 ia berkata, “Bagi semua orang yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah.” Tetapi, Paulus tidak langsung melanjutkan perkataan ini dengan perkataan tentang anugerah, melainkan menyinggung bahwa pada tubuhnya ada tanda-tanda milik Yesus. Kemudian ia berkata, “Anugerah Tuhan kita Yesus Kristus menyertai roh kamu, Saudara-saudara! Amin” (ayat 18).

Kita perlu mengetahui alasan Paulus menyisipkan perkataan tentang tanda-tanda Yesus di antara perkataannya tentang damai sejahtera dan anugerah. Ketika kita menulis sebuah surat, kita menyatakan konsepsi, perasaan, atau maksud yang ada dalam batin kita. Demikian pula, ketika Paulus menyurati orang-orang Galatia, ia mengekspresikan konsepsi dan perasaan yang terkandung dalam batinnya. Ketika ia menulis tentang damai sejahtera dan anugerah, dalam batinnya ia menyadari bahwa ia menikmati damai sejahtera karena ia membawa tanda-tanda Yesus. Tanda-tanda Yesuslah yang memelihara dia dalam suatu kondisi yang penuh damai sejahtera. Melalui menikmati anugerah, Paulus dibawa ke dalam suatu keadaan yang penuh damai sejahtera. Ia tetap bertahan di dalam damai sejahtera ini melalui membawa tanda-tanda Yesus tersebut.

Untuk memahami kata penutup Paulus, kita perlu memiliki sejumlah pengalaman rohani. Ketika ia menulis Surat Kiriman ini hingga akhirnya, ia menyalami para pembaca dengan damai sejahtera dan anugerah. Ketika ia menyampaikan salam ini kepada mereka, dengan spontan ia menyadari bahwa ia dapat menikmati damai sejahtera karena ia membawa tanda-tanda Yesus. Seolah-olah Paulus berkata, “Saudara-saudara, aku merasa damai. Aku memelihara keadaan damai sejahtera ini karena aku membawa tanda-tanda Yesus. Jangan ada orang menyusahkan aku.” Jangan menyusahkan seorang berarti jangan mengganggunya dan jangan merampasnya dari damai sejahtera. Kata menyusahkan dalam ayat 17 berlawanan dengan kata damai sejahtera dalam ayat 16. Setelah mengatakan turunlah damai sejahtera atas semua orang yang menuruti patokan ini, Paulus meminta agar tidak ada orang yang menyusahkan dia, sebab ia mengemban tanda-tanda Yesus. Ini menunjukkan bahwa damai sejahtera Paulus dipertahankan oleh tanda-tanda Yesus yang diembannya pada tubuhnya. Karena itu, Paulus berkata, “Selanjutnya janganlah ada orang yang menyusahkan aku, karena pada tubuhku ada tanda-tanda milik Yesus.” Paulus tahu bahwa para penganut agama Yahudi dan para penganiaya tidak dapat merebut damai sejahteranya. Bahkan seluruh sistem Iblis pun tidak dapat menyusahkan dia, sebab dia mengemban tanda-tanda Yesus. Akan tetapi, jika dia menanggalkan tanda-tanda ini, tidak mau mengembannya lagi, maka dia akan segera kehilangan damai sejahtera. Kalau begitu dia mungkin akan disusahkan oleh apa atau siapa saja. Namun, karena dia menikmati damai sejahtera melalui mengemban tanda-tanda Yesus, maka dapatlah dia berkata, “Janganlah ada orang yang menyusahkan aku.”


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 31

28 July 2012

Galatia - Minggu 15 Sabtu


Pembacaan Alkitab: Gal. 6:10, 16


Dalam 6:16 Paulus berkata selanjutnya, “Bagi semua orang yang memberi dirinya dipimpin oleh patokan ini, turunlah kiranya damai sejahtera dan rahmat atas mereka dan atas Israel milik Allah.” Patokan yang Paulus katakan di sini adalah patokan menjadi ciptaan baru, patokan hidup oleh Roh melalui iman, bukan dari memelihara hukum Taurat dengan melakukan ketetapan-ketetapannya. Patokan ini, patokan ciptaan baru, adalah Allah Tritunggal yang telah melalui proses menjadi hayat dan kehidupan kita. Di satu pihak, kita mengatakan dalam kehidupan gereja kita tidak mempunyai peraturan-peraturan dan ketetapan-ketetapan. Meskipun ini benar, tetapi tidak semua aspek demikian, sebab kita jelas memiliki patokan yang dikatakan dalam 6:16 ini. Kita perlu dipimpin oleh patokan yang adalah Allah Tritunggal yang telah melalui proses menjadi hayat dan kehidupan kita. Hidup secara demikian, oleh ciptaan baru, adalah patokan kita.

Dalam 5:25 Paulus menyuruh kita hidup oleh Roh, dan dalam 6:16 Paulus menyuruh kita dipimpin oleh “patokan ini”. Ini menunjukkan bahwa hidup dan dipimpin dengan patokan ini berarti hidup oleh Roh. Dengan kata lain, patokan itu sama dengan Roh itu. Bila kita hidup oleh Roh itu, kita hidup oleh Allah Tritunggal yang telah melalui proses sebagai hayat dan kehidupan kita. Karena itu, hidup oleh Roh itu berarti hidup oleh patokan ini.

Mengenai orang-orang yang hidup dan dipimpin oleh patokan ini Paulus berkata, “Damai sejahtera dan rahmat atas mereka.” Paulus membuka Surat Kirimannya dengan perkataan tentang anugerah dan damai sejahtera. Ini cocok bagi orang-orang Galatia (1:3). Tetapi pada akhir Kitab Galatia, Paulus menyebut damai sejahtera (ayat 16) di depan rahmat dan anugerah (ayat 18). Anugerah adalah Allah Tritunggal menjadi kenikmatan kita, dan damai sejahtera adalah hasil dari kenikmatan ini. Bila kita menikmati Allah Tritunggal sebagai anugerah, kita pun memiliki damai sejahtera. Jadi damai sejahtera adalah keadaan yang dihasilkan dari anugerah. Tetapi, sekalipun kita memiliki damai sejahtera, kita tetap memerlukan lebih banyak anugerah. Pertama-tama kita menerima anugerah, dan anugerah mendatangkan keadaan damai sejahtera. Kemudian ketika kita tinggal di dalam keadaan penuh damai sejahtera, kita perlu menerima rahmat dan anugerah lebih lanjut. Sebagai tambahan anugerah, kita perlu menerima rahmat. Karena itu, Paulus berkata bahwa atas orang-orang yang hidup oleh patokan ini, yaitu yang hidup oleh Roh, ada damai sejahtera dan rahmat.

Paulus menyimpulkan ayat 16 dengan perkataan, “Dan atas Israel milik Allah.” Kata “dan” yang diterjemahkan dari kata Yunani “kai” di sini bukan kata penghubung, melainkan kata penjelasan, menunjukkan bahwa rasul menganggap banyak individu orang beriman di dalam Kristus secara korporat adalah Israel milik Allah. Israel milik Allah adalah Israel sejati (Rm. 9:6; 2:28-29; Flp. 3:3), termasuk semua orang beriman kafir dan Yahudi di dalam Kristus. Itulah anak-anak Abraham yang sejati (Gal. 3:7, 29), keluarga iman (6:10).


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 30

27 July 2012

Galatia - Minggu 15 Jumat


Pembacaan Alkitab: Gal. 6:14-15


Sunat adalah ketetapan hukum Taurat; ciptaan baru adalah karya agung hayat dengan sifat Allah. Sunat berasal dari huruf-huruf mati, ciptaan baru berasal dari Roh yang hidup. Karena itu, ciptaan baru itu yang berarti. Kitab ini membeberkan ketidakmampuan hukum Taurat dan sunat. Hukum Taurat tidak dapat memberikan hayat (3:21) untuk melahirkan kita kembali, dan sunat tidak dapat memberi kita tenaga (5:6) untuk memperhidupkan ciptaan baru. Tetapi Anak Allah, yang telah diwahyukan di dalam kita (1:16), dapat menghidupkan kita dan menjadikan kita ciptaan baru, dan Kristus, yang hidup di dalam kita (2:20) dapat memberi kita kekayaan hayat-Nya supaya kita dapat memperhidupkan ciptaan baru. Hukum Taurat telah digantikan oleh Kristus (2:19-20), dan sunat telah digenapkan oleh penyaliban Kristus (6:14). Sebab itu, bersunat maupun tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi ciptaan baru, dengan Kristus sebagai hayatnya, baru berarti.

Ciptaan baru yang dibicarakan dalam 6:15 adalah ciptaan lama yang telah ditransformasi oleh hayat ilahi, yaitu oleh Allah Tritunggal yang telah melalui proses. Ciptaan lama bersifat usang karena tidak memiliki unsur Allah, ciptaan baru bersifat baru karena memiliki Allah sebagai unsurnya. Kita yang telah dilahirkan kembali oleh Roh Allah sekarang adalah ciptaan baru-Nya. Walaupun dalam daging kita masih ciptaan lama, namun kita mengalami realitas ciptaan baru ketika kita hidup oleh Roh (5:16, 25). Bahasan utama dalam kitab ini adalah: kita adalah ciptaan baru dan kita harus hidup berdasarkan ciptaan baru melalui bersatu secara organik dengan Allah Tritunggal. Bila kita hidup oleh daging, kita berada dalam ciptaan lama, bukan dalam ciptaan baru. Apa pun dalam kehidupan sehari-hari kita yang di dalam-Nya tanpa Allah, itulah ciptaan lama; tetapi apa yang di dalamnya ada Allah, itulah bagian dari ciptaan baru.

Allah menghendaki kita menjadi ciptaan baru. Ciptaan baru ini tersusun dari anak-anak. Sesungguhnya, keputraan yang korporat itulah ciptaan baru Allah. Orang-orang dalam ciptaan lama adalah anak-anak Adam dalam kejatuhan. Tetapi melalui penebusan Allah dan kelahiran kembali serta melalui penyaluran diri-Nya sendiri ke dalam kita, kita yang dulunya anak-anak Adam sekarang menjadi anakanak Allah. Di dalam keputraan ilahi inilah kita menjadi ciptaan baru.

Jika kita ingin berada di dalam ciptaan baru, haruslah kita masuk ke dalam kesatuan yang organik dengan Allah Tritunggal. Di luar kesatuan yang sedemikian kita akan tetap berada dalam ciptaan lama. Tetapi sekarang oleh kesatuan yang organik dengan Allah Tritunggal kita telah berada dalam ciptaan baru. Di sini, di dalam ciptaan baru, bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya dan tidak ada gunanya.

Jika kita ingin memperhidupkan ciptaan baru, kita perlu mengalami salib. Menurut 6:14-15, salib menanggulangi dunia agama. Sayangnya banyak orang Kristen menganggap dunia dalam 6:14 hanya sebagai dunia sekuler. Tetapi sebagaimana telah kita tunjukkan, konteksnya telah membuatnya jelas bahwa dunia dalam ayat ini terutama adalah dunia agama. Pengertian ini sesuai dengan konsepsi dasar seluruh Kitab Galatia. Kitab ini ditulis tidak untuk menanggulangi dunia sekuler, melainkan agama, yakni agama Yahudi. Dalam kitab ini Paulus menanggulangi para agamis, yaitu mereka yang memperhatikan hal-hal Allah, tetapi yang mengekspresikan perhatian mereka secara keliru. Bagi mereka, agama telah menjadi suatu dunia. Jadi, ada dunia sekuler dan dunia agama.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 30

26 July 2012

Galatia - Minggu 15 Kamis


Pembacaan Alkitab: Gal. 6:11-16


Dalam ayat 12 dan 13 kita nampak kemegahan para penganut agama Yahudi: “Mereka yang secara lahiriah suka menonjolkan diri, merekalah yang berusaha memaksa kamu untuk bersunat, hanya dengan maksud, supaya mereka tidak dianiaya karena salib Kristus. Sebab mereka yang menyunatkan dirinya pun, tidak memelihara hukum Taurat. Tetapi mereka menghendaki supaya kamu menyunatkan diri, agar mereka dapat bermegah atas keadaanmu yang lahiriah.” Ungkapan yang diterjemahkan “menonjolkan diri” dalam ayat 12 dalam bahasa aslinya berarti roman muka yang baik, karena itu, penampilan yang baik untuk menonjolkan diri, memamerkan diri. Ini digunakan di sini dalam arti negatif. Sunat, seperti salib, bukan untuk menonjolkan diri, tetapi sesuatu yang memalukan. Namun, para penganut agama Yahudi membuatnya menjadi sesuatu untuk dipamerkan sebagai kemegahan diri dalam daging.

Dalam ayat 14 hingga 16 kita melihat kemegahan rasul Paulus. Pada ayat 14 Paulus berkata, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” Salib benar-benar merupakan suatu yang memalukan, namun Paulus membuatnya menjadi kemegahannya. Dunia telah disalibkan bagi kita, dan kita bagi dunia. Ini memang tidak terjadi secara langsung, tetapi melalui Kristus yang tersalib. Penjelasan dalam ayat 15 membuktikan bahwa dunia di sini terutama ditujukan kepada dunia agama, karena dalam kitab ini Paulus menanggulangi para agamis yang bergairah atas hal-hal Allah, tetapi diselewengkan sehingga keagamaan menjadi dunia mereka. Oleh salib Kristus kita dipisahkan dari dunia agama dan bersyarat untuk hidup dalam ciptaan baru. Kata “sebab” pada awal ayat 15 menunjukkan bahwa ayat ini merupakan satu penjelasan dari ayat sebelumnya. Selain itu, sunat sebagai satu masalah agama, menunjukkan bahwa dunia dalam ayat 14 terutama adalah dunia agama.

Dalam ayat 15 Paulus berkata, “Sebab bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, tetapi menjadi ciptaan baru, itulah yang ada artinya.” Ketika kita merenungkan ayat ini bersama ayat 11-14, kita nampak bahwa perhatian Paulus di sini terutama adalah pada dunia agama, bukan dunia sekuler. Orang-orang yang berusaha memaksa kaum beriman Galatia untuk disunat tidak mencoba memperdaya mereka ke dalam dunia sekuler; mereka ingin membawa orang-orang Galatia ke dalam dunia agama untuk memamerkan daging dan untuk menghindari penganiayaan. Karena itu, berbagai hal yang ditulis Paulus dalam ayat-ayat ini bertalian dengan dunia agama, bukan dengan dunia sekuler. Karena itu, dari konteksnya kita nampak dengan jelas bahwa dunia dalam ayat 14 adalah dunia agama.

Dalam ayat 15 Paulus berkata bahwa bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya, menjadi ciptaan baru itulah yang ada artinya. Ciptaan lama adalah manusia lama kita dalam Adam (Ef. 4:22), manusia alamiah kita oleh kelahiran alamiah, tanpa hayat dan sifat Allah. Ciptaan baru adalah manusia baru dalam Kristus (Ef. 4:24), diri kita yang dilahirkan kembali oleh Roh (Yoh. 3:6), memiliki hayat dan sifat Allah tergarap ke dalam diri kita (Yoh. 3:36; 2 Ptr. 1:4), dengan Kristus sebagai unsur pokoknya (Kol. 3:10-11). Justru ciptaan baru inilah yang memenuhi kehendak kekal Allah dengan mengekspresikan Allah dalam keputraan-Nya.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 30

25 July 2012

Galatia - Minggu 15 Rabu


Pembacaan Alkitab: Gal. 6:7-10


Menurut ketentuan Allah, baik kehidupan pernikahan maupun kehidupan gereja harus bersifat permanen. Jika seorang saudara tak dapat tetap menjadi seorang penatua secara permanen di tempat tertentu, tak dapatlah ia menjadi seorang penatua yang wajar; sebagaimana seorang laki-laki tidak dapat menjadi suami yang wajar jika pernikahannya hanya bersifat sementara. Alangkah mengerikan jika mempunyai kehidupan pernikahan atau kehidupan keluarga yang bersifat sementara! Hubungan kita dengan pasangan atau anak-anak kita harus bersifat permanen. Seprinsip dengan itu, pengabdian kita atau tanggung jawab kita kepada kehidupan gereja seharusnya juga bersifat permanen. Namun, banyak di antara mereka yang menabur dalam daging mengambil bagian dalam kehidupan gereja hanya bersifat sementara.

Dari fakta kemungkinan kita menabur dalam daging atau dalam Roh dan karenanya menuai kebinasaan atau hayat kekal seharusnya mendorong kita untuk berhati-hati dalam tutur kata dan perilaku kita. Kita harus nampak, setiap hal dalam kehidupan sehari-hari kita adalah suatu penaburan, dalam daging atau dalam Roh itu.

Dalam 6:9 Paulus selanjutnya berkata, “Janganlah kita jemu-jemu berbuat baik, karena apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah.” Menurut konteksnya, “berbuat baik” dalam ayat 9 adalah menabur dalam Roh. Penggunaan kata menuai dalam ayat ini oleh Paulus dikaitkan dengan menabur pada ayat terdahulu. Kita tidak boleh tawar hati (jemu-jemu) dalam berbuat baik, yaitu dalam menabur dalam Roh. Menabur dalam daging biasanya mendatangkan hasil lebih cepat daripada menabur dalam Roh. Suatu hayat yang lebih tinggi sering kali bertumbuh lebih lambat daripada hayat yang rendah. Seprinsip dengan itu, apa yang kita tabur dalam Roh biasanya akan bertumbuh lebih lambat daripada apa yang kita tabur dalam daging. Inilah alasan Paulus menganjuri kita untuk tidak tawar hati dalam menabur dalam Roh. Seorang penatua tidak seharusnya berkata, “Aku telah bertahun-tahun menabur dalam Roh di kota ini. Hasil apa yang diperlihatkan oleh jerih lelahku? Aku tidak melihat hasil apa-apa.” Camkanlah perkataan Paulus bahwa apabila sudah datang waktunya, kita akan menuai, jika kita tidak menjadi lemah. Dalam bekerja bagi Tuhan, dalam melayankan firman kepada anak-anak Allah, dan dalam mengasuh gereja, janganlah kita berharap apa yang kita tabur dalam Roh akan bertumbuh dengan cepat. Seperti seorang petani, kita harus sabar. Pada akhirnya, apabila waktunya sudah datang, kita akan menuai. Semakin mustika barang yang kita taburkan, semakin lama pertumbuhannya. Sementara semuanya itu bertumbuh, hendaklah kita sabar dan tidak tawar hati.

Dalam 6:10 Paulus berkata, “Karena itu, selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada saudara-saudara seiman kita.” Berbuat baik dalam ayat ini terutama mengacu kepada pelayanan hal-hal material kepada orang-orang yang memerlukan (2 Kor. 9:6-9). Keluarga iman (saudara-saudari seiman) mengacu kepada anak-anak janji (4:28), semua anak Allah oleh iman dalam Kristus (3:26). Seluruh orang beriman dalam Kristus bersama-sama membentuk rumah tangga universal, keluarga besar Allah. Ini terjadi melalui iman dalam Kristus, bukan oleh perbuatan hukum Taurat. Keluarga ini adalah manusia baru (Kol. 3:10-11), tersusun dari semua anggota Kristus, bersama Kristus sebagai unsur pokok mereka. Karena itu, kita harus berbuat baik, terutama terhadap mereka yang berasal dari keluarga atau rumah tangga iman, tanpa memandang ras dan tingkat sosial mereka (3:28).


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 29

24 July 2012

Galatia - Minggu 15 Selasa


Pembacaan Alkitab: Gal. 6:7-10


Dalam 6:7-10 Paulus menyinggung masalah bagaimana menabur. Masalah menabur memang sangat misterius. Apakah yang kita tabur, dan untuk tujuan apakah kita menabur? Ada orang menganggap perkataan Paulus tentang menabur ini mengacu kepada apa yang ia katakan sebelumnya tentang menanggung beban orang lain dan membagikan keperluan hidup kepada orang-orang yang membutuhkan. Menurut pengertian ini, jika seseorang menyumbangkan keperluan sehari-hari kepada orang yang melayankan firman, berarti ia menabur dalam Roh itu. Saya setuju bahwa hal ini adalah satu penerapan yang tepat dari perkataan Paulus tentang penaburan. Tetapi, pengertian kita tentang penaburan tidak boleh terbatas pada masalah ini. Seperti yang akan kita tunjukkan, penaburan meliputi seluruh kehidupan kristiani kita.

Ayat 8 mengatakan, “Sebab siapa yang menabur dalam dagingnya, ia akan menuai kebinasaan dari dagingnya, tetapi siapa yang menabur dalam Roh, ia akan menuai hidup yang kekal dari Roh itu.” Menabur dalam daging berarti menabur mengarah kepada atau bagi daging. Menabur kepada dagingnya berarti menabur bagi dagingnya sendiri, dengan mempertimbangkan kehendak dan tujuan daging untuk memenuhi apa yang didambakan oleh daging. Menabur kepada Roh berarti menabur bagi Roh, dengan mempertimbangkan kehendak dan sasaran Roh, untuk menggenapkan apa yang menjadi kehendak Roh. Menabur untuk memenuhi tujuan daging menghasilkan kebinasaan, menabur untuk penggenapan tujuan Roh menghasilkan hayat, yaitu hayat kekal. Kebinasaan berasal dari daging, menunjukkan bahwa daging dapat binasa; hayat kekal berasal dari Roh itu dan adalah Roh itu sendiri.

Segala sesuatu yang kita lakukan adalah menabur, baik kepada daging maupun kepada Roh. Di mana saja kita berada dan apa yang kita lakukan, kita menabur benih. Anda menabur ketika bekerja juga ketika bersekolah. Para penatua menabur pada saat mereka mengasuh gereja, dan orang-orang yang meministrikan firman menabur ketika mereka melayani. Suami dan istri senantiasa menabur dalam kehidupan pernikahan mereka, dan para orang tua menabur dalam kehidupan rumah tanga. Apa saja yang dikatakan dan dilakukan orang tua kepada anak-anak mereka adalah satu benih yang ditaburkan ke dalam mereka. Hari demi hari kita semua menabur. Kehidupan kristiani adalah kehidupan menabur. Selain itu, tempat kita tinggal atau bekerja adalah ladang kita. Anda menabur bahkan dengan cara Anda berpakaian atau gaya Anda merias rambut. Pada hakekatnya, setiap perkara yang Anda lakukan adalah suatu perbuatan menabur. Sangat penting sekali kita memahami bahwa hidup dan perilaku orang Kristen seharusnya suatu hidup dan perilaku oleh Roh itu dan merupakan suatu kehidupan menabur dalam Roh itu.

Kita akan menuai apa yang kita tabur. Jika kita menabur dalam daging, kita akan menuai kebinasaan daging. Jika kita menabur dalam Roh, kita akan menuai hayat yang kekal dari Roh. Saya tahu kasus di mana para sekerja dan para penatua menuai kebinasaan sebab mereka menabur dalam daging. Lebih lama mereka tinggal di suatu tempat, lebih banyak kesulitan di tempat itu. Kesulitan itu adalah akibat dari menabur dalam daging. Pada akhirnya, setelah berminggu-minggu, berbulan-bulan, dan bertahuntahun menabur dalam daging, para sekerja dan para penatua tersebut harus meninggalkan tempat itu dan pergi ke tempat lain.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 29