Hitstat

06 June 2006

Kejadian Volume 2 - Minggu 4 Selasa

Mencari Pasangan Yang Sepadan
Kejadian 2:19
“Lalu TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara. Dibawa-Nyalah semuanya kepada manusia itu untuk melihat, bagaimana ia menamainya; dan seperti nama yang diberikan manusia itu kepada tiap-tiap makhluk yang hidup, demikianlah nanti nama makhluk itu.”

Setelah TUHAN Allah membentuk dari tanah segala binatang hutan dan segala burung di udara, dibawa-Nyalah semuanya itu kepada Adam. Sewaktu Allah membawa seekor kuda kepada Adam, mungkin Adam berkata, “Ini adalah kuda. Binatang ini tak sepadan denganku, sebab ia mempunyai empat kaki, sedang aku hanya dua.” Ketika Allah membawa seekor banteng ke hadapan Adam, mungkin Adam berkata, “Ini adalah banteng. Dia mempunyai dua tanduk. Itu tidak sepadan denganku dan mustahil menjadi pasanganku.” Allah membawa setiap macam makhluk ciptaan-Nya kepada Adam dan Adam memberi nama kepada semua makhluk itu, kepada burung-burung di udara, dan semua binatang satwa, namun di antara semua itu, baginya sendiri ia tidak menemukan pasangan yang sepadan dengan dirinya (Kej. 2:20).
Menurut prinsip yang ditentukan oleh Allah bagi pernikahan, harus ada kesepadanan dalam hayat dan sifat (Kej. 2:19-23). Adam tidak dapat menemukan pasangannya di antara binatang-binatang karena mereka tidak sepadan dengannya dalam hayat, sifat, atau tujuan. Orang-orang yang tidak percaya kepada Tuhan tidak memiliki hayat, sifat, atau tujuan seperti kaum beriman, dan kita tidak seharusnya berada di bawah kuk yang tidak seimbang dengan menikahi orang yang tidak percaya (1 Kor. 7:39; 2 Kor. 6:14). Sebaliknya, kita harus berada di bawah kuk yang seimbang, yaitu kita dengan pasangan kita memiliki tujuan, sasaran, dan hati yang sama bagi Tuhan (Mat. 19:6).

Pasangan Yang Sepadan
2 Kor. 6:14; Ul. 7:3-4; Yos. 23:12-13;Neh. 13:23-27

Rasul Paulus dalam suratnya kepada kaum beriman di Korintus mengatakan, “Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?” (2 Kor. 6:14). Paulus menjelaskan kepada kita bahwa orang-orang yang percaya tidak dapat berpasangan dengan orang-orang yang tidak percaya, atau orang percaya tidak dapat memikul satu kuk dengan orang yang tidak percaya. Allah tidak memperkenan keadaan seperti ini.
Dalam Perjanjian Lama, Allah tidak memperkenan seekor lembu mengenakan satu kuk dengan seekor kuda untuk membajak ladang; demikian pula seekor keledai dengan seekor kuda. Tidak boleh yang satu ke kanan, yang satu ke kiri, yang satu ke surga, yang satu ke dunia, yang satu ingin mendapat berkat rohani, yang satu ingin mendapat kekayaan duniawi. Jika yang satu menghela ke kanan, yang satu menghela ke kiri, maka kuk ini pasti akan patah. Jika orang yang percaya dengan orang tidak percaya bersama-sama menanggung kewajiban keluarga, akibatnya pasti sangat sulit. Sebab itu, pasangan yang paling ideal seharusnya adalah saudara dan saudari dalam Tuhan.
Dalam Kitab Ulangan 7:3-4, kita nampak bahwa umat Allah tidak boleh menikah dengan orang Kanaan; anak perempuan Israel tidak boleh dinikahkan dengan anak laki-laki mereka, anak laki-laki Israel tidak boleh menikahi anak perempuan mereka. Sebab mereka akan membuat orang-orang Israel berpaling sehingga tidak mengikuti Tuhan, bahkan melayani ilah lain. Seorang istri mengikuti suaminya menyembah berhala itu sangat mudah, demikian pula seorang suami.
Dalam Kitab Yosua 23:12-13, orang-orang Israel sekali lagi diperingatkan oleh Allah agar jangan menikah dengan orang-orang Kanaan. Mereka akan menjadi suatu jerat dan menjadi duri di atas tubuh orang-orang Israel. Kemudian dalam Kitab Nehemia 13:23-27, mereka diperintahkan untuk memutuskan sama sekali hubungan mereka dengan perempuan-perempuan kafir, dan melarang mereka bergaul dengan perempuan-perempuan kafir itu. Di sini kita nampak, menikah dengan perempuan kafir akan mengundang satu kesulitan, yakni anak-anak yang kita lahirkan, cepat atau lambat, akan mengikuti jejak mereka, dan mereka tidak dapat melayani Allah bersama-sama kita. Jika kita menikah dengan orang kafir, mudah sekali anak-anak kita mengikuti jejak mereka, jatuh ke dalam dunia. Ini sungguh suatu perkara yang serius!

Penerapan:
Renungkanlah sejenak: Apakah tujuan Allah merupakan tujuan kita juga? Mampukah kita mengatakan bahwa kita dan seisi keluarga kita adalah untuk penggenapan tujuan Allah? Kesepadanan kita dengan Allah tercermin dalam konsepsi, sikap, dan kehidupan kita sehari-hari. Bila dalam hal-hal tersebut kita selaras dengan Allah, maka proses pengubahan kita ke dalam gambar Kristus akan semakin dipercepat.

Pokok Doa:
Ya Tuhan, aku mengakui bahwa dalam banyak hal aku tidak bersesuaian dengan firman-Mu. Ampunilah aku yang sering melanggar kekudusan dan kebenaran-Mu. Aku mohon berilah terang-Mu dan sorotilah aku agar aku bertobat dan memiliki permulaan baru. Ubahlah aku sehingga aku sepadan dengan-Mu.

No comments: