Hitstat

15 October 2007

Matius Volume 6 - Minggu 3 Selasa

Realitas Batiniah Versus Kemunafikan
Matius 15:8-9
Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, sedangkan ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.

Pemerintahan surgawi dari kerajaan menuntut realitas batini, bukan hanya praktek luaran. Pemerintahan ini menanggulangi keadaan yang sejati dari hati manusia, bukan menanggulangi yang disingkapkan oleh bibir. Tradisi orang Farisi itu lahiriah, tetapi yang Tuhan perhatikan ialah sesuatu yang batiniah. Masalah antara orang Farisi dan Tuhan Yesus serta para pengikut-Nya menerangkan bahwa orang Farisi hanya memperhatikan tradisi lahiriah, misalnya, pembasuhan tangan. Mereka tidak mempedulikan apa pun tentang hal batiniah. Sebab itu, Tuhan Yesus menunjukkan kepada mereka masalah batiniah hati. Dalam kehidupan kristiani kita, kita perlu memperhatikan realitas batiniah. Apakah tangan kita kotor (berdebu) atau tidak, itu suatu hal yang tidak berarti, kondisi bagian batiniah kitalah yang penting.
Matius 15:8 mengatakan, “Bangsa ini memuliakan Aku dengan bibirnya, padahal hatinya jauh dari pada-Ku.” Kalau kita mengikuti tradisi, mungkin kita memuliakan Tuhan secara lahiriah dengan bibir kita, tetapi hati kita jauh dari Allah. Praktek lahiriah tradisi kita kelihatannya bagi Allah, namun sebenarnya, batin kita tidak bagi Allah. Kita mungkin mempunyai penampilan, tetapi tidak ada realitas. Kita mungkin mempunyai bibir yang menyatakan kepercayaan kita, tetapi hati kita jauh dari Tuhan. Bukankah hal ini lebih mengerikan? Tradisi adalah masalah pengucapan dari bibir tanpa realitas dalam hati.
Matius 15:9 mengatakan, “Percuma mereka beribadah kepada-Ku, karena ajaran yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.” Ini mewahyukan bahwa sebagian penyembahan (ibadah) terhadap Allah mungkin saja sia-sia, kalau yang kita ajarkan atau lakukan adalah perintah manusia. Dalam pandangan Allah bukan masalah penampilan lahiriah, tetapi masalah realitas batiniah; bukan masalah apa yang kita katakan, tetapi masalah apa adanya kita dalam menuruti firman Allah.

Mat. 15:8-9, 11; 23:27; 1 Sam. 16:7

Karena orang-orang Farisi dan ahli Taurat mempermasalahkan makan dengan tangan yang tidak dibasuh terlebih dahulu, maka Tuhan kemudian menjawab, “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang” (Mat. 15:11). Dalam Kerajaan Surga, kenajisan bukan dari benda-benda materi, melainkan dari perkara moral. Benda-benda materi tidak berhubungan dengan pemerintahan surgawi, melainkan dengan perkara moral. Semua kejahatan yang timbul dari hati membuktikan bahwa kita tidak berada di bawah pemerintahan surgawi.
Seorang yang luarnya berpura-pura baik, tapi dalamnya penuh dengan dosa, adalah orang yang munafik, sama seperti sebuah kuburan yang dilabur putih, luarnya memang bersih tampaknya, tetapi dalamnya penuh tulang belulang orang mati (Mat. 23:27). Ada seorang yang diundang makan siang di rumah seorang temannya. Di ruang tamu rumah temannya, ia melihat sebuah jam meja yang mungil. Dan ketika orang-orang lain tidak memperhatikannya, dengan diam-diam ia memasukkan jam meja itu ke dalam sakunya. Ketika makan bersama, ia berpura-pura alim, sangat mengerti sopan santun, tetapi hatinya sendiri mengetahui apa yang ia lakukan. Di luar dugaan, sebelum selesai makan siang, tiba-tiba jam meja itu berbunyi nyaring. Orang-orang yang bersama-sama makan siang terkejut dibuatnya, tapi sebentar saja mereka sudah mengerti apa yang telah terjadi. Tentu, orang ini sangat malu dan tidak bisa lagi meneruskan makan siangnya. Ia segera berdiri, lalu meninggalkan rumah itu.
Kalau Tuhan menerangi kita, setidaknya kita pernah satu atau dua kali berlaku munafik. Walau kita sudah mengabaikan perintah Allah, tetapi di luarnya kita berpura-pura menjadi orang baik. Kita mungkin mengira asal tidak ada orang yang mengetahui kepalsuan kita, berarti sudah tidak ada masalah. Tapi pada suatu hari, “jam meja” itu akan berbunyi, kepalsuan kita tidak bisa disembunyikan lagi. Allah tidak seperti manusia, manusia melihat yang di luar, Allah melihat yang di dalam (1 Sam. 16:7). Kita bisa menipu orang lain, kita juga bisa menipu diri sendiri, tetapi kita pasti tidak bisa menipu Allah!

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau lebih menghargai realitas batiniah daripada penampilan yang di luar. Belaskasihanilah aku agar terlepas dari berbagai bentuk kemunafikan, baik dalam pelayanan maupun dalam kehidupan sehari-hari. Oleh kasih karunia-Mu, aku ingin menjadi orang yang tulus, murni, dan benar terhadap Allah maupun di hadapan manusia.

No comments: