Hitstat

22 August 2012

Galatia - Minggu 19 Rabu


Pembacaan Alkitab: Why. 22:1-2


Setiap kali kita menghampiri takhta anugerah dengan beralih kepada roh kita dan berseru kepada nama Tuhan, haruslah kita menobatkan Tuhan. Kita wajib memberikan jabatan Kepala, jabatan Raja, dan jabatan Tuan kepada-Nya di dalam kita. Betapa besar perbedaan yang akan terjadi karena hal ini! Kadangkala sewaktu kita berdoa, kita merasa Tuhan berada dalam batin kita, namun kita enggan memberikan takhta kepada-Nya. Kita tidak mengakui jabatan-Nya sebagai Raja, malah meninggikan diri melampaui Dia dan meletakkan diri kita sendiri di takhta. Pada prakteknya, kita telah menurunkan Tuhan dari takhta. Bila kita tidak menobatkan Tuhan, aliran anugerah akan berhenti. Bahkan ketika kita sedang berdoa pun kita perlu membiarkan Tuhan duduk di atas takhta dalam batin kita, menghormati-Nya sebagai Kepala, Tuhan, dan Raja. Dengan demikian anugerah akan mengalir seperti sebuah sungai dalam batin kita.

Dalam Wahyu 22:1-2 kita nampak bahwa sungai air hayat mengalir keluar dari takhta Allah dan Anak Domba. Takhta Allah adalah sumber pengaliran anugerah. Menurunkan Dia dari takhta, atau merampas takhta itu dari Dia berarti meremehkan sumber anugerah. Hal ini mengakibatkan terhentinya pengaliran anugerah. Ini bukan suatu doktrin belaka, melainkan yang sangat cocok dengan pengalaman kita. Banyak di antara kita dapat bersaksi, bila kita tidak menobatkan Tuhan, kita tidak dapat menerima anugerah pada saat kita berdoa.

Kalau kita ingin menerima anugerah dan menikmati anugerah, hal pertama yang harus kita lakukan ialah beralih kepada roh kita dan melupakan pikiran, emosi, dan tekad kita. Tetapi Iblis menimbulkan satu perkara demi satu perkara untuk menjauhkan kita dari roh. Ia mungkin menghasut suatu perdebatan antara suami dan istri. Ketika mereka bersilat lidah, mereka akan merasa sukar untuk beralih kepada roh, sebab pikiran (akal) dan emosi mereka telah digejolakkan. Bila pikiran (akal) dan emosi kita kuat, kita sulit sekali beralih kepada roh kita.

Ketika kita beralih ke roh dan menetap di situ, kita perlu mengakui Tuhan sebagai Kepala dan Raja dan menobatkan Dia. Kita harus menghormati kedudukan dan wewenang-Nya, dan mengakui bahwa kita tidak berhak mengatakan atau melakukan apa pun berdasarkan diri kita. Semua kedudukan dalam kita harus kita serahkan kepada Sang Raja. Jika kita menobatkan Tuhan dalam batin kita, sungai air hayat akan mengalir keluar dari takhta untuk menyuplai kita. Dengan cara demikianlah kita akan menerima anugerah dan menikmatinya.

Anugerah tidak lain dan tidak bukan adalah Allah Tritunggal menjadi kenikmatan kita. Bapa terwujud di dalam Anak, dan Anak direalisasi sebagai Roh itu. Roh itu, yakni perampungan sempurna dari Allah Tritunggal, sekarang tinggal dalam roh kita. Kebutuhan kita hari ini ialah beralih ke Roh itu dan menetap di situ, serta menobatkan Tuhan. Lalu secara riil roh kita akan bersatu dengan surga tingkat tiga. Kita akan memahami dalam pengalaman bahwa di satu pihak, tempat yang maha kudus memang berada di surga; tetapi di pihak lain, ia pun ada di dalam roh kita. Ini menunjukkan bahwa tatkala kita menetap di dalam roh kita, kita sebenarnya telah menjamah surga. Jika kita menobatkan Tuhan dalam batin kita, maka Roh sebagai air hayat itu akan mengalir dari takhta untuk menyuplai kita. Inilah anugerah, dan inilah cara untuk menerima dan menikmati anugerah.


Sumber: Pelajaran-Hayat Galatia, Buku 2, Berita 37

No comments: