Hitstat

29 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 2 Sabtu

Jangan Meletakkan Pelita di Bawah Gantang
Matius 5:15
Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.

Pelita seharusnya diletakkan di atas kaki dian, bukan diletakkan di bawah gantang. Pelita yang diletakkan di bawah gantang tidak mungkin dapat memancarkan terang. Umat kerajaan sebagai pelita yang bercahaya seharusnya tidak ditutup oleh gantang. Pada zaman dahulu, gantang adalah suatu takaran untuk biji-bijian, sesuatu yang berhubungan dengan makanan, berkaitan dengan masalah nafkah. Gantang mengacu kepada kekhawatiran akan penghidupan atau sumber nafkah (Mat. 6:25). Jadi, menutup pelita di bawah gantang menunjukkan kekhawatiran kita akan nafkah. Jika sebagai orang Kristen, kita khawatir akan nafkah kita, khawatir akan jumlah uang yang kita peroleh, maka kekhawatiran itu akhirnya akan menjadi gantang yang menutupi terang kita.
Untuk menerangi orang lain secara lahiriah, kita wajib dibangunkan sebagai suatu kota di atas gunung. Tetapi untuk menyinari mereka secara batiniah, kita perlu keluar dari dalam selubung kita. Ini menunjukkan bahwa umat kerajaan seharusnya hidup tanpa kekhawatiran. Dari pengalaman kita tahu bahwa ketidakkhawatiran kita bisa menggerakkan orang, bisa menjamah orang. Jika setiap kali orang yang berkontak dengan kita merasakan bahwa kita selalu bergembira dan menikmati Tuhan, mereka akan terkesan. Orang dunia selalu dipenuhi dengan kekhawatiran dan tercengkeram dengan segala macam kerisauan, senantiasa takut kalau sewaktu-waktu kehilangan pekerjaan mereka atau khawatir akan dipersulit oleh atasan mereka. Tetapi umat kerajaan berbeda. Terang umat kerajaan seharusnya tidak tertutup oleh gantang. Kita seharusnya hanya memperhatikan Kristus dan kerajaan-Nya. Dengan cara hidup yang demikian, kita akan menjamah hati orang lain dan menyinari manusia batiniah mereka yang penuh dengan kekhawatiran.

Mat. 5:15-16; 6:25; Yoh. 1:12; Gal. 4:6

Penyinaran lahiriah umat kerajaan bersifat umum dan semua orang dapat melihatnya. Masyarakat dapat melihat adanya sekelompok orang yang terbangun, karena mereka bagaikan kota terletak di atas gunung dan bersinar. Sebaliknya penyinaran batiniah itu bersifat khusus dan lebih pribadi. Bila kita adalah umat rajani yang normal, kita akan memiliki dua ganda penyinaran ini. Pertama, kita bagaikan sebuah kota di atas gunung yang menerangi semua orang yang berada di sekeliling kita. Kedua, kita akan menjadi umat yang bersukacita, umat yang tidak khawatir akan nafkahnya. Dengan jalan inilah kita menyinari orang secara batiniah. Penerangan yang batiniah inilah yang menembus batin orang dan membuat mereka percaya.
Pada akhirnya, kedua aspek penyinaran kita akan memuliakan Bapa. Matius 5:16 mengatakan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” Sebutan Bapa membuktikan bahwa murid-murid, para pendengar Raja baru, adalah anak-anak Allah (Yoh. 1:12; Gal. 4:6). Pekerjaan baik di sini adalah perilaku umat kerajaan. Melalui perilaku ini, orang-orang dapat melihat Allah dan dibawa kepada-Nya. Penyinaran kita akan memuliakan Bapa, sebab penyinaran ini mengekspresikan apa adanya Allah. Memuliakan Allah Sang Bapa adalah memberi-Nya kemuliaan.
Kemuliaan adalah Allah yang terekspresi. Ketika kita mengekspresikan Allah dalam perilaku dan perbuatan baik kita, maka orang-orang akan melihat Allah dan memuliakan Allah. Allah kita adalah Allah yang tersembunyi. Tetapi ketika Allah diekspresikan, itulah kemuliaan-Nya. Jika sebagai umat kerajaan kita memiliki terang yang bersinar, Allah akan diekspresikan melalui penyinaran ini, dan semua orang yang di sekeliling kita akan nampak kemuliaan Allah. Sebagai terang, kita seperti kota di atas gunung dan seperti pelita yang bercahaya dalam rumah. Dari luar dan dalam kita bercahaya mengekspresikan Allah, membiarkan Allah menyatakan kemuliaan-Nya dalam pandangan orang lain. Kiranya kita memancarkan pengaruh yang sedemikian kepada semua orang yang berada di sekitar kita, sehingga mereka percaya.

Doa:Tuhan, seringkali aku kuatir akan hidupku, kuatir akan apa yang hendak aku makan dan akan apa yang hendak aku pakai. Tanpa kusadari, kekuatiran itu telah membuat terang-Mu tidak dapat terpancar melaluiku. Tuhan, hari ini aku bertobat, aku berpaling kepada-Mu, dan menyerahkan segala kekuatiranku kepada-Mu. Pulihkanlah terangku, ya Tuhan.

No comments: