Hitstat

31 March 2018

Matius - Minggu 26 Sabtu


Pembacaan Alkitab: Mat. 18:16-20
Doa baca: “Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.” (Mat. 18:17)


Ayat 17 mengatakan, “Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat.” Jika seorang saudara berdosa terhadap kita, kita perlu menanggulangi diri, mula-mula dalam kasih (ayat 15), kemudian dengan dua atau tiga orang saksi (ayat 16), dan akhirnya melalui gereja dengan kuasa (ayat 17). Bagian terakhir ayat 17 mengatakan, “Jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.” Jika seorang beriman tidak mau mendengarkan gereja, dia akan kehilangan persekutuan gereja dan akan seperti orang kafir dan pemungut cukai (orang dosa), yang berada di luar persekutuan gereja.

Seorang kafir atau pemungut cukai ialah seorang yang tidak ada persekutuan dalam kerajaan hayat atau dalam kehidupan gereja. Menganggap seseorang itu orang kafir atau pemungut cukai bukan berarti pengucilan, tetapi adalah menganggapnya sebagai orang yang telah dikerat dari persekutuan gereja. Gereja harus mengucilkan orang yang berzina dan menyembah berhala. Tetapi saudara yang bersalah yang tidak mau mendengarkan dua atau tiga orang saksi atau gereja, tidak perlu dikucilkan. Walau keadaannya tidak menyenangkan, namun tidak bisa dikategorikan sama dengan perzinaan atau penyembahan berhala.

Karena lemah, gereja hari ini tidak menyadari perlunya menggunakan kuasa ini. Saudara yang disebutkan dalam bagian firman ini, mula-mula bersalah, kemudian memberontak. Mula-mula ia bersalah terhadap seseorang. Kemudian karena ia tidak mau mendengarkan orang yang telah ia salahi, tidak mau mendengarkan dua atau tiga saksi, bahkan tidak mau mendengarkan gereja, ia menjadi pemberontak. Karena ia melawan gereja, gereja harus menggunakan kuasanya untuk mengikat dan melepaskan.


Sumber: Pelajaran-Hayat Matius, Buku 3, Berita 51

30 March 2018

Matius - Minggu 26 Jumat


Pembacaan Alkitab: Mat. 18:6, 15
Doa baca: “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.” (Mat. 18:15)


Dalam kehidupan kerajaan, perlu rendah hati (18:1-4). Dalam prinsipnya, seluruh umat kerajaan harus menjadi anak kecil. Rendah hati adalah berlaku seperti anak kecil. Jika kita tidak rendah hati, kita akan tersinggung oleh orang lain atau kita akan menyinggung hati orang lain, yaitu kita akan tersandung oleh orang lain atau menyandung orang lain. Semua ketersandungan disebabkan karena kesombongan. Andaikata kita tidak sombong, kita tidak akan tersandung. Fakta bahwa kita dapat tersandung membuktikan bahwa kita ini sombong. Jika seorang anak kecil tersinggung, sakit hati itu akan terlupakan hanya dalam beberapa menit. Tetapi begitu orang dewasa tersinggung, mereka tersandung oleh karena kesombongan mereka. Di samping itu, penyandungan kita kepada orang lain juga berasal dari kesombongan kita.

Menjadi batu sandungan bagi seseorang merupakan perkara yang serius. Ayat 6 mengatakan, “Tetapi siapa saja yang menyebabkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya kepada-Ku ini berbuat dosa (tersandung), lebih baik baginya jika sebuah batu giling diikatkan pada lehernya lalu ia ditenggelamkan ke dalam laut.” Jika tangan, kaki, atau mata membuat kita tersandung, kita harus menanggulangi penyebab ketersandungan ini secara serius. Jika tidak, kita tidak akan menjadi orang yang tepat dalam kehidupan kerajaan. Agar kita menjadi orang yang tepat dalam kehidupan kerajaan, kita perlu rendah hati sehingga kita tidak tersandung atau menjadi penyebab orang lain tersandung. Semua batu sandungan harus dibuang.

Ayat 15 mengatakan, “Apabila saudaramu berbuat dosa, tegurlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.” Dalam bagian ini kita juga nampak bagaimana menanggulangi saudara yang berbuat dosa (bersalah). Jika seorang saudara berdosa atau bersalah terhadap kita, pertama-tama kita harus menghadapinya dengan kasih dan menunjukkan kesalahannya.


Sumber: Pelajaran-Hayat Matius, Buku 3, Berita 51

29 March 2018

Matius - Minggu 26 Kamis


Pembacaan Alkitab: Mat. 18:1-20; Ibr. 10:17
Doa baca: “Dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan pelanggaran mereka.” (Ibr. 10:17)


Menurut Alkitab, mengampuni berarti melupakan. Bagi kita, mengampuni seseorang dapat berarti bahwa kita semata-mata tidak mempedulikan kesalahan, padahal kita masih mengingatnya. Alangkah sulitnya melupakan sesuatu yang menyalahi kita! Tanpa belas kasihan dan anugerah Tuhan, kita akan mengingat kesalahan-kesalahan orang lain bahkan sampai kekekalan. Tetapi jika Allah mengampuni, itu berarti Ia melupakan. Ibrani 10:17 mengatakan, “Dan Aku tidak lagi mengingat dosa-dosa dan pelanggaran mereka.” Mengampuni dengan sepenuhnya berarti melupakannya. Bapa kita di surga menganggap seolah-olah kita ini tidak pernah berdosa, sebab Ia telah mengampuni dan melupakan dosa-dosa kita.

Tetapi jika kita mengampuni suatu kesalahan, kita sering mengungkit-ungkit di hadapan orang lain. Misalnya, seorang saudara mungkin mengatakan, “Para penatua memperlakukan aku sangat buruk, tetapi aku telah mengampuni mereka. Namun biarlah aku memberitahumu sedikit tentang apa yang terjadi.” Mengampuni yang murni berarti kita melupakan kesalahan itu. Akar dari ketidakmauan kita mengampuni orang lain terletak pada temperamen kita. Tidak peduli betapa manisnya Anda, Anda masih mempunyai temperamen. Anda merasa tersinggung karena Anda mempunyai temperamen sedemikian. Saya dapat menampar kursi berkali-kali, tanpa membuat kursi itu marah, sebab kursi tidak mempunyai temperamen.

Tetapi jika saya menampar Anda, Anda akan marah, karena temperamen yang tersembunyi di dalam Anda. Kita semua mudah tersentuh pada temperamen kita. Boleh jadi reaksi atau wajah lahiriah mungkin berbeda, tetapi temperamen yang tersembunyi dalam diri kita adalah sama. Karena temperamen, kita sulit mengampuni orang lain. Dalam konstitusi surga, hawa nafsu daging seluruhnya telah ditanggulangi. Banyak perpisahan dan perceraian bersangkutan dengan hawa nafsu daging.


Sumber: Pelajaran-Hayat Matius, Buku 3, Berita 51