Hitstat

30 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 4 Sabtu

Mewahyukan diri-Nya sebagai Batu penjuru
Matius 21:42
Kata Yesus kepada mereka: “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.”

Dalam Matius 21:42 Tuhan Yesus berkata, “Belum pernahkah kamu baca dalam Kitab Suci: Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru: hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata kita.” Batu di sini ialah Kristus untuk bangunan Allah (Yes. 28:16; Za. 3:9; 1 Ptr. 2:4), dan tukang-tukang bangunan ialah pemimpin Yahudi, yang diwajibkan bekerja pada bangunan Allah. Dalam ayat ini Tuhan berkata bahwa batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjara. Kristus bukan saja batu pondasi (Yes. 28:16) dan batu utama (Za. 4:7), tetapi juga batu penjuru.
Matius 21:43 berkata, “Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang akan menghasilkan buah Kerajaan itu.” Kerajaan Allah sudah ada di sana bersama orang Israel, sedangkan Kerajaan Surga hanya sudah dekat (Mat. 3:2; 4:17). Ini membuktikan bahwa Kerajaan Surga berbeda dengan Kerajaan Allah. Dalam ayat ini Tuhan berkata bahwa Kerajaan Allah akan diberikan kepada bangsa lain yaitu gereja.
Bagian pertama dari Matius 21:44 berkata, “Siapa saja yang jatuh ke atas batu itu, ia akan hancur.” Ini menunjukkan bahwa orang Yahudi telah tersandung pada Kristus sehingga hancur remuk (Yes. 8:15; Rm. 9:32). Bagian terakhir dari ayat 44 berkata, “Siapa saja yang ditimpa batu itu, ia akan remuk.” Ini menunjukkan kepada bangsa-bangsa yang akan dipukul Kristus pada saat kedatangan-Nya kembali (Dan. 2:34-35). Bagi kaum imani, Kristus ialah batu pondasi yang mereka sandari (Yes. 28:16); bagi orang Yahudi yang tidak beriman, Ia merupakan batu sandungan (Yes. 8:14, Rm. 9:33); dan bagi bangsa-bangsa, Ia merupakan batu yang meremukkan.

Mat. 21:42-43; Yes. 28:16; 1 Kor. 3:9; Rm. 9:32

Dalam Kisah Para Rasul 4:10-11, Petrus menerangkan bahwa Yesus Kristus orang Nazaret sebagai batu yang dibuang oleh tukang bangunan. Kemudian dalam ayat 12 ia berkata “Tidak ada keselamatan di dalam siapa pun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” Kristus bukan saja Juruselamat tetapi juga batu. Juruselamat kita itu adalah batu yang mewahyukan fakta bahwa penyelamatan Allah adalah untuk pembangunan Allah.
Pada zaman dahulu bangsa Israel ialah kebun anggur; namun hari ini gereja bukan saja kebun anggur, tetapi juga suatu bangunan. Gereja ialah ladang yang menghasilkan bahan-bahan untuk pembangunan Allah (1 Kor. 3:9). Apa pun yang ditumbuhkan ladang ini untuk pembangunan. Untuk menjadi hayat kita, Kristus adalah benih; untuk pembangunan Allah, Dia adalah batu. Benih adalah untuk penanaman hayat; batu adalah untuk pembangunan.
Setelah menerima Dia sebagai benih hayat, kita perlu bertumbuh agar kita dapat mengalami Dia sebagai batu yang hidup di dalam kita. Karena itu, Dia juga akan membuat kita menjadi batu hidup; diubah dengan sifat batu-Nya, supaya kita dapat terbangun bersama orang lain menjadi rumah rohani di atas diri-Nya sebagai dasar dan batu penjuru (Yes. 28:16).
Batu penjuru ialah batu yang mengikat dinding yang satu dengan dinding lainnya. Sebagai batu penjuru, Kristus menghubungkan orang Yahudi dengan orang kafir. Melalui Kristus sebagai batu penjuru kaum imani Yahudi dan kaum imani kafir disatukan sebagai satu bangunan bagi Allah. Sebab itu Kristus tidak saja hanya sebagai batu pondasi untuk menopang bangunan, tetapi juga batu penjuru untuk menghubungkan kedua dinding utama.
Sebagai kaum imani, Kristus bagi kita adalah batu penjuru. Kita perlu datang kepada-Nya, batu yang hidup itu (1 Ptr. 2:4). Hari demi hari kita yang asalnya debu tanah akan disusun oleh sifat batu-Nya. Melalui kita menikmati Kristus sebagai batu penjuru, kita akan diubah, disatukan dengan kaum beriman yang lainnya, dan dibangunkan menjadi rumah rohani.

Doa:
Tuhan Yesus, aku mau datang kepada-Mu, Sang batu penjuru itu, agar aku pun diubah menjadi batu yang hidup bagi pembangunan rumah rohani. Aku mau menyatukan diri dengan kaum beriman lain dalam kehidupan gereja yang normal, sehingga aku bisa dibangunkan bersama dengan mereka bagi kesaksian-Mu.

29 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 4 Jumat

Hak Kesulungan Bangsa Israel Dialihkan
Matius 21:31b-32a
“... sesungguhnya pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab Yohanes datang untuk menunjukkan jalan kebenaran kepadamu, dan kamu tidak percaya kepadanya. Tetapi pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan sundal percaya kepadanya.”

Setelah Tuhan Yesus menghadapi imam-imam kepala dan tua-tua secara bijaksana, Ia memberi mereka perumpamaan tentang seorang yang mempunyai dua orang anak (Mat. 21:28-32). Orang itu memberitahu anak yang pertama agar bekerja di kebun anggur. Pada mulanya anak itu menolak, tetapi kemudian ia menyesalinya dan pergi. Orang itu memberitahu anak yang kedua berbuat hal yang sama. Tetapi setelah mengatakan bahwa ia mau, akhirnya ia tidak pergi. Lalu Tuhan Yesus bertanya kepada para pendengar-Nya, yang mana di antara kedua itu yang melakukan kehendak Bapa mereka. Ketika mereka mengatakan yang pertama, Tuhan berkata kepada mereka “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu, pemungut-pemungut cukai dan perempuan-perempuan pelacur akan mendahului kamu masuk ke dalam Kerajaan Allah” (Mat. 21:31).
Dalam Lukas 15:1-2 dan ayat 11-32 Tuhan mengibaratkan kaum pemimpin agama Yahudi dengan anak yang dilahirkan pertama, dan pemungut cukai serta orang berdosa kepada anak yang kedua, tetapi di sini Tuhan mengibaratkan mereka secara berlawanan. Ini menunjukkan bahwa orang Yahudi ialah anak Allah kelahiran sulung (Kel. 4:22), yang memiliki hak kesulungan, tetapi oleh karena ketidakpercayaan mereka, maka hak kesulungan itu telah dipindahkan kepada gereja, yang menjadi kelahiran sulung bagi Allah (Ibr. 12:23). Jadi firman Tuhan di sini mengisyaratkan pemindahan hak kesulungan. Dalam rencana Allah, hak kesulungan telah dialihkan dari orang Israel kepada orang-orang lain, orang-orang yang terdiri atas orang berdosa dan pemungut cukai yang telah diselamatkan. Ini berarti bahwa hak kesulungan bagi Allah telah dialihkan dari Israel kepada gereja. Hak kesulungan telah dialihkan dari Israel kepada orang berdosa yang telah beroleh selamat, bertobat, dan diampuni yang menyusun gereja.

Mat. 21:28-41; Luk. 15:1-2, 11-32; Kel. 4:22; Ibr. 12:23

Dalam Matius 21:33-46, Tuhan melanjutkan pengajaran nubuat-Nya dengan perumpamaan lain tentang penyerahan Kerajaan Allah. Ayat 33 berkata, “Adalah seorang tuan tanah membuka kebun anggur dan menanam pagar sekelilingnya. Ia menggali lubang tempat memeras anggur dan mendirikan menara jaga di dalam kebun itu. Kemudian ia menyewakan kebun itu kepada penggarap-penggarap lalu berangkat ke negeri lain.” Tuan tanah itu ialah Allah, kebun anggur ialah kota Yerusalem (Yes. 5:1) dan penggarap-penggarap adalah pemimpin-pemimpin orang Israel (Mat. 21:45).
Ketika tuan tanah mengutus hamba-hamba-Nya kepada penggarap-penggarap untuk menerima hasilnya, penggarap-penggarap itu memukul dan membunuh mereka (Mat. 21:34:46). Hamba-hamba ini ialah nabi-nabi yang diutus oleh Allah (2 Taw. 24:19; 36:15). Pemukulan, pembunuhan, dan pelemparan batu yang disebutkan dalam Matius 21:35 ialah aniaya yang diderita oleh nabi-nabi Perjanjian Lama (Yer. 37:15; Neh. 9:26; 2 Taw. 24:21).
Kemudian, tuan tanah mengutus anaknya. Sudah barang tentu anak itu adalah Kristus. Ketika para penggarap nampak anak itu, mereka berkata, “Inilah ahli warisnya, mari kita bunuh dia, supaya warisannya menjadi milik kita” (Mat. 21:38). Perkataan ini menunjukkan bahwa pemimpin Yahudi iri hati terhadap kebenaran Kristus dan ingin mempertahankan kedudukan mereka yang keliru. Sebab itu, “mereka menangkapnya dan melemparkannya ke luar kebun anggur itu, lalu membunuhnya” (Mat. 21:39). Ini menunjukkan bahwa Kristus dibunuh di luar Kota Yerusalem (Ibr. 13:12).
Matius 21:40-41 berkata, “Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya dengan penggarap-penggarap itu?” Kata mereka kepada-Nya, “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada penggarap-penggarap lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya.” Ayat 41 tergenapi ketika Titus, Pangeran Roma dan pasukannya membinasakan Yerusalem pada tahun 70 sebelum masehi. Sejak saat itu, “kebun anggur” Tuhan diberikan kepada penggarap lain, yakni para rasul Perjanjian Baru.

Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur karena kedaulatan-Mu telah membuat aku yang tidak terbilang apa-apa ini boleh berbagian dalam hak kesulungan yang sekarang telah Kaualihkan kepada gereja. Terhadap kasih karunia ini biarlah aku tidak menyia-nyiakannya, tetapi semakin giat dalam melakukan kehendak-Mu.

28 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 4 Kamis

Dicobai oleh Imam-imam dan Tua-tua Yahudi
Matius 21:23
Lalu Yesus masuk ke Bait Allah, dan ketika Ia mengajar di situ, datanglah imam-imam kepala serta tua-tua bangsa Yahudi kepada-Nya, dan bertanya: “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?”

Seluruh peristiwa dalam Matius pasal 21 terjadi pada minggu terakhir dari masa hidup Tuhan di bumi (Yoh. 12:1). Pada periode waktu ini Ia rela menyerahkan diri-Nya kepada umat Israel untuk pengujian menyeluruh. Pada saat-saat terakhir Tuhan Yesus datang ke Yerusalem, Ia datang bukan untuk bekerja, melainkan untuk menyerahkan diri-Nya kepada mereka yang akan membunuh-Nya. Dalam Matius 21:23 sampai 22:46, Tuhan diuji dan dicobai baik oleh imam-imam kepala dan tua-tua bangsa Yahudi, oleh orang-orang Farisi dan Herodian, juga oleh orang-orang Saduki dan ahli Taurat.
Menurut Keluaran 12, Anak Domba Paskah wajib diuji empat hari penuh. Dalam kalender orang Yahudi empat hari dapat pula dianggap enam hari, sebab sebagian dari satu hari dihitung sebagai satu hari penuh. Selama minggu terakhir dalam hidup-Nya, Kristus diuji selama enam hari. Kemudian Ia disalibkan pada hari Paskah. Ini menunjukkan bahwa Dialah Anak Domba Paskah yang sejati, sedangkan anak domba dalam Keluaran 12 hanyalah suatu lambang.
Setelah Tuhan Yesus membersihkan Bait Allah, datanglah imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi kepada-Nya (Mat. 21:23-27). Mereka datang untuk menguji Tuhan Yesus berkenaan dengan kuasa-Nya. Imam-imam kepala menduduki jabatan yang tinggi dalam agama, dan tua-tua Yahudi menduduki tempat yang terhormat dalam masyarakat. Mereka bertanya kepada Tuhan, “Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu? Dan siapakah yang memberikan kuasa itu kepada-Mu?” (Mat. 21:23). Pertanyaan ini menunjukkan hubungan antara bagian ini dan bagian yang telah dibahas sebelumnya, yakni mengenai ambisi dan kuasa. Murid-murid berambisi akan kuasa dan kedudukan, tetapi Tuhan Yesus bertindak dalam cara yang sebaliknya. Walau Dia adalah Raja, Dia tidak mengukuhi jabatan rajani-Nya.

Mat. 21:23-27; Yoh. 12:1

Dalam Matius 21:24 sekali lagi kita melihat hikmat Tuhan Yesus. Ketika mereka bertanya tentang kuasa-Nya, Dia balik bertanya kepada mereka tentang kuasa yang dimiliki Yohanes Pembaptis. Tuhan berkata, “Aku juga akan mengajukan satu pertanyaan kepadamu dan jikalau kamu memberi jawabnya kepada-Ku, Aku akan mengatakan juga kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu. Dari manakah baptisan Yohanes? Dari sorga atau dari manusia?” (Mat. 21:34-35a). Ketika Tuhan Yesus balik bertanya kepada mereka tentang baptisan Yohanes, mereka pun tersudut. Ini merupakan sebuah pertanyaan yang sulit bagi imam kepala dan tua-tua, pertanyaan yang merepotkan mereka. Jika mereka berkata bahwa Yohanes pembaptis itu dari surga, Tuhan akan bertanya kepada mereka mengapa mereka tidak percaya kepadanya. Tetapi karena mereka takut kepada orang banyak yang menganggap Yohanes sebagai Nabi, mereka tidak berani mengatakan bahwa baptisan Yohanes berasal dari manusia.
Imam-imam kepala dan tua-tua Yahudi menyadari bahwa mereka dalam masalah (Mat. 21:25-26). Mereka tidak tahu apa yang harus dilakukan. Akhirnya, mereka mengikuti bapa dari segala pendusta. “Lalu mereka menjawab Yesus: ‘Kami tidak tahu.’ Dan Yesuspun berkata kepada mereka: ‘Jika demikian, Aku juga tidak mengatakan kepadamu dengan kuasa manakah Aku melakukan hal-hal itu’” (Mat. 21:27). Imam kepala dan tua-tua berkata kepada Tuhan Yesus bahwa mereka tidak tahu apakah Yohanes pembaptis datang dari surga atau dari manusia (Mat. 21:27). Jawaban mereka adalah bohong. Anak-anak seringkali berbohong dengan mengatakan mereka tidak tahu. Ini adalah jalan yang paling baik bagi mereka untuk menghindari tuduhan.
Imam-imam kepala dan tua-tua berlaku seperti anak-anak yang berbohong dengan mengatakan bahwa mereka tidak tahu. Pertanyaan Tuhan telah menyingkapkan kondisi batiniah mereka yang penuh dengan kebohongan. Mereka berbohong kepada Tuhan dalam hal mengatakan mereka tidak tahu. Tuhan dengan bijaksana menyingkapkan kebohongan mereka, sekaligus melewati ujian yang pertama ini tanpa cela.

Doa:
Ya Tuhan, sebagaimana Engkau telah mengalami banyak ujian dari manusia, belaskasihanilah aku agar dapat melampaui setiap ujian dengan iman. Singkapkanlah setiap kelemahanku agar aku tidak mengandalkan kekuatan diri sendiri melainkan lebih bersandar kepada-Mu. Engkaulah sumber hikmat dan kekuatanku.

27 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 4 Rabu

Mengutuk Pohon Ara
Matius 21:21-22
Yesus menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, ... jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi.Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.”

Matius 21:18 mengatakan, “Pada pagi hari dalam perjalanan-Nya kembali ke kota, Yesus merasa lapar.” Ini menyatakan bahwa Tuhan lapar akan buah dari orang Israel, agar Allah dapat dipuaskan. Ayat selanjutnya mengatakan, “Dekat jalan Ia melihat pohon ara lalu pergi ke situ, tetapi Ia tidak menemukan apa-apa pada pohon itu selain daun-daun saja.” Pohon ara di sini merupakan simbol bangsa Israel (Yer. 24:2, 5, 8). Pohon ara yang Tuhan lihat penuh dengan daun tetapi tidak ada buahnya; ini melambangkan bahwa pada saat itu bangsa Israel penuh dengan penampilan lahiriah, tetapi tidak memiliki apa-apa untuk memuaskan Allah.
Matius 21:19 juga mengatakan, “Kata-Nya kepada pohon itu, ‘Engkau tidak akan berbuah lagi selama-lamanya! Seketika itu juga keringlah pohon ara itu.’” Ini melambangkan kutuk atas bangsa Israel. Sejak saat itu, bangsa Israel benar-benar kering. Tuhan tidak hanya memperhatikan rumah Allah. Dia pun memperhatikan kepuasan Allah, dan mendambakan buah-buah dari umat Allah. Tetapi kebanyakan umat-Nya tidak dapat menyediakan bagi-Nya buah apa pun. Sebagai akibatnya, mereka menjadi kering.
Raja yang lemah lembut memperhatikan rumah Allah dan kepuasan Allah. Dia membersihkan kita agar kita dapat memberi penyembahan yang tepat kepada Allah dan Dia menanggulangi kita agar kita dapat berbuah bagi kepuasan Allah. Hanya apabila roh kita yang adalah Bait Allah dibersihkan dan dikuduskan, barulah kita dapat berbuah bagi kepuasan Allah.
Ada berapa banyak orang Kristen hari ini yang rohnya berfungsi dan berbuah? Mungkin tidak banyak. Apakah akibatnya bila roh kita tidak dibersihkan untuk memberi Allah penyembahan yang tepat dan berbuah bagi kepuasan-Nya? Tuhan terpaksa memutuskan persekutuan rohani kita, sehingga mulai saat itu kehidupan rohani kita kering dan tidak dapat mengalirkan hayat kepada orang lain.

Mat. 21:18-22; Yer. 24:2, 5, 8

Matius 21:21-22 mengatakan, “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi. Dan apa saja yang kamu minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya.” Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan mengutuk pohon ara oleh iman. Doa yang penuh iman bahkan dapat memindahkan gunung yang menghalangi.
Perkara apapun yang menghalangi tangan Tuhan dalam membersihkan roh kita yang adalah Bait-Nya, dan perkara apa pun yang membuat kita tidak bisa menghasilkan buah bagi kepuasan-Nya dapat diumpamakan sebagai gunung. Di dalam kita entah terdapat berapa gunung. Setiap perkara duniawi yang menduduki hati kita adalah satu gunung. Dosa yang tersembunyi atau dosa yang masih kita sayangi juga adalah satu gunung yang besar. Demikian pula watak alamiah dan ambisi yang bersumber dari ego kita, juga adalah gunung yang tinggi. Tidak hanya itu, setiap masalah yang ditimbulkan oleh musuh Allah untuk menjatuhkan kita, juga adalah gunung. Gunung-gunung ini membuat roh kita tertekan, layu, bahkan kering. Akibatnya, tidak satupun buah yang dapat kita hasilkan bagi kepuasan Allah.
Tuhan di sini mengajar kita untuk berdoa kepada Allah dengan iman dan memerintahkan gunung itu untuk beranjak dan tercampak ke laut. Tuhan tidak menyuruh kita berdoa, “Bapa, tolong angkatlah gunung ini dan terbuanglah ke dalam laut”, melainkan, “berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut!” Ketika kita bertemu gunung, apakah yang hendak kita perbuat? Ketika bertemu gunung dalam kehidupan atau pekerjaan, banyak orang mulai berdoa, mohon Tuhan menyingkirkannya. Namun Tuhan menyuruh kita sendiri berkata kepada gunung itu, “Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut!” Inilah yang disebut dengan doa kuasa. Doa kuasa adalah doa yang di dalamnya kita berbicara kepada apa saja yang menghalangi kita agar pergi. Kita perlu mempraktekkan doa yang demikian.

Doa:
Tuhan Yesus, aku tidak mau kehilangan hak atas kerajaan yang telah Kausediakan bagiku. Selamatkanlah aku dari kemunafikan penampilan lahiriah yang palsu. Belaskasihanilah aku agar dapat menghasilkan buah bagi kepuasan Allah dengan memperhidupkan hayat-Mu dalam kehidupan dan pelayananku sehari-hari.

26 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 4 Selasa

Membersihkan Bait Allah
Matius 21:12-13
Lalu Yesus masuk ke Bait Allah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah. ...dan berkata kepada mereka: “Ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa. Tetapi kamu menjadikannya sarang penyamun.”

Ketika Tuhan masuk ke Kota Yerusalem, perkara pertama yang Dia lakukan ialah membersihkan Bait Allah. Ini adalah pembersihan Bait Allah yang dilakukan oleh Tuhan pada kali yang kedua. Pada permulaan ministri-Nya, Dia sudah pernah membersihkannya untuk kali pertama (Yoh. 2:13-17). Kini, di akhir ministri-Nya, Tuhan perlu sekali lagi membersihkan Bait Allah. Pertama kali, Tuhan menyebut Bait Allah sebagai “Rumah Bapa-Ku”, dan Ia menyucikannya dalam kapasitas-Nya sebagai Anak Allah. Namun di sini, Tuhan menyebut Bait Allah sebagai “Rumah-Ku”, dan Ia sekali lagi menyucikannya dalam kapasitas-Nya sebagai Anak Daud dan sebagai Raja.
Sebagai Raja, Tuhan harus mendapatkan penyembahan yang murni. Adanya “...penukar uang dan ... pedagang merpati” menunjukkan bahwa Bait Allah tidak lagi bersih. Menukar uang dan menjual hewan kurban di Bait Allah tentu memudahkan bagi orang-orang yang ingin menyembah Allah. Namun, Tuhan memandang semua hal ini najis. Dalam hal penyembahan, Tuhan tidak memerlukan perantara. Jual beli di Bait Allah kelihatannya untuk memudahkan orang dalam menyembah, tetapi sebenarnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan dalam perdagangan. Tuhan mengatakan bahwa Bait Allah telah menjadi sarang penyamun. Tuhan menunjukkan bahwa Bait Allah harus bersih.
Roh kita harus menjadi rumah doa. Bagaimanakah kondisi roh kita saat ini? Adakah kita berlatih untuk berdoa dengan roh kita? Sayang sekali, dewasa ini banyak anak-anak Allah yang batinnya penuh dengan perkara-perkara duniawi, sehingga mereka bukan lagi menjadi rumah doa, tetapi rumah dosa. O, kiranya Tuhan terus memurnikan roh kita dari berbagai campuran dan hal-hal yang tidak Ia perkenan, agar kita menjadi orang yang senang berdoa, senantiasa hidup dalam persekutuan yang intim dengan Tuhan. Inilah jalan untuk diselamatkan dari kebutaan dan kelumpuhan rohani!

Mat. 21:12-17; Ef. 2:22; Mrk. 11:19; Yoh. 11:1

Apa pun yang Tuhan lakukan, bukan untuk kepentingan-Nya sendiri, melainkan untuk kepentingan Allah. Hati-Nya adalah untuk rumah Allah. Ketika kita menerima Tuhan ke dalam kita sebagai Raja kita, Dia akan segera membersihkan roh kita. Pada hari Dia masuk ke dalam kita menjadi hayat dan Raja kita, terlebih dahulu membersihkan Bait Allah, yang hari ini adalah roh kita, tempat kediaman Allah (Ef. 2:22). Setelah membersihkan Bait Allah, Tuhan lalu menyembuhkan orang buta dan orang timpang dalam Bait Allah (Mat. 21:14). Hal ini amat bermakna. Pembersihan Bait Allah (roh kita) membuat kita mempunyai daya lihat untuk melihat Tuhan dan mempunyai kekuatan untuk berjalan mengikuti Dia.
Selanjutnya Matius 21:17 mengatakan, “Lalu Ia meninggalkan mereka dan pergi ke luar kota ke Betania dan bermalam di situ.” Dalam kunjungan terakhir Tuhan ke Yerusalem, Ia menunaikan ministri-Nya hanya pada siang hari; setiap malam Dia pergi bermalam di Betania, di lereng timur Bukit Zaitun (Mrk. 11:19; Luk. 21:37), lokasi rumah Maria, Marta, dan Lazarus, dan rumah Simon (Yoh. 11:1; Mat. 26:6). Di Yerusalem Dia ditolak oleh para pemimpin agama Yahudi, tetapi di Betania Dia disambut oleh orang-orang yang mengasihi Dia.
Banyak orang Kristen setelah menerima Kristus ke dalam mereka dan mengalami pembasuhan-Nya dalam roh mereka, mereka tidak mencintai-Nya. Mereka hidup secara religius dan dalam liturgi agama yang mati. Sebab itu Tuhan jauh dari mereka.Menurut Perjanjian Baru, Betania ialah tempat para pencinta Tuhan. Selama minggu terakhir hidup-Nya di bumi, Tuhan pergi ke Yerusalem setiap hari, tetapi ia bermalam di Betania. Yerusalem adalah tempat Dia dicobai, diuji, dan dibunuh, tetapi Betania ialah tempat di mana Ia dicintai oleh para pengasih-Nya dan menginap di rumah mereka.
Dunia agama hari ini adalah Yerusalem bagi Tuhan Yesus, bukan tempat Dia bermalam. Pencinta Kristus bukan di Yerusalem, melainkan di Betania. Kita tidak seharusnya menjadi umat Yerusalem, melainkan pencinta di Betania. Setelah Tuhan Yesus masuk ke dalam kita dan membersihkan roh kita, marilah kita dengan sekuatnya mencintai Dia. Mencintai Dia membuat kita terlepas dari pengaruh dunia agama yang selalu menolak dan berlawanan dengan Dia.

Doa:
Tuhan Yesus, tubuhku adalah bait-Mu, juga rumah doa-Mu. Karena itu bersihkanlah setiap bagian rohku dari perkara-perkara yang menghalangi persekutuanku dengan-Mu. Pulihkanlah kehidupan doaku yang selama ini terabaikan. Aku mau merebut kesempatan untuk bersekutu dengan-Mu agar aku diselamatkan dari kebutaan dan kelumpuhan rohani.

25 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 4 Senin

Sambutan bagi Raja yang Lemah Lembut
Matius 21:9
Dan orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, katanya: “Hosana bagi Anak Daud, diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!”

Matius 21:4-9 mencatat suatu peristiwa penting di mana Tuhan Yesus datang sebagai Raja yang rendah hati dan dan lemah lembut yang disambut dengan hangat oleh para pengasih-Nya. Bagian ini kelihatannya tidak ada kaitannya dengan pembahasan sebelumnya tentang ambisi dan keinginan untuk menjadi yang terbesar. Di sini Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya sebagai Raja yang sejati. Dia tidak memiliki ambisi menjadi raja, walau sesungguhnya Dialah sang Raja itu. Kerajaan adalah milik-Nya, dan seluruh rakyat adalah bagi-Nya.
Bagaimanakah caranya Tuhan Yesus masuk ke Yerusalem? Apakah Dia menunggangi kuda Mesir yang gagah? Tidak! Dia datang sebagai Raja yang unik, menunggangi seekor keledai dalam kesederhanaan yang tulus. Dia datang sebagai Raja, tetapi Dia datang dalam bentuk dan penampilan yang sederhana. Ini sangat baik. Betapa indahnya bisa saudara saudari terkasih dalam gereja begitu berdaya guna, penuh urapan, dan penuh hayat, namun bentuk dan penampilan mereka begitu rendah hati. Kita tidak seharusnya bersikap: “Saya penuh urapan! Saya berkarunia, dan saya harus mendapatkan jabatan!” Kita sekali-kali tidak boleh bersikap demikian.
Tuhan Yesus datang sebagai Raja dalam cara yang sederhana. Dia tidak menunggangi kuda atau keledai dewasa, tetapi keledai muda. Walau hampir semua orang di kota itu menyambutnya, tetapi Dia memasuki kota dalam cara yang sederhana. Walau Dia adalah Raja, Dia tidak mempertahankan bentuk dan penampilan-Nya sebagai Raja. Dia datang sebagai Raja sejati dalam kesederhanaan, dan Dia tidak berkata-kata bagi diri-Nya sendiri. Orang banyaklah yang berbicara bagi-Nya dengan menghamparkan pakaian mereka dan ranting-ranting pohon palem di tengah jalan yang dilalui-Nya.

Mat. 21:1-9; Yoh. 12:13; Why. 7:9; Mzm. 118:25

Matius 21:9 mengatakan, “Orang banyak yang berjalan di depan Yesus dan yang mengikuti-Nya dari belakang berseru, ‘Hosana bagi Anak Daud, terpujilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, hosana di tempat yang mahatinggi!’” Kata Ibrani Hosana berarti “selamatkanlah sekarang” (Mzm. 118:25). Gelar “Anak Daud” merupakan sebuah gelar kerajaan bagi Raja yang rendah hati. Dari pujian orang yang menyambut Sang Raja, jelaslah bagi kita bahwa Dialah persona yang diutus oleh Allah, yaitu orang yang datang dalam nama Tuhan (Yehova).
Ketika orang-orang Farisi melihat bagaimana Tuhan disambut, mereka menjadi iri hari. Walau demikian mereka masih berpura-pura rohani. Sebenarnya, mereka tidak serohani itu; mereka sesungguhnya cemburu terhadap Tuhan Yesus. Mereka terganggu ketika seorang Nazaret yang kecil justru menerima perayaan yang demikian riuh. Bahkan anak-anak kecil di Bait Suci berteriak dan berseru, “Hosana!” Orang-orang Farisi menganggap teriakan itu begitu kacau balau. Mengapa Ia membiarkan anak-anak kecil berteriak kepada-Nya di Bait Suci? Tempat ini adalah tempat untuk menyembah Allah. Mereka seharusnya datang dalam kesenyapan. Mengapa Ia tidak menghardik anak-anak itu? Lihatlah, sepertinya orang-orang Farisi itu begitu rohani dan alkitabiah, namun sebenarnya ini bukan masalah rohani atau tidak, tetapi mereka iri hati terhadap Tuhan Yesus yang menerima sambutan hangat orang banyak itu.
Karena orang-orang Farisi berlaku seolah-olah rohani dan alkitabiah, Tuhan Yesus berkata kepada mereka, “... belum pernahkah kamu baca: Dari mulut bayi-bayi dan anak-anak yang menyusu Engkau telah menyediakan puji-pujian?” (Mat. 21:16b). Jawaban Tuhan menunjukkan bahwa tidaklah salah bila anak-anak kecil berteriak dan memuji, “Hosana!”. Hal ini sangat alkitabiah dan dapat dibenarkan. Jawaban yang sama dapat dialamatkan juga kepada orang Kristen yang suka berdiam diri dalam ibadah namun mengecam mereka yang bersorak memuji Tuhan. Kita bisa berkata kepada mereka, “Belum pernahkah Anda baca ayat-ayat dalam Perjanjian Lama tentang berseru dan memuji Tuhan dengan sorak sorai?” (Ezr. 3:10-11; Mzm. 5:11; 95:1; 100:1).

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau adalah teladan dari kerendahan hati yang sesungguhnya. Engkau tidak berambisi atau bersaing dengan siapa pun untuk memperoleh kedudukan. Ya Tuhan, ampunilah aku yang tanpa sadar ingin menjadi “seseorang” di dalam gereja. Terangilah aku agar kunampak bahwa tanpa anugerah-Mu, aku bukanlah apa-apa.

23 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 3 Sabtu

Ambisi Membutakan Manusia
Matius 20:32-33
Lalu Yesus berhenti dan memanggil mereka. Ia berkata: “Apa yang kamu kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab mereka: “Tuhan, supaya mata kami dapat melihat.”

Dalam pandangan Allah, semua orang yang berambisi untuk menjadi yang terbesar di antara saudara-saudaranya seiman adalah orang buta. Mereka mungkin mengira bahwa mereka mengikuti Kristus, tetapi pada hakikatnya mereka berada di pinggir jalan, sebab mereka belum nampak jalan itu. Mereka tidak mempunyai pemahaman yang tepat terhadap penyaliban dan kebangkitan Tuhan, sebaliknya mereka masih berambisi mencari kedudukan di antara umat Allah. Karena mereka buta, mereka perlu disembuhkan oleh Tuhan.
Matius 20:30 mengatakan, “Ada dua orang buta yang duduk di pinggir jalan mendengar, bahwa Yesus lewat, lalu mereka berseru: ‘Tuhan, Anak Daud, kasihanilah kami!’” Setiap orang yang berambisi itu buta. Asalkan kita berambisi, kita berada di pinggir jalan dan perlu kesembuhan. Tapi segera setelah kedua orang buta itu melihat kembali, mereka berjalan mengikuti Tuhan. Ini menunjukkan bahwa ketika kita nampak salib dan kebangkitan, kita berada di jalan yang tepat untuk mengikuti Tuhan.
Pada dasarnya kita adalah orang-orang yang buta sejak lahir. Kita tidak mengenal Allah dan perkara rohani. Arti buta adalah tidak bisa melihat. Meskipun sejak lahir mata jasmaniah kita bisa melihat, tetapi mata batiniah kita tidak bisa melihat perkara Allah dan perkara rohani, sepenuhnya buta. Karena itu, salib dan kebangkitan sangat berarti bagi kita. Ambisi terhadap kedudukan wajib disalibkan. Dalam kehidupan gereja, kita tidak mencari kedudukan apa pun, melainkan kita di sini sedang mengikuti Dia ke atas salib. Kita tidak membicarakan takhta maupun jabatan, tetapi kita rela minum cawan salib. Semoga setelah mendapatkan pandangan ini, kita bisa setia sampai akhir, memikul salib mengikuti Tuhan.

Mat. 20:29-34

Walaupun hari ini kita sudah beroleh selamat, masih ada kemungkinan ambisi membutakan mata batiniah kita dari kehendak Allah. Kita mungkin mengira bahwa kita mengerti banyak hal lebih daripada orang lain. Karena itu, kita lalu mendambakan kedudukan yang lebih tinggi daripada orang lain pada umumnya. Kita tidak mengenal diri sendiri, lebih-lebih tidak mengenal kehendak Allah. Inilah kondisi orang Kristen yang dibutakan oleh ambisinya. Orang yang demikian mustahil bisa mengikuti Tuhan.
Agar diselamatkan dari ambisi, kebutaan kita perlu lebih dulu disembuhkan oleh Tuhan. Kita perlu berseru, “Tuhan, kasihanilah aku! Sembuhkanlah mataku, aku ingin melihat!” Doa yang demikian akan menggerakkan hati Tuhan sehingga Ia segera menjamah mata batiniah kita dan memulihkan penglihatan rohani kita. Begitu penglihatan rohani kita dipulihkan, segera kita dapat mengikuti Dia. Mengapa seseorang miskin dalam perkara rohani? Karena mata batiniahnya belum tercelik. Siapa yang buta, ia pasti miskin. Karena itu, setiap hari kita perlu berdoa mohon Tuhan mencelikkan mata rohani kita sehingga mengenal Dia dan mengenal diri sendiri dengan benar. Hanya dengan pengenalan yang demikian, ambisi pribadi kita dapat disingkirkan.
Watchman Nee pernah menulis sebuah syair kidung yang menggambarkan kondisi kebanyakan anak-anak Allah hari ini. Simaklah syair tersebut berikut ini:
1. Berduyun masuk kerajaan, salib tak pikul?
Pahala banyak yang damba, dunia tak tolak?
Jalan Tuhan tak ditempuh, namun berkat mau!
2. Mau kemuliaan Tuhan, malu tak mau?
Mau berkuasa dengan Tuhan, rugi tak mau?
Siapa pandang semuanya sampah karena Tuhan?
3. Mesra Tuhan, semua ingin, puasa tak ingin!
Takhta Tuhan, semua suka, korban tak rela!
Hanya nyanyi, namun bukan berjaga-jaga!
4. Hormat Tuhan, semua rindu, hina-Nya takut.
Kalau Tuhan selalu memberi, segera memuji;
Kalau Tuhan minta sedikit, segera sakit hati.
5. Namun bagi pencinta-Nya, semua tak dihirau;
Biar nyawa dan darah mereka tumpah bagi-Nya!
Tuhan, beriku tekad ini, setia sampai mati!

Doa:
Ya Tuhan, sembuhkanlah aku dari ambisi yang membutakan mataku, dari penyakit yang membuat aku tidak dapat melihat kehendak-Mu. Di dalam gereja, biarlah aku tidak mencari kedudukan apa pun, tidak mendambakan jabatan apa pun, tetapi rela belajar pelajaran salib, menyangkal diri dan giat melayani dalam kasih dan ketulusan.

22 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 3 Jumat

Melayani, Bukan Dilayani
Matius 20:26, 28
Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, ... sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.

Segera setelah Tuhan mengungkapkan kematian dan kebangkitan-Nya untuk kali ketiga, ibu Yakobus dan Yohanes datang kepada-Nya memohon agar kedua anaknya boleh duduk di sebelah kanan-Nya dan di sebelah kiri-Nya dalam kerajaan. Sekalipun Tuhan telah mengatakan tentang penyaliban dan kebangkitan, pikiran mereka masih tertancap pada takhta (Mat. 20:17-21). Ibu anak-anak Zebedeus itu ialah bibi Tuhan, saudara perempuan ibu-Nya, karena itu terdapat hubungan alamiah antara mereka dengan Tuhan. Sering kali kita sama seperti Yakobus dan Yohanes. Berkali-kali kita mendengar tentang penyaliban dan kebangkitan, tetapi di dalam kita terdapat kedambaan akan takhta. Inilah ambisi akan kedudukan.
Bahkan sampai hari ini, begitu banyak ambisi dan persaingan terjadi di antara anak-anak Allah sehingga mengakibatkan Tubuh Kristus terpecah belah. Ada yang berebut kedudukan di dalam gereja dengan mengumpulkan pendukungnya masing-masing, ada pula yang karena merasa diri lebih hebat dan berkarunia lalu memisahkan diri dan membangun sekte baru. O, begitu banyak motivasi yang tersembunyi dan apa yang disebut masa depan rohani justru berasal dari ambisi. Menurut Matius 20:22-23, jika kita ingin duduk di takhta dalam kerajaan, kita harus siap meminum cawan penderitaan. Jawaban Tuhan terhadap permintaan egoistis ibu Yakobus dan Yohanes mewahyukan bahwa memikul salib adalah jalan untuk masuk ke dalam kerajaan (Kis. 14:22).
Dalam Matius 20:24 kita melihat adanya persaingan di antara murid-murid secara daging: “Mendengar itu marahlah kesepuluh murid yang lain kepada kedua saudara itu.” Inilah reaksi mereka setelah pengumuman konstitusi kerajaan, setelah begitu banyak wahyu tentang Kristus, setelah pengungkapan rahasia kerajaan. Mereka merasa kesal, bahkan marah, seolah-olah takut tidak ada sesuatu yang tertinggal untuk mereka. Alangkah kasihannya situasi ini!

Mat. 20:24-27; Luk. 22:24

Setelah menerima banyak wahyu, kedua belas murid masih dijenuhi oleh masalah kedudukan. Lukas 22:24 mengatakan bahwa murid-murid sedang memperjuangkan di antara mereka siapa yang akan menjadi yang terbesar. Petrus, Andreas, Yakobus, Yohanes, dan murid-murid lainnya berjuang untuk kedudukan. Injil Matius mencatat adanya persaingan di antara murid-murid itu untuk menyingkapkan kepada kita bahwa ambisi terhadap kedudukan juga ada di dalam kita. Walaupun kita sudah berada di dalam gereja, tidak berarti kita tidak berambisi. Ada orang mungkin berambisi menjadi pemimpin atau tokoh terkenal dalam gereja. Alangkah memalukan bila ada orang Kristen yang berambisi memperoleh kedudukan, kehormatan, dan kemuliaan manusia.
Bagi kehidupan kerajaan, kita harus mematikan ambisi terhadap kedudukan. Membicarakan kedudukan, membicarakan siapa yang lebih tinggi, itu saja sudah memalukan. Mencari kedudukan dalam kehidupan gereja bukanlah suatu kemuliaan, tetapi suatu aib. Jalan untuk hidup di dalam kerajaan adalah dengan rela melayani orang lain seperti seorang hamba, bukan memerintah atas orang lain.uhan berkata kepada murid-murid-Nya dalam Matius 20:26b-27: “Siapa saja yang ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan siapa saja yang ingin menjadi yang pertama di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu.” Ini mutlak berlawanan dengan pikiran alamiah. Tuhan berkata, “Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:8). Di sini Tuhan tidak berdiri pada kedudukan sebagai Anak Allah, tetapi sebagai Anak Manusia yang melayani bahkan dengan memberikan nyawa-Nya sebagai harga tebusan.
Banyak orang, khususnya beberapa orang muda hanya ingin dilayani, tapi mereka tidak pernah melayani. Mereka tidak membersihkan rumah; mereka tidak mencuci piring; mereka tidak memperhatikan pakaian mereka; bahkan tidak membereskan tempat tidur mereka. Mereka hanya suka makan, tidur, dan bersenang-senang. Ini berlawanan dengan keinsanian Yesus. Keinsanian Yesus adalah keinsanian yang melayani, bukan untuk dilayani. Untuk menjadi yang terbesar dalam kerajaan, kita harus belajar melayani orang lain.

Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah bila di dalam diriku masih terdapat banyak ambisi yang tersembunyi. Aku masih ingin mendapatkan kedudukan, dan ingin menjadi lebih tinggi dari yang lain. Tanggulangilah setiap ambisi di dalam diriku dan murnikanlah aku agar aku dapat melayani saudara-saudara seiman dalam ketulusan dan kesalehan.

21 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 3 Kamis

Meninggalkan Segala Sesuatu untuk Menikmati Anugerah
Filipi 3:8
Malahan segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia dari pada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.

Diselamatkan berarti menerima anugerah dan memperoleh pahala berarti menikmati anugerah yang telah kita terima. Ketika kita percaya dalam Tuhan, kita menerima anugerah dan diselamatkan. Setelah menerima anugerah kita harus belajar menikmati anugerah. Meninggalkan segala sesuatu di belakang kita dan mengikuti Tuhan sebenarnya bukanlah membayar harga, melainkan menikmati anugerah yang telah kita terima. Jangan mengira bahwa kita telah mengorbankan semuanya. Apa yang kita korbankan hanyalah sampah, sia-sia di atas kesia-siaan. Segala sesuatu yang berada di bawah matahari adalah sia-sia. Pendidikan, kedudukan, dan masa depan kita, bila dibandingkan dengan Tuhan, semuanya sia-sia. Sampah tidak dapat dianggap sebagai sesuatu yang berharga.
Meninggalkan segala sesuatu di belakang kita berarti melepaskan pikulan berat dan dibebaskan. Kita dibebani oleh kedudukan, kekayaan, dan kekhawatiran akan masa depan kita. Sebab itu kita perlu dibebaskan dari pikulan berat kita dengan cara menikmati anugerah. Anugerah akan melucuti pikulan berat kita. Dibebaskan dari memikul pikulan berat adalah menikmati anugerah, bukan membayar harga.
Apabila hari ini kita demi Tuhan rela meninggalkan segala sesuatu, janganlah menghitungnya sebagai membayar harga, melainkan harus menganggapnya sebagai menikmati anugerah. Mengapa? Karena meninggalkan segala sesuatu bagi Tuhan justru melepaskan kita dari beban berat. Pada suatu hari, kita akan menerima upah yang sama banyaknya seperti Petrus dan kita akan menerimanya lebih dulu. Upah Petrus sedinar dan kita pun sama-sama mendapat upah sedinar. Dinar ini menunjukkan kenikmatan penuh atas hayat ilahi dalam kemuliaan manifestasi kerajaan. Inilah pahala kita.

Mat. 20:17-23; Kis. 14:22

Untuk menerima pahala kerajaan, kita perlu mengalami penyaliban dan kebangkitan. Sekalipun kita mungkin mengetahui segala sesuatu tentang kerajaan, kita masih harus mempunyai pengertian yang memadai tentang penyaliban dan kebangkitan Tuhan. Tanpa mengalami penyaliban Tuhan dan kebangkitan Tuhan mustahil mengalami hayat Tuhan sebagai pahala kerajaan. Dalam Filipi pasal tiga, Paulus berkata bahwa karena Kristus, ia menganggap semuanya itu sampah. Kemudian ia mengatakan bahwa ia damba untuk mengenal Kristus dan kuasa kebangkitan-Nya agar ia menjadi serupa dengan Dia dalam kematian Kristus.
Beberapa orang Kristen mungkin berkata, “Aku telah meninggalkan segala sesuatu bagi gereja. Aku sudah banyak menderita dan kini aku tidak memiliki apa pun.” Pernahkah kita mengeluh demikian? Orang yang berkata demikian tidak akan menerima apa pun dari Tuhan, karena tindakannya tidak ia lakukan dengan roh yang tepat. Jika kita meninggalkan segala sesuatu dengan roh yang tepat, maka kita akan bersyukur, bergembira, dan memuji Tuhan bahwa kita tidak lagi menanggung pikulan berat. Jika kita telah melepaskan segala sesuatu bagi Tuhan dalam roh yang tepat, kita akan berkata, “Oh Tuhan, aku bersyukur kepada-Mu bahwa aku tidak menanggung pikulan berat yang berupa kedudukan, ambisi, atau kekhawatiran akan masa depan.” Semua orang yang suka akan keduniawian berada di bawah pikulan berat. Tetapi syukur kepada Tuhan karena Ia telah melepaskan dan membebaskan kita dari perkara tersebut. Sekali lagi, kita bukan membayar harga untuk membeli kerajaan, melainkan kita dilepaskan dan dibebaskan dari masalah.
Kita kemungkinan besar adalah pekerja dalam kelompok yang terakhir, yang dipekerjakan pada pukul lima petang. Tetapi kita akan lebih dulu diberi pahala, walau kita tidak bekerja lama seperti Petrus, Yakobus, Yohanes, dan Paulus. Mereka telah bekerja sehari suntuk, menanggung panas terik matahari. Tetapi kita hanya bekerja dalam waktu yang pendek, paling banyak beberapa tahun. Karena itu, peganglah setiap kesempatan yang Tuhan berikan kepada kita hari ini untuk dengan setia melayani Dia,bekerja di kebun anggur-Nya.

Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas terang-Mu yang menampakkan kepadaku bahwa apa yang selama ini kukasihi justru adalah pikulan berat. Apa yang dulu kegemari sesungguhnya adalah sampah. Tuhan, aku mau melepaskan semua pikulan beratku dan membuang semua sampah, agar aku dapat mengikuti Engkau dan menikmati anugerah.

20 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 3 Rabu

Yang Terdahulu Menjadi yang Terakhir
Matius 20:16
Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan menjadi yang terakhir.

Matius 20:6-7 mengatakan, “Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku.” Pukul lima petang menunjukkan bagian akhir dari zaman gereja. Mereka yang dicari pada pukul lima petang mengatakan bahwa mereka berdiri, menganggur sebab tidak ada orang yang mengupah mereka. Ini menunjukkan bahwa di luar kerajaan, tidak ada manusia yang dipekerjakan oleh Allah. Sekalipun sudah petang, Tuhan masih menyuruh orang-orang untuk masuk bekerja dalam kebun anggur. Artinya, bahkan menjelang akhir zaman gereja, Tuhan masih memanggil pekerja.
Pada hari kedatangan-Nya, Tuhan akan membayar sama kepada semua pekerja-Nya, mulai dari yang terakhir hingga yang pertama (Mat. 20:8-10). Ini menunjukkan bahwa upah yang dibayarkan kepada pekerja yang masuk terakhir, tidak disesuaikan dengan lamanya mereka bekerja, tetapi menurut anugerah dari Tuan pemilik kebun anggur itu. Tuhan membuat yang terakhir menjadi yang pertama dan yang pertama menjadi yang terakhir.
Kita adalah orang-orang yang dipanggil untuk bekerja di kebun anggur pada zaman akhir ini. Walau demikian, Tuhan akan memberi kita upah sebesar yang akan diterima oleh rasul-rasul terdahulu (seperti Petrus, Yakobus, dan Yohanes), yakni mereka yang masuk ke kebun anggur pagi-pagi benar, yang melambangkan awal zaman gereja. O, betapa besarnya anugerah Tuhan bagi kita, pekerja-pekerja yang masuk terakhir! Menyadari hal ini, masihkah kita merasa sayang untuk meninggalkan kesenangan duniawi yang sia-sia dan hampa? Marilah kita bangkit dan menggunakan waktu yang tersisa ini untuk lebih giat bekerja di kebun anggur-Nya!

Mat. 20:6-16; Rm. 9:14-15, 20

Mereka yang pertama kali masuk bekerja di kebun anggur sangat terkejut karena yang bekerja terakhir justru yang pertama menerima upah, sekalipun mereka bekerja hanya satu jam dan tidak menderita panas teriknya matahari. Sebab itu, ketika pekerja yang pertama melihat bahwa yang terakhir menerima satu dinar, mereka berharap akan menerima lebih banyak. Namun, mereka juga menerima satu dinar. Matius 20:11-12 mengatakan, “Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada pemilik kebun itu, katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik matahari.”
Mereka yang pertama bekerja tidak mengenal Roma 9:14-15 dan 20. Tidak ada ketidakbenaran pada diri Tuhan. Dia akan membelaskasihani orang yang diinginkan-Nya. Siapakah mereka, sehingga membantah Tuhan? Konsepsi alamiah Petrus sebenarnya mewakili konsepsi semua orang beriman bersifat komersil. Dia tidak mengetahui keinginan anugerah Tuhan. Sebab itu ia bersungut-sungut kepada Tuhan berdasarkan legalitas.
Matius 20:13-14 mengatakan, “Tetapi pemilik kebun itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari? Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir ini sama seperti kepadamu.” Jawaban Tuhan menunjukkan bahwa Ia telah memberikan kepada pekerja-Nya yang pertama menurut kesepakatan. Tetapi Tuhan berhak memberi upah yang sama kepada pekerja yang terakhir menurut keinginan-Nya sendiri, bukan dalam prinsip pekerjaan, melainkan dalam prinsip anugerah. Hal ini menghancurkan konsepsi Petrus yang alamiah dan komersil, mengoreksi konsepsinya.
Untuk mendapatkan Kerajaan Surga, kita perlu meninggalkan segalanya dan mengikuti Tuhan. Apa yang akan diberikan-Nya kepada kita sebagai pahala melebihi apa yang sepatutnya kita terima. Tetapi ini tidak menurut prinsip transaksi bisnis, melainkan menurut kesenangan hati Tuhan. Perlakuan Tuhan ini adalah insentif yang berharga bagi para pengikut-Nya di jaman ini.

Doa:
Tuhan Yesus, selagi masih ada waktu yang Kauberikan bagiku di bumi ini, biarlah aku boleh dengan giat melayani di dalam kebun anggur-Mu. Aku mau menebus waktu-waktu yang hilang di masa lalu dengan merebut setiap kesempatan untuk melakukan kehendak-Mu. Tuhan, beriku waktu lebih banyak untuk melayani-Mu.

19 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 3 Selasa

Memanggil Pekerja Kebun Anggur
Matius 20:1-2
Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya.

Tuhan sangat berhikmat dan bersabar terhadap Petrus dan terhadap setiap orang yang berpikiran komersil. Untuk menanggulangi mereka yang demikian, Tuhan memberikan perumpamaan yang panjang untuk menjelaskan apa yang Dia maksudkan ketika Dia berkata bahwa yang pertama akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang pertama. Matius 20:1-2 berkata, “Adapun hal Kerajaan Surga sama seperti seorang pemilik kebun anggur yang pagi-pagi benar keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya. Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh mereka ke kebun anggurnya.”
Pemilik kebun anggur itu mengacu kepada Kristus. Pagi-pagi benar di sini adalah pukul 06.00, menunjukkan bagian paling awal dari zaman gereja, ketika Kristus datang untuk memanggil murid-murid-Nya ke dalam kerajaan. Pekerja-pekerja mengacu kepada murid-murid dan kebun anggur mengacu kepada kerajaan. Kesepakatan antara pemilik kebun anggur dengan pekerja-pekerja yang pertama adalah sedinar untuk sehari kerja. Mereka harus bekerja dari pukul enam pagi hingga pukul enam petang. Petrus dan murid-murid lain menyetujui kesepakatan ini, mereka meninggalkan pekerjaan lama mereka dan mulai bekerja di kebun anggur Tuhan - di dalam kerajaan.
Perumpamaan ini memberitahu kita bahwa Tuhan berkali-kali memanggil orang (kita) bekerja di kebun anggur-Nya. Sepanjang 2.000 tahun ini, Tuhan di setiap jaman memanggil orang-orang untuk bekerja di kebun anggur-Nya yang melambangkan gereja dengan upah “sedinar sehari”. Bagaimanakah reaksi kita terhadap panggilan ini? Dari sejarah kita tahu bahwa sebagian besar orang menolaknya, namun ada sejumlah kecil orang yang mau bekerja di kebun anggur Tuhan. Sesungguhnya Tuhan tidak saja memanggil kita untuk beroleh keselamatan, melainkan juga untuk bekerja di kebun anggur-Nya.

Mat. 20:1-7; 2 Tim. 4:2; Yoh. 21:15-17; Ef. 6:18

Dalam perumpamaan ini harus kita perhatikan kata “menganggur”. “Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar lagi dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain menganggur di pasar. Katanya kepada mereka: Pergilah juga kamu ke kebun anggurku. Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar dan melakukan sama seperti tadi. Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari? ... Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku” (Mat. 20:3-7). Perumpamaan ini memberitahu kita bahwa Allah tidak senang melihat kita menganggur, Ia senang melihat kita bekerja. Tuhan juga memberitahu kita bahwa Allah memiliki satu lingkungan pekerjaan yang telah ditentukan-Nya bagi kita — kebun anggur.
Mungkin kita berkata bahwa kita selalu sibuk bekerja, sedikit pun tidak menganggur. Tetapi di manakah kita sibuk bekerja? Jika kita bukan bekerja di dalam kebun anggur-Nya, tidakkah itu sama dengan kita sedang menganggur? Tak peduli berapa banyak pekerjaan kita, jika semuanya itu tidak berada dalam kehendak Allah, dalam pandangan Allah kita sama seperti menganggur.
Tuan itu berkata kepada orang-orang itu (pada pukul lima petang), “Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari?” Kata “sepanjang hari” ditujukan kepada seumur hidup manusia. Bagaimana dengan kita? Kita sedang menganggur atau sedang bekerja di dalam kebun anggur? Mungkin kita telah tiga atau lima tahun lamanya menjadi orang Kristen, tetapi berapa banyak waktu yang benar-benar kita gunakan untuk Allah? Masalahnya di sini tergantung kepada bagaimana hati kita terhadap kehendak Allah. Sejak kita beroleh selamat sampai sekarang, jika kita sedikit pun tidak ada hati untuk Allah, maka kita adalah seorang yang menganggur dalam seumur hidup kita!
Bagaimanakah caranya bekerja di kebun anggur Tuhan? Caranya adalah dengan merebut setiap kesempatan untuk memberitakan Injil (2 Tim. 4:2; Yoh. 15:16), merawat kaum beriman yang baru atau yang lemah (Yoh. 21:15-17), dan berdoa bagi orang-orang kudus (Ef. 6:18). Setiap detik dari waktu yang kita pergunakan di dalam kebun anggur-Nya, pasti diperhitungkan oleh Allah.

Doa:
Tuhan Yesus, Engkau memanggilku bukan hanya untuk menyelamatkanku dari dosa, tetapi terlebih untuk bekerja di kebun anggur-Mu. Ampunilah aku yang sering mengeraskan hati terhadap panggilan-Mu sehingga mengabaikannya. Bukalah mataku agar jelas terhadap panggilan-Mu. Tuhan, kini kupersembahkan diriku bagi keperluan-Mu.

18 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 3 Senin

Upah Mengikut Yesus
Matius 19:29
Dan setiap orang yang karena nama-Ku meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, bapa atau ibunya, anak-anak atau ladangnya, akan menerima kembali seratus kali lipat dan akan memperoleh hidup yang kekal.

Ketika Tuhan Yesus berkata kepada orang muda yang kaya bahwa ia harus menjual semua miliknya, Petrus tentu turut mendengar. Saat dia mendengar, dia membandingkannya dengan apa yang telah ia dan saudaranya lakukan, yakni meninggalkan jala ikan mereka dan mengikut Tuhan (Mat. 4:19-20). Petrus seolah bermegah: “Orang kaya ini tidak dapat melepaskan semua miliknya, tetapi kami dapat. Tuhan, ketika Engkau memanggil kami, kami datang. Ketika Engkau meminta kami mengikuti Engkau, kami mengikuti Engkau. Kami telah melepaskan semuanya. Sekarang, apakah yang akan Kauberikan kepada kami?” Konsepsi Petrus sangat komersil.
Dalam Matius 19:28 Tuhan berkata bahwa dua belas rasul yang pertama, termasuk Petrus, akan menghakimi kedua belas suku Israel, dan para pemenang lain akan berkuasa atas bangsa-bangsa. Dalam kerajaan yang akan datang, para pemenang akan duduk di takhta untuk memerintah atas bumi (Why. 20:4). Bagaimana dengan masa kini? Mereka yang meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Tuhan dengan setia akan menerima seratus kali lipat rumah, ladang, dan sanak keluarga adalah pahala di zaman ini (Mat. 19:29; Mrk. 10:30). Ini ditujukan kepada kenikmatan kita hari ini bersama seluruh kaum beriman di dalam kehidupan gereja.
Petrus mengira bahwa dia dapat membayar harga kerajaan, tetapi Tuhan menunjukkan kepadanya bahwa kerajaan itu tak ternilai harganya dan dia tidak dapat membelinya. Apa yang Tuhan minta Petrus tinggalkan bukanlah harga untuk mendapatkan kerajaan. Kalau kita jelas akan hal ini, kita pasti akan dengan mutlak melepaskan segalanya; walau harus berdesak-desak, kita akan terus datang dan bersujud sampai ke hadapan-Nya untuk melayani Dia. Kalau kita mengenal kasih karunia Allah, maka kita tidak akan memperhitungkan harga yang kita keluarkan untuk mengikuti dan melayani Tuhan.

Mat. 1:27-30; Kis. 3:21; Why. 20:4; Mrk. 10:30

Setelah mendengar jawaban Tuhan, Petrus tak dapat berkata lagi. Mulutnya terkatup. Tetapi Tuhan selanjutnya berkata, “Tetapi banyak orang yang pertama akan menjadi yang terakhir, dan yang terakhir akan menjadi yang pertama” (Mat. 19:30). Untuk memahami Matius 19:30 dan perumpamaan dalam Matius 20:1-16, kita perlu menyadari bahwa Petrus mempunyai otak yang komersil. Otak komersilnya tersingkap dalam Matius 19:27, ketika ia bertanya, “Jadi apakah yang akan kami peroleh?” Dengan perkataan lain, Petrus berkata, “Tuhan, kita telah membayar harga. Sekarang apa yang akan Engkau berikan kepada kami?”
Di toko swalayan kita membayar sejumlah harga dan sebagai imbalannya kita menerima sesuatu sesuai dengan harga itu. Kita memperoleh apa yang kita bayar. Inilah konsepsi Petrus. Ia berkata bahwa mereka telah meninggalkan segala sesuatu untuk mengikuti Tuhan, berarti mereka telah membayar harga penuh. Kini ia ingin mengetahui apakah yang akan ia peroleh sebagai imbalan dari harga yang telah ia bayar. Namun Tuhan tidak membiarkan Petrus berlalu, sebab ia perlu pelajaran yang lebih lanjut. Karena itu, Tuhan berkata bahwa banyak (tetapi tidak semua) yang pertama akan menjadi yang terakhir dan yang terakhir akan menjadi yang pertama. Ini menunjukkan bahwa banyak orang yang seperti Petrus, yang pertama akan menjadi yang terakhir menerima pahala. Tuhan berkata demikian untuk mengubah otak komersil Petrus.
Jika kita membayar seratus ribu rupiah untuk sesuatu di toko swalayan, kita akan menerima sesuatu yang berharga seratus ribu rupiah. Tetapi dalam pandangan Tuhan, harga yang kita bayar untuk pahala kerajaan hanya “beberapa rupiah” saja, sedangkan pahala yang Dia berikan berharga “milyaran rupiah”. Berapakah yang dapat kita bayar untuk menerima kenikmatan penuh akan hidup kekal? Kenikmatan penuh hidup kekal dalam manifestasi kerajaan tiada tara harganya. Harga yang kita bayar tidak dapat dibandingkan dengan pahala yang akan kita terima. Menerima pahala bukanlah hasil transaksi kita dengan Tuhan. Pada hakikatnya, harga yang kita bayar adalah sampah (Flp. 3:8), sedangkan apa yang Tuhan sediakan bagi kita adalah kemuliaan kerajaan.

Doa:
Tuhan Yesus, bukalah mataku agar nampak bahwa apa yang dapat aku tinggalkan hari ini bagi-Mu, tidaklah sebanding dengan apa yang telah Kausediakan bagiku. Ampunilah aku yang masih banyak pertimbangan ketika mau berkorban bagi-Mu. Tuhan, Engkau layak mendapatkan semuanya, di bumi tidak ada yang sebanding dengan Diri-Mu.

16 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 2 Sabtu

Menanggulangi Kesombongan dan Pencinta Uang
Matius 19:21
Kata Yesus kepadanya: “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.”

Matius 19:16 mengatakan, “Ada seseorang datang kepada Yesus, dan berkata, ‘Guru, perbuatan baik apakah yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup (hayat) yang kekal?’” Memperoleh hayat yang kekal di sini adalah berbagian dalam realitas Kerajaan Surga dalam zaman ini dengan hayat kekal Allah dan berbagian dalam manifestasi kerajaan pada zaman yang akan datang. Orang muda ini mengira bahwa untuk mewarisi hidup yang kekal, ia harus berbuat baik. Tuhan kemudian menjawabnya, “Apakah sebabnya engkau bertanya kepada-Ku tentang apa yang baik? Hanya Satu yang baik” (Mat. 19:17).
Kalau kita menyebut Tuhan baik, artinya kita mengenal bahwa Dia adalah Allah, karena tidak ada seorang pun yang baik selain Allah. Kita tidak seharusnya menganggap diri baik, karena kita bukan Allah. Hanya Allah yang baik. Kita tak mampu melakukan kebaikan apa pun karena kita tidak baik. Bisakah manusia yang tidak baik melakukan sesuatu yang baik? Dapatkah pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang baik? (Mat. 7:18).
Tuhan berkata kepada orang muda itu, “Jikalau engkau ingin masuk ke dalam hidup, turutilah segala perintah Allah” (Mat. 19:17b). Orang muda itu berkata kepada Tuhan bahwa ia telah menuruti semua perintah itu (Mat. 19:20). O, perkataan ini adalah kesombongan terbesar. Orang muda itu benar-benar tidak mengenal dirinya sendiri. Dia masih mengira dirinya begitu baik, begitu sempurna. Tetapi Tuhan berkata kepadanya, “Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di surga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku” (Mat. 19:21). Mengikuti Tuhan adalah mengasihi Dia lebih daripada segala sesuatu (Mat. 10:37-38). Ini adalah permintaan yang tertinggi sekaligus ujian bagi kita untuk masuk ke dalam Kerajaan Surga.

Mat. 19:16-26; 10:37-38; Ibr. 10:34; 1 Yoh. 4:20

Mencintai harta benda melebihi Tuhan membuat orang berduka, tetapi orang yang mengasihi Kristus melebihi segala sesuatu tetap bersukacita walaupun kehilangan harta benda (Ibr. 10:34). Matius 19:22 mengatakan, “Mendengar perkataan itu, pergilah orang muda itu dengan sedih, sebab banyak hartanya.” Salah satu perintah Allah yang Tuhan sebutkan dalam Matius 19:19 adalah “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Orang muda ini mengira bahwa dia telah memenuhi perintah ini. Tetapi perkataan Tuhan agar dia menjual segala miliknya dan memberikannya kepada orang-orang miskin telah menyingkapkan keadaannya yang sebenarnya. Dia tersadar bahwa dia belum bisa mengasihi sesamanya manusia seperti dirinya sendiri. Dia masih lebih mengasihi dirinya sendiri daripada mengasihi sesamanya. Orang yang demikian mengasihi dirinya sendiri, mungkinkah dapat mengasihi Allah yang tidak kelihatan? (1 Yoh. 4:20).
Tuhan berkata bahwa lebih sulit bagi seseorang yang mencintai uang masuk ke dalam kerajaan daripada seekor unta masuk melalui lubang jarum (Mat. 19:23-24). Cinta akan uang merupakan halangan terbesar untuk masuk ke dalam kerajaan.Orang kaya yang ingin diselamatkan adalah seperti seekor unta yang mencoba masuk melewati lubang jarum. Mendengar perkataan Tuhan ini, murid-murid mungkin kecewa, lalu bertanya, “Jika demikian, siapakah yang dapat diselamatkan?” (Mat. 19:25) Yesus kemudian menjawab, “Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin” (Mat. 19:26). Allah mampu memperbesar lubang jarum dan Dia juga mampu mengecilkan ukuran seekor unta. Kita tidak mungkin bisa, tetapi Allah bisa. Karena itu, janganlah kita kuatir. Bagi Allah tidak ada yang mustahil!
Perkataan Tuhan dalam bagian ini benar-benar menelanjangi keadaan kita dan kecenderungan kita terhadap harta benda. Apakah kita serius terhadap Tuhan dan bagi kerajaan-Nya? Jika demikian, bagaimana dengan cinta akan uang? Masih adakah tempat di dalam kita bagi cinta akan uang? Kekayaan dan harta benda di bumi tak banyak berarti bagi kita. Berdasarkan hayat ilahi dengan anugerah ilahi, kita mampu berkata bahwa menyimpan harta benda kita di surga merupakan sukacita yang besar!

Doa:
Tuhan Yesus, lepaskanlah aku dari keserakahan dan cinta uang agar aku dapat mengikuti Engkau dengan lurus. Wahyukanlah diri-Mu lebih banyak kepadaku agar aku nampak kemustikaan-Mu yang melampaui segala hal yang ada di dunia ini. Tuhan, rebutlah hatiku agar aku dapat mengasihi-Mu lebih dari segala sesuatu.

15 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 2 Jumat

Menanggulangi Hawa Nafsu
Matius 19:5-6
Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.

Jika kita serius terhadap Tuhan bagi kerajaan, kita harus menanggulangi hawa nafsu, kesombongan, dan cinta akan harta kekayaan. Kerajaan merupakan masalah pelatihan dan sebagian besar pelatihan ini melibatkan berbagai macam penanggulangan. Hawa nafsu, kesombongan, dan cinta akan harta kekayaan menghalang-halangi kita untuk memasuki kerajaan. Cinta akan harta jelas bersangkutan dengan diri (ego). Secara alamiah, kita semua mencintai uang untuk diri sendiri. Namun jika kita ingin memasuki Kerajaan Surga, kita harus menanggulangi cinta akan uang ini. Sekali demi sekali Injil Matius menanggulangi hawa nafsu. Dalam konstitusi Kerajaan Surga, Raja dengan nyata menyinggung masalah penanggulangan hawa nafsu. Perkataan tentang mencungkil mata kita atau memenggal tangan kita dalam Matius 5:29-30 menunjukkan betapa tegas dan seriusnya keharusan kita menangani hal ini. Jika tidak, tidak ada jalan masuk Kerajaan Surga.
Matius 19:3 mengatakan, “Lalu datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya, ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?’” Sumber perceraian ialah hawa nafsu. Jika tidak ada hawa nafsu, tidak akan terjadi perceraian.
Firman Tuhan dalam Matius 19:4-6 tidak hanya mengakui terciptanya manusia oleh Allah, tetapi juga menegaskan ketentuan Allah tentang pernikahan, yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan dipersatukan dan dijadikan satu daging yang tidak dapat diceraikan oleh manusia. Pernikahan adalah kesatuan seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Inilah ketentuan Allah, sangat serius, tidak boleh dilanggar oleh manusia. Ketentuan Allah di sini melambangkan keesaan antara Kristus dan gereja. Sebagaimana seorang suami untuk seorang istri, demikian pula satu Kristus untuk satu gereja.

Mat. 19:1-8; 5:29-30

Dalam Matius 19:7, orang-orang Farisi bertanya kepada Tuhan, “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan istrinya?” Perintah ini bukan bagian dari hukum dasar, melainkan suatu tambahan kepada hukum itu. Perintah ini diberikan oleh Musa bukan berdasarkan ketetapan Allah dari semula, melainkan sebagai sesuatu yang sementara, karena kekerasan hati manusia. Tuhan tidak bertengkar dengan orang-orang Farisi; Tuhan berkata, “Karena kekerasan hatimu, Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian” (Mat. 19:8).
Perintah yang diberikan oleh Musa tentang perceraian adalah penyimpangan dari ketentuan semula Allah mengenai pernikahan; tetapi bagi Kerajaan Surga, Kristus sebagai Raja surgawi memulihkan pernikahan pada keadaan yang semula. Ini menunjukkan bahwa Kerajaan Surga, yang berhubungan dengan ketentuan Allah dari semula, tidak mengizinkan perceraian.
Dalam Matius 19:8 kita nampak prinsip pemulihan. Pemulihan berarti kembali kepada yang semula. Kita perlu kembali kepada yang semula. Pada waktu sebermula, Allah menentukan kesatuan seorang suami dan seorang istri, tidak ada perceraian. Karena kekerasan hati mereka, Musa memperbolehkan perceraian dan mengizinkan seorang menceraikan istrinya dengan memberi dia surat cerai. Tuhan bertanya kepada orang Farisi apakah mereka ingin memperhatikan ketentuan Allah atau kekerasan hati manusia. Setiap pencari Tuhan harus berkata, “Oh, Tuhan, belas kasihanilah aku agar aku memperhatikan ketentuan semula-Mu. Aku menyalahkan dan menolak kekerasan hatiku dan kembali pada ketentuan-Mu yang semula.” Inilah arti pemulihan.
Hawa nafsu tidak hanya merusak kehidupan kerajaan dan hidup gereja, tetapi juga kehidupan manusia. Hawa nafsu menghancurkan pernikahan dan masyarakat, merusak roh, jiwa, dan tubuh. Hawa nafsu merusak setiap aspek kehidupan manusia. Jika hawa nafsu ditanggulangi, sebagian besar dari kebobrokan dalam masyarakat akan lenyap. Dalam kehidupan gereja kita harus bersandar anugerah Tuhan menanggulangi hawa nafsu dengan serius.

Doa:
Ya Tuhan, Engkau membenci perceraian karena hal itu merusak ikatan pernikahan yang telah ditetapkan Allah sejak sebermula. Terangilah aku yang Tuhan, agar aku nampak betapa buruknya hawa nafsu yang bercokol dalam hatiku dan tanggulangilah setiap keinginan yang tidak wajar sehingga aku dapat hidup dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan Allah dan manusia.

14 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 2 Kamis

Diampuni dan Mengampuni
Matius 18:32-33
Raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohonkannya kepadaku. Bukankah engkaupun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?

Allah mempunyai satu harapan atas diri kita, yaitu siapa saja yang ingin memperoleh kasih karunia, ia harus belajar memberikan kasih karunia kepada orang lain. Kalau yang kita terima itu kasih karunia, maka Allah mengharapkan agar kita pun sudi memberikan kasih karunia kepada orang lain. Matius 18:28-29 mengatakan, “Tetapi ketika hamba itu keluar, ia bertemu dengan seorang hamba lain yang berhutang seratus dinar kepadanya. Ia menangkap dan mencekik kawannya itu, katanya: Bayar hutangmu! Lalu sujudlah kawannya itu dan memohon kepadanya: Sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi.”
Di sini Tuhan memperlihatkan kepada kita bahwa hutang kita adalah sebesar sepuluh ribu talenta (1 talenta = 6.000 dinar), sedangkan hutang orang lain terhadap kita hanya seratus dinar. Tatkala kita berkata kepada Tuhan, “O Tuhan, sabarlah dahulu, hutangku itu akan kulunasi”, Tuhan tidak saja membebaskan kita, bahkan menghapus hutang kita itu. Hutang saudara kita itu hanya seratus dinar, dan ia pun berkata pada kita, “Sabarlah dahulu, hutang itu akan kulunasi”. Ia dan kita sebenarnya menaruh harapan dan permohonan yang sama. Mengapa kita tidak dapat mengampuni dia? Tetapi hamba ini “menolak dan menyerahkan kawannya itu ke dalam penjara sampai ia melunasi hutangnya” (Mat. 18:30).
Dalam perumpamaan ini, Tuhan memperlihatkan betapa jahatnya dalam pandangan Allah, kalau seseorang tidak mau mengampuni orang lain. Jika kita tidak sudi mengampuni saudara kita, kita adalah hamba yang jahat, bahkan sangat jahat. Kita memang harus memperlakukan diri sendiri berdasarkan keadilan, tetapi kita harus memperlakukan orang lain berdasarkan kasih karunia. Sebagaimana Tuhan telah memberikan kasih karunia-Nya kepada kita, Ia pun mengharap kita memberikan kasih karunia kepada saudara kita.

Mat. 18:28-34

Matius 18:31-33 mengatakan, “Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka. Kemudian raja itu menyuruh memanggil orang itu dan berkata kepadanya: Hai hamba yang jahat, seluruh hutangmu telah kuhapuskan karena engkau memohon kepadaku. Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” Sebagaimana Tuhan terhadap kita, Tuhan pun mengharap agar kita demikian pula terhadap orang lain. Tuhan tidak menuntut kita menurut prinsip keadilan, Ia pun tidak mengharap kita menuntut orang lain dengan prinsip keadilan. Tuhan telah menghapuskan hutang kita dengan belas kasihan, Ia pun mengharap kita menghapuskan hutang orang lain dengan belas kasihan. Tuhan menakar kita dengan takaran apa, Ia pun mengharap kita dengan takaran yang sama menakar orang lain.
Ada satu hal yang paling tidak sedap dipandang di hadapan Allah, yaitu jika seseorang telah diampuni, tetapi tidak mau mengampuni orang lain; ia telah menerima belas kasihan, tetapi ia tidak mau mengasihani orang lain. Oh, tidak ada perbuatan yang lebih buruk daripada perbuatan ini.
Tuannya bertanya kepadanya, “Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu seperti aku telah mengasihani engkau?” (Mat. 18:33). Allah menginginkan agar kita mengasihani orang seperti yang telah Dia lakukan. Karena itu, kita wajib belajar mengasihani dan mengampuni orang lain. Setiap orang yang telah menerima kasih karunia, setiap orang yang telah diampuni Allah, wajib belajar menghapuskan hutang orang, mengampuni orang, mengasihani orang, dan menaruh kasih karunia terhadap orang lain.
Selanjutnya Matius 18:34 mengatakan, “Tuannya itu pun marah dan menyerahkannya kepada algojo-algojo, sampai ia melunasi seluruh hutangnya.” Orang itu akhirnya diganjar Allah; ia diserahkan kepada algojo-algojo, sampai ia melunaskan seluruh hutangnya. Ayat selanjutnya mengatakan, “Demikian juga yang akan diperbuat oleh Bapa-Ku yang di surga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” Alangkah seriusnya hal ini!

Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah kegagalanku dalam hal mengampuni kesalahan orang lain. Seringkali di mulut aku bisa mengatakan sudah mengampuni, tetapi di dalam hatiku masih sulit untuk melupakan. Berilah kapasitas untuk mengampuni saudaraku tanpa batas tanpa mempertimbangkan berapa banyaknya kesalahan saudaraku terhadapku.

13 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 2 Rabu

Mengampuni Tujuh Puluh Kali Tujuh Kali
Matius 18:21-22
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali."

Petrus mengira bahwa mengampuni saudara tujuh kali sudah cukup, tetapi Tuhan mengatakan bukan hanya sampai tujuh kali, melainkan tujuh puluh kali tujuh kali (Mat. 18:21-22). Injil Lukas mengatakan, kalau seorang saudara berbuat dosa terhadap kita tujuh kali sehari, tetapi tujuh kali ia kembali kepada kita dan berkata, “Aku menyesal,” maka kita harus mengampuni dia (Luk. 17:3-4). Tak peduli penyesalannya itu sejati atau palsu, asalkan ia menyesal, kita harus mengampuni dia. Sejati atau palsu penyesalannya, itu bukan urusan kita, tetapi kita harus mengampuni dia.
Tujuh kali tidak terhitung banyak, tetapi sehari tujuh kali itu tidak sedikit. Kalau perkara yang sama dilakukan sampai tujuh kali dalam satu hari, atau orang yang sama tujuh kali berkata kepada kita, “Aku berdosa kepada Anda,” percayakah kita bahwa pengakuannya itu dilakukan dengan tulus hati? Mungkin kita akan berkata bahwa pengakuan dosa itu hanya di bibir belaka. Karena itu, Lukas 17:5 mengatakan, “Lalu kata rasul-rasul itu kepada Tuhan: Tambahkanlah iman kami!” Bahkan para rasul merasa sulit melakukan hal tersebut.
Memang sulit dipercaya kalau seorang saudara dalam sehari berbuat dosa terhadap kita sebanyak tujuh kali, dan juga kembali kepada kita tujuh kali untuk mengatakan penyesalannya. Sebab itu, para murid memohon kepada Tuhan, “Tambahkanlah iman kami!” Namun, sekalipun dalam situasi semacam ini, sebagai anak-anak Allah, kita tetap harus mengampuni dia. Kalau ada seorang saudara berbuat dosa terhadap kita, tidak seharusnya kita menyimpan atau mengingat-ingat terus dosanya itu. Tujuh puluh kali tujuh berarti kita harus mengampuni orang lain tanpa batas, tanpa perlu menghitung atau mencatat berapa kali kita mengampuni orang lain. Berapa kalipun ia melakukan kesalahan yang sama dalam satu hari kepada kita, kita tetap harus mengampuninya.

Mat. 18:21-27; Luk. 17:3-4

Mengenai perkara mengampuni, dalam Matius 18:23-27 Tuhan menyampaikan sebuah perumpamaan, “Sebab hal Kerajaan Surga seumpama seorang raja yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya. Setelah ia mulai mengadakan perhitungan itu, dihadapkanlah kepadanya seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta. Tetapi karena orang itu tidak mampu melunaskan hutangnya, raja itu memerintahkan supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk pembayar hutangnya. Lalu sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi. Tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.”
Hutang hamba itu di hadapan Allah sangat besar, berkisar sepuluh ribu talenta, dan ia tidak mampu melunasi hutangnya itu. (1 talenta = 6.000 dinar; 1 dinar = upah yang layak untuk satu hari kerja). Memang, bagaimanapun kita tidak mampu melunasi hutang kita terhadap Allah, jika dibandingkan dengan hutang orang lain terhadap kita, terlalu besar selisihnya. Jika setiap anak-anak Allah dapat menilai hutangnya secara wajar terhadap Allah, mereka pasti akan mengampuni saudaranya dengan lapang dada. Kalau kita lupa betapa besar kasih karunia yang kita terima di hadapan Allah, mungkin kita akan menjadi orang yang sangat kekurangan kasih karunia. Kita perlu menyadari betapa besarnya hutang dosa kita terhadap Allah, barulah kita dapat mengetahui betapa kecilnya hutang orang lain terhadap kita.
Berhubung melihat hambanya itu tidak mampu melunasi hutangnya, raja itu lalu memerintahkan “supaya ia dijual beserta anak istrinya dan segala miliknya untuk membayar hutangnya.” Padahal, sekalipun semuanya dijual untuk membayar hutang, tetap tak dapat menyelesaikan hutangnya. Lalu “sujudlah hamba itu menyembah dia, katanya: Sabarlah dahulu, segala hutangku akan kulunasi.” Tetapi “Tergeraklah hati raja itu oleh belas kasihan, sehingga ia membebaskannya dan menghapuskan hutangnya.” Inilah Injil! Raja ini membebaskan dan menghapuskan hutang kita. Itulah kasih karunia Allah, dan itulah kapasitas Allah dalam mengampuni kesalahan kita.

Doa:
Tuhan Yesus, celikkanlah mataku agar aku nampak betapa besarnya hutangku yang telah Kaubebaskan dan nampak betapa kecilnya kesalahan saudara kepadaku. Sebagaimana Engkau sudah mengampuni semua dosaku dan melupakan semua kesalahanku, biarlah aku juga belajar mengampuni saudara yang bersalah kepadaku.

12 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 2 Selasa

Memberitahu Gereja
Matius 18:17
Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat. Dan jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.

Matius 18:17 mengatakan, “Jika ia tidak mau mendengarkan mereka, sampaikanlah soalnya kepada jemaat.” Kalau kita seorang diri tidak mampu menanggulangi saudara yang berbuat dosa, bawalah seorang atau dua orang; jika ia tetap tidak mau mendengarkan, barulah sampaikan persoalannya kepada gereja. Ini bukan berarti kita mengadukan persoalan itu di hadapan semua orang dalam ibadah gereja, melainkan menyampaikan persoalannya kepada para penatua gereja. Jika hati nurani gereja pun menganggap saudara itu bersalah, sesungguhnya ia memang bersalah.
Bagaimana jika ia tidak mau juga mendengarkan gereja? Matius 18:17b mengatakan, “Jika ia tidak mau juga mendengarkan jemaat, pandanglah dia sebagai seorang yang tidak mengenal Allah atau seorang pemungut cukai.” Perkataan ini sangat serius. Dengan kata lain, jika ia tidak mau juga mendengarkan gereja, maka semua kaum beriman dalam gereja tidak bergaul dengan dia. Karena ia tidak mau membereskan masalahnya itu, maka gereja memandangnya seperti orang yang tidak mengenal Allah atau pemungut cukai, dan tidak bersekutu dengannya.
Matius 18:18 mengatakan, “Apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kamu lepaskan di dunia ini akan terlepas di surga.” Jika gereja menganggapnya bersalah, dan ia tidak mau mendengarkan gereja, maka gereja akan memandangnya sebagai orang yang tidak mengenal Allah atau pemungut cukai; hal ini diakui pula oleh Tuhan di surga. Karena gereja adalah realitas dari Kerajaan Surga hari ini, maka hubungan kita dengan saudara dan dengan gereja sangat bersangkut paut dengan keberadaan kita dalam kehidupan kerajaan. Fakta ini menunjukkan betapa pentingnya mengampuni dan memulihkan saudara yang berbuat dosa terhadap sesamanya.

Mat. 18:17-20

Di dalam Matius 18:19-20, Tuhan berkata, “ Dan lagi Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apapun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka.” Di dalam persekutuan-Nya mengenai bagaimana memulihkan seorang saudara yang berdosa, Tuhan membuka jendela bagi kita untuk melihat bagaimana kaum beriman di dalam suatu gereja seharusnya berkumpul.
Tuhan mengambil inisiatif untuk mengumpulkan kita bersama-sama ke dalam nama-Nya, yakni masuk ke dalam persona Tuhan yang ajaib. Dia ada di tengah-tengah kaum beriman yang berkumpul ke dalam nama-Nya. Karena kita telah ditolong dan dibawa ke dalam nama Tuhan, maka Dia menyertai kita. Sekarang ketika kita dikumpulkan ke dalam nama-Nya, kita menikmati penyertaan-Nya secara praktis. Penyertaan-Nya membawakan penerangan, kasih karunia, suplai, dan semua jenis berkat kepada kita.
Dalam menghimpunkan kita bersama dalam nama-Nya, Tuhan menolong kita dari segala jenis gangguan dan penjajahan duniawi dan bumiah. Kita mungkin diduduki, ditawan, dibelenggu, dan sampai demikian dipenjarakan oleh banyak hal. Karena itu kita perlu Sang kuat itu menolong kita dari semua penjajahan dan penawanan. Kita tidak dapat berhimpun ke dalam nama Tuhan jika kita tetap tinggal dalam ego. Kita perlu keluar dari segala sesuatu di luar Dia, dan berhimpun bersama ke dalam nama-Nya.
Menurut Matius 20:19-20, berhimpunnya kaum beriman adalah untuk berdoa, bukan untuk berdosa. Seringkali ketika kaum beriman berhimpun, malah membicarakan hal-hal yang tidak seharusnya, bukannya berdoa, malah membicarakan kesalahan orang lain, bergosip, atau mengkritik program-program gereja. Bukankah hal-hal ini adalah dosa? Setiap kali kita berhimpun ke dalam nama Tuhan, kita harus berdoa, khususnya bagi saudara yang lemah agar dipulihkan, bagi kaum beriman yang sakit, bagi teman-teman Injil, dan juga bagi para pelayan Tuhan. Inilah tujuan kita berhimpun ke dalam nama-Nya.

Doa:
Ya Bapa, ajarlah aku agar tidak hanya memperhatikan diri sendiri tetapi kepentingan orang lain juga, karena gereja adalah satu keluarga Allah. Berilah aku hikmat dan roh yang tepat dalam memulihkan saudara yang lebih lemah dan ajarlah aku berdoa bagi orang lain agar kuasa-Mu dapat diterapkan di dalam gereja.

11 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 2 Senin

Apabila Saudaramu Berbuat Dosa
Matius 18:15
Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia di bawah empat mata. Jika ia mendengarkan nasihatmu engkau telah mendapatnya kembali.

Di antara anak-anak Allah sering terjadi seorang saudara berbuat dosa terhadap yang lain. Jika ada seorang saudara berbuat dosa terhadap kita, apakah yang harus kita perbuat? Firman Tuhan berkata, “Tegurlah dia di bawah empat mata.” Kalau ada seorang berbuat dosa terhadap kita, pertama-tama janganlah kita memberitahu orang lain, jangan dijadikan bahan obrolan. Tuhan tidak memberi perintah yang demikian. Kalau ada seorang saudara berbuat dosa terhadap kita, perkara pertama yang harus kita lakukan ialah memberitahu atau menegur saudara itu secara pribadi.
Kesulitan inilah yang sering terjadi: Bila ada seorang saudara berbuat dosa terhadap saudara lainnya, saudara yang dirugikan lalu menyiarkan masalah tersebut ke mana-mana, hingga diketahui seluruh gereja. Perbuatan yang demikian adalah perbuatan yang tidak bersih. Memang kita harus menanggulangi kesalahan saudara kita, tetapi Tuhan tidak menghendaki kita menelanjangi kesalahannya kepada orang lain dulu. Yang pertama harus kita beritahu adalah saudara itu sendiri, bukan orang lain.
Bagaimana caranya memberitahu saudara yang berbuat dosa? Apakah dengan menulis surat kepadanya? Tidak, Tuhan tidak berkata demikian, melainkan menghendaki kita menegurnya di bawah empat mata. Tetapi ada satu hal yang harus diperhatikan, yaitu kita tidak boleh menegurnya ketika kita dan dia sedang bersama dengan orang banyak. Kita baru boleh menegurnya, ketika hanya ada dia dengan kita berdua saja. Banyak anak Allah yang gagal dalam hal ini, yaitu menegur seorang saudara di hadapan orang lain. Tuhan berpesan agar kita menegurnya di bawah empat mata, yakni ketika dia sedang bersama dengan kita saja, tidak perlu ada orang ketiga. Hal ini adalah salah satu pelajaran yang wajib dipelajari oleh setiap anak-anak Allah.

Mat. 18:15-16

Hari ini banyak anak Allah tidak menaati pengajaran Alkitab ini. Ada yang selalu menyiarkan kesalahan saudara kepada orang lain; ada yang walaupun tidak mengatakan kepada orang lain, tapi senantiasa tidak sudi mengampuninya, yakni selalu disimpan dalam lubuk hati; ada lagi yang setelah mengampuni lalu menganggap habis perkara, tak mau memperhatikan apa-apa lagi. Tetapi Tuhan tidak menghendaki kita berbuat demikian. Ketiga macam perbuatan itu semuanya tidak benar.
Tuhan tidak mengatakan bahwa kalau saudara kita berbuat dosa terhadap kita, dan setelah kita mengampuni dia, maka selesailah segala perkaranya. Tetapi Tuhan memperlihatkan kepada kita bahwa orang yang menderita perbuatan dosa itu malah berkewajiban memulihkan saudara yang berbuat dosa terhadapnya. Demi masa depan rohani dia dan kita, maka kita wajib menegurnya, yakni memulihkannya. Kita harus mencari jalan untuk mendapatkannya kembali. Tujuan nasihat kita bukan ingin minta ganti rugi, bukan ingin menyelamatkan perasaan pribadi kita, melainkan ingin mendapatkan kembali saudara kita, memulihkan kembali hubungannya dengan Tuhan.
Matius 18:16 mengatakan, “Jika ia tidak mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan.” Kalau setelah kita menasihatinya dengan motivasi yang wajar, dengan sikap yang baik, dan dengan perkataan yang lembut, ia tidak mendengarkan, kita boleh membawa orang lain. Tetapi harus menunggu sampai ia tak mau menerima, barulah kita memberitahu orang lain. Namun, sekali-kali tak boleh memberitahu orang lain dengan sembarangan. Tentu, seorang atau dua orang itu haruslah orang yang berpengalaman dalam Tuhan, dan yang berbobot dalam kerohanian. Mereka akan membawa persoalan kita ke dalam doa, lalu mengkaji dan memutuskannya dengan kekuatan rohani mereka. Bila mereka juga merasa ia bersalah dalam persoalan ini, kita bersama dengan mereka harus menasihati saudara itu. Apabila saudara yang bersalah itu mau menerima nasihat dan mengakui kesalahannya, maka persekutuannya dengan Tuhan dan dengan anggota Tubuh yang lain dengan sendirinya terpulihkan.

Doa:
Ya Tuhan, ampunilah aku yang sering tidak tahu bagaimana seharusnya bersikap terhadap saudara yang bersalah kepadaku. Penuhilah aku dengan kasih-Mu, agar aku dapat mengampuni setiap kesalahan saudaraku dan memiliki hati untuk memulihkannya seturut dengan cara yang Kauperkenan. Berilah aku kapasitas dan kelapangan hati untuk memperhatikan saudaraku yang lebih lemah.

09 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 1 Sabtu

Memperhatikan Kepentingan Orang Lain
Filipi 2:3b-4
... Hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.

Apakah rendah hati itu? Rendah hati berarti mengesampingkan kedudukan bagi diri sendiri. Siapa yang masih menyisakan kedudukan bagi diri sendiri, selamanya tidak akan bisa rendah hati. Siapa yang berkata, aku mempunyai kekuasaan ini, aku seharusnya mendapatkan ini; ia selamanya tidak bisa rendah hati. Rendah hati adalah tidak menyisakan sedikit pun kedudukan bagi diri sendiri. Orang yang di mulut mengatakan perkataan yang rendah hati, belum tentu juga memiliki motivasi rendah hati. Waktu akan menguji dan membuktikan kerendahan hati kita.
Rasul Paulus mengatakan, “Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama daripada dirinya sendiri” (Flp. 2:3b). Menganggap orang lain lebih utama daripada diri sendiri adalah tanda seseorang rendah hati; ini seperti “merek dagang” dari rendah hati. Betapa sulitnya menganggap orang lain lebih utama daripada diri sendiri!
Ada seorang bertanya kepada seorang beriman tua yang telah puluhan tahun melayani Tuhan, katanya, “Di antara kebajikan orang Kristen, jenis kebajikan apakah yang paling sulit?” Jawabnya, “Dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari dirinya sendiri” yang tercantum dalam Filipi 2:3. Memang benar, paling sulit untuk rendah hati! Dosa apakah yang membuat Lucifer mendapat julukan Iblis? Sombong! Karena ia ingin setara dengan Yang Mahatinggi, maka ia jatuh. Rendah hati adalah pekerti yang paling sulit dari segala kebajikan. Mungkin di atas bumi belum ada seorang pun yang bisa melakukannya. Kita masih bisa menemukan orang-orang yang mempunyai kekuatan, fasih lidah, bertalenta, tetapi sulit sekali menemukan orang yang benar-benar rendah hati. Kalau kita nampak akan kelemahan kita, kemudian melihat kasih karunia Allah di atas diri orang lain, maka pasti mau tidak mau kita akan menganggap orang lain lebih utama dari diri kita sendiri.

Mat. 18:1-14; Flp. 2:3-4

Mengapa murid-murid mengajukan pertanyaan tentang siapa yang terbesar dalam Kerajaan Surga? Karena mereka berharap Tuhan akan menunjuk salah satu di antara mereka sebagai yang terbesar. Inilah ambisi. Dari manakah asalnya ambisi? Ambisi berasal dari Satan yang bercokol dalam ego. Satan, yang awalnya bernama Lucifer, adalah malaikat tertinggi dan terdekat dengan Allah. Tetapi kesombongan dan ambisi Satan untuk menyamai Allah telah menyebabkan dia memberontak terhadap Allah. Ini menyebabkan kekacauan besar dalam penciptaan Allah sebermula dan menghasilkan penghakiman Allah terhadap Satan dan pengikut-pengikutnya. Sejak kejatuhan manusia, Satan bersembunyi di dalam ego manusia, dan terekspresi melalui ambisi untuk menjadi yang terbesar.
Berambisi untuk menjadi yang terbesar cukup menandakan bahwa seseorang tinggi hati. Kerendahan hati tidak hanya di hadapan Allah, juga di hadapan manusia. Filipi 2:4 mengatakan, “Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Kerendahan hati membuat kita dengan sendirinya akan memikirkan bahkan mengutamakan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri.
Dalam masyarakat, ambisi adalah masalah yang besar. Setiap orang, entah dalam lingkungan politik, perdagangan, atau pendidikan, mengejar kedudukan. Bahkan di antara murid-murid sekolah, ada banyak persaingan untuk menjadi yang pertama di kelas mereka. Keinginan untuk naik pangkat adalah ambisi. Bahkan dalam pekerjaan Tuhan pun ada ambisi. Dalam kehidupan gereja, mungkin ada beberapa saudara yang berambisi untuk menjadi pemimpin. Ambisi ini tersembunyi di dalam kita. Kita perlu berhati-hati terhadap ambisi.
Untuk memenangkan persaingan di dalam dunia, ambisi memang diperlukan, tetapi dalam hal melayani Tuhan, ambisi kita harus disalibkan. Kita tidak seharusnya berusaha menjadi yang pertama dalam pelayanan apa pun bagi Tuhan. Jika kita rendah hati, kasih karunia akan datang. Jika kita berambisi menjadi seorang pemimpin dalam pelayanan rohani, maka kasih karunia akan menyingkir, bahkan kita sendiri akan menjadi penghalang kasih karunia.

Doa:
Tuhan Yesus, belaskasihanilah aku agar nampak betapa banyaknya kelemahanku agar aku tidak meninggikan diri. Tanpa kasih karunia-Mu, tidak ada satu kelebihanpun padaku yang dapat kumegahkan. Ampunilah aku ya Tuhan, dan tanggulangilah setiap akar kesombongan di dalamku, sehingga hidup dan pelayananku terbebas dari ambisi yang menjerumuskan.

07 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 1 Kamis

Pengujian Setelah Nampak Sebuah Visi
Matius 17:22b-23
... Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” Maka hati murid-murid-Nya itupun sedih sekali.

Setelah kisah transfigurasi Tuhan di atas gunung, segera diikuti kisah penyembuhan orang yang dirasuk setan (Mat. 17:14-21). Selanjutnya, Tuhan berkata kepada murid-murid-Nya untuk kali kedua tentang penyaliban dan kebangkitan-Nya (Mat. 17:22-23). Kemudian Matius mencatat pula tentang membayar pajak dua dirham (Mat. 17:24-27). Apakah hubungan antara ketiga perkara di atas? Artinya, sekalipun Petrus, Yakobus , dan Yohanes, telah berada dalam miniatur manifestasi kerajaan, tetapi masih ada kebutuhan atas tiga hal: penanggulangan terhadap orang yang dirasuk setan, pewahyuan tentang penyaliban dan kebangkitan Tuhan, serta pembayaran pajak dua dirham kepada pemungut cukai.
Dalam ruang lingkup transfigurasi Tuhan terdapat kemuliaan, tetapi di luar ruang lingkup ini terdapat kuasa kegelapan, dan banyak orang menderita karena kerasukan setan. Untuk menghadapi kuasa kegelapan, kita perlu menggunakan kuasa Raja surgawi (Mat. 17:18). Kita dapat menggunakan kuasa ini hanya melalui doa dan puasa. Sebagai Raja surgawi, Tuhan mempunyai kuasa sedemikian, tetapi kita perlu berdoa bahkan berpuasa demi terlaksananya kekuasaan itu.
Selanjutnya dalam Matius 17:22-23 Tuhan berkata kepada murid-murid-Nya: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia dan pada hari ketiga Ia akan dibangkitkan.” Melalui perkataan ini, Tuhan menunjukkan kepada kita bahwa jalan untuk beroleh kuasa adalah salib. Ada salib barulah ada kuasa kebangkitan. Berdoa dan berpuasa adalah pernyataan kita di depan Allah bahwa kita tidak bisa, tidak mampu, karena itu kita bersandar kepada Dia. Inilah pengalaman praktis kita atas salib. Orang yang tidak pernah belajar berdoa dan berpuasa dengan sungguh-sungguh, tidak mungkin mengenal salib yang memimpin kepada kuasa kebangkitan.

Mat. 17:14-27; Kel. 30:12-16; Gal. 2:20

Dalam Matius 17:24-27 terdapat peristiwa pembayaran pajak dua dirham kepada pemungut pajak. Ini merupakan suatu ujian untuk menentukan apakah kita mengetahui bagaimana menerapkan wahyu dan visi tentang Kristus. Dalam Matius 16 Petrus menerima wahyu yang jelas dari Bapa surgawi tentang Kristus sebagai Anak Allah yang hidup. Sejak saat itu, Petrus jelas bahwa Kristus adalah Anak Allah yang hidup. Selanjutnya, di puncak gunung ia nampak Kristus yang dimanifestasikan sebagai Anak Allah yang hidup. Jadi, ia telah menerima wahyu dan juga telah nampak visi. Tidak ada yang lebih jelas daripada wahyu dan visi ini.
Seorang pemungut pajak Bait Allah bertanya kepada Petrus, “Apakah gurumu tidak membayar pajak sebesar dua dirham itu?’” Dua dirham adalah pajak orang Yahudi untuk bait, setara dengan setengah syikal (Kel. 30:12-16; 38:26). Ketika Petrus ditanya demikian, ia segera menjawab, “Memang membayar.” Dari jawabannya ini ternyatalah bahwa Petrus gagal karena dia melupakan wahyu yang telah diterimanya dan visi yang telah dilihatnya. Dia lupa bahwa Tuhan adalah Anak Allah, tidak perlu membayar pajak bagi rumah Bapa-Nya. Dua dirham bukanlah pajak yang dibayarkan kepada pemerintah duniawi, melainkan dikumpulkan untuk maksud pengeluaran ongkos-ongkos pemeliharaan Bait Allah, rumah Allah di bumi. Karena Yesus ialah Anak Allah, Dia tidak perlu membayar pajak ini.
Sebagaimana Petrus, kita pun harus diuji tentang penerapan wahyu dan visi yang telah kita lihat. Menerima wahyu dan nampak visi adalah suatu hal, tetapi menerapkan keduanya secara riil merupakan suatu hal lain. Kita mungkin menerima wahyu dari Galatia 2:20 bahwa kita telah disalibkan bersama Kristus dan bahwa Kristus hidup di dalam kita. Boleh jadi bahkan yang terlemah di antara kita pun telah menerima wahyu ini. Namun ketika istri atau suami kita mempersulit kita, dapatkah kita masih berkata, “Bukan aku lagi yang hidup, melainkan Kristus?” Ketika kita bersama istri atau suami kita, wahyu mengenai “disalibkan dengan Kristus” dan wahyu mengenai Kristus hidup di dalam kita mungkin lenyap. Sangat sedikit orang yang menerima wahyu ini dapat menerapkannya pada hal-hal yang riil dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas wahyu yang telah kuterima dan visi yang telah kulihat. Belaskasihanilah aku agar dapat hidup menurut wahyu dan visi yang telah kulihat itu. Karena itu, tambahkanlah kasih karunia-Mu agar aku dapat menghadapi realita kehidupan yang Kau ijinkan guna menguji imanku dengan benar.

06 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 1 Rabu

Doa dan Iman untuk Mengusir Kuasa Kegelapan
Matius 17:20
... Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, —maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu.

Dalam Matius 17:1-18, kepada kita ditunjukkan sebuah miniatur dari manisfestasi penuh kerajaan. Di satu pihak, terdapat wahtu tentang kerajaan di puncak gunung, dan di pihak yang lain terdapat banyak setan-setan di lembah gunung. Matius 17:14-16 mencatat, “Datanglah seorang mendapatkan Yesus dan menyembah, katanya: ‘Tuhan, kasihanilah anakku. Ia sakit ayan dan sangat menderita. Ia sering jatuh ke dalam api dan juga sering ke dalam air. Aku sudah membawanya kepada murid-murid-Mu, tetapi mereka tidak dapat menyembuhkannya.’” Ini adalah gambaran dari situasi hari ini. Kadang-kadang dalam suatu perhimpunan ibadah, kita seakan sedang berada di puncak gunung menikmati transfigurasi Tuhan. Tetapi dunia dan masyarakat hari ini penuh dengan setan-setan.
Bagaimanakah reaksi Tuhan terhadap orang-orang yang datang kepada-Nya itu? Yesus berkata, “’Hai kamu angkatan yang tidak percaya dan yang sesat, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!’ Dengan keras Yesus menegor dia, lalu keluarlah setan itu dari padanya dan anak itupun sembuh seketika itu juga” (Mat. 17:17:18). Ketika murid-murid-Nya bertanya mengapa mereka tidak dapat mengusir setan itu, Tuhan mengatakan karena mereka kurang percaya (Mat. 17:19-20).
Kita perlu melatih iman kita dan berdoa, bahkan dengan berpuasa, untuk mengusir setan-setan. Tuhan Yesus memberi kita alasannya: bahwa angkatan ini adalah angkatan yang tidak percaya dan sesat (Mat. 17:17). Terhadap Allah angkatan ini tidak percaya; terhadap diri sendiri mereka sesat. Karena keadaan yang merosot inilah maka setan-setan memiliki kesempatan untuk merasuki orang-orang. Kita perlu menyadari dua sisi keadaan ini.

Mat. 17:20; 1 Kor. 13:2; Mzm. 37:5

Tuhan Yesus berkata, “Sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, — maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu” (Mat. 17:20). Dalam 1 Korintus 13:2 dikatakan, “Sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung...” Iman dapat memindahkan gunung, iman dapat membereskan kesulitan. Asal kita memiliki iman, kita tidak takut segala macam kesulitan, asal kita memiliki iman, juga tidak ada perkara yang tidak mungkin.
Apakah iman? Iman adalah hanya memandang kepada Tuhan dan percaya sepenuhnya atas perkataan-Nya. George Muller adalah seorang yang sangat beriman. Karena iman dia telah melakukan banyak perkara bagi Allah. Mendirikan panti asuhan anak yatim, menerima anak-anak yatim piatu, pada mulanya hanya 20-30 orang, kemudian mengelola lima tempat panti asuhan yang sangat besar. Jumlah anak yatim yang ditampung bahkan pernah mencapai lebih dari 2.000 orang. Dengan turun tangan sendiri, selama hidupnya ia telah merawat dan mendidik anak-anak yatim lebih dari 10.000 orang. Selama kurang lebih 65 tahun, ia telah mengeluarkan lebih dari 30 juta Poundsterling. Pada masa tuanya, sekali lagi ia membangun beberapa panti asuhan yatim piatu di suatu daerah yang menampung lebih dari 2.000 orang.
George Muller juga membuka lebih dari 100 unit sekolah gratis yang dapat menampung 9.000 murid. Setiap tahun ia mencetak dan menyebarkan lebih dari 4 juta lembar traktat Injil, ribuan jilid Alkitab. Ia pun memberi tunjangan kepada lebih dari 100 penginjil yang menginjil ke daerah-daerah terpencil. Ia tidak pernah minta sumbangan, tidak pernah berhutang, tidak ada gerakan pengumpulan dana, dan tidak ada orang lain yang menjadi donatur di belakangnya. Dia melayani hanya berdasarkan iman, menengadah kepada Allah. Dia berkata, “Aku telah rela mempersembahkan jiwa raga dan segalaku, untuk membuktikan bahwa berdasarkan iman memohon kepada Allah, pasti dapat menggenapkan perkara besar apapun.” Semua iman yang merampungkan pekerjaan, sama seperti iman sebesar biji sesawi. Iman yang seperti biji sesawi sanggup memindahkan semua gunung kesulitan (Mat. 17:20).

Doa:
Tuhan Yesus, belaskasihanilah aku agar dalam segala hal belajar percaya sepenuhnya kepada-Mu. Aku menyadari bahwa aku banyak kelemahan, banyak keterbatasan. Karena itu, aku mau belajar berdoa dengan iman menyerahkan segala permasalahanku kepada-Mu. Tuhan, tambahkanlah imanku, aku damba mengalami kuasa Allah yang hidup.

05 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 1 Selasa

Dengarkanlah Dia
Matius 17:5
Dan tiba-tiba sedang ia berkata-kata turunlah awan yang terang menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara yang berkata: “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.”

Setelah melihat Musa dan Elia, Petrus bermaksud mendirikan kemah, satu kemah untuk Kristus, satu kemah untuk Musa, dan satu kemah untuk Elia. Akan tetapi, suara dari surga berkata, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” Perkataan Allah terhadap Petrus di sini mengandung dua arti: Pertama, pada hari ini bukan waktunya kamu berbicara, melainkan kamu harus mendengarkan perkataan-Nya, “Dengarkanlah Dia.” Kedua, kamu mengatakan, ada Kristus, ada Musa, ada Elia; tetapi Aku berkata, “Dengarkanlah Dia.” Bukan “Dengarkanlah mereka”, melainkan “Dia”. Petrus menyebutkan tiga persona itu, tetapi perkataan dari surga hanya menyebutkan satu Persona. Dalam zaman Perjanjian Baru, Allah tidak menginginkan hukum Taurat atau nabi, Ia hanya menginginkan Kristus.
Di atas takhta di surga hanya ada Kristus, tetapi apakah dalam hati kita juga hanya ada satu, yaitu Kristus? Ataukah masih ada Musa dan Elia juga? Allah hanya menginginkan kita menerima Kristus saja. Namun, seringkali dalam hati kita tidak saja ada Kristus, juga ada hukum Taurat dan nabi, yakni perkara-perkara lahiriah warisan agama usang.
Hari ini, segala pimpinan atau petunjuk yang kita peroleh seharusnya berasal dari Kristus yang berhuni di batin kita, bukan dari peraturan atau hukum Taurat lahiriah yang mati. Kita tidak meremehkan Alkitab, tetapi mungkin saja kita menganggap Alkitab itu sebagai peraturan atau hukum Taurat. Hari ini, soalnya tidak terletak pada bagaimana perkataan-perkataan hukum Taurat yang harfiah, melainkan terletak pada perkataan Kristus yang berhuni di batin kita. Kekristenan tidak dibangun di atas pengetahuan manusia, melainkan di atas hal berhuninya Kristus di batin kita. Maka siapa pun juga, jika ia mau menerima pimpinan Allah, ia harus mendengarkan perkataan Kristus yang di batin.

Mat. 17:5-8; Yes. 11:9; Ibr. 8:11

Sebagai umat Perjanjian Baru, kita tidak saja harus tahu apa yang tertulis di Alkitab, juga harus tahu apa yang dikatakan oleh Kristus dalam batin kita. Kita memiliki Kristus yang hidup di batin kita sebagai hayat dan sebagai standar moral kita. Apa yang diperkenan-Nya itulah yang benar, dan apa yang tidak diperkenan-Nya itulah yang tidak benar.
Petrus merasa bahwa Musa dan Elia itu sangat penting, karena itu, ia tidak saja ingin membuat satu kemah untuk Musa, juga ingin membuat satu lagi untuk Elia. Petrus tidak saja memberi satu kedudukan bagi hukum Taurat, ia pun memberi satu kedudukan bagi nabi. Tetapi menurut pandangan Allah itu tidak benar. Karena dalam zaman Perjanjian Baru tidak boleh ada nabi ala Perjanjian Lama, maka Allah memutus perkataan Petrus. Apakah Perjanjian Baru? Perjanjian Baru mengatakan, “Seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN” (Yes. 11:9). “Dan mereka tidak akan mengajar lagi sesama warganya, atau sesama saudaranya dengan mengatakan: Kenallah Tuhan!” (Ibr. 8:11). Dalam Perjanjian Baru tidak perlu ada nabi ala Perjanjian Lama.
Ada seorang saudara mohon didoakan oleh saudara lain, demikian katanya: “Semoga Allah memberitahu Anda kehendak-Nya terhadap saya, dan kalau Anda sudah tahu, harap Anda beritahu saya.” Permintaan yang demikian sama sekali bertentangan dengan isi Perjanjian Baru. Seharusnya bukan manusia yang memberitahu kita, melainkan Tuhan yang di batin kita.
Kesalahan Petrus disebabkan adanya Musa dan Elia dan Kristus. Allah berkata bahwa di sini harus ada Kristus saja, Musa dan Elia harus pergi. Pada satu pihak Petrus mau Kristus, tetapi pada pihak lainnya, ia juga mau hukum Taurat dan nabi. Petrus tidak menolak Kristus, ia menerima bahkan mengutamakan Kristus, tetapi ia juga menginginkan hukum Taurat dan nabi. Hari ini mungkin masih banyak orang yang belum menyadari hal ini. Selain Kristus, mereka masih menghendaki hukum Taurat dan nabi. Orang yang demikian perlu mendengarkan suara dari surga: “Inilah Anak yang Kukasihi,... dengarkanlah Dia”. Hari ini kita hanya perlu mendengarkan dan melihat kepada Kristus saja, bukan kepada yang lain (Mat. 17:5, 8).

Doa:
Tuhan Yesus, aku mengakui bahwa di dalam hatiku masih banyak perkara di luar Engkau yang membuat hatiku kurang murni terhadap-Mu. Rahmati aku ya Tuhan, agar dalam hidupku hanya mendengarkan Engkau, memegang teguh firman-Mu dan pimpinan-Mu yang seketika di batin. Tuhan, hanya perkataan-Mulah yang bernilai dan patut dipercaya.