Hitstat

31 March 2012

2 Korintus - Minggu 27 Sabtu

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 12:1-10


Ayat 8-9 mengatakan, "Tentang hal itu aku sudah tiga kali berseru kepada Tuhan, supaya utusan Iblis itu mundur dari hadapanku. Tetapi jawab Tuhan kepadaku, 'Cukuplah anugerah-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.' Sebab itu, aku terlebih suka bermegah atas kelemahanku, supaya kuasa Kristus turun menaungi aku." Penderitaan-penderitaan dan ujian-ujian sering ditetapkan Tuhan bagi kita supaya kita bisa mengalami Kristus sebagai kasih karunia dan kekuatan. Karena itu, walaupun rasul memohon, Tuhan tidak ingin menyingkirkan duri dari rasul.

Kasih karunia yang dialami oleh Paulus sebenarnya adalah Tuhan Yesus Kristus itu sendiri. Saya percaya dalam pengalamannya Paulus menyadari bahwa kasih karunia Tuhan ini menjadi kekuatan yang menyebar atasnya seperti sebuah kemah. Maka, kasih karunia-kekuatan ini menjadi satu tempat kediaman bagi Paulus dalam penderitaan-penderitaannya. Sewaktu ia menderita, Paulus dapat tinggal di dalam kemah yang menyebar di atasnya ini. Kemah ini, tenda ini, menyokong dia, menopang dia, mempertahankan dia, dan memelihara dia.

Agar kasih karunia Tuhan yang cukup dapat dinyatakan, kita tidak bisa menghindar dari penderitaan. Agar kesempurnaan kuasa Tuhan dapat ditunjukkan, diperlukan kelemahan kita. Karena itu, rasul terlebih suka bermegah atas kelemahan-kelemahannya, supaya kuasa Kristus dapat menaungi dia. Kasih karunia adalah suplai, dan kuasa adalah tenaga, kemampuan dari kasih karunia. Keduanya adalah Kristus yang bangkit, yang sekarang adalah Roh pemberi-hayat yang berhuni di dalam kita (1 Kor. 15:45; Gal. 2:20) untuk kenikmatan kita.

Apa yang kita miliki dalam ayat-ayat ini adalah Tuhan "memasak" Paulus. Tuhan "memasak" Paulus dan membuatnya menjadi "santapan" yang lezat untuk kita nikmati. Selama lebih dari lima puluh tahun, saya telah menikmati Rasul Paulus. Tetapi saya harus bersaksi bahwa saya tidak pernah menikmati Paulus sebanyak yang saya nikmati belakangan ini. Paulus benar-benar santapan yang lezat yang dimasak oleh Tuhan Yesus.

Ketika Paulus mempertimbangkan penglihatan yang tinggi dan wahyu yang menakjubkan ini, duri itu bekerja di atas dirinya untuk menjaganya dari kesombongan dan tinggi diri. Tetapi ketika duri itu bekerja untuk menjaga Paulus agar tetap rendah hati, maka kasih karunia menyuplai dan menopang dia, dan kekuatan menaungi dia. Inilah cara Tuhan yang ajaib dalam memasak Paulus untuk membuatnya mengalami Kristus yang alwasi (meluas ke segala sesuatu). Hasilnya, Paulus menjadi kaya dalam pengalaman terhadap Kristus.

Jangan putus asa bila ada duri yang menipu Anda setelah Anda menerima wahyu dari Tuhan. Penglihatan dan wahyu selalu diikuti dengan penderitaan. Anda tidak perlu banyak berdoa mengenai duri itu. Duri itu tidak akan disingkirkan. Sebaliknya, Tuhan akan membiarkannya tetap ada dengan tujuan mendatangkan kasih karunia bagi kenikmatan Anda. Kasih karunia ini akan menjadi kekuatan Anda setiap hari dan bahkan menjadi tempat kediaman Anda, yaitu menjadi satu kemah yang menaungi Anda. Ini akan memperkaya pengalaman rohani Anda. Ketika kita menikmati kasih karunia Tuhan dan tinggal di bawah naungan kuasa-Nya, kita akan selalu memiliki sesuatu untuk dikatakan mengenai Kristus dan gereja.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 55

30 March 2012

2 Korintus - Minggu 27 Jumat

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 12:1-10


Menurut ayat 2 dan 4 ada dua hal yang terjadi di atas diri Paulus. Pertama, ia diangkat ke langit tingkat ketiga; kedua, ia diangkat ke dalam Firdaus. Dalam ayat 2 Paulus mengatakan, "Aku tahu tentang seseorang di dalam Kristus; empat belas tahun yang lampau -- entah di dalam tubuh, aku tidak tahu, entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya -- orang itu tiba-tiba diangkat ke tingkat yang ketiga dari surga." Awan-awan yang kelihatan dapat dianggap sebagai langit tingkat pertama, dan angkasa adalah langit tingkat kedua. Langit tingkat ketiga pasti adalah langit di atas segala langit, langit tertinggi (Ul. 10:14; Mzm. 148:4), tempat Tuhan Yesus dan Allah berada hari ini (Ef. 4:10; Ibr. 4:14; 1:3).

Dalam ayat 3-4 Paulus melanjutkan, "(Dan) aku juga tahu tentang orang itu -- entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya -- ia tiba-tiba diangkat ke Firdaus dan ia mendengar kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia." Ayat 2 memberi tahu kita bahwa rasul diangkat ke langit tingkat ketiga. Sekarang ayat 3 dan 4 memberi tahu kita lebih lanjut bahwa rasul diangkat juga ke tempat lain, ke dalam Taman Firdaus. Ini dengan kuat menunjukkan bahwa Taman Firdaus tidak sama dengan langit tingkat ketiga dalam ayat 2, tetapi mengacu kepada suatu tempat selain langit tingkat ketiga.

Firdaus adalah bagian yang menyenangkan dari Alam Maut, tempat roh Abraham dan roh-roh semua orang benar berada, menantikan kebangkitan (Luk. 16:22-23, 25-26). Tuhan Yesus pernah pergi ke sana setelah kematian-Nya dan tinggal di sana hingga kebangkitan-Nya (Luk. 23:43; Kis. 2:24, 27, 31; Ef. 4:9; Mat. 12:40). Firdaus ini berbeda dengan Firdaus dalam Wahyu 2:7, yang akan menjadi Yerusalem Baru dalam Kerajaan Seribu Tahun. Dalam bagian ini rasul memberi tahu tentang betapa unggul wahyu yang diterimanya. Dalam alam semesta terutama ada tiga bagian: langit, bumi, dan alam maut di bawah bumi (Ef. 4:9). Sebagai manusia yang hidup di bumi ini, rasul mengetahui hal-hal di bumi. Tetapi manusia tidak tahu hal-hal di langit dan di alam maut. Rasul justru dibawa ke dua tempat yang tidak diketahui oleh manusia itu, demikianlah ia mendapatkan penglihatan-penglihatan dan wahyu-wahyu tentang wilayah-wilayah yang tersembunyi itu. Untuk alasan inilah dia menyinggung tentang dua bagian ujung dari alam semesta ini. Ketika Tuhan Yesus mati, Dia tidak segera pergi ke langit tingkat ketiga. Sebaliknya, Dia pergi ke satu tempat yang disebut Firdaus. Salah satu dari penyamun itu berkata kepada-Nya, "Yesus, ingatlah aku, apabila Engkau datang sebagai Raja" (Luk. 23:42). Tuhan Yesus menjawab, "Hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Firdaus" (ayat 43). Selain itu, menurut Kisah Para Rasul 2, Tuhan Yesus pergi ke alam maut setelah Ia meninggal (ayat 31). Jika kita menyejajarkan kedua bagian dari firman ini, kita akan melihat bahwa Firdaus ini pasti ada di dalam alam maut.

Paulus adalah seorang yang terdidik mengenai hal-hal yang di bumi. Pada suatu hari Tuhan mengangkatnya ke langit tingkat ketiga dan membiarkannya melihat apa yang ada di sana. Tuhan juga mengangkatnya ke Firdaus untuk memperlihatkan kepadanya apa yang ada di sana. Mengenai Firdaus ini, Paulus mengatakan bahwa ia mendengar "kata-kata yang tak terkatakan, yang tidak boleh diucapkan manusia" (2 Kor. 12:4). Jadi, ia tidak bebas untuk memberi tahu orang-orang Korintus tentang hal itu. Paulus, manusia baru di dalam Kristus ini, benar-benar memiliki pengetahuan yang lengkap dan satu pandangan yang penuh tentang alam semesta.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 55

29 March 2012

2 Korintus - Minggu 27 Kamis

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 12:1-10


Dua Korintus 12:1-10 adalah satu bagian yang sangat baik dari Alkitab. Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Paulus itu dalam dan sangat bijaksana. Para penganut agama Yahudi bermegah bahwa mereka mengenal banyak hal, dan menyatakan lebih banyak pengetahuannya daripada Rasul Paulus. Bukannya berdebat dengan mereka, Paulus malah lebih dulu memegahkan kelemahannya. Sekarang dalam 2 Korintus 12:1-10 ia sampai kepada penglihatan (visi) dan wahyu. Strategi Paulus yang berhikmat ini adalah untuk mengalahkan kesombongan para penganut agama Yahudi dengan menunjukkan bahwa sebenarnya mereka tidak memiliki penglihatan atau wahyu apa pun. Apa yang dikenal oleh para penganut agama Yahudi itu adalah kosong melompong.

Dalam ayat 1 Paulus membicarakan tentang penglihatan dan wahyu. Wahyu adalah penyingkiran selubung, penyingkapan hal-hal yang tersembunyi; penglihatan adalah pemandangan, suasana yang terlihat setelah saat penyingkapan selubung. Banyak hal tentang ekonomi dan administrasi Allah dalam alam semesta yang tersembunyi. Di pihak Tuhan, Tuhan mewahyukan, menyingkapkan hal-hal tersembunyi ini kepada rasul; di pihak rasul, ia menerima penglihatan-penglihatan akan hal-hal tersembunyi ini.

Seseorang di dalam Kristus yang disinggung dalam ayat 2 ini bukanlah Saulus; ini adalah Paulus. Saulus adalah manusia alamiah, dan Paulus adalah manusia baru di dalam Kristus. Akan lebih baik bila kita semua memiliki dua nama: satu nama yang menunjukkan nama seseorang sebelum diselamatkan, yaitu apa adanya kita dalam Adam, dan satu nama lagi dari seseorang yang sekarang ada di dalam Kristus. Sebelumnya kita adalah Saulus; sekarang kita adalah Paulus.

Ketika Paulus membicarakan tentang seseorang di dalam Kristus, ia mengacu kepada manusia keduanya, persona keduanya. Ia akan bermegah atas orang ini, tetapi ia tidak akan bermegah atas manusia lamanya. Dalam ayat 5 kata "diriku sendiri" mengacu kepada diri lama Paulus, bukan kepada diri barunya. Ini mengacu kepada Saulus, bukan Paulus. Diri baru Paulus mutlak berada di dalam Kristus. Manusia di dalam Kristus ini adalah satu ciptaan baru.

Jika kita memperhatikan diri kita sendiri sebagai kaum beriman, kita akan melihat bahwa kita juga memiliki dua persona. Di satu pihak, kita adalah orang dengan satu diri yang lama; di pihak lain, kita adalah orang dengan diri yang baru. Persona ini ada di dalam Kristus dan adalah satu ciptaan baru. Kita tidak boleh memperhatikan persona yang pertama lagi. Sebaliknya, kita harus mengikuti persona yang kedua.

Apa yang terjadi pada Paulus, seseorang di dalam Kristus, seperti yang tercatat dalam ayat-ayat ini, sangatlah misterius. Paulus sendiri pun tidak dapat memberitahukan apakah ia berada di dalam tubuh atau di luar tubuh. Dalam ayat 3 ia mengatakan, "Aku juga tahu tentang orang itu -- entah di dalam tubuh entah di luar tubuh, aku tidak tahu, Allah yang mengetahuinya." Jelas Paulus tidak lupa diri (trans). Kita tidak boleh mengira apa yang digambarkan di sini adalah pengalaman dari seseorang yang tidak sadarkan diri (trans). Apa yang terjadi pada Paulus itu di luar kemampuannya untuk mengeskpresikan hal itu, karena ia sendiri pun tidak benar-benar jelas tentang hal itu.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 55

28 March 2012

2 Korintus - Minggu 27 Rabu

Pembacaan Alkitab: Kol. 1:24


Kita perlu memahami mengapa Paulus menulis ayat-ayat ini secara demikian. Paulus berada dalam lingkungan yang sangat sulit. Ia sangat menderita, dan ia bahkan kekurangan makanan. Seolah-olah Allah tidak menyertai dia dan tidak menghormati dia. Manakah tanda-tanda ajaib yang dijanjikan dalam Markus 16? Sepertinya Tuhan tidak menyuplai Paulus. Tuhan bahkan membiarkan Paulus mengalami karam kapal dan sehari semalam terkatung-katung di tengah laut. Mengapa Paulus menekankan hal-hal yang tidak terhormat dan tidak mulia ini? Jalan Paulus adalah jalan ilahi. Sebaliknya, konsepsi kebanyakan orang Kristen bertentangan dengan jalan Allah. Apa yang ditulis Paulus dalam pasal ini sesungguhnya bersesuaian dengan kehidupan Tuhan Yesus. Ketika berada di bumi, Tuhan menderita kesusahan. Sekalipun Dia adalah Putra Allah, kehidupan-Nya bukanlah kehidupan yang makmur atau ada berkat yang lahiriah. Dilihat secara luaran, Tuhan Yesus tidak diberkati Allah. Ketika Dia disalibkan, orang-orang Yahudi mencemooh Dia dan mengatakan jika Dia berasal dari Allah, Allah akan membebaskan Dia dari salib itu. Tetapi bukannya mengutus malaikat-malaikat untuk menyelamatkan Tuhan Yesus, Allah malah membiarkan Dia mati di atas salib. Dalam prinsipnya, pengalaman Paulus juga sama.

Dengan menulis pasal ini sedemikian, Paulus menjelaskan bukan hanya kepada kaum beriman di Korintus, tetapi juga kepada semua orang beriman dalam Kristus sepanjang abad, apakah jalan Allah itu. Jalan Allah terlihat pada diri para rasul yang sejati, pada diri para minister dari perjanjian yang baru yang sejati, bukan pada diri mereka yang disebut para rasul yang tak ada taranya. Para rasul palsu itu mungkin saja makmur dan semarak, dan mereka tidak perlu menyelamatkan diri dalam sebuah keranjang. Tetapi para rasul yang sejati dimusuhi dan menderita karena seluruh bumi ini menentang ekonomi Allah. Selain itu, zaman sekarang ini bukan saatnya kita menjadi makmur dan semarak, melainkan ini adalah waktu kita untuk menderita bagi Tubuh Kristus. Memakai perkataan Kolose 1:24, sekarang kita sedang memenuhi kekurangan dalam penderitaan Kristus bagi Tubuh-Nya, yaitu gereja.

Di atas salib, Tuhan Yesus menderita untuk menebus kita. Tetapi selama hidup-Nya di bumi, Dia menderita bagi pembangunan Tubuh. Kita tidak dapat mengambil bagian dalam penderitaan Kristus bagi penebusan. Mengatakan bahwa kita dapat mengambil bagian dalam penderitaan penebusan itu merupakan satu penghujatan. Namun, kita harus mengambil bagian dalam penderitaan Kristus bagi Tubuh-Nya. Ini berarti kita harus mengikuti jalan-Nya, yaitu jalan yang sempit. Kita harus berjalan mengikuti jejak-jejak kaki-Nya dan memikul salib. Tuhan Yesus menempuh satu kehidupan yang menderita, dan kita juga harus melakukan hal yang sama. Ini adalah untuk memenuhi apa yang kurang dalam penderitaan Kristus bagi pembangunan gereja, Tubuh-Nya.

Dalam pasal 11 kita memiliki dua rahasia untuk membedakan yang sejati dari yang palsu: menikmati Tuhan sebagai suplai hayat kita dan menderita dalam mengikuti Tuhan. Di satu pihak, kita menikmati Tuhan Yesus; di pihak lain, kita mengikuti Dia untuk menempuh satu kehidupan yang menderita. Kenikmatan dan penderitaan ini adalah faktor-faktor penentu yang olehnya kita dapat membedakan manakah yang sejati dan manakah yang palsu. Segala sesuatu yang membantu kita menikmati Tuhan dan yang menguatkan kita untuk mengikuti Dia dalam penderitaan-Nya adalah yang sejati. Apa saja yang tidak mendorong kita dalam dua perkara ini adalah yang palsu.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 54

27 March 2012

2 Korintus - Minggu 27 Selasa

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 11:16-33


Dalam ayat 23 Paulus mengatakan bahwa ia lebih banyak berjerih lelah, lebih sering dipenjara, menanggung pukulan di luar batas, dan kerap kali berada dalam bahaya maut. Dalam ayat 24-25 Paulus mengatakan, "Lima kali menanggung pukulan oleh orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku menderita pukulan (dengan tongkat), satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut." Deraan dalam ayat 24 dilakukan oleh orang-orang Yahudi, sedangkan tongkat dalam ayat 25 digunakan oleh orang-orang Roma (Kis. 16:22-23; 22:25). Ketiga kejadian ini, tidak termasuk kapal kandas di Melita (secara umum dikenal sebagai Malta), tidak tercatat dalam Kitab Kisah Para Rasul.

Ayat 26 mengatakan, "Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu." Penyamun yang disinggung dalam ayat ini adalah suku-suku yang berdiam di gunung-gunung antara dataran tinggi Asia Kecil dan pantai yang terkenal akan perampokannya. Saudara-saudara palsu ini terutama mengacu kepada orang-orang Kristen yang bergairah dalam agama Yahudi.

Ayat 27 melanjutkan, "Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian." Karena berpuasa di sini dicantumkan bersama-sama dengan bekerja berat, maka ini pasti ditujukan kepada puasa yang tidak direncanakan karena kekurangan makanan. Kedinginan karena cuaca dan pakaian yang tidak memadai; tidak berpakaian mengacu kepada keadaan tidak berpakaian cukup atau telanjang karena cambukan atau kandasnya kapal.

Penderitaan Paulus membuatnya kelihatan lemah di mata orang lain. Seorang yang kuat dapat melakukan banyak hal untuk menghapus penderitaan atau menguranginya. Namun, Paulus tidak dapat melakukan apa-apa terhadap penderitaannya. Fakta bahwa ia tidak dapat mengurangi penderitaannya menunjukkan bahwa ia lemah. Karena itu, di mata para penentangnya, ia adalah seorang yang lemah dan kasihan.

Pada zaman dulu juga zaman sekarang ini, ada konsepsi bahwa seseorang yang diberkati Allah seharusnya tidak menderita. Musuh-musuh Paulus berpikir bahwa jika Paulus benar-benar berasal dari Allah, maka Allah akan memberkati dia dan ia tidak akan menderita. Mereka menganggap penderitaan Paulus sebagai tanda bahwa ia bukan berasal dari Allah atau ia tidak berada di bawah berkat Allah. Konsepsi Paulus berbeda. Di sini Paulus seolah-olah berkata kepada para penganut agama Yahudi itu, "Jika kamu benar-benar berasal dari Allah, Allah akan mengizinkan kamu mengalami banyak penderitaan. Seorang minister Kristus yang sejati adalah orang yang menderita." Banyak orang Kristen hari ini memiliki konsepsi bahwa jika seseorang itu kaya, makmur, dan semarak, ia adalah hamba Allah yang setia dan diberkati oleh Dia. Mereka juga memiliki konsepsi bahwa orang-orang yang harus menderita dan bekerja keras itu tidak berada di bawah berkat Allah.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 54

26 March 2012

2 Korintus - Minggu 27 Senin

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 11:16-33


Dalam 11:16-33 Paulus meminta orang-orang Korintus untuk bersabar terhadapnya dalam kebodohannya. Ia meminta izin kepada mereka untuk bersikap bodoh dalam bermegah. Dalam ayat 16 ia mengatakan, "Kuulangi lagi: Jangan hendaknya ada orang yang menganggap aku bodoh. Jika kamu juga menganggap demikian, terimalah aku sebagai orang bodoh supaya aku pun boleh bermegah sedikit." Di sini Paulus seolah-olah berkata, "Bersabarlah terhadapku dalam kebodohanku. Sampai saat ini aku selalu pintar, tetapi sekarang aku harus berbicara dengan tegas. Sebelum aku melakukan hal ini, aku minta kamu bersabar terhadap aku dalam kebodohanku. Aku akan memberi tahu kamu sesuatu dengan terus terang." Kemudian Paulus memakai ungkapan-ungkapan yang terus terang dan perkataan yang tegas.

Sering kali, untuk membicarakan kebenaran, kita mungkin perlu kelihatan bodoh bagi orang lain. Martin Luther melakukan hal ini ketika ia menyatakan kepada kekristenan yang telah merosot bahwa pembenaran adalah mutlak oleh iman. Ketika ia melakukan hal ini, ia tampak bodoh. Siapa saja yang ingin mempertahankan kedudukan yang tinggi dalam hierarki agama tidak mungkin melakukan hal ini.

Dalam ayat 17-18 Paulus melanjutkan, "Apa yang aku katakan, aku mengatakannya bukan sebagai seorang yang berkata menurut firman Tuhan, melainkan sebagai orang bodoh yang berkeyakinan bahwa ia boleh bermegah. Karena banyak orang yang bermegah menurut daging, aku mau bermegah juga" (Tl.). Tidakkah Anda akan mengatakan bahwa Paulus gila ketika ia menyatakan bahwa ia akan membicarakan sesuatu yang bukan menurut firman Tuhan? Kita mungkin berpikir jika Paulus tidak berbicara menurut firman Tuhan, seharusnya ia diam saja. Bagaimana mungkin seorang rasul dapat membicarakan sesuatu yang bukan menurut firman Tuhan? Namun, Paulus justru mengucapkan perkataan yang demikian. Jika kita ada di sana pada waktu itu, kita mungkin akan menasihati Paulus agar tidak menulis seperti itu.

Apakah yang Paulus maksud dengan "berkeyakinan" dalam ayat 17? Keyakinan ini kelihatannya berhubungan dengan kebodohan Paulus, yaitu berhubungan dengan kehilangan akalnya. Jika ia tidak memiliki keyakinan demikian, tentu ia tidak dapat bermegah. Jika tidak demikian, ia akan berperilaku seperti seorang yang sangat berbudaya dan tidak akan bermegah sama sekali. Seseorang yang memiliki keyakinan bahwa ia tidak kehilangan akalnya tidak akan pernah bermegah seperti yang Paulus lakukan dalam 2 Korintus 11 ini.

Setelah mengucapkan perkataan yang ironis kepada orang-orang Korintus tentang suka sabar terhadap orang bodoh (ayat 19), dalam ayat 20 Paulus mengatakan, "Karena kamu sabar, jika orang memperhamba kamu, jika orang memangsa kamu, jika orang menguasai kamu, jika orang berlaku angkuh terhadap kamu, jika orang menampar kamu." Di sini Paulus seolah-olah berkata, "Jika kamu suka sabar terhadap semuanya ini, tidakkah kamu dapat sabar terhadap aku, orang yang bodoh dan yang kehilangan akalnya ini?"


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 54

24 March 2012

2 Korintus - Minggu 26 Sabtu

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 11:1-15


Hari ini, oleh belas kasihan Tuhan, kita dapat menyadari bahwa sesungguhnya Paulus adalah rasul yang terkemuka dan rasul yang berada pada tingkatan ministri yang paling tinggi. Meskipun demikian, para penganut agama Yahudi itu menyatakan bahwa mereka lebih unggul daripada Paulus. Sikap mereka adalah bahwa Paulus itu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan mereka, bahwa ia sedikit pengetahuannya bila dibandingkan dengan mereka. Dalam 2 Korintus ada perkataan-perkataan yang menyiratkan bahwa para penganut agama Yahudi ini mengira diri mereka lebih tahu daripada Paulus. Karena itu tidak heran bila Paulus menyebut mereka rasul yang tak ada taranya. Tentunya, ini adalah satu istilah yang ironis. Paulus tidak memakai ekspresi ini secara positif. Sebenarnya, para penganut agama Yahudi itu bukanlah rasul yang tak ada taranya, karena mereka sama sekali bukanlah rasul yang sejati.

Cara yang terbaik untuk membedakan satu perkara adalah membedakannya menurut hayat atau maut. Kita perlu mengajukan pertanyaan seperti ini: Apakah pengajaran ini membantuku menikmati Tuhan lebih banyak dan membawaku ke dalam hayat atau menyuntikkan racun maut ke dalamku? Anda akan menemukan bahwa jika Anda menerima satu pengajaran atau pemberitaan ke dalam Anda, maka kenikmatan batini Anda terhadap Tuhan akan terputus. Ada beberapa hal yang berfungsi seperti penyekat yang menghentikan aliran listrik ilahi ini. Karena itu, kita harus belajar untuk membedakan, membandingkan, perkara-perkara berdasarkan hayat dan maut.

Rahasia pembedaan ini adalah membedakan menurut hayat atau maut. Pengajaran mana pun yang membuat kenikmatan Anda terhadap Tuhan berhenti adalah pengajaran yang berasal dari maut, tidak peduli betapa baiknya pengajaran itu. Selama pengajaran atau pemberitaan seseorang mencabut kita dari kenikmatan akan Tuhan sebagai suplai hayat kita, maka pengajaran itu berasal dari ular itu. Namun, ministri Tuhan yang sejati selalu menguatkan kita dalam kenikmatan akan Dia sebagai suplai hayat kita.

Dua Korintus 11:2-3 sangat penting. Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Paulus jelas mengenai strategi Iblis. Ia menyadari bahwa strategi Iblis adalah menyebarkan perangkap doktrin untuk menjerat kaum saleh. Karena itu, Paulus menjauhkan diri dari perangkap itu. Selain itu, ia berusaha menjauhkan kaum saleh dari perangkap itu dengan mengingatkan mereka bahwa ia cemburu kepada mereka dengan cemburu Allah, dan bahwa ia telah mempertunangkan mereka dengan satu Suami untuk membawa mereka sebagai perawan yang suci kepada Kristus. Ia memberi tahu kaum saleh bahwa Tuhan tidak menghendaki mereka mengasihi apa pun atau siapa pun selain Dia, sebaliknya menghendaki mereka mengasihi Dia secara unik, tulus, dan sepenuhnya. Dalam ayat 3 Paulus mewahyukan perhatiannya kepada kaum beriman Korintus agar mereka tidak tertipu dan kehilangan ketulusan dan kemurnian mereka terhadap Tuhan. Dari ayat ini kita melihat bahwa kita perlu tulus dan murni. Jangan menjadi orang yang ruwet dalam pikiran Anda, dalam pemahaman Anda, dengan begitu banyak pengajaran atau isme-isme. Sebaliknya, peliharalah ketulusan dan kemurnian Anda untuk menikmati Tuhan sebagai suplai hayat Anda.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 53

23 March 2012

2 Korintus - Minggu 26 Jumat

Pembacaan Alkitab: Rm. 8:6


Paulus dapat melihat bahwa para penganut agama Yahudi itu memiliki Yesus yang lain, roh yang lain, dan injil yang lain (ay. 4). Para penganut agama Yahudi menyatakan bahwa mereka memberitakan Yesus. Namun, Paulus melihat bahwa mereka memberitakan Yesus yang lain, bukan Tuhan Yesus yang diberitakan oleh Paulus. Selain itu, mereka menyatakan bahwa mereka memiliki roh; mereka mungkin menyatakan bahwa roh ini adalah Roh Kudus. Paulus kembali mendebat bahwa roh mereka bukanlah Roh Kudus; para penganut agama Yahudi memiliki roh yang lain. Selain itu, para penganut agama Yahudi itu menyatakan bahwa apa yang mereka beritakan adalah injil. Tetapi Paulus menyatakan bahwa injil mereka adalah injil yang lain.

Kaum beriman Korintus sulit membedakan Yesus yang diberitakan oleh Paulus dengan yang diberitakan oleh para penganut agama Yahudi. Namanya memang sama. Tetapi masih perlu ada pembedaan. Demikian juga mengenai Injil. Paulus datang kepada orang-orang Korintus dengan Injil. Para penganut agama Yahudi juga mengaku memberitakan Injil. Tetapi Paulus dapat membedakan bahwa injil yang diberitakan oleh para penganut agama Yahudi itu berbeda dengan Injil yang diberitakan oleh rasul-rasul. Itu bukanlah Injil seperti yang diberitakan oleh Paulus.

Dalam prinsipnya, situasi kita pada hari ini sama dengan situasi orang-orang Korintus. Istilah, definisi, dan judul dari berbagai perkara itu mungkin saja sama. Tetapi jika kita melatih pembedaan dengan tepat, kita akan sadar bahwa sebenarnya hal-hal itu tidak sama.

Sasaran Allah adalah hayat. Hayat ini, yang ditandai oleh pohon hayat, adalah Allah sendiri dalam Kristus sebagai Roh itu. Cara musuh, Iblis, ular itu, adalah menyelewengkan orang-orang dari hayat ini. Ia berusaha memalingkan mereka kepada pengetahuan, baik, dan jahat, yang hasilnya adalah maut. Maut adalah pemisah dari kenikmatan akan Allah.

Pemahaman yang tepat akan maut adalah bahwa maut menunjukkan pemisahan dari kenikmatan akan Allah. Ini berarti jika kita tidak memiliki kenikmatan akan Allah, kita berada dalam maut. Demikian juga, jika kita terpisah dari kenikmatan akan Allah, kita akan mati. Hal ini diwahyukan sepenuhnya dalam Roma 8. Roma 8:6 mengatakan, "Karena pikiran yang diletakkan di atas daging adalah maut, tetapi pikiran yang diletakkan di atas roh adalah hayat dan damai sejahtera" (Tl.). Dalam ayat ini maut adalah pemisah dari kenikmatan akan Allah. Hayat adalah lawannya, karena hayat adalah kenikmatan akan Allah. Ketika kita memiliki kenikmatan akan Allah, tidak ada pemisah antara kita dengan Allah, kita berada di dalam hayat dan hayat bekerja di dalam kita.

Dalam menyelewengkan orang beriman dari pohon hayat, Iblis berusaha memisahkan mereka dari kenikmatan akan Allah sebagai hayat mereka. Selama berabad-abad ular yang licik ini telah memakai pengajaran-pengajaran untuk menjauhkan umat pilihan Allah dari menikmati Dia sebagai hayat mereka. Sebagian besar pengajaran itu berhubungan dengan pengetahuan, baik, dan jahat. Tetapi pengajaran-pengajaran yang demikian menghasilkan pemisahan dari Allah.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 53

22 March 2012

2 Korintus - Minggu 26 Kamis

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 11:1-15


Dalam 2 Korintus 11:3 Paulus mengatakan, "Tetapi aku takut, kalau-kalau pikiran kamu disesatkan dari kesetiaan kamu yang sejati kepada Kristus, sama seperti Hawa diperdayakan oleh ular itu dengan kelicikannya." Di sini Rasul Paulus menunjukkan bahwa pengajaran-pengajaran dari para penganut agama Yahudi itu dapat dibandingkan dengan perkataan tipu muslihat yang diucapkan oleh ular itu kepada Hawa dalam Kejadian 3. Dengan kata lain, Paulus menyamakan aktivitas para penganut agama Yahudi itu dengan pekerjaan ular itu atas diri Hawa. Dari Kejadian 3 kita tahu bahwa ular itu mengalihkan perhatian Hawa dari kenikmatan atas pohon hayat. Cara ular itu memalingkan Hawa dari pohon hayat adalah dengan menunjukkan kepadanya pohon yang lainnya, yaitu pohon pengetahuan baik dan jahat, yang menghasilkan maut.

Kita telah berkali-kali menunjukkan bahwa pohon hayat itu sederhana. Pada pohon ini hanya ada satu unsur, dan unsur itu adalah hayat. Pohon hayat menghasilkan hayat. Pohon pengetahuan baik dan jahat, sebaliknya, rumit dan menyebabkan kerumitan. Pada pohon pengetahuan ini, ada kebaikan, kejahatan, pengetahuan, dan maut. Alkitab secara keseluruhan adalah perkembangan kedua pohon ini. Pohon hayat ini melambangkan Allah dalam Kristus sebagai Roh itu menjadi hayat bagi kita. Pohon pengetahuan baik dan jahat melambangkan Iblis sebagai maut. Iblis adalah penguasa maut. Pohon pengetahuan baik dan jahat melambangkan Iblis sebagai maut yang meliputi pengetahuan, baik, dan jahat. Ular itu menyimpangkan Hawa dari pohon hayat dengan pohon pengetahuan baik dan jahat beserta kerumitan-kerumitannya. Karena Hawa menyimpang dan terperangkap, ia kehilangan ketulusan dan kemurnian terhadap Allah. Akibatnya Hawa jatuh, dan maut masuk melalui kejatuhan itu. Inilah cerita tentang bagaimana ular itu menyimpangkan Hawa dari ekonomi Allah.

Dalam 2 Korintus 11 Paulus menerapkan apa yang dilakukan ular terhadap Hawa kepada para penganut agama Yahudi dan gereja di Korintus. Saya percaya bahwa di dalam rohnya, Paulus menyadari bahwa kedua perkara ini sebenarnya adalah satu dan apa yang terjadi di Korintus itu merupakan satu ulangan dari apa yang telah terjadi di Taman Eden. Hawa adalah seorang istri dan gereja di Korintus adalah seorang perawan yang suci, yang dipertunangkan kepada satu suami, yaitu Kristus. Karena alasan ini, maka dalam 2 Korintus 11:2 Paulus mengatakan, "Sebab aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi. Karena aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." Selain itu, istri di Taman Eden ini telah diselewengkan oleh ular yang licik. Di Korintus, perawan suci itu diselewengkan oleh Iblis melalui para penganut agama Yahudi. Di tempat lainnya dalam pasal ini, Paulus menghubungkan para penganut agama Yahudi dengan Iblis. "Sebab orang-orang itu adalah rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, yang menyamar sebagai rasul-rasul Kristus. Hal itu tidak usah mengherankan, sebab Iblis pun menyamar sebagai malaikat Terang" (ayat 13-14). Di sini Paulus menunjukkan bahwa para penganut agama Yahudi, rasul-rasul palsu itu, adalah pelayan-pelayan Iblis. Para penganut agama Yahudi adalah pelayan-pelayan Iblis, ini berarti mereka tidak menyuplaikan Kristus kepada orang lain. Sebaliknya, apa yang mereka suplaikan sebenarnya adalah Iblis.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 53

21 March 2012

2 Korintus - Minggu 26 Rabu

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 11:1-15


Dengan menyatakan perkataan yang tercatat dalam ayat 2, Iblis dikalahkan, dan semua penganut agama Yahudi dijatuhkan. Baik di zaman Paulus atau di zaman kita, para penganut agama Yahudi tidak pernah menyuplaikan kepada kita sesuatu yang membuat kita dapat memustikakan Tuhan Yesus sebagai Dia yang terkasih dan mustika. Sebaliknya, apa yang disuplaikan oleh para penganut agama Yahudi merangsang gairah kita terhadap agama. Para penganut agama Yahudi hari ini mungkin akan berkata demikian: "Pengajaran ini bidah dan menghancurkan agama kita. Ini bertentangan dengan tradisi yang kita warisi dari nenek moyang kita." Para penganut agama Yahudi sepanjang zaman dan abad selalu berusaha melindungi agama mereka dan berpegang kepada doktrin yang tradisional.

Karena Paulus bijaksana, ia tidak berdebat dengan para penganut agama Yahudi mengenai doktrin. Sebaliknya, ia memberi tahu orang-orang Korintus bahwa ia cemburu kepada mereka dengan cemburu Allah. Ia selanjutnya mengatakan bahwa ia telah mempertunangkan mereka kepada seorang suami untuk membawa mereka sebagai perawan suci kepada Kristus. Satu pembicaraan yang menakjubkan! Perkataan Paulus dalam ayat 2 ini sangat menjamah. Perkataan ini sangat menjamah hati kita dan menggugah kasih kita terhadap Tuhan Yesus. Berita-berita pelajaran-hayat sering kali menjamah hati kita secara demikian. Setelah membaca beberapa halaman dari suatu berita, perasaan yang lembut di dalam Anda terhadap Tuhan Yesus itu tergugah, dan Anda sadar betapa terkasihnya dan mustikanya Dia itu. Namun, kadang-kadang pikiran teologis dan doktrinal Anda mempersoalkan dan mempertanyakan tentang Trinitas atau tentang Kristus yang menjadi Roh itu. Anda mungkin berpikir tentang modalisme. Anda mungkin bertanya-tanya apakah ministri dalam pemulihan Tuhan ini dapat dipercaya. Tetapi setelah membaca satu bagian dari satu berita pelajaran-hayat, Anda sekali lagi merasakan bahwa sebagai Mempelai Laki-laki, Tuhan Yesus itu menarik dan mustika. Dengan spontan Anda akan berkata, "O Tuhan Yesus, Mempelai Laki-laki yang terkasih, aku cinta kepada-Mu. Tuhan, terima kasih untuk firman-Mu, untuk ministri-Mu, dan untuk pemulihan-Mu." Para penganut agama Yahudi itu merangsang timbulnya pertanyaan-pertanyaan, tetapi ministri yang sejati menggugah kasih kita terhadap Tuhan Yesus sebagai Mempelai Laki-laki kita.

Beban saya dalam berita ini adalah menanamkan ke dalam kaum saleh perkataan Paulus dalam ayat 2: "Aku telah mempertunangkan kamu kepada satu laki-laki untuk membawa kamu sebagai perawan suci kepada Kristus." Kita telah melihat bahwa dalam pasal 11 Paulus memiliki beberapa hal yang tegas untuk dikatakan mengenai para penganut agama Yahudi, yaitu rasul-rasul palsu. Tetapi sebelum ia mengucapkan kata-kata itu, ia mengingatkan kaum beriman di Korintus bahwa ia telah mempertunangkan mereka kepada satu Suami, bukan mempersembahkan mereka sebagai pelajar-pelajar teologi, melainkan mempersembahkan mereka sebagai perawan yang suci kepada Kristus.

Pemulihan Tuhan bukanlah perkara teologi, tradisi, agama, atau cara-cara. Sebaliknya, ini adalah perkara satu Persona yang hidup, yaitu Tuhan Yesus Kristus sebagai Mempelai Laki-laki kita. Dia telah menarik kita, dan kita telah dipersembahkan sebagai satu perawan yang suci kepada-Nya. Sekarang kita seharusnya memperhatikan Dia saja, mengasihi Dia, dan tidak membiarkan seorang pun menggantikan Dia dalam hati kita. Selain itu, kasih kita terhadap-Nya harus murni, pikiran kita harus tulus, dan seluruh diri kita harus dipusatkan kepada-Nya. Ini akan memelihara, menguduskan, menjenuhi, dan mengubah kita. Puji Tuhan, inilah pemulihan-Nya!


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 52

20 March 2012

2 Korintus - Minggu 26 Selasa

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 11:1-15


Orang-orang Korintus mengira bahwa para penganut agama Yahudi itu hebat dan bahwa mereka benar-benar melakukan satu pekerjaan yang sempurna dalam membantu orang-orang Korintus. Sesungguhnya, para penganut agama Yahudi itu melakukan pekerjaan yang sama persis dengan Iblis. Mereka menyamar sebagai para pelayan kebenaran, yaitu sebagai rasul-rasul Kristus. Karena itu, Paulus memakai empat istilah untuk menggambarkan mereka: rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, rasul yang tak ada taranya, dan pelayan Iblis.

Para penganut agama Yahudi ini memakai banyak istilah yang sama yang dipakai oleh para rasul: Yesus, roh, dan injil. Dengan menyatakan bahwa mereka adalah rasul-rasul Kristus, mereka memberitakan Yesus dan meministrikan roh tertentu. Selain itu, mereka menyatakan bahwa apa yang mereka ajarkan adalah injil. Namun, mereka memiliki Yesus yang lain, roh yang lain, dan injil yang lain.

Dalam 2 Korintus 11, Paulus harus menanggulangi situasi di sebuah gereja yang didirikan olehnya. Ada rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, dan pelayan-pelayan Iblis, yang mengunjungi gereja di Korintus dan membangkitkan pemberontakan terhadap Paulus dan pengajarannya. Sekalipun Paulus telah lebih dulu datang ke Korintus dan telah membawa banyak orang Korintus kepada Tuhan melalui pemberitaannya, tetapi kaum beriman Korintus masih menerima rasul-rasul palsu itu.

Sulit dipercaya bahwa kaum saleh di Korintus akan menerima pengajaran dari para penganut agama Yahudi itu. Meskipun demikian, ini adalah satu fakta bahwa sedikitnya ada sebagian orang Korintus yang menerima pengajaran-pengajaran itu dan yang terangsang atau sedikitnya terpengaruh oleh mereka. Pengajaran-pengajaran itu membuat beberapa orang meragukan kerasulan Paulus dan menentang dia dan ministrinya.

Kita telah melihat bahwa Paulus telah membantu orang-orang Korintus untuk memecahkan sejumlah masalah. Tetapi masalah mengenai hubungan antara kaum beriman di Korintus dengan Rasul Paulus masih perlu dibereskan. Tentunya, tidak semua orang Korintus memiliki masalah dengan Paulus. Hanya beberapa dari antara mereka yang memiliki masalah. Tetapi ini pun membuat Paulus perlu memakai empat pasal untuk menanggulangi masalah ini.

Kita telah melihat bahwa dalam pasal 10 Paulus itu tegas dan dalam pasal 11 ia bahkan lebih tegas lagi, di mana ia membicarakan rasul-rasul palsu, pekerja-pekerja curang, pelayan-pelayan Iblis, dan rasul-rasul yang tak ada taranya. Jika Anda adalah seorang beriman di Korintus yang telah menerima pengajaran dari para penganut agama Yahudi, apakah Anda akan menerima perkataan Paulus mengenai rasul-rasul palsu itu? Belum tentu demikian. Inilah alasan Paulus berperang untuk menundukkan pemikiran-pemikiran yang memberontak di antara orang-orang Korintus.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 52

19 March 2012

2 Korintus - Minggu 26 Senin

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 11:1-15


Dalam pasal 10 sampai 13 Paulus sebenarnya sedang menanggulangi masalah yang disebabkan oleh para penganut agama Yahudi. Ini berarti di sini ia sedang menanggulangi para penganut agama Yahudi itu sendiri, yang merupakan satu masalah yang serius. Dalam menanggulangi para penganut agama Yahudi, pertama-tama Paulus mengatakan dalam pasal 10 bahwa senjata rasul-rasul dalam peperangan ini bukanlah senjata duniawi (daging), melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah untuk meruntuhkan benteng-benteng. Di tempat lainnya dalam pasal 10, Paulus selanjutnya mengatakan bahwa ia tetap dalam batasannya, sedangkan para penganut Yahudi melampaui batasan mereka.

Dalam pasal 10 Paulus pertama-tama menunjukkan kepada orang-orang Korintus bahwa mereka telah diindoktrinasi, dan sedikitnya mereka telah dipengaruhi oleh pengajaran-pengajaran agama Yahudi. Menurut perkataan Paulus dalam 2 Korintus 10:5, pengajaran-pengajaran itu adalah siasat-siasat dan kubu-kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Pemikiran-pemikiran yang memberontak itu telah disuntikkan ke dalam orang-orang Korintus dan membuat mereka menjadi pemberontak. Karena itu, perlu ada peperangan rohani untuk merubuhkan benteng-benteng dari siasat-siasat itu dan membuat setiap pemikiran ditawan kepada ketaatan Kristus.

Sumber pemberontakan ini adalah para penganut agama Yahudi. Para penganut agama Yahudi itu jelas-jelas telah melampaui batas. Allah, menurut kedaulatan-Nya, tidak memberikan daerah Akhaya kepada penganut-penganut agama Yahudi. Sebenarnya, Allah tidak memberikan apa-apa kepada mereka. Meskipun demikian, dengan melampaui batas, mereka keluar dari daerah mereka sendiri dan akibatnya mereka mengganggu batas daerah kerja rasul.

Para rasul pergi memberitakan Injil dan mengajarkan kebenaran di dalam pengukuran Allah dan menurut kapasitas-Nya. Aktivitas mereka benar-benar dari Allah. Akan tetapi para penganut agama Yahudi datang melampaui batas mereka dan melanggar batas daerah kerja rasul. Melampaui batas seperti itu selalu mendatangkan pemberontakan. Inilah penyebab pemberontakan di dalam diri kaum beriman di Korintus, dan Paulus perlu berperang melawan pemikiran-pemikiran yang angkuh dan siasat-siasat yang memberontak ini. Dalam pasal 10 Paulus sebenarnya terlibat dalam peperangan melawan pemberontakan ini. Dalam pasal ini kita melihat pemberontakan dan juga perkara melampaui batas pengukuran yang tepat.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 52

17 March 2012

2 Korintus - Minggu 25 Sabtu

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 10:7-18


Kita tidak boleh mengira bahwa Paulus begitu rohaninya sehingga ia mutlak berbeda dengan kita. Ia pun harus belajar menerima pembatasan Tuhan. Misalnya, Paulus ingin pergi ke Roma, tetapi ia tidak berharap pergi ke sana dalam keadaan dibelenggu. Selain itu, ia memberi tahu kaum beriman di Roma bahwa setelah ia meninggalkan mereka, ia hendak pergi ke Spanyol (Rm. 15:24). Paulus tidak pernah pergi ke Spanyol dan ia tiba di Roma dalam keadaan dibelenggu. Belenggu itu adalah pengukuran Tuhan, pembatasan-Nya. Allah tidak mematok Roma bagi Paulus dengan leluasa. Sebaliknya, Allah memimpinnya ke sana sebagai seorang tawanan. Memang, Paulus berada di Roma, tetapi ia ada di sana di penjara. Pemenjaraan itu merupakan satu pembatasan. Roma bukanlah daerah Paulus dalam hal tanpa pembatasan. Allah berdaulat dan apa pun yang terjadi pada Paulus berada di bawah kedaulatan Allah. Ini berarti belenggu Paulus dan pemenjaraannya adalah pembatasan Allah yang berdaulat. Paulus rela tunduk kepada pengukuran Allah ini. Ia tidak melanggar pembatasan ini atau memberontak terhadapnya. Dalam hal ini, ia tidak menendang ke galah rangsang.

Berdasarkan prinsip pengukuran Allah ini, Paulus memberi tahu orang-orang Korintus bahwa apa saja yang ia lakukan dan katakan tidak melampaui ukurannya. Paulus selalu bertindak dan berperilaku dalam ukurannya. Dengan memakai istilah hari ini, ia bertindak dalam batas daerah kerjanya. Berbeda dengan para penganut agama Yahudi, ia tidak pernah melampaui batas daerah kerjanya.

Dalam ayat 13-15 Paulus seolah-olah berkata, "Orang-orang Korintus, sebagai gereja, kamu telah banyak menderita karena kedatangan pemberita-pemberita agama Yahudi. Pemberita-pemberita itu, meskipun adalah orang-orang Kristen, tetapi mereka tidak rela melepaskan Yudaisme. Di satu pihak, mereka memberitakan Kristus; di pihak lain, mereka masih mengajarkan hukum Taurat Musa. Karena itu, mereka menimbulkan kesulitan dan kerusakan kehidupan gereja. Kamu orang-orang Korintus telah dipengaruhi oleh mereka. Karena itu, kamu harus sadar bahwa para penganut agama Yahudi itu tidak boleh datang ke Korintus. Allah tidak mematok kota Korintus ini untuk mereka; Korintus bukan berada dalam batas daerah kerja mereka. Sebenarnya, Korintus adalah batas daerah kerjaku, wilayahku." Inilah konsepsi Paulus dalam ayat-ayat ini. Namun, sulit baginya untuk membicarakan hal ini secara langsung, dan dengan terus terang. Tetapi di sini ada petunjuk bahwa Paulus menyalahkan para penganut agama Yahudi karena datang ke Korintus. Jadi, maksud Paulus ialah, "kami tidak melampaui batas, seperti penganut-penganut agama Yahudi itu. Kamilah yang datang lebih dulu kepada kamu dengan Injil Kristus. Itu adalah satu tanda bahwa Korintus telah dipatok bagi kami. Kami datang menurut pemerintahan Allah. Allah telah memberikan Korintus kepada kami, bukan kepada penganut-penganut agama Yahudi itu. Sebenarnya Allah tidak memberikan apa-apa kepada para penganut agama Yahudi itu. Mereka tidak boleh pergi ke mana-mana. Pergerakan mereka benar-benar tidak sah di hadapan Allah dan tanpa batas daerah kerja yang tepat." Inilah pemikiran dasar dalam ayat-ayat ini, dan inilah perasaan yang ada di dalam roh Paulus sewaktu ia menulis hal ini.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 51

16 March 2012

2 Korintus - Minggu 25 Jumat

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 10:13-16


Ayat 13 mengatakan, "Sebaliknya kami tidak mau bermegah melampaui batas, melainkan tetap di dalam batas-batas daerah kerja yang dipatok Allah bagi kami, yang meluas sampai kepada kamu juga." Rasul berani, tetapi bukan tanpa batas. Ini menunjukkan bahwa dia berada di bawah pembatasan Tuhan. Kemegahannya adalah menurut ukuran yang telah diukurkan Allah Sang Pengatur, Allah yang memerintah, kepadanya. Ministri Paulus kepada daerah orang-orang kafir (termasuk Korintus) adalah menurut ukuran Allah (Ef. 3:1-2, 8; Gal. 2:8); karena itu, kemegahannya ada di dalam batas ini, bukan tanpa batas seperti kemegahan penganut agama Yahudi. Kata "batas-batas daerah kerja" dalam ayat 13 secara harfiah berarti tongkat pengukur, seperti pengukur seorang tukang kayu.

Kita tidak boleh bermegah tanpa batas. Dalam memberikan satu kesaksian tentang apa yang telah kita pelajari dari Tuhan, kita harus memiliki satu batasan, satu ukuran. Kata batas dalam ayat 13 ini menunjukkan diperintah oleh Allah. Allah telah membagikan kepada kita begitu banyak hal untuk pekerjaan dan pengalaman kita. Selain itu, Dia telah memberikan begitu banyak hal kepada kita untuk kita nikmati. Karena itu, bila kita memberikan satu kesaksian tentang pekerjaan, pengalaman, atau kenikmatan kita akan Tuhan, kita harus bersaksi dalam ukuran, yaitu dalam satu batasan tertentu.

Dari ayat 13, 14, dan 15 kita nampak bahwa meskipun kita mengharapkan pekerjaan Tuhan dapat menyebar, kita harus belajar berada di bawah pembatasan Allah. Jangan mengharapkan satu penyebaran yang tanpa batas. Penyebaran semacam itu sesungguhnya tidak berada dalam batasan pergerakan menurut Roh. Dari pengalaman kita dapat bersaksi bahwa jika kita menyebarkan pekerjaan menurut Roh, maka selalu akan ada batasan tertentu. Secara batini kita akan sadar bahwa Tuhan hendak menyebarkan pekerjaan itu hanya sampai satu tingkat tertentu. Selain itu, Tuhan bisa membangkitkan suatu suasana untuk membatasi penyebaran pekerjaan itu. Karena itu, secara batini kita tidak akan memiliki damai sejahtera bila menyebarkan pekerjaan melampaui titik tertentu, dan lingkungan yang di luar tidak mengizinkan kita untuk pergi melampaui garis batas tertentu.

Orang-orang muda belum begitu banyak menceburkan diri dalam pekerjaan Tuhan. Meskipun demikian, saya ingin mendorong mereka untuk menyimpan perkataan ini dalam diri mereka, karena pada suatu hari mereka akan mengalaminya. Kita semua perlu belajar bahwa dalam melayani Tuhan dan dalam bekerja sama dengan Allah, selalu ada satu batasan. Ini juga berlaku dalam pelayanan gereja.

Banyak orang muda tidak tahan dinaikkan dan diturunkan oleh Allah. Setelah beberapa kali dinaikkan dan diturunkan, mereka ingin berhenti. Sikap mereka mungkin demikian, "Jika Allah ingin menaikkan aku, biarlah aku naik ke surga dan tinggal di sana sampai Tuhan Yesus datang kembali. Tetapi jika Allah ingin menurunkan aku, biarlah aku tetap berada di bawah. Tetapi aku tidak mau naik kemudian turun, dan turun kemudian naik." Ketidaksenangan terhadap perlakuan Allah yang menaik-turunkan kita ini adalah satu ekspresi dari watak kebanyakan orang muda.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 51

15 March 2012

2 Korintus - Minggu 25 Kamis

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 10:7-18


Ayat 7 mengatakan, "Tengoklah yang nyata di depan mata kamu! Kalau seseorang benar-benar yakin bahwa ia adalah milik Kristus, hendaklah ia berpikir di dalam hatinya bahwa kami juga milik Kristus sama seperti dia." Tidak diragukan lagi, para penganut agama Yahudi itu adalah orang-orang yang memiliki keyakinan dalam diri mereka sendiri bahwa mereka adalah milik Kristus. Meskipun para penganut agama Yahudi ini adalah orang Kristen, tetapi mereka tidak rela bersatu dengan Paulus dalam ministrinya. Mereka menyatakan bahwa mereka adalah milik Kristus. Karena itu, Paulus ingin menjelaskan hal ini bahwa para rasul tentunya juga milik Kristus. Ini menunjukkan bahwa milik Kristus adalah satu perkara yang penting. Ini penting bagi kehidupan dan pelayanan orang Kristen.

Dalam ayat 8-9 Paulus mengatakan, "Bahkan, jikalau aku agak berlebih-lebihan bermegah atas kuasa, yang dikaruniakan Tuhan kepada kami untuk membangun dan bukan untuk meruntuhkan kamu, maka dalam hal itu aku tidak akan mendapat malu. Tetapi aku tidak mau kelihatan seolah-olah aku menakut-nakuti kamu dengan surat-suratku." Ayat 8 ini menunjukkan bahwa dulu Paulus pernah mengatakan sesuatu kepada orang-orang Korintus mengenai kuasa kerasulannya. Kuasa kerasulan ini bukan digunakan untuk menguasai kaum beriman, seperti dalam hal alamiah, tetapi untuk membangun mereka.

Dalam ayat 9 Paulus mengatakan bahwa kaum beriman takut dengan surat-suratnya. Ini mungkin mengacu kepada Surat Kiriman Paulus yang pertama kepada orang-orang Korintus. Dalam Surat Kiriman itu Paulus memang menunjukkan kuasa kerasulannya. Beberapa orang Korintus mungkin menganggap perkataan itu menakutkan mereka. Tetapi di sini Paulus menunjukkan bahwa hal itu seharusnya tidak menakutkan mereka.

Dalam ayat 11 Paulus melanjutkan, "Tetapi hendaklah orang-orang yang berkata demikian menginsafi bahwa tindakan kami, bila berhadapan muka, sama seperti perkataan kami dalam surat-surat kami, bila tidak berhadapan muka." Meskipun Paulus kelihatannya berbeda dengan apa yang dikatakannya dalam surat-suratnya, tetapi sebenarnya ia sama. Kita harus belajar dari Paulus untuk tidak berpolitik atau berbasa-basi secara alamiah, tetapi harus luwes. Ketika kita hadir bersama orang lain, kita tidak boleh demikian berani atau tegas. Namun, ini bukan berarti kita benar-benar lemah atau tidak tahu apa-apa. Sebaliknya, kita tidak ingin menyinggung orang lain secara tidak semestinya. Meskipun demikian, sering kali kita perlu mengucapkan sesuatu yang kelihatannya berani atau tegas. Kadang-kadang kita perlu memakai perkataan yang tegas dalam surat kita, tetapi kita tidak mau melakukannya. Pada waktu lainnya, kita tidak seharusnya terlalu berani di hadapan seseorang, namun kita berani. Ini menunjukkan bahwa kita tidak bijaksana, tidak luwes atau tidak lapang. Marilah kita semua belajar untuk menjadi riil, tidak berpolitik. Pada saat yang sama, kita harus belajar luwes. Di satu pihak, kita harus berusaha untuk tidak menyakiti perasaan orang lain; tetapi di pihak lain, kita mungkin perlu sering berbicara dengan terus terang tentang kebenaran dengan berani.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 51

14 March 2012

2 Korintus - Minggu 25 Rabu

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 10:1-6


Siasat-siasat dan pemikiran-pemikiran berada di dalam dan berasal dari pikiran. Di dalam pikiran orang-orang yang tidak taat kepada Allah, siasat-siasat dan pemikiran-pemikiran adalah benteng-benteng yang kuat dari Iblis, musuh Allah. Melalui peperangan rohani, siasat-siasat harus diruntuhkan dan setiap pemikiran harus ditawan untuk menaati Kristus.

Kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia dalam ayat 5 ini mengacu kepada perkara-perkara sombong yang ada di dalam benak yang jatuh, yang menentang pengenalan akan Allah. Perkara-perkara ini harus diruntuhkan dengan senjata-senjata rohani, sehingga pikiran-pikiran itu tidak lagi menghalangi orang mengenal Allah.

Sasaran peperangan rohani ini adalah meruntuhkan benteng-benteng Iblis dalam pikiran manusia yang menentang Allah. Benteng-benteng ini adalah pikiran-pikiran yang sombong, pemikiran-pemikiran yang angkuh, dan imajinasi dalam pikiran manusia. Imajinasi-imajinasi yang angkuh dan pemikiran-pemikiran yang sombong adalah benteng-benteng yang dibangun oleh Iblis dalam pikiran manusia. Ini berlawanan dengan pengenalan akan Allah. Sasaran peperangan kita adalah meruntuhkan benteng-benteng ini. Orang-orang memberontak terhadap Allah karena benteng-benteng ini, yaitu karena siasat-siasat dan pemikiran-pemikiran yang sombong. Karena itu, kita harus berperang melawan hal-hal ini supaya setiap pemikiran dapat ditawan kepada ketaatan Kristus.

Perkataan Paulus dalam 2 Korintus 10:5 mengenai siasat-siasat dan pemikiran-pemikiran sombong yang bangkit melawan pengenalan akan Allah itu dikatakan dengan mengacu kepada pengajaran-pengajaran dari para penganut agama Yahudi. Inilah latar belakang dari apa yang ditulis Paulus dalam ayat ini. Kita telah nampak bahwa Paulus mengatakan bahwa peperangan para rasul adalah untuk merubuhkan benteng-benteng, siasat-siasat, dan pemikiran-pemikiran yang sombong yang bangkit melawan pengenalan akan Allah yang sejati dan tepat dalam Perjanjian Baru. Selain itu, Paulus mengatakan bahwa sasaran dari peperangannya adalah menawan setiap pemikiran kepada ketaatan Kristus. Dalam pikirannya Paulus terutama memikirkan pemikiran-pemikiran yang bersumber dari pengajaran-pengajaran agama Yahudi itu.

Ayat 6 menunjukkan bahwa di antara kaum saleh di Korintus ada beberapa orang yang berada di bawah pengaruh siasat-siasat, pemikiran-pemikiran agama Yahudi yang memberontak. Karena alasan ini, maka Paulus mengatakan bahwa ia siap sedia untuk menghukum setiap kedurhakaan bila ketaatan orang-orang Korintus ini telah penuh. Kedurhakaan dalam ayat ini mengacu kepada apa yang berasal dari pengajaran-pengajaran agama Yahudi. Kesiapan Paulus untuk menghukum kedurhakaan ini memiliki satu syarat, dan syarat ini adalah ketaatan orang-orang Korintus. Mereka perlu terlebih dulu mutlak taat kepada Injil Kristus. Mereka tidak dapat setengah untuk Perjanjian Baru dan setengahnya lagi untuk Perjanjian Lama. Bahkan setengah bagi hukum Taurat itu pun merupakan pemberontakan dan kedurhakaan. Ketika orang-orang Korintus sepenuhnya taat kepada Injil Perjanjian Baru, maka situasinya tepat bagi Paulus untuk menghukum semua kedurhakaan. Situasi di Korintus memberikan satu dasar kepadanya untuk menanggulangi kedurhakaan para penganut agama Yahudi. Inilah penafsiran yang tepat terhadap bagian dari firman ini.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 50

13 March 2012

2 Korintus - Minggu 25 Selasa

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 10:1-6


Dalam 2 Korintus 10:1 Paulus mengatakan bahwa ia menasihati demi kelemahlembutan dan keramahan Kristus. Ini menunjukkan bahwa rasul dengan teguh dilekatkan pada Kristus (1:21) dan bersatu dengan Dia, hidup oleh Dia, berperilaku dalam kebajikan-Nya. Semua kebajikan Kristus menjadi kebajikan Paulus. Lemah lembut adalah satu kebajikan dalam keinsanian Kristus berdasarkan hayat ilahi. Kelemahlembutan Kristus bukanlah satu perkara yang sederhana, karena kelemahlembutan ini ada dalam keinsanian-Nya dan oleh hayat ilahi. Ketika Dia di bumi, Dia menempuh satu kehidupan insani oleh hayat ilahi. Melalui perbauran keilahian dan keinsanian ini, kebajikan kelemahlembutan dimanifestasikan.

Prinsipnya sama dengan kebajikan keramahan Kristus. Ramah adalah kebajikan lain dari Kristus yang diperhidupkan dalam keinsanian-Nya oleh hayat ilahi. Tahukah Anda perbedaan antara kelemahlembutan dan keramahan? Memiliki kebajikan lemah lembut berarti Anda tidak melawan orang lain atau bertengkar dengan mereka. Sebaliknya, Anda rela mengalah. Orang yang lemah lembut selalu mengalah terhadap orang lain. Tetapi orang yang kuat dalam alamiahnya bertengkar dan menolak untuk mengalah. Sedikitnya, mereka akan membela diri. Namun, orang yang lemah lembut mengalah, tidak bertengkar, dan tidak menyerang daerah orang lain. Memiliki keramahan berarti rela membiarkan orang lain menyerang. Ini berarti ramah itu menderita kesusahan dan luka-luka. Lemah lembut itu tidak menyerang orang lain, tetapi mengalah terhadap mereka; ramah berarti Anda rela diserang oleh orang lain. Ini adalah dua kebajikan Kristus yang diperhidupkan dalam keinsanian-Nya oleh hayat ilahi.

Karena Paulus memperhidupkan Kristus, maka kebajikan Kristus menjadi kebajikannya. Frase "demi Kristus yang lemah lembut dan ramah" menunjukkan bahwa Paulus bersatu dengan Kristus dan mengambil Kristus sebagai hayatnya. Karena itu, ia menasihati kaum beriman bukan bersandarkan dirinya sendiri, melainkan menasihati mereka dengan kebajikan Kristus, terutama dengan kelemahlembutan dan keramahan Kristus. Paulus menasihati orang lain berdasarkan Kristus, dalam Kristus, dan dengan Kristus.

Setelah memberi tahu kita cara ia menasihati, Paulus selanjutnya membicarakan tentang dirinya, orang yang bagaimanakah dia itu. Paulus mengatakan dalam ayat 1, "Aku, Paulus, seorang yang tidak berani bila berhadapan muka dengan kamu, tetapi berani terhadap kamu bila berjauhan." Gambaran pribadi Paulus ini cocok dengan pokok bahasan 2 Korintus. Pokok bahasan Surat Kiriman ini adalah Paulus adalah orang yang bagaimana dan ia menempuh kehidupan yang bagaimana. Paulus tidak terlalu memperhatikan pekerjaan yang ia lakukan; ia jauh lebih memperhatikan pribadi dan kehidupannya. Seperti yang telah kita tunjukkan, dalam pasal 10 ia bahkan tidak menyinggung tujuan dari nasihatnya. Ia begitu memperhatikan cara ia menasihati sehingga ia tidak menyinggung mengapa ia menasihati.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 50

12 March 2012

2 Korintus - Minggu 25 Senin

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 10:1-6


Dalam 2 Korintus 10:1 Paulus mengatakan, "Aku, Paulus, seorang yang tidak berani bila berhadapan muka dengan kamu, tetapi berani terhadap kamu bila berjauhan, aku memperingatkan (menasihati) kamu demi Kristus yang lemah lembut dan ramah." Dalam pasal 8 dan 9 rasul dengan gembira berbicara kepada kaum saleh terkasih di Korintus, mendorong mereka memiliki persekutuan dalam pemberian kepada kaum saleh yang kekurangan di Yudea. Segera setelah itu, dia dengan perkataan yang tajam dan tidak menyenangkan menjelaskan kerasulannya, bahkan membela kuasa kerasulannya, dengan harapan melalui ini rasul lebih jelas menyatakan dirinya kepada mereka. Ini diperlukan karena situasi suram dan tidak menentu yang ditimbulkan oleh para rasul agama Yahudi yang palsu (2 Kor. 11:11-15). Pengajaran dan penyebutan para rasul palsu atas diri mereka sendiri telah mengalihkan perhatian kaum beriman Korintus dari pengajaran-pengajaran mendasar para rasul sejati, terutama terhadap pengenalan yang tepat akan kedudukan Paulus sebagai rasul.

Dalam 2 Korintus 10:1 Paulus memberi tahu kita bahwa ia menasihati orang-orang Korintus demi kelemahlembutan dan keramahan Kristus. Tetapi ia tidak memberi tahu kita tujuan dari nasihatnya itu. Ia memberi tahu kita bagaimana ia menasihati, tetapi ia tidak mengatakan mengapa ia menasihati. Lalu, apakah ia membuat kesalahan dalam tulisannya? Tidak, Paulus lebih memperhatikan bagaimana ia menasihati kaum saleh bukan tujuannya menasihati mereka. Ini menunjukkan bahwa cara Paulus menasihati itu lebih penting daripada tujuan nasihatnya. Karena alasan ini, maka Paulus menunjukkan bahwa ia menasihati kaum beriman demi kelemahlembutan dan keramahan Kristus.

Misalnya, jika seorang saudara yang berkhotbah hanya memperhatikan tujuannya dalam berkhotbah, dan tidak memperhatikan cara ia menyampaikan khotbah itu, ini akan menjadi satu kesalahan yang serius. Kita harus belajar dari Paulus untuk lebih memperhatikan cara kita melakukan sesuatu daripada memperhatikan tujuan kita dalam melakukan hal itu. Sebenarnya Allah lebih memperhatikan cara kita melakukan sesuatu daripada memperhatikan tujuan kita, sasaran kita, dalam melakukan hal-hal itu. Namun, banyak orang Kristen pada hari ini yang hampir tidak pernah memperhatikan cara mereka melakukan sesuatu; mereka mengutamakan memperhatikan tujuan, sasaran, dan hasilnya. Ada satu pepatah bahwa tujuan menghalalkan cara. Orang-orang yang menganut pepatah ini tidak memperhatikan cara melakukan sesuatu; mereka hanya memperhatikan tujuan mereka. Konsep ini menyedihkan dan perlu dihakimi.

Orang-orang Kristen mungkin mengira bahwa selama tujuan mereka adalah melakukan satu pekerjaan bagi Tuhan, mereka tidak perlu memperhatikan sarana untuk menggenapkannya. Misalnya, dalam memberitakan Injil mereka mungkin memakai metode-metode atau hiburan-hiburan duniawi. Karena itu, saya ingin menekankan bahwa dalam Alkitab Allah memperlihatkan bahwa Dia lebih memperhatikan cara kita daripada tujuan kita. Sebagai seorang duta besar surgawi, Paulus juga lebih memperhatikan cara melakukan sesuatu daripada tujuannya. Inilah alasannya menggambarkan cara ia menasihati orang-orang Korintus, tetapi ia tidak menyinggung tujuannya. Kiranya kita semua belajar dari dia dalam perkara ini.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 50

10 March 2012

2 Korintus - Minggu 24 Sabtu

Pembacaan Alkitab: Mat. 6:34


Mengenai suplai oleh mujizat dan oleh hukum alam ini, Allah adalah sumbernya. Di satu pihak, Dia mengirim manna itu. Di pihak lain, Dia menyuplai benih untuk ditaburkan dan roti untuk dimakan. Jika kita memiliki pemahaman yang dalam terhadap hal ini, kita tidak akan khawatir akan masa depan kita. Tuhan Yesus berkata, "Janganlah kamu khawatir tentang hari esok" (Mat. 6:34). Dengan mengenal bahwa kaum beriman tidak perlu khawatir tentang masa depan karena kita memiliki Allah sebagai sumber suplai kita, Paulus memiliki keberanian mendorong orang-orang kudus untuk memberi kepada orang-orang kudus yang kekurangan. Kita harus memperhatikan kebutuhan Allah dan tujuan-Nya. Kemudian, Dia akan merawat masa depan kita. Masa depan kita bukan berada di bawah perawatan kita, melainkan berada di bawah perawatan Bapa; bukan menurut pengumpulan kita, melainkan menurut turunnya manna Allah. Selain itu, ini bukan menurut penaburan kita, melainkan menurut suplai-Nya. Jika Allah tidak menyuplai benih, apa yang akan kita taburkan? Masa depan kita juga bukan tergantung pada penuaian kita, melainkan tergantung kepada Allah yang membuat benih itu bertumbuh sampai ada tuaian. Dengan memiliki pemahaman yang dalam mengenai hal ini dan memiliki pengetahuan yang menyeluruh tentang ekonomi Allah, Paulus memiliki jaminan dan damai sejahtera untuk mendorong orang-orang kudus yang miskin itu untuk memberikan apa yang mereka miliki guna memenuhi kebutuhan-kebutuhan orang lain.

Sekarang kita dapat memahami pemikiran Paulus dalam pasal 8 dan 9. Dalam pasal 8 Paulus memakai mengumpulkan manna sebagai satu dasar untuk bersekutu dengan orang-orang kudus tentang memberi suplai materi kepada orang-orang yang kekurangan. Dalam pasal 9 Paulus memakai perkara menabur dan menuai sebagai dasar bagi persekutuan ini. Karena itu, Paulus memiliki dasar ganda untuk bersekutu dengan orang-orang kudus tentang pemberian suplai materi. Hal ini memberikan jaminan dan keyakinan kepadanya untuk memberi tahu orang-orang kudus bahwa jika mereka dapat memberikan sebanyak mungkin, mereka tidak perlu khawatir tentang masa depan. Di sini Paulus seolah-olah akan berkata, "Kaum saleh, berilah sebanyak yang kalian mampu. Tidak perlu khawatir tentang hari esok. Masa depan kalian mutlak berada di bawah perawatan Allah. Karena aku memiliki keyakinan akan hal ini, maka aku mendorong kalian untuk memberi. Aku tidak menanggung resiko dalam meminta kalian untuk memberi kepada kaum saleh yang kekurangan. Jika kalian mau menerima perkataanku dan melakukannya, akan ada banyak ucapan syukur kepada Allah. Juga, jika kalian rela menabur dengan memberi, Allah akan membuat tuaian kalian bertambah. Dia akan menambahkan buah kebenaran kalian."

Mengapa Paulus memiliki keberanian mendorong kaum saleh yang miskin ini untuk memberi? Ia memiliki keberanian karena ia mengenal firman Allah. Selain itu, ia mengenal ekonomi Allah dan prinsip ilahi-Nya. Ia sadar bahwa meminta kepada gereja-gereja yang berada dalam situasi ekonomi yang miskin untuk membantu orang lain itu adalah satu perkara yang serius. Ia tidak meminta seseorang untuk membantu orang lain. Ia mendorong gereja-gereja di Eropa untuk membantu gereja-gereja di Yudea. Sepertinya Paulus akan menanggung resiko, karena orang-orang kudus mungkin akan menderita di masa yang akan datang. Namun, Paulus tahu bahwa ia tidak akan menanggung resiko, karena ia memiliki jaminan bahwa Allah akan datang untuk menurunkan manna, menyuplai benih untuk menabur, dan memberi roti untuk dimakan. Inilah cara yang tepat untuk memahami perkataan Paulus dalam 2 Korintus 8 dan 9.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 49

09 March 2012

2 Korintus - Minggu 24 Jumat

Pembacaan Alkitab: Kel. 16:18


Dari pengkajiannya terhadap Perjanjian Lama, Paulus menyadari bahwa Allah merawat kebutuhan umat-Nya. Allah dapat memberi makan umat-Nya dengan ajaib. Ada lebih dari dua juta orang Israel di padang gurun, di satu tanah yang gersang di mana tidak ada apa pun yang dapat tumbuh. Padang gurun bukanlah satu tempat yang cocok untuk bertani atau beternak. Tetapi selama empat puluh tahun, Allah memberi makan umat-Nya itu dengan menurunkan manna yang ajaib dari langit. Saya tidak yakin ada seseorang yang dapat menjelaskan apakah manna itu atau berasal dari mana manna itu. Tetapi ini adalah satu fakta sejarah bahwa Allah memberi makan umat-Nya dengan manna di padang gurun itu selama empat puluh tahun. Ini benar-benar merupakan suatu mujizat karena lebih dari dua juta orang dapat bertahan hidup di padang gurun untuk jangka waktu yang demikian lama.

Pada hari yang keenam dari setiap minggu, bangsa Israel diizinkan mengumpulkan dua porsi manna untuk persediaan suplai pada hari Sabat. Tetapi pada hari lainnya dari minggu itu, mereka tidak diizinkan mengumpulkan lebih banyak daripada yang mereka perlukan untuk satu hari. Orang-orang yang berusaha menyimpan manna itu, pada keesokan harinya akan menemukan manna itu berulat. Ini menunjukkan bahwa bukanlah prinsip Allah menyuruh umat-Nya menyimpan sesuatu bagi diri mereka sendiri. Menyimpan dengan cara demikian ini didorong oleh keserakahan.

Tidak diragukan lagi, ketika Paulus mempelajari Kitab Suci, pemikiran-pemikiran dan konsepsi-konsepsi dari Kitab Suci ini telah masuk ke dalamnya, terwahyu di dalamnya, dan mengendalikan dia. Akhirnya, pemikiran-pemikiran ini mendorong dia untuk menulis 2 Korintus pasal 8 dan 9. Dalam pasal 8 ia bahkan mendorong orang-orang kudus yang miskin untuk memberi kepada orang-orang kudus yang kekurangan di Yudea. Karena ia memiliki pengetahuan yang dalam tentang ekonomi Allah, maka ia memiliki keberanian untuk meminta orang-orang kudus melakukan hal ini. Dalam pasal ini Paulus seolah-olah berkata, "Kamu tidak perlu memikirkan kemiskinanmu. Berikanlah sesuatu untuk merawat orang-orang kudus yang kekurangan. Sebenarnya, bukan kamu yang memperhatikan kebutuhanmu. Bapamu yang di surga, Dialah yang menyuplai kebutuhanmu. Dialah yang menyuplai manna, dan dengan cara ini juga Dia akan merawat kamu. Aku dapat menjamin kamu bahwa kamu tidak perlu khawatir tentang masa depan. Karena masa depanmu berada di bawah perawatan Bapa, aku mendorong kamu untuk memberikan sesuatu kepada orang-orang kudus yang kekurangan. Bapa akan mengirim manna itu dengan ajaib."

Dengan memakai ilustrasi menabur dan menuai dalam pasal 9, Paulus memperlihatkan bahwa Allah juga memakai hukum alam untuk memberi makan umat-Nya. Menabur dan menuai adalah perkara hukum alam. Sebenarnya memberi itu adalah menabur. Tetapi di manakah kita memperoleh benih untuk dipakai dalam penaburan ini? Benih ini disuplaikan oleh Allah. Sumber benih ini adalah Allah sendiri. Menurut 2 Korintus 9:10, Dia menyuplaikan benih itu dengan limpahnya kepada penabur.

Kita tidak boleh mengira bahwa karena kita menabur benih, maka kita yakin akan memperoleh tuaian yang kaya. Pertumbuhan benih yang ditaburkan tergantung kepada Allah. Jika Dia mengubah cuaca, maka apa yang kita taburkan itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Akibatnya, kita tidak akan memiliki makanan apa pun. Karena itu, kita perlu menyembah Tuhan dan berkata, "Tuhan, sekalipun suplaiku sepertinya berasal dari penuaian, tetapi makanan itu sebenarnya diberikan oleh-Mu."


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 49

08 March 2012

2 Korintus - Minggu 24 Kamis

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 9:6-15


Dalam ayat 7 Paulus melanjutkan, "Hendaklah masing-masing memberi menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." Kita tidak boleh sedih dalam memberi. Sebaliknya, kita harus penuh dengan sukacita. Jika kita sedih dalam memberi, lebih baik kita tidak memberi. Selain itu, pemberian kita tidak boleh karena paksaan. Kata Yunani yang diterjemahkan paksaan di sini sama dengan yang dipakai dalam pasal 6. Ini berarti kita ditekan ke dalam sesuatu, dipaksa ke dalamnya. Memberi karena paksaan menunjukkan bahwa pemberian itu merupakan suatu malapetaka bagi kita. Kita tidak boleh memberi karena terpaksa; kita juga tidak seharusnya memberi jika kita merasa bahwa memberi itu merupakan suatu malapetaka. Dalam pemikiran beberapa orang, memberi harta benda itu sama dengan menderita suatu malapetaka. Ketika kita memberi, tidak boleh seperti itu. Seperti yang dikatakan Paulus dalam ayat ini, Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Kata "sukacita" juga dapat diterjemahkan "senang", atau "riang gembira". Dalam pemberian kita, kita harus penuh dengan sukacita, senang, dan riang gembira.

Dalam ayat 8 dan 9 ada banyak pemikiran yang baik dan berharga. Salah satunya itu adalah bahwa pemberian yang murah hati di satu pihak merupakan berkat bagi penerimanya, di pihak lain merupakan kebenaran dalam pandangan Allah dan manusia. Pemikiran ini diteguhkan oleh perkataan Tuhan yang diucapkan di atas gunung dan tercatat dalam Matius 6. Tuhan menganggap pemberian yang murah hati ini bukan hanya sebagai satu kasih karunia, melainkan juga sebagai kebenaran.

Dalam ayat 10 Paulus selanjutnya mengatakan, "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu." Di sini kita nampak sumber dari benih itu: benih itu berasal dari Allah yang menyuplaikan benih kepada penabur dan roti untuk dimakan dengan limpahnya. Kita tidak boleh mengira bahwa gandum yang dipakai untuk membuat roti itu secara otomatis berasal dari penuaian panenan. Tidak, itu berasal dari Allah. Sekalipun kita harus menabur, tetapi kita tidak boleh bersandar kepada penaburan kita. Menabur adalah tugas kita dan kita harus menabur untuk alasan ini. Namun, kita tidak boleh bersandar kepada apa yang kita taburkan. Jika kita bersandar kepada penaburan kita, maka Allah mungkin menahan hujan atau mengizinkan badai untuk merusak panenan itu. Karena itu, kita harus nampak bahwa Allah adalah Dia yang menyediakan roti. Dia memberi kita benih untuk menabur dan juga roti dari panenan itu untuk kita makan. Selain itu, Dialah yang melipatgandakan benih kita dan yang menumbuhkan buah-buah kebenaran.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 49

07 March 2012

2 Korintus - Minggu 24 Rabu

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 9:1-15


Ketika kita menabur dengan berkat kepada orang lain, kita akan menuai dengan berkat dari Allah. Selain itu, tuaian ini akan selalu melampaui jumlah yang ditaburkan. Tuaian ini akan menjadi tiga puluh kali lipat atau bahkan seratus kali lipat. Ini tidak terjadi secara ajaib; ini terjadi menurut hukum alam. Allah mengendalikan suplai hayat di antara anak-anak-Nya secara ajaib. Karena itu, tidak ada keluarga Kristen yang dapat mempertahankan kekayaannya dari generasi ke generasi. Tetapi menabur adalah menurut hukum alam, bukan menurut keajaiban. Terhadap hal ini, Allah tidak perlu melakukan apa-apa secara ajaib. Kita semua perlu menabur, yaitu memberi. Semakin banyak kita memberi, semakin banyak yang akan kita tuai. Namun, kita tidak boleh melakukan hal ini secara takhayul untuk tujuan mendapatkan kekayaan bagi diri kita sendiri.

Dua ilustrasi tentang pengumpulan dan penaburan ini berhubungan dengan pemikiran Paulus yang dalam di dalam pasal-pasal ini. Dalam pasal 9 ada pemikiran yang dalam yaitu bahwa sebagai orang-orang Kristen, kita memberi dalam hal seperti menabur. Jika kita tidak memberi, berarti kita tidak bertani, tidak menabur. Selain itu, kita tidak boleh menabur dengan kikir. Jika kita menabur dengan kikir, maka menurut hukum alam ini, kita juga akan menuai dengan kikir. Kita perlu menabur dengan berkat kepada orang lain. Jika kita menabur dengan berkat kepada orang lain, maka, menurut hukum alam ini, kita juga akan menuai dengan berkat dari Allah. Berkat ini berkali-kali lebih banyak daripada apa yang kita taburkan. Saya dapat bersaksi bahwa dalam kehidupan kristiani saya, saya belum pernah melihat seorang beriman yang telah memberi kepada Allah yang tidak diberkati oleh-Nya secara besar-besaran. Tuhan selalu akan menghormati hukum alam yang telah ditentukan-Nya.

Kita perlu mengakui tangan Tuhan yang ajaib dan juga memperhatikan hukum alam-Nya. Menurut dua aspek ini, kita perlu memberi. Mungkin sekarang Anda tidak melihat tangan pengimbangan Allah. Tetapi setelah jangka waktu yang lama, mungkin bertahun-tahun kemudian, Anda akan melihatnya. Kemudian Anda akan dapat bersaksi tentang bagaimana Allah menyeimbangkan suplai sehari-hari di antara anak-anak-Nya. Kita juga harus sadar bahwa pemberian adalah perkara menabur. Karena itu, jika kita ingin menuai, kita harus menabur dengan berkat kepada orang lain. Kemudian kita akan menuai dengan berkat dari Allah.

Kita harus menabur banyak dan dengan demikian akan menuai banyak juga. Sasarannya bukanlah untuk membuat diri kita sendiri kaya. Hasilnya adalah ucapan syukur yang melimpah kepada Allah. Saya harap di waktu mendatang banyak orang saleh yang akan menjadi faktor ucapan syukur kepada Allah. Ini berarti pemberian Anda akan melimpah dalam ucapan syukur kepada Allah. Saya memiliki keyakinan yang penuh bahwa jika kaum saleh dalam pemulihan Tuhan rela untuk memberi, maka pemulihan ini tidak mungkin kekurangan suplai materi. Bukannya kekurangan, malah melalui banyak orang saleh ada ucapan syukur yang melimpah kepada Tuhan. Karena itu, marilah kita semua melakukan pemberian, yaitu pemberian yang dilaksanakan dengan mengumpulkan dan menabur.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 48

06 March 2012

2 Korintus - Minggu 24 Selasa

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 9:1-15


Menurut 2 Korintus 9:6, "Orang yang menabur dengan kikir, akan menuai dengan kikir; orang yang menabur dengan berkat, akan menuai dengan berkat" (Tl.). Dalam ayat 6 kita memiliki pemikiran tentang menabur untuk keuntungan orang lain. Tetapi petani manakah, ketika ia menabur benih di ladangnya, memiliki pemikiran menabur untuk orang lain? Tentunya, kebanyakan petani memiliki konsepsi menabur untuk diri mereka sendiri. Namun, penaburan semacam ini tidak dengan berkat. Menabur dengan berkat adalah memberikan kepada orang lain. Ini adalah menabur dengan berkat kepada orang lain. Ketika kita memberikan uang kita, berarti kita sedang menabur dan penaburan ini bukanlah untuk diri kita sendiri, melainkan untuk orang lain. Jika kita menabur dengan berkat untuk orang lain, kita akan menuai dengan berkat dari Allah.

Sebagai anak-anak Allah, kita semua harus belajar memberi. Memberi adalah mengumpulkan. Berapa banyak manna yang dapat kita kumpulkan itu tergantung pada berapa banyak yang kita berikan. Dalam Lukas 6:38 Tuhan Yesus berkata, "Berilah dan kamu akan diberi: Suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang diguncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam pangkuanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu." Ayat ini menunjukkan bahwa jika kita ingin menerima, yaitu mengumpulkan, kita perlu memberi lebih dulu. Pemberian kita adalah pengumpulan kita, penerimaan kita. Setiap hari kita semua perlu mengumpulkan manna. Karena pengumpulan kita adalah pemberian kita, maka kita semua perlu memberi untuk mengumpulkan. Kita mengumpulkan sedikit karena kita memberi sedikit. Kiranya kita semua terkesan bahwa pemberian kita adalah pengumpulan kita.

Dalam perkara memberi dan mengumpulkan, ada keajaiban-keajaiban ilahi yang terlibat. Kita tidak boleh percaya secara takhayul bahwa semakin banyak kita memberi, maka semakin banyak yang akan kita terima. Jika ini adalah cara kita dalam memahami perkara ini, maka motivasi kita dalam memberi berarti mendapatkan kekayaan bagi diri kita sendiri. Yang penting di sini berhubungan dengan tangan pengimbangan Allah. Dia akan menyalurkan suplai itu sehingga kita tidak akan miskin atau kaya. Dia benar-benar mempraktekkan satu pengimbangan ilahi dan surgawi. Dia tahu bagaimana mengimbangkan kekayaan di antara umat-Nya.

Jika kita berusaha untuk mengumpulkan lebih banyak daripada yang kita perlukan, pada akhirnya kita akan melihat uang yang kelebihan itu terbang jauh. Jika Anda terlalu banyak menyimpan kelebihan uang, maka uang Anda itu kelihatannya memiliki sayap dan akan terbang jauh dari Anda. Penyebab kejadian ini adalah karena di surga Allah mengimbangkan kekayaan sosial anak-anak-Nya.

Mengapa Paulus menambahkan pasal 9 ini? Ia menambahkan pasal ini untuk memberikan ilustrasi yang lebih lanjut tentang pemberian. Kita telah menunjukkan bahwa dalam 2 Korintus 9 Paulus memakai perkara menabur untuk menggambarkan pemberian. Karena itu, dari pasal 8 dan 9 kita nampak bahwa pemberian adalah mengumpulkan juga menabur. Dua konsepsi yang ada di lubuk hati Paulus ini mengendalikan tulisannya dalam dua pasal ini.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 48

05 March 2012

2 Korintus - Minggu 24 Senin

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 9:1-15


Dalam Alkitab ada dua cara umat Allah mempertahankan hidup. Cara yang pertama adalah menurut hukum alam yang ditentukan oleh Allah. Ini adalah untuk menabur benih dan menuai tuaian. Dalam Kejadian 3 Allah menentukan bahwa manusia akan mengolah tanah untuk mendapatkan sesuatu untuk hidup. Penaburan benih adalah untuk kehidupan manusia. Ini adalah cara yang sesuai dengan hukum alam yang ditentukan oleh Allah. Tidak ada ras atau bangsa yang dapat bertahan tanpa menabur, tanpa bercocok tanam. Bercocok tanam adalah menabur benih dan menuai tuaian.

Cara yang kedua dari umat Allah untuk mempertahankan hidup adalah cara mujizat-mujizat dari tangan Allah. Ketika bangsa Israel berada di Mesir, mereka hidup menurut cara alamiah. Tetapi ketika mereka keluar dari Mesir dan berkelana di padang gurun, mereka hidup dengan cara lainnya, dengan cara mujizat-mujizat Allah. Umat itu tidak menabur benih apa pun, tetapi mereka mengumpulkan manna. Kita dapat mengatakan bahwa mereka menuai tanpa menabur, karena pengumpulan mereka itu merupakan satu penuaian. Di padang gurun itu bangsa Israel secara terus-menerus menuai tanpa menabur. Turunnya manna dari langit merupakan satu pengganti bagi penaburan. Manusia dapat menabur benih, tetapi hanya Allahlah yang dapat membuat hujan manna. Di padang gurun bangsa Israel mengumpulkan manna yang dikirim oleh Allah.

Dalam 2 Korintus tulisan Paulus ini, Paulus menggabungkan perihal mengumpulkan manna dengan pemberian suplai materi oleh kaum beriman kepada orang-orang kudus yang kekurangan. Dalam Keluaran 16 adalah perkara mengumpulkan, sedangkan dalam 2 Korintus 8 adalah perkara pemberian. Mengenai mengumpulkan manna ini, hasilnya adalah sama entah bangsa Israel mengumpulkan banyak atau mengumpulkan sedikit. Ini menunjukkan bahwa dalam pengumpulan mereka, mereka tidak boleh serakah. Mengumpulkan manna adalah tugas mereka. Mereka harus melakukan tugas mereka tanpa keserakahan.

Misalnya ada beberapa orang Israel yang berkata, "Allah itu penuh dengan belas kasihan, berdaulat, dan ajaib. Dia mengendalikan segala sesuatu. Karena jika aku mengumpulkan banyak aku tidak akan kelebihan, dan jika aku mengumpulkan sedikit aku tidak akan kekurangan. Kalau demikian, sebenarnya aku tidak perlu pergi keluar dan mengumpulkan sesuatu." Jika salah seorang dari umat Allah melakukan hal itu, ia tidak akan memiliki apa-apa untuk hari itu. Allah tidak akan melakukan tugas seseorang bagi orang itu. Allah tidak akan bekerja baginya atau memberi dia makan. Bangsa Israel harus melakukan tugas mereka. Selama mereka memenuhi kewajiban mereka menurut ketetapan Allah, mereka akan memiliki suplai yang cukup, tidak peduli berapa banyak atau sedikit manna yang mereka kumpulkan.

Dalam 2 Korintus 8 Paulus menyamakan pemberian kita kepada orang-orang kudus yang kekurangan dengan perkara mengumpulkan manna. Menurut pemahaman kita, kita memberi, bukan mengumpulkan. Tetapi apa yang dikatakan Paulus ini menyiratkan bahwa pemberian kita itu merupakan satu pengumpulan. Sedikitnya perkataan Paulus menunjukkan bahwa sebagai anak-anak Allah, kita tidak boleh serakah. Kita tidak boleh berpikir bahwa jika kita mendapatkan banyak uang, kita dapat memakai semuanya untuk diri kita sendiri. Kita perlu melihat, entah kita memberi atau tidak, pada akhirnya hasilnya akan sama.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 48

03 March 2012

2 Korintus - Minggu 23 Sabtu

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 8:16-24


Kita mungkin saja tahu bahwa dalam perkara tertentu kita benar, tidak bersalah, dan murni. Meskipun demikian, kita mungkin tidak terhormat dalam pandangan orang lain. Kita perlu berperilaku dengan cara yang dapat dianggap terhormat oleh orang lain. Maka tidak akan ada dasar untuk celaan. Ini adalah satu pelajaran yang perlu kita pelajari.

Kasus dalam 2 Korintus 8:16-24 ini kelihatannya mungkin tidak penting, tetapi prinsipnya di sini sangat penting. Jika tidak demikian, Paulus tidak akan menulis apa pun tentang hal ini. Fakta bahwa ia menulis tentang memikirkan lebih dulu apa yang terhormat itu menunjukkkan kepentingannya. Kita semua harus memperhatikan perkara ini. Terhadap masalah uang, jenis kelamin, dan semua hal lain kita perlu berperilaku dengan memperlihatkan bahwa kita memikirkan lebih dulu apa yang terhormat di hadapan Tuhan dan di hadapan manusia. Terimalah perkataan ini dan bertindaklah sesuai dengan perkataan ini. Jika Anda berbuat demikian, Anda akan terjaga dan terlindung. Jika tidak, Anda akan menemui kesulitan.

Rasul Paulus bukan hanya berkarunia, banyak pengetahuan, dan penuh kuasa; ia juga waspada, hati-hati, dan penuh pertimbangan. Dalam hal apa pun ia tidak ceroboh. Sewaktu kita membaca 2 Korintus, kita nampak banyak kebajikan dan karakteristik yang unggul dalam persona dan kehidupan Paulus. Maka, tidak heran, Paulus sangat dipakai oleh Tuhan. Paulus dipakai oleh Tuhan terutama karena kehidupannya. Ia hidup dengan cara yang bukan hanya kudus, rohani, dan menang, tetapi juga dengan hati-hati, waspada, dan penuh pertimbangan. Bila kita melihat kebajikan-kebajikan Paulus yang digambarkan di berbagai pasal dari 2 Korintus secara menyeluruh, kita akan memahami bahwa kegunaannya itu berasal dari kebajikan-kebajikannya.

Dalam berita ini beban utama saya adalah memberi kesan kepada Anda tentang perlunya waspada, hati-hati, dan penuh pertimbangan, dan selalu berperilaku dengan cara seperti memikirkan lebih dulu apa yang terhormat. Anda mungkin tidak bersalah dan murni, tetapi Anda tetap perlu memikirkan lebih dulu apa yang terhormat. Jangan terlalu percaya diri, lakukanlah segala hal dengan cara yang hati-hati, waspada, dan penuh pertimbangan.

Dalam 2 Korintus pasal 6, 7, dan 8, kita telah membahas empat perkara besar: pertama, pekerjaan pendamaian untuk membawa orang lain sepenuhnya kembali kepada Allah; kedua, hayat yang serba sesuai; ketiga, diperluas; dan keempat, memiliki perhatian yang akrab, dan lembut terhadap orang lain. Sekarang dalam paruh kedua dari pasal 8 ini kita nampak perkara penting yang kelima --memikirkan lebih dulu hal-hal yang terhormat dalam pandangan Allah dan manusia. Kita semua perlu sepenuhnya didamaikan dengan Allah, menempuh kehidupan yang serba sesuai, diperluas, memiliki perhatian yang akrab terhadap orang lain, dan memikirkan lebih dulu apa yang terhormat. Prinsip-prinsip ini bukan hanya dapat diterapkan di dalam kehidupan gereja, tetapi juga di dalam kehidupan keluarga kita dan di dalam kehidupan kita di sekolah, di tempat kerja, atau di mana saja kita berada.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 47

02 March 2012

2 Korintus - Minggu 23 Jumat

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 8:19-21


Paulus menyadari bahwa ada sejumlah besar uang yang perlu diberikan kepada orang-orang kudus yang kekurangan. Ia tahu bahwa menangani uang sebanyak itu bukanlah perkara yang mudah. Karena itu, ia terlebih dulu memikirkan apa yang terhormat di hadapan Tuhan dan di hadapan manusia. Kita mungkin mengira bahwa kaum saleh tidak akan memiliki pemikiran yang jelek mengenai uang itu. Mungkin saja kaum saleh sendiri tidak memiliki pemikiran buruk, tetapi Iblis penuh dengan pemikiran yang jahat, dan ia ada di dalam mereka. Karena alasan ini, Paulus memikirkan perkara itu sebelumnya untuk menghindarkan celaan.

Di sini kita melihat prinsip memikirkan lebih dahulu. Bila kita hendak melakukan sesuatu atau berperilaku dengan cara tertentu, kita harus memikirkan dulu apa yang mungkin dipikirkan orang lain mengenai perkara itu. Ya, memang kaum saleh itu kudus. Tetapi di dalam mereka ada seorang yang tidak kudus, yaitu, Iblis. Pemikiran jahat apakah yang mungkin berasal dari Iblis tentang satu perkara tertentu? Kita perlu mempertimbangkan hal ini. Kita bahkan perlu mempertimbangkannya dalam hubungannya dengan suami atau istri kita. Suami atau istri kita mungkin tidak memiliki masalah dengan pekara tertentu, tetapi bagaimana dengan Iblis? Pemikiran yang bagaimanakah yang akan muncul dari dia? Kita perlu menyadari bahwa Iblis sedang mendekam, dan menunggu kesempatan untuk menghancurkan kita. Jika kita menyadari hal ini, kita akan hati-hati dan memikirkan dulu sebelumnya mengenai banyak hal.

Motivasi kita terhadap suatu perkara mungkin saja murni, tetapi kita tetap perlu berhati-hati dalam bertingkah laku. Sekalipun motivasi kita itu murni, tetapi perilaku kita dapat menimbulkan kecurigaan kepada orang lain. Misalnya, Paulus bertanggung jawab atas sejumlah besar uang. Karena itu, ia hati-hati dan mengambil beberapa saksi untuk menyingkirkan kecurigaan. Menurut hukum Taurat, perlu ada dua atau tiga orang saksi. Dalam mencari saksi yang tepat, Paulus telah berpikir panjang.

Saya mengapresiasi perihal memikirkan dulu hal ini. Ini berarti mempertimbangkan satu perkara sebelumnya. Jika kita memikirkan dulu sebelumnya, maka kita tidak akan melakukan hal-hal yang akan memberikan kesempatan bagi musuh untuk masuk ke dalamnya.

Kita tidak boleh mengira situasi kita berbeda dengan situasi Paulus dan bahwa kita tidak perlu memikirkan lebih dulu mengenai masalah uang. Selama kita ada di bumi ini, kita tidak dapat menghindar dari perkara yang berhubungan dengan uang. Anda mungkin berusaha menjauhkan diri dari uang, tetapi uang itu akan datang kepada Anda. Uang sangat dipakai oleh Iblis, dan Alkitab menyebutnya mamon yang tidak jujur. Puji Tuhan, di dalam Yerusalem Baru tidak akan ada lagi keprihatinan terhadap uang! Tetapi untuk masa sekarang ini, kita tidak dapat hidup atau bekerja tanpa uang. Karena itu, dalam menangani uang, kita harus belajar menghindarkan celaan dengan memikirkan lebih dulu apa yang terhormat di hadapan Allah dan manusia.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 47

01 March 2012

2 Korintus - Minggu 23 Kamis

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 8:16-24


Dua Korintus 8:16-24 dapat sangat membantu kita dalam menangani perihal uang. Sebagian besar dari masalah-masalah dalam masyarakat berhubungan dengan uang. Karena itu, kita semua harus belajar berhati-hati dalam menanganinya.

Membayangkan berbagai macam masalah yang dapat timbul dalam hubungannya dengan uang itu di luar kemampuan kita. Uang adalah sumber godaan. Kita tidak boleh menganggap diri kita begitu rohani sehingga kita tidak akan pernah memiliki masalah dengan penanganan keuangan. Sesungguhnya tidak ada seorang pun dari antara kita yang lebih setia dan lebih rohani daripada Rasul Paulus, walaupun demikian, ia begitu waspada dan hati-hati terhadap uang. Saya percaya bahwa Paulus sangat penuh dengan pertimbangan terhadap perkara-perkara keuangan. Karena alasan ini, setelah bersekutu dengan orang-orang kudus di Korintus mengenai pemberian bagi orang-orang kudus yang kekurangan di Yudea, ia menambahkan ayat 16 sampai 24 untuk menunjukkan beberapa perkara penting yang berhubungan dengan penanganan keuangan.

Dalam ayat-ayat ini kita melihat bahwa Paulus mengutus saudara-saudara tertentu kepada kaum beriman Korintus berkaitan dengan pemberian kepada orang-orang kudus yang kekurangan. Pertama-tama ia mengutus Titus. Ayat 16-17 mengatakan, "Syukur kepada Allah, yang oleh karena kamu mengaruniakan kesungguhan yang demikian juga dalam hati Titus untuk membantu kamu. Memang ia menyambut anjuran kami, tetapi karena kesungguhannya yang besar itulah ia pergi kepada kamu dengan sukarela."

Uang digunakan oleh Iblis secara maksimal untuk memperalat manusia melakukan ketidakjujuran, dilibatkan dalam pemberian benda-benda materi kepada kaum saleh. Para rasul mengutus seorang saudara yang dihormati sebagai saksi untuk pergi bersama Titus dengan tujuan untuk menghindari tuduhan kecurigaan orang (ay. 18). Dalam ayat 22 kita nampak saudara setia yang lain diutus bersama keduanya, sehingga kesaksian yang kuat dapat dipastikan oleh kesaksian tiga orang (Mat. 18:16). Dari ketiga saudara ini, hanya nama Titus yang disinggung. Namun, saudara-saudara lainnya itu terkenal dalam gereja-gereja, dan Paulus bahkan menyebut mereka sebagai utusan jemaat-jemaat (ayat 23).

Tidak diragukan lagi, Paulus diberi amanat dengan bagian yang tertinggi dari ministri ini. Karena itu, dalam kitab ini ia dengan spontan memberi kita satu gambaran yang menunjukkan bagaimana ia berperilaku dalam melaksanakan ministrinya. Ini bukan berarti dalam 2 Korintus Paulus memberi tahu kita bagaimana atau dengan cara apakah ia melaksanakan ministrinya. Sebaliknya, ia mewahyukan bagaimana ia berperilaku. Penekanannya bukanlah pada cara ia melayani, melainkan pada bagaimana ia berperilaku.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 47