Hitstat

29 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 2 Sabtu

Jangan Meletakkan Pelita di Bawah Gantang
Matius 5:15
Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.

Pelita seharusnya diletakkan di atas kaki dian, bukan diletakkan di bawah gantang. Pelita yang diletakkan di bawah gantang tidak mungkin dapat memancarkan terang. Umat kerajaan sebagai pelita yang bercahaya seharusnya tidak ditutup oleh gantang. Pada zaman dahulu, gantang adalah suatu takaran untuk biji-bijian, sesuatu yang berhubungan dengan makanan, berkaitan dengan masalah nafkah. Gantang mengacu kepada kekhawatiran akan penghidupan atau sumber nafkah (Mat. 6:25). Jadi, menutup pelita di bawah gantang menunjukkan kekhawatiran kita akan nafkah. Jika sebagai orang Kristen, kita khawatir akan nafkah kita, khawatir akan jumlah uang yang kita peroleh, maka kekhawatiran itu akhirnya akan menjadi gantang yang menutupi terang kita.
Untuk menerangi orang lain secara lahiriah, kita wajib dibangunkan sebagai suatu kota di atas gunung. Tetapi untuk menyinari mereka secara batiniah, kita perlu keluar dari dalam selubung kita. Ini menunjukkan bahwa umat kerajaan seharusnya hidup tanpa kekhawatiran. Dari pengalaman kita tahu bahwa ketidakkhawatiran kita bisa menggerakkan orang, bisa menjamah orang. Jika setiap kali orang yang berkontak dengan kita merasakan bahwa kita selalu bergembira dan menikmati Tuhan, mereka akan terkesan. Orang dunia selalu dipenuhi dengan kekhawatiran dan tercengkeram dengan segala macam kerisauan, senantiasa takut kalau sewaktu-waktu kehilangan pekerjaan mereka atau khawatir akan dipersulit oleh atasan mereka. Tetapi umat kerajaan berbeda. Terang umat kerajaan seharusnya tidak tertutup oleh gantang. Kita seharusnya hanya memperhatikan Kristus dan kerajaan-Nya. Dengan cara hidup yang demikian, kita akan menjamah hati orang lain dan menyinari manusia batiniah mereka yang penuh dengan kekhawatiran.

Mat. 5:15-16; 6:25; Yoh. 1:12; Gal. 4:6

Penyinaran lahiriah umat kerajaan bersifat umum dan semua orang dapat melihatnya. Masyarakat dapat melihat adanya sekelompok orang yang terbangun, karena mereka bagaikan kota terletak di atas gunung dan bersinar. Sebaliknya penyinaran batiniah itu bersifat khusus dan lebih pribadi. Bila kita adalah umat rajani yang normal, kita akan memiliki dua ganda penyinaran ini. Pertama, kita bagaikan sebuah kota di atas gunung yang menerangi semua orang yang berada di sekeliling kita. Kedua, kita akan menjadi umat yang bersukacita, umat yang tidak khawatir akan nafkahnya. Dengan jalan inilah kita menyinari orang secara batiniah. Penerangan yang batiniah inilah yang menembus batin orang dan membuat mereka percaya.
Pada akhirnya, kedua aspek penyinaran kita akan memuliakan Bapa. Matius 5:16 mengatakan, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” Sebutan Bapa membuktikan bahwa murid-murid, para pendengar Raja baru, adalah anak-anak Allah (Yoh. 1:12; Gal. 4:6). Pekerjaan baik di sini adalah perilaku umat kerajaan. Melalui perilaku ini, orang-orang dapat melihat Allah dan dibawa kepada-Nya. Penyinaran kita akan memuliakan Bapa, sebab penyinaran ini mengekspresikan apa adanya Allah. Memuliakan Allah Sang Bapa adalah memberi-Nya kemuliaan.
Kemuliaan adalah Allah yang terekspresi. Ketika kita mengekspresikan Allah dalam perilaku dan perbuatan baik kita, maka orang-orang akan melihat Allah dan memuliakan Allah. Allah kita adalah Allah yang tersembunyi. Tetapi ketika Allah diekspresikan, itulah kemuliaan-Nya. Jika sebagai umat kerajaan kita memiliki terang yang bersinar, Allah akan diekspresikan melalui penyinaran ini, dan semua orang yang di sekeliling kita akan nampak kemuliaan Allah. Sebagai terang, kita seperti kota di atas gunung dan seperti pelita yang bercahaya dalam rumah. Dari luar dan dalam kita bercahaya mengekspresikan Allah, membiarkan Allah menyatakan kemuliaan-Nya dalam pandangan orang lain. Kiranya kita memancarkan pengaruh yang sedemikian kepada semua orang yang berada di sekitar kita, sehingga mereka percaya.

Doa:Tuhan, seringkali aku kuatir akan hidupku, kuatir akan apa yang hendak aku makan dan akan apa yang hendak aku pakai. Tanpa kusadari, kekuatiran itu telah membuat terang-Mu tidak dapat terpancar melaluiku. Tuhan, hari ini aku bertobat, aku berpaling kepada-Mu, dan menyerahkan segala kekuatiranku kepada-Mu. Pulihkanlah terangku, ya Tuhan.

28 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 2 Jumat

Kamu Adalah Terang Dunia
Matius 5:14
Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi.

Umat kerajaan bukan hanya garam dunia, tetapi juga terang dunia. Apakah yang dimaksud dengan “terang”? Dalam Alkitab hanya ada satu tempat yang menunjukkan makna terang, yaitu di Efesus 5:13. Di sana dikatakan, “Sebab semua yang nampak adalah terang.” Terang selalu menyingkapkan sesuatu. Menjadi terang dunia berarti menyingkapkan keadaan orang-orang di sekitar kita. Misalnya, orang-orang di sekitar kita adalah pemabuk dan dalam sehari-harinya mereka tidak merasakan itu sebagai hal yang tidak wajar, tidak benar. Namun dengan kehadiran kita sebagai terang dunia, ketidakbenaran mereka tersingkap. Mungkin orang-orang di sekitar kita adalah kaum penjudi yang tidak merasa bahwa berjudi itu tidak benar, tetapi karena kita di sana, tersingkaplah ketidakbenaran mereka. Menyadari kehadiran kita dan melihat cara hidup kita yang benar, keadaan mereka yang gelap tersingkap.
Penyingkapan ini bukan karena teguran atau nasihat, melainkan karena apa adanya kita. Di mana ada terang, kegelapan tersingkir, dan apa yang tadinya tersembunyi dalam gelap, kini tersingkap. Menjadi terang dunia bukanlah suatu pergerakan untuk merombak masyarakat, atau mengubah sistem-sistem dalam masyarakat. Menjadi terang dunia berarti tadinya orang-orang tidak tahu bahwa yang mereka lakukan adalah jahat dan tidak benar, tetapi kehadiran kita sebagai orang Kristen menyingkapkan kejahatan mereka, mengungkapkan ketidakbenaran mereka. Terang akan menyingkapkan segalanya.
Dalam hakikinya, umat kerajaan adalah garam yang menyembuhkan dunia yang bobrok. Dalam perilakunya, umat kerajaan adalah terang, kota yang terletak di atas gunung, yang tidak mungkin tersembunyi. Orang Kristen yang penuh dengan terang adalah orang Kristen yang normal; sebaliknya orang Kristen yang tidak memiliki terang adalah orang Kristen yang tidak normal.

Mat. 5:14-16; Ef. 5:13; Yoh. 8:12

Banyak orang Kristen memahami Matius pasal lima sampai pasal tujuh secara individual. Pengumuman undang-undang Kerajaan Surga ini bukanlah untuk individu-individu, melainkan untuk umat korporat. Terang yang disebutkan dalam Matius 5:14 ini bukan pribadi yang individu, melainkan sebuah kota yang terbangun. Ini menunjukkan bahwa umat kerajaan perlu terbangun. Jika kaum beriman dalam gereja di tempat kita tidak terbangun, melainkan berserakan, terpecah belah, dan terpisah-pisah, maka tidak akan ada “kota” di sana. Asalkan tidak ada kota, di sana pun tidak akan ada terang, sebab terang itu adalah kota. Terang di sini bukan mengacu kepada orang beriman individu, melainkan sebuah kota yang terbangun untuk menerangi orang-orang yang berada di sekitarnya.
Ketika Tuhan Yesus hidup di bumi Dia dapat dengan berani mengatakan, “Akulah terang dunia” (Yoh. 8:12). Pernyataan-Nya sama sekali tidak mengejutkan kita. Namun yang paling mengejutkan adalah Dia berkata kepada murid-murid-Nya (ini menyiratkan juga berkata kepada kita): “Kamu adalah terang dunia” (Mat. 5:14). Dia bukan menganjuri kita untuk menjadi terang itu; tetapi Dia menegaskan bahwa kita adalah terang dunia. Tidak peduli kita membawa terang kita ke depan orang supaya dilihat orang, atau menyembunyikannya dari orang, kita adalah terang dunia.
Sejak kita diselamatkan, hayat Allah telah ditanamkan ke dalam kita. Hayat ini adalah sumber terang yang dirancang oleh Allah dan berfungsi untuk menyatakan kegelapan dunia dan menerangi orang dunia, supaya mereka nampak keadaan dunia yang sesungguhnya. Sebab itu Yesus selanjutnya berkata, “Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga” (Mat. 5:16). Dari sini kita nampak dengan jelas, bahwa dunia yang gelap ini memerlukan kita, memerlukan terang. Hanya terang yang dapat menghilangkan kegelapan batiniah manusia, menyembuhkan kebutaan batiniah manusia, sehingga manusia bisa melihat. Hanya terang yang bisa membereskan kegelapan dan kebutaan hidup manusia.

Doa:
Tuhan Yesus, biarlah hidupku tidak beraib dan tidak bernoda, sebaliknya aku boleh hidup sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah orang yang jahat dan sesat ini, sehingga terangku bercahaya di antara mereka. Tuhan, jadikanlah aku cermin bening yang memantulkan cahaya kemuliaan-Mu kepada setiap orang di sekelilingku.

27 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 2 Kamis

Kamu Adalah Garam Dunia
Matius 5:13
Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang.

Umat Kerajaan Surga adalah garam dunia. Apakah fungsi dari garam dunia? Fungsi garam adalah mengawetkan sesuatu yang telah mati agar tidak membusuk dan berbau. Kalau kita mengamati dunia ini, kita akan menyadari bahwa isi dunia ini sedang dalam proses membusuk. Dalam keadaan yang demikian, keberadaan kaum beriman diperlukan. Kehadiran kita menghambat proses pembusukan yang lebih lanjut, bukan dengan merombak masyarakat atau mengubah undang-undang, melainkan dengan menyelamatkan jiwa. Semakin banyak jiwa yang diselamatkan, semakin lambat proses pembusukan dunia ini. Hari ini Tuhan hanya memberi kita wewenang untuk melakukan pekerjaan menyelamatkan jiwa, bukan untuk melakukan pergerakan sosial yang radikal.
Ketika Kristus datang untuk pertama kalinya, Ia hanya memperhatikan menyelamatkan jiwa. Ia tidak menanggulangi dunia atau sistemnya, juga tidak membenahi masalah kemasyarakatan. Kedatangan-Nya yang pertama adalah membereskan masalah rohani, bukan masalah materi. Tanggung jawab kita sebagai orang Kristen hanya berfokus pada apa yang Allah perhatikan. Kita hanya melakukan pekerjaan yang Kristus lakukan - menyelamatkan jiwa.
Sudahkah keberadaan kita menebarkan pengaruh bagi jiwa-jiwa di sekitar kita? Mungkin banyak orang di sekeliling kita menempuh hidup yang tidak benar. Di kantor ada yang korupsi, di sekolah banyak yang menyontek, teman-teman kita mungkin terus hidup dalam dosa. Adakah karena kesaksian hidup kita, mereka bertobat? Kesaksian Injil harus terus bergulir melalui kita hingga kedatangan Tuhan. Kita wajib mendoakan jiwa-jiwa seorang demi seorang di hadapan Allah, dan kemudian memimpin mereka kepada Tuhan. Inilah jalan yang tepat untuk menunaikan fungsi kita sebagai garam dunia.

Mat. 5:13; Kej. 19:26; Luk. 14:34-35; 17:32

Walau hakiki dari umat kerajaan adalah garam dunia, namun ada kemungkinan mereka menjadi tawar. Menjadi tawar berarti kehilangan fungsi untuk mengasinkan sehingga menjadi sama seperti orang dunia dan tidak berbeda dengan orang yang tidak percaya. Garam yang sudah menjadi tawar tidak berguna untuk apa pun. Istri Lot merupakan contoh atas hal ini (Kej. 19:26). Karena merasa sayang akan hartanya, ia menoleh ke belakang dan menjadi tiang garam. Ia adalah lambang dari garam yang telah hilang kegunaannya. Tuhan Yesus berfirman bahwa kita sebagai orang-orang yang beroleh selamat dan dilahirkan kembali adalah garam dunia (Mat. 5:13). Kegunaan kita adalah membasmi “kuman-kuman” yang merusak dunia. Tetapi kalau kita telah menjadi tawar (Luk. 14:34), kita menjadi tidak berguna, baik bagi Allah maupun bagi manusia. Keadaan ini sungguh memalukan.
Perkara apakah yang dapat membuat kita menjadi tawar? Hal apakah yang dapat membuat kita kehilangan kegunaan? Tidak mengikuti Tuhan dengan mutlak. Kalau tidak mutlak, kita tidak akan dapat mengikuti Tuhan dengan tepat. Siapa saja yang tidak mutlak dalam hal mengikuti Tuhan akan berubah menjadi tidak berguna. Ini bukan masalah menyembah Allah pada hari Tuhan, juga bukan masalah ada tidaknya membaca Alkitab di rumah. Bahkan membaca Alkitab di rumah mungkin saja menjadi semacam kegemaran atau hiburan bagi kita. Dalam pandangan Allah, pembacaan Alkitab kita di rumah mungkin tidak ada bedanya dengan bermain bola basket. Ketika kita membaca Alkitab, sepertinya kita memakai ruang baca kita menjadi lapangan basket; kita sedang bermain “bola basket” Alkitab kita. Kalau demikian halnya, kita akan segera kehilangan kegunaan, baik bagi Allah maupun bagi manusia.
Dalam Matius 5:13, sang Raja mengatakan bahwa garam yang kehilangan rasanya akan dibuang dan diinjak-injak orang. Dibuang berarti diletakkan di luar Kerajaan Surga (Luk. 14:35). Diinjak-injak orang berarti diperlakukan seperti debu yang tidak berguna. O, betapa menyedihkannya nasib kita kelak bila hari ini kita kehilangan fungsi kita sebagai garam dunia.

Doa:
Ya Tuhan, lepaskanlah aku dari daya tarik dan tipu daya kekayaan yang menyesatkan. Biarlah hatiku hanya tertambat kepada-Mu, tidak terseret oleh pengaruh dunia yang semakin membusuk ini. Aku damba mengasinkan setiap orang di sekitarku, menyelamatkan jiwa mereka dari kebinasaan dunia ini, menjadikan mereka umat Kerajaan Surga.

26 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 2 Rabu

Dianiaya karena Kristus
Matius 5:11-12
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.

Dari sejarah, kita mengetahui bahwa para pengikut Kristus yang setia senantiasa berada di bawah aniaya. Sejak abad permulaan berdirinya gereja, kaum beriman sudah dihadapkan pada penganiayaan mengerikan di bawah kekaisaran Romawi. Penganiayaan pertama dibangkitkan oleh Nero (54 – 68 M.) kira-kira 64 M. Kemarahannya terhadap orang Kristen di Roma begitu sengit ssehingga sejarawan gereja Eusebius mencatat, “Siapapun dapat melihat kota-kota penuh dengan mayat manusia, yang tua terbaring bersama dengan yang muda, dan mayat parempuan-perempuan dibuang…, tanpa penghormatan, di jalan-jalan terbuka.” Orang–orang Kristen dibuat menjadi kambing hitam atas terbakarnya kota Roma. Sejumlah besar orang Kristen ditangkap dan dihukum. Alat-alat yang sadis dipakai oleh Nero termasuk membakar orang Kristen hidup-hidup untuk menyalakan taman Nero. Mereka yang martir pada masa itu antara lain Paulus (67 M.) dan Petrus (69 M.).
Penganiayaan kedua dimulai selama pemerintahan Domitian (81–96 M.) saudara Titus, terjadi di Roma dan Asia Kecil antara tahun 90–96 M. Kaisar menuntut untuk disembah sebagai “Tuhan dan Allah”. Orang-orang Kristen dianiaya karena penolakan mereka untuk mempersembahkan ukupan kepada Kaisar. Rasul Yohanes dibuang ke pulau Patmos kira-kira pada waktu ini.
Di bawah Kaisar Trajan (98–117 M.), dimulailah penganiayaan ketiga. Ignatius dari Antiokhia martir pada masa itu. Ia berkata, “Semakin dekat pedang, semakin dekat Allah.” Martir lainnya adalah Polycarpus, yang dibunuh pada masa pemerintahan Antoninus Pius (138–161 M.). Menjawab penganiayanya, Polycarpus tua berkata, “Selama 86 tahun aku telah melayani Dia, dan Dia tidak pernah sekalipun menyalahiku! Bagaimana aku dapat menyangkal Dia karena menyayangi tubuhku?” Mereka lalu melemparkan dia ke dalam api.

Mat. 5:11-12; 2 Kor. 1:8-10

Matius 5:11 mengatakan, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Jika kita hidup oleh Kristus, untuk Kristus, dan dengan Kristus, kita akan dicela, dianiaya, dan difitnah. Jika kita benar-benar mengejar Kristus, banyak orang akan bangkit melawan kita. Semuanya ini menimpa kita karena kita tidak memelihara tradisi, melainkan hanya memperhatikan Kristus dan firman-Nya yang murni.
Dalam ministrinya, rasul Paulus dan rekan-rekan sekerjanya banyak mengalami penganiayaan. Dalam 2 Korintus 1:8, ia menuliskan, “Sebab kami mau, Saudara-saudara, supaya kamu tahu tentang penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga mengenai hidup kami.” Penganiayaan dan penyerangan terhadap mereka sangat berat. Mereka dibebani sangat berat, jauh melampaui kekuatan mereka, hingga mereka tidak dapat menanggungnya oleh kekuatan alamiah mereka. Mereka bahkan putus asa untuk hidup. Menurut keadaan mereka, mereka tidak memiliki harapan untuk hidup. Mereka yakin bahwa mereka akan segera dibunuh oleh para penganiaya itu (2 Kor. 1:9). Namun pada titik itulah mereka mengalami Allah kebangkitan.
Yang kita sandari adalah Allah yang membangkitkan orang mati. Pengalaman kematian membimbing kita masuk ke dalam pengalaman kebangkitan. Paulus selanjutnya berkata, “Ia telah dan akan menyelamatkan kami dari kematian yang begitu ngeri: Kepada-Nya kami menaruh pengharapan kami bahwa Ia akan menyelamatkan kami lagi” (2 Kor. 1:10). Perkataan “akan menyelamatkan” mengacu kepada waktu segera di masa yang akan datang, sedangkan kata-kata “akan menyelamatkan lagi” mengacu kepada masa yang akan datang. Di sini Paulus tidak mengatakan bahwa Allah akan menyelamatkan kita dari sejumlah kesengsaraan, melainkan menyelamatkan kita dari “kematian yang begitu ngeri”, dari situasi kematian. Pengalaman atas kebangkitan seharusnya kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari; harus menjadi kekuatan bagi kita untuk mengatasi dosa, maut dan segala bentuk penganiayaan.

Doa:
Ya Bapa, aku berterima kasih atas upah yang Kaujanjikan bagi setiap anak-anak-Mu. Bapa, walaupun aku belum melihatnya, namun aku percaya bahwa janji-Mu adalah ya dan amin, pasti Kaugenapkan. Teguhkanlah hatiku dan tambahkanlah kasih karunia-Mu agar aku dapat bertekun dalam penderitaan bagi pencapaian tujuan kekal-Mu.

24 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 2 Senin

Kemurahan dan Kemurnian Hati
Matius 5:7
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.

D.L. Moody adalah salah satu teladan dari seorang yang murah hati. Tidak lama setelah Moody wafat, sebuah surat kabar memuji dia dengan kata-kata: “D.L. Moody benar-benar seorang tetangga yang baik hati. Ia selalu bersimpati kepada siapa saja yang sakit atau yang dalam kesusahan. Sayur mayur di kebunnya dan buah-buahan dari kebun buahnya sering diberikan kepada banyak keluarga yang miskin. Dan ia pun mendorong istri dan anak-anaknya menolong orang-orang sakit dan miskin di berbagai tempat di kota tempat ia tinggal.” Kehidupan D.L. Moody telah meninggalkan sebuah kesaksian yang baik bagi banyak orang, yakni kemurahan hati.
Allah kita bukanlah Allah yang kikir, melainkan Allah yang murah hati. Ia memberikan segala sesuatu untuk dinikmati manusia. Allah menyatakan diri-Nya dengan berbagai perbuatan baik, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur, memuaskan hati dengan makanan dan kegembiraan (Kis. 14:17). Segala sesuatu adalah pemberian-Nya, bahkan diberikan-Nya dengan cuma-cuma. Allah memberi kepada semua orang dengan murah hati dan dengan tidak membangkit-bangkit (Yak. 1:5).
Sebagaimana Allah telah bermurah hati terhadap kita, Ia pun menghendaki kita bermurah hati terhadap orang. Matius 5:7 mengatakan, “Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.” Demi Kerajaan Surga, kita bukan hanya perlu bersikap adil atau benar, melainkan juga bermurah hati. Jika kita bermurah hati kepada orang lain, Tuhan akan bermurah hati kepada kita (2 Tim. 1:16, 18), terutama di takhta penghakiman-Nya kelak (Yak. 2:12-13). Allah senang kalau kita hidup oleh hayat-Nya, menjadi anak-Nya, dan bermurah hati terhadap orang sesuai dengan kasih-Nya. Bersandarkan hayat-Nya, kita pasti mampu bermurah hati kepada sesama.

Mat. 5:7-8; Kis. 14:17; 23:1; 1 Kor. 10:31; 2 Tim. 1:3

Matius 5:8 mengatakan, “Berbahagialah orang yang suci (murni, Tl.) hatinya, karena mereka akan melihat Allah.” Benar adalah terhadap diri sendiri; bermurah hati adalah terhadap orang lain; sedangkan hati yang murni adalah terhadap Allah. Terhadap diri sendiri, kita harus serius dan ketat. Terhadap orang lain, kita harus bermurah hati, memberikan lebih banyak daripada yang layak mereka terima. Terhadap Allah, hati kita harus murni, tidak menuntut apa pun selain Dia. Allah akan menjadi pahala kita. Tidak ada pahala yang lebih besar daripada Allah sendiri.
Hati yang murni berarti hanya memiliki satu tujuan, satu sasaran, yaitu merampungkan kehendak Allah bagi kemuliaan Allah (1 Kor. 10:31). Ini adalah untuk Kerajaan Surga. Roh kita adalah organ untuk menerima Kristus (Yoh. 1:12; 3:6), sedangkan hati kita adalah tanah tempat Kristus bertumbuh sebagai benih hayat (Mat.13:19). Demi Kerajaan Surga, kita perlu miskin di dalam roh, kosong di dalam roh, agar kita dapat menerima Kristus. Demikian pula, kita perlu hati yang murni, memiliki satu tujuan, agar Kristus dapat bertumbuh di dalam kita tanpa halangan. Jika hati kita murni dalam mencari Allah, kita akan melihat Allah. Melihat Allah adalah pahala bagi orang yang murni hatinya. Berkat ini untuk hari ini, juga untuk zaman yang akan datang.
Dalam pengalaman rohani, hati yang murni juga meliputi memiliki hati nurani yang murni. Paulus adalah seorang yang hidup dengan hati nurani yang murni di hadapan Allah (Kis. 23:1). Bila hati nurani kita tidak murni, kita tak dapat memiliki keberanian untuk menghadap Allah. Begitu kita tak memiliki keberanian untuk menghadap Allah, segera itu pula hubungan atau persekutuan kita dengan Dia akan terhambat. Ketidakmurnian hati nurani paling mudah menghambat persekutuan kita dengan Allah. Jika kita tidak menurut perintah-Nya dan melakukan segala yang berkenan kepada-Nya, dengan sendirinya hati kita akan tertegur, bercela, tidak murni, dan merasa gentar ketika mendekati Dia, sehingga apa yang kita minta tidak akan kita peroleh dari Dia. Hanya “hati nurani yang murnilah” yang dapat “melayani Allah” (2 Tim. 1:3). Inilah jalan yang harus kita tempuh untuk melihat Allah.

Doa:
Tuhan, sebagaimana Engkau telah bermurah hati kepadaku, biarlah aku juga demikian menaruh kemurahan hati terhadap sesamaku manusia. Ampunilah aku bila selama ini sering menghakimi saudaraku tatkala mereka lemah dan jatuh. Terangilah aku agar aku sadar bahwa aku pun wajib bermurah hati terhadap semua orang.

23 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 2 Selasa

Hidup sebagai Pembawa Damai
Matius 5:9
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.

Demi Kerajaan Surga, di bawah pemerintahan surgawi-Nya, kita harus menjadi orang yang membawa damai di antara orang-orang (Ibr. 12:14). Kita adalah bejana yang diciptakan untuk menjadi ekspresi-Nya. Kita tidak seharusnya hidup di awang-awang. Dalam kehidupan sehari-hari, terhadap orang lain, kita harus berlaku benar, terhormat, adil, suci, patut dikasihi, dan memiliki reputasi baik. Kita tidak seharusnya menjadi penentang atau pengacau; sebaliknya, kita harus menjadi pembawa damai, selalu berdamai dengan orang lain. Jika kita menjadi orang yang membawa damai, kita akan disebut anak-anak Allah. Anak-anak Iblis selalu membuat kekacauan, tetapi anak-anak Allah selalu membuat perdamaian.
Bapa kita adalah Allah sumber damai sejahtera (Rm. 15:33, 16:20), memiliki hayat yang penuh damai dengan sifat yang pendamai. Sebagai orang-orang yang dilahirkan dari Allah, jika kita ingin menjadi orang-orang yang membawa damai, kita harus berjalan dalam hayat ilahi-Nya dan bertindak berdasarkan sifat ilahi-Nya. Menjadi seorang pembawa damai tidak sama dengan menjadi orang yang berpolitik. Kita harus jujur, tidak berpolitik. Meskipun kita jujur, kita tetap berbelaskasihan terhadap orang lain. Ini memungkinkan hati kita murni di hadapan Allah, sehingga melihat Allah.
Allah dalam keselamatan-Nya telah memanggil kita kepada-Nya di dalam ruang lingkup dan unsur damai sejahtera. Ia menghendaki kita hidup di dalam damai sejahtera ini. Perselisihan dan persaingan adalah ciri-ciri dari kehidupan manusia yang telah jatuh. Kita tidak bertengkar dengan orang lain dan melukai mereka, tetapi kita selalu memelihara perdamaian dengan mereka di manapun kita berada, di lingkungan rumah, di kantor, ataupun di sekolah. Orang Kristen seharusnya disebut sebagai pembawa damai, bukan pembawa masalah.

Mat. 5:9-10; Ibr. 12:14; Rm. 15:33; 14:17; 1 Yoh. 5:19

Matius 5:10 mengatakan, “Berbahagialah orang yang dianiaya karena kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga” (Tl.). Seluruh dunia berada di bawah cengkeraman si jahat (1 Yoh. 5:19) dan dipenuhi dengan ketidakbenaran. Setiap aspek dari dunia penuh dengan ketidakbenaran. Jika kita lapar dan haus akan kebenaran, kita akan dianiaya karena kebenaran. Demi Kerajaan Surga kita perlu membayar harga atas kebenaran yang kita cari. Jika kita benar, kita akan mengalami penghakiman, penentangan, bahkan penganiayaan. Banyak kaum beriman yang karena sekuatnya mencari kebenaran, lalu mengalami aniaya. Misalnya, dalam lingkungan pekerjaan kita, kita mengetahui ada sesuatu yang tidak beres, ada suatu ketidakbenaran. Karena kita bermaksud bertindak menurut kebenaran dalam situasi itu, tidak jarang justru aniayalah yang kita terima.
Orang yang dianiaya karena kebenaran adalah orang yang berbahagia, “karena merekalah yang punya Kerajaan Surga.” Jika kita mencari kebenaran dengan membayar harga, Kerajaan Surga akan menjadi milik kita. Hari ini kita berada di dalam realitas Kerajaan Surga, namun dalam zaman yang akan datang kita akan diberi pahala berupa manifestasi Kerajaan Surga. Sebaliknya, jika kita tidak tinggal dalam kebenaran, kita akan berada di luar kerajaan. Kerajaan mutlak adalah masalah kebenaran (Rm. 14:17). Di dalam kerajaan tidak terdapat kesalahan, ketidakadilan, maupun perkara-perkara kegelapan; segala sesuatunya benar dan terang. Inilah hakiki kerajaan.
Ketika kita miskin di dalam roh, Kerajaan Surga akan masuk ke dalam kita; dan ketika kita tinggal dalam kebenaran, Kerajaan Surga akan berdiam di dalam kita. Namun, jika kita ingin tinggal dalam kebenaran, bersiaplah menghadapi penganiayaan. Apakah yang membuat kita bertahan dalam penganiayaan? Dua Korintus 4:9a mengatakan, “Kami dianiaya, namun tidak ditinggalkan sendirian.” Walau ada aniaya, janganlah kecewa atau tawar hati. Tuhan tidak pernah meninggalkan kita sendirian. Kasih karunia-Nya senantiasa menyertai dan menunjang kita. Kekuatan inilah yang sanggup membuat kita bertahan dalam penganiayaan dan setia sampai akhir (Why. 2:10).

Doa:
Tuhan Yesus, jadikan aku seorang pembawa damai sejahtera. Aku mau setiap orang yang berjumpa denganku merasakan damai sejahtera. Jadikanlah aku berkat bagi orang-orang di sekitarku agar aku bisa memimpin mereka kepada-Mu. Aku ingin kehidupanku menjadi kesaksian yang baik, yang menuntun banyak jiwa kepada keselamatan.

22 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 1 Sabtu

Lapar dan Haus akan Kebenaran
Matius 5:6
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan (Tl.).

Ada dua kekurangan yang paling besar pada diri orang Kristen di hadapan Allah, yaitu tidak mengenal diri sendiri dan tidak mengenal kelimpahan Tuhan. Betapa baiknya jika seorang Kristen dapat mengenal dua hal tersebut. Semua kelemahan, kegagalan, dan segala sesuatu yang tidak memuliakan Allah di dalam kehidupan orang Kristen bersumber dari kedua hal tersebut. Kalau kita mengenal diri sendiri dan mengenal Dia, maka semua kesukaran rohani kita dengan sendirinya dapat dibereskan.
Apakah syarat utama untuk mengalami kelimpahan Tuhan? Apakah syarat utama supaya kita diberkati Allah? Apakah syarat utama pekerjaan Roh Kudus? Apakah syarat utama itu? Yaitu “lapar dan haus” di hadirat Allah. Orang yang benar-benar dari batinnya ada satu keperluan, dan benar-benar damba berjumpa dengan Allah, Allah pasti memberkati dia. Kita harus mengetahui bahwa semua kemajuan rohani tergantung pada kelaparan dan kehausan kita. Injil Matius 5:6 mengatakan, “Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran Allah, karena mereka akan dipuaskan” (Tl.). Orang yang lapar dan haus adalah orang yang ingin dipuaskan. Berbahagialah orang yang demikian. Lukas 1:53 mengatakan, “Maka orang yang lapar dikenyangkan dengan kebajikan, dan orang yang kaya disuruh pergi dengan kosong” (Tl.). Ini memperlihatkan kepada kita bahwa karunia Allah hanya disediakan bagi satu macam orang, yaitu orang yang lapar dan haus.
Jika kita ingin mendapatkan kemajuan rohani, kita terlebih dulu harus merasa tidak puas terhadap keadaan rohani kita yang sekarang; dan kemudian kita ingin mendapatkan keadaan yang lebih baik. Inilah permulaan kemajuan rohani. Semua kegagalan dan kemunduran kita bukan disebabkan hal lain, tetapi disebabkan kita merasa sudah cukup puas dengan keadaan diri sendiri.

Mat. 5:6,10, 20, 22; Luk. 1:53; Yoh 14:6

Untuk masuk ke dalam manifestasi Kerajaan Surga dalam milenium, kita memerlukan kebenaran yang melebihi kebenaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Agar dapat memiliki kebenaran yang melampaui ini, kita perlu menjadi orang yang lapar dan haus akan kebenaran. Kita perlu menjadi orang yang mendambakan, mengasihi, menuntut, dan mengejar kebenaran, sehingga kita dapat masuk ke dalam manifestasi Kerajaan Surga (Mat. 5:6, 10, 20). Di hadapan Allah, kebenaran para ahli Taurat itu lebih rendah, karena kebenaran tersebut adalah kebenaran yang berdasarkan hukum Taurat. Kebenaran kita tidak seharusnya berdasarkan hukum Taurat yang lama, melainkan berdasarkan hukum Taurat yang baru.
Menurut pengalaman kita, hayat alamiah kita tidak mampu mencapai kebenaran yang unggul ini. Hanya Kristus yang dapat memenuhi tuntutan-tuntutan hukum Taurat yang baru. Semakin kita bertumbuh, kita semakin menyadari bahwa kita memiliki satu hayat di dalam kita yang dapat melakukan hal tersebut. Tetapi, Raja ini memerlukan kerja sama kita. Kita harus menjadi orang yang lapar dan haus akan Dia. Kita perlu berdoa, “Tuhan Yesus, aku lapar dan haus akan Engkau. Tuhan, aku mau dipenuhi oleh-Mu.” Inilah rahasia agar hidup kita dipuaskan. Kebenaran dalam Matius 5:6 sebenarnya adalah Kristus. Dialah kebenaran itu (Yoh. 14:6), kebenaran yang unggul, yang berada pada taraf yang paling tinggi. Apabila kebenaran ini kita perhidupkan, maka akan dihasilkan damai sejahtera dan sukacita, baik dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam kehidupan keluarga kita, maupun dalam kehidupan gereja kita. Karena Kristus adalah satu-satunya kebenaran, bahkan yang tertinggi, maka kita harus mengejar Dia. Inilah jalan untuk dipuaskan.
Allah sedang menunggu bejana kita kosong. Jika kekosongan bejana kita itu tidak terbatas, niscaya Roh Kudus akan memberikan kepada kita kelimpahan yang tidak terbatas juga. Bisa atau tidaknya kita beroleh berkat dari Roh Kudus, tergantung pada diri kita sendiri. Bila kita mempunyai wadah kosong, mau meluangkan tempat bagi Roh Kudus, mau memberi kedudukan agar Roh Kudus bekerja, kita pasti akan mendapat berkat dari Roh Kudus.

Doa:
Tuhan Yesus, berilah aku rasa lapar dan haus akan diri-Mu. Terangilah aku agar aku nampak keadaanku yang sesungguhnya. Tuhan, singkirkanlah dari padaku setiap perasaan berpuas diri, sebaliknya berilah aku kedambaan yang besar terhadap kebenaran dan kerajaan-Mu. Penuhilah aku dengan kelimpahan-Mu secara tak terbatas.

21 June 2007

Matius Volume 1 - Minggu 3 Jumat

Lemah Lembut: Tidak Melawan Penentangan
Matius 5:5
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.

Suatu kali Hudson Taylor bermaksud pergi ke suatu tempat di tepi sungai di China. Ia lalu menyewa sebuah perahu untuk menyeberang. Ketika perahu itu siap menyeberang, tiba-tiba datanglah seorang pria lain yang berpakaian mewah ke tepi sungai itu. Tanpa mempedulikan Hudson Taylor, ia juga hendak menyewa perahu itu. Tetapi karena perahu itu sudah disewa oleh Hudson Taylor, sang pemilik perahu menolak. Pria itu lalu menatap Hudson Taylor, menjulurkan tangannya, dan langsung memukul wajah Hudson Taylor. Sebenarnya, pria itu tengah berdiri membelakangi air. Kalau saja Hudson Taylor mendorongnya sedikit, pasti ia akan jatuh ke dalam air. Tetapi Hudson Taylor mengurungkan niatnya. Ia berkata kepada orang itu, “Lihatlah, aku dapat dengan mudah mendorong Anda ke dalam air, tetapi Tuhan Yesus yang kulayani tidak mengizinkan aku berbuat begitu. Baiklah aku mempersilakan Anda naik perahu ini bersamaku menyeberang.” Hudson Taylor adalah seorang yang lemah lembut.
Lemah lembut bukan hanya berarti ramah, rendah hati, dan patuh. Lemah lembut juga berarti tidak melawan penentangan, melainkan menanggungnya dengan rela. Lemah lembut berarti tidak meronta-ronta, tidak melawan. Jika kita lemah lembut, rela menanggung penentangan dunia zaman ini, kita akan mewarisi bumi dalam zaman yang akan datang. Orang yang lemah lembut tidak akan berebutan dengan orang lain. Lihatlah teladan Tuhan Yesus. Ia dengan lemah lembut menerima penderitaan yang tidak beralasan; dimaki, tidak membuka mulut; dicelakai, tidak mengeluarkan kata-kata ancaman; bahkan di atas salib, masih dapat berdoa untuk pengampunan dosa bagi orang-orang yang menyalibkan Dia. Inilah lemah lembut yang sejati. Tidak heran, Allah kemudian menobatkan Dia menjadi Tuhan dan Kristus (Kis. 2:36), Kepala segala sesuatu, baik yang di sorga maupun yang di bumi (Ef. 1:10).

Mat. 5:5; Kis. 2:36; Why. 11:15

Matius 5:5 mengatakan, “Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.” Beberapa penerjemah mengatakan bahwa kata Yunani untuk “bumi” seharusnya diterjemahkan “tanah”. Tetapi baik kita menerjemahkan kata ini sebagai bumi maupun tanah, kata ini mengacu kepada dunia yang tertakluk pada masa yang akan datang. Hari ini bumi merupakan kerajaan duniawi yang berada di bawah kekuasaan Iblis. Tetapi saatnya akan tiba, di mana Tuhan, sang Raja, akan mendapatkan bumi ini kembali. Wahyu 11:15 mengatakan, “Pemerintahan atas dunia dipegang oleh Tuhan kita dan Dia yang diurapi-Nya, dan Ia akan memerintah sebagai Raja sampai selama-lamanya.” Dunia yang dikatakan di sini ialah bumi yang disebutkan dalam Matius 5:5.
Hari ini, berlaku prinsip siapa yang merebut, dialah yang mendapatkan. Jika tidak merebut, tidak akan memperoleh wilayah satu pun. Itulah sebabnya mengapa banyak terjadi peperangan. Bangsa-bangsa berperang satu sama lain untuk memperoleh lebih banyak wilayah. Cara manusia untuk memperoleh tanah ialah dengan cara berperang, tetapi cara Kerajaan Surga ialah dengan kelemahlembutan. Orang yang suka berebut, berdebat, bertengkar, tidak mungkin bisa berada di dalam ruang mahakudus. Ketika Tuhan Yesus ditangkap, dicobai, dan disalibkan di Golgota, Ia lemah lembut. Ia tidak melawan penentang-Nya. Dalam setiap aspek Ia lemah lembut, lemah lembut sampai kepada kesudahannya. Saat Tuhan Yesus datang lagi, Ia akan memperoleh kembali bumi ini. Bumi hanya akan diperoleh oleh orang-orang yang lemah lembut, bukan oleh orang-orang yang melawan.
Iblis selalu melawan, tetapi Tuhan Yesus tidak pernah melawan. Sebaliknya, Dia lemah lembut. Dalam hal ini kita nampak bahwa kehendak Allah berlawanan dengan usaha manusia. Jika kita ingin memperoleh bumi, kita harus lemah lembut. Jika kelak kita tidak memperoleh satu wilayah pun, itu berarti kita kurang lemah lembut. Kelemahlembutan kita yang sejati tidak berhubungan dengan benda materi yang di luar, melainkan berhubungan dengan sesuatu yang di dalam, berhubungan dengan apa adanya diri kita.

Doa:
Ya Tuhan, singkirkanlah setiap keinginan untuk merebut sesuatu dari sesamaku. Lapangkanlah hatiku dari segala ketamakan dan keserakahan atas hal-hal duniawi, sebaliknya lembutkanlah hatiku dalam menghadapi setiap situasi dan orang-orang di sekitarku. Jauhkanlah dari padaku hati yang keras dan hati yang tidak taat kepada-Mu.

20 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 1 Kamis

Berdukacita atas Situasi Dunia yang Negatif
Matius 5:4
Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.

Matius 5:4 mengatakan, “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Ayat ini sepintas kedengarannya agak mengherankan. Seolah-olah tidak logis mengatakan bahwa orang yang berdukacita itu diberkati dan bahagia. Mengapa kita perlu berduka? Kita perlu berduka karena situasi yang negatif hari ini. Seluruh suasana dunia bersifat negatif terhadap rencana Allah. Iblis, dosa, diri, kegelapan, dan keduniawian, mendominasi semua orang di bumi. Kemuliaan Allah dihina, Kristus ditolak, pekerjaan Roh Kudus terhalang, gereja menjadi terlantar, manusia menjadi bobrok, dan seluruh dunia jahat. Karena itu, Allah menghendaki kita berduka atas suasana seperti itu. Karena kerajaan ada di dalam kita, maka kita wajib tunduk, dikendalikan, dan diatur oleh Raja yang di dalam. Jika kita berada di bawah pengaturan ini melihat situasi dan kondisi dunia hari ini, kita pasti akan berkeluh kesah dan berdukacita karenanya.
Jika kita miskin di dalam roh, kita akan berdukacita atas situasi orang lain yang kasihan. Meskipun kita mengasihi Tuhan, mungkin ibu mertua kita tidak, bahkan istri kita yang tercinta pun mungkin tidak begitu positif terhadap Tuhan. Kita memiliki Kristus dan kerajaan-Nya di dalam roh kita, tetapi bagaimana dengan mereka? Tidak hanya itu, anak-anak kita mungkin sama sekali tidak mengasihi Tuhan. Kalau demikian adanya, bukankah kita harus berdukacita? Kita juga harus berdukacita atas keluarga kita, rekan kita, dan tetangga-tetangga kita. Lihatlah keadaan dunia dewasa ini: para pedagang hanya memperhatikan uang, para pelajar hanya memperhatikan pendidikan mereka, dan para pekerja hanya memperhatikan upah dan jabatan mereka. Di manakah orang yang benar-benar bagi Tuhan? Kalau kita miskin di dalam roh, kita pasti akan berdukacita atas seluruh situasi negatif ini.

Mat. 5:4-5; 2 Kor. 1:3; 2 Tes. 2:16; 1 Tes. 1:3

Rangkaian ayat-ayat dalam Matius 5:3-12 sangatlah bermakna. Pertama-tama kita harus miskin di dalam roh, kemudian barulah kita dapat berdukacita. Jika kita tidak miskin di dalam roh, kita tidak akan memiliki daya tampung bagi Raja untuk masuk dan mendirikan kerajaan-Nya di dalam insan batiniah kita. Jika kita tidak memiliki Kerajaan Surgawi di dalam kita, kita tidak akan menyadari betapa negatif dan menyedihkannya dunia ini. Sebaliknya, ketika Tuhan Yesus mendirikan kerajaan-Nya di dalam kita, dan seluruh kapasitas batiniah kita tersedia untuk-Nya, maka dengan serta merta kita akan menyadari bahwa dunia ini gelap, bobrok, dan penuh dengan dosa. Keadaan inilah yang membuat kita berdukacita.
Walau kita telah nampak bahwa situasi dunia hari ini negatif terhadap Allah dan kepentingan-Nya, dan mungkin kita sendiri pernah mengalami penentangan oleh orang-orang di sekitar kita, janganlah kita kecewa. Meskipun kita berduka atas situasi tersebut, sebenarnya kita penuh dengan pengharapan. Pengharapan kita adalah sang Raja segera datang, musuh dikalahkan, dan bumi direbut kembali oleh Kristus. Cepat atau lambat, kita pasti akan dihibur.
Allah Bapa kita adalah Allah sumber segala penghiburan (2 Kor. 1:3). Penghiburan (paraklesis) adalah salah satu atribut Allah, yang mengandung arti “gembira”. Artinya, penghiburan ini berkaitan dengan pengharapan. Jika kita memiliki pengharapan, kita akan memiliki penghiburan. Penghiburan inilah yang memampukan kita bertahan dalam berbagai penderitaan demi kerajaan-Nya. Selain itu, penghiburan yang kita miliki bukanlah penghiburan dan penguatan yang sementara, melainkan penghiburan abadi (2 Tes. 2:16). Ketika kita merasa lemah, ingatlah bahwa kita mempunyai hayat yang kekal. Dengan demikian, kita akan dikuatkan dan dihibur. Oleh hayat Allah, penghiburan ini cukup bagi kita untuk menghadapi setiap keadaan dan situasi, karena penghiburan ini disertai dengan pengharapan baik. Pengharapan baik ini meliputi pengharapan yang mulia (Kol. 1:27), pengharapan akan kedatangan Tuhan (1 Tes. 1:3), saat kita dibangkitkan atau ditransfigurasi masuk ke dalam kemuliaan (1 Tes. 4:13-14; Flp. 3:21; Ibr. 2:10). Betapa berkatnya penghiburan ini!

Doa:
Tuhan, seringkali aku masih menaruh harap pada dunia. Situasi dunia yang negatif terhadap kepentingan-Mu belum dapat membuat aku berduka. Tuhan Yesus, selamatkanlah aku dari tipu daya dunia ini, singkapkanlah selubungku. Biarlah aku hanya berharap kepada-Mu dan menjadikan Engkau sebagai satu-satunya sasaran hidupku.

19 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 1 Rabu

Memiliki Kerajaan Surga
Matius 5:3
Berbahagialah orang yang miskin di dalam roh, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Tl.).

Apabila kita adalah orang Kristen yang merasa bahwa diri sendiri sudah mencapai taraf rohani yang lumayan sehingga berhenti mengejar Tuhan dan kerajaan-Nya, maka kita benar-benar berada dalam bahaya yang besar. Bahkan ketika Paulus menulis Surat Filipi, ia tidak menganggap dirinya telah sepenuhnya mendapatkan Kristus. Sebaliknya, ia terus berusaha mengejar Kristus agar dapat memperoleh Dia (Flp. 3:12). Perlu kita ketahui bahwa Kristus dan Kerajaan Surga bukanlah dua hal yang terpisah. Mendapatkan Kristus berarti mendapatkan Kerajaan Surga (Luk. 17:21). Jadi, kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang mengejar dan mendapatkan Kristus. Sudah berapa banyakkah Kristus yang kita dapatkan? Ini adalah pertanyaan yang sangat penting. Mendapatkan Kristus merupakan perkara seumur hidup. Dari hari ke hari sasaran kita adalah mendapatkan Dia. Bahkan dalam penjara, Paulus tetap mengejar Kristus, agar mendapatkan Dia.
Tuhan hanya mewahyukan diri-Nya dan kerajaan-Nya kepada orang yang dengan sungguh-sungguh meminta, mencari, dan mengetuk (Mat. 7:7). Kita semua perlu berdoa, “Tuhan, hampakanlah aku. Kosongkanlah rohku. Aku tidak ingin menyimpan apa pun dalam rohku selain diri-Mu. Aku mau semua daya muat dalam rohku terisi oleh-Mu.” Jangan puas dengan hal-hal usang yang kita miliki. Segala sesuatu selain Kristus adalah sampah (Flp. 3:8). Hanya Kristus yang terbaik. Apakah kita menyukai sampah? Tentu tidak. Tetapi hari ini banyak orang di dunia senang mencari sampah; sampah adalah “makanan” kesukaan mereka. Salomo mengatakan bahwa mereka mengejar kesia-siaan (Pkh 1:14; 2:11). Kalau yang kita miliki adalah sampah, kesia-siaan, maka di pandangan Tuhan, kita ini melarat, malang, miskin, buta, dan telanjang (Wahyu 3:17-18). Demikianlah nasib orang yang tidak kaya di hadapan Allah.

Mat. 5:3; Flp. 3:8-12; Luk. 17:21; Why. 3:17-18

Tuhan Yesus datang sebagai Raja baru untuk memulai suatu zaman yang baru - zaman Kerajaan Surga. Namun kita jangan beranggapan bahwa Kerajaan Surga itu sebagai sesuatu yang terpisah dari Kristus. Kerajaan Surga adalah Kristus itu sendiri. Tanpa Raja, kita tidak akan memiliki kerajaan. Kita tidak akan dapat memiliki Kerajaan Surga tanpa Kristus. Ketika orang-orang Farisi bertanya kepada Tuhan Yesus kapankah Kerajaan Allah akan datang, Ia menjawab, “Sebab sesungguhnya Kerajaan Allah ada di antara kamu” (Luk. 17:21). Perkataan Tuhan kepada orang-orang Farisi ini menunjukkan bahwa Ia sendirilah kerajaan itu. Di mana Yesus berada, di situ pula kerajaan berada. Kerajaan Allah adalah persona Raja. Karena itu, ketika kita memiliki Raja, kita juga memiliki kerajaan.
Hanya orang yang miskin di dalam rohlah yang siap untuk menerima Raja Surgawi. Ketika Ia masuk ke dalam kita, Ia membawa serta Kerajaan Surga bersama-Nya. Dalam pengalaman kita, agar dapat memiliki Kerajaan Surga, pertama-tama kita harus berpartisipasi dalam kehidupan gereja yang wajar. Dalam kehidupan gereja, yang adalah realitas dari Kerajaan Surga, kita dapat bertumbuh, menjadi matang, dan menang atas segala bentuk kemerosotan. Pada akhirnya, kita akan mewarisi manifestasi Kerajaan Surga, berbagian dalam Kerajaan Seribu Tahun sebagai pahala yang Tuhan sediakan bagi semua kaum saleh pemenang. Inilah makna dari perkataan, “karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga.” Sebaliknya, kaum beriman yang lemah, yang kalah, dan yang mundur, mereka akan kehilangan kenikmatan atas realitas Kerajaan Surga pada masa kini. Akibatnya, merekapun akan kehilangan bagian dalam manifestasi Kerajaan Surga pada masa yang akan datang. Jika hari ini kita miskin di dalam roh, maka kitalah yang mempunyai Kerajaan Surga.
Setiap orang yang tidak miskin di dalam roh dan menganggap diri sendiri rohani sehingga menjadi sombong, dapat dipastikan tidak berada di bawah pemerintahan Kerajaan Surga. Sebaliknya, jika kita miskin di dalam roh, kita akan berkata, “Tuhan, aku tidak memiliki apapun. Belaskasihanilah aku. Tuhan, aku mau menjadi miskin di dalam roh dan aku lapar di hadapan-Mu.”

Doa:
Tuhan Yesus, perbaruilah pikiranku dari segala bentuk kecemaran dan keusangan. Aku mau menjauhkan diri dari semua pencemaran jasmani dan rohani. Bertakhtalah di dalam hatiku dan kendalikanlah hidupku sepenuhnya melalui hukum baru kerajaan-Mu. Tuhan, aku tidak puas dengan kemajuanku saat ini, aku mau terus mengejar Engkau dan mendapatkan Engkau.

18 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 1 Selasa

Hakiki Umat Kerajaan
Matius 5:3
Berbahagialah orang yang miskin di dalam roh, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga (Tl.)

Orang yang bagaimanakah yang menjadi penyusun Kerajaan Surga? Apakah ciri-ciri khusus yang dimiliki oleh umat Kerajaan Surga? Karena Kerajaan Surga sepenuhnya bersifat surgawi, maka umat Kerajaan pastilah memiliki suatu jenis kehidupan yang berbeda dengan orang dunia pada umumnya. Standar moral umat Kerajaan Surga haruslah lebih tinggi dari pada standar moral yang berlaku di masyarakat pada umumnya. Namun sampai taraf manakah standar moral umat Kerajaan Surga? Matius 5:1-12 mewahyukan kepada kita secara terperinci hakiki atau sifat dasar dari umat Kerajaan Surga. Bagian firman ini merupakan gambaran dari jenis kehidupan yang harus kita miliki sebagai umat Kerajaan Surga.
Semua orang Kristen sejati adalah umat Kerajaan Surga. Tetapi jenis kehidupan seperti apakah yang diperhidupkan oleh kebanyakan orang Kristen hari ini? Adakah kita memiliki ciri-ciri khusus seperti yang diwahyukan oleh Tuhan dalam Matius pasal lima? Harus kita akui bahwa kebanyakan dari kita belum mencapai standar hakiki umat Kerajaan. Kehidupan kita masih di bawah standar undang-undang Kerajaan Surga. Umat Kerajaan Surga adalah para pemenang. Walau mereka belum tentu adalah kaum beriman yang “super”, tetapi mereka memiliki kehidupan rohani yang normal, sesuai dengan permintaan Kerajaan Surga.
Setiap orang beriman harus damba menjadi bagian dari umat Kerajaan Surga, bukan dalam teori atau doktrin, melainkan dalam realitas kehidupan sehari-hari. Karakter, esens, elemen, dan sifat kita berikut semua ekspresinya haruslah berbeda dari orang yang berada di bawah pemerintahan yang duniawi dan bumiah. Umat kerajaan harus memiliki karakter dan sifat yang unik, yakni mengekspresikan karakter dan sifat surgawi.

Mat. 5:3; 1 Tes. 5:23; Ef. 2:4-5

Manusia adalah ciptaan Allah yang memiliki tiga bagian, yakni tubuh, jiwa, dan roh (1 Tes. 5:23). Tubuh (jasmani) adalah bagian yang tergolong pada tingkatan fisik, berhubungan dengan perkara-perkara dalam alam kebendaan, dan merupakan bagian yang paling luar. Jiwa adalah bagian mental, tergolong pada tingkatan psikis, berhubungan dengan perkara-perkara dalam alam mental/kejiwaan, dan merupakan bagian yang agak dalam. Roh adalah bagian yang terdalam dari manusia, tergolong pada tingkatan rohani, dan berhubungan dengan perkara-perkara Allah. Kerajaan Surga pertama-tama berhubungan dengan roh kita, bagian yang paling dalam dari diri kita, yaitu organ untuk berkontak dengan Allah dan memahami hal-hal rohani.
Pengumuman undang-undang Kerajaan Surga diawali dengan perkataan, “Berbahagialah orang yang miskin di dalam roh, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 5:3, Tl.). Apakah artinya menjadi miskin di dalam roh? Seseorang yang miskin di dalam roh bukan berarti ia memiliki roh yang miskin. Miskin di dalam roh juga bukan hanya mengacu kepada rendah hati, tetapi juga dikosongkan di dalam roh, tidak berpegang pada hal-hal usang dari zaman yang lama. Roh kita perlu dikosongkan untuk dapat memahami dan menerima hal-hal yang baru, yakni hal-hal milik Kerajaan Surga. Fakta bahwa Kerajaan Surga sangat berkaitan dengan roh kita menyiratkan bahwa Kerajaan Surga itu mutlak bersifat rohani, bukan bersifat materi.
Walau kita sudah diselamatkan dan roh kita dihidupkan oleh Allah (Ef. 2:4-5), ada kemungkinan roh kita masih dijejali dengan semua hal usang seperti ajaran dan tata cara milik agama lama, tradisi warisan leluhur, filsafat, atau hal-hal duniawi lainnya seperti hiburan, hobi, rekreasi, atau nafsu mengejar kekayaan. Hari ini tidak sedikit orang Kristen yang rohnya telah terisi penuh oleh hal-hal lain selain Allah. Karena itu, ketika Tuhan Yesus memberitakan, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (Mat. 4:17), tidak banyak orang yang dapat menerima perkataan-Nya. Roh mereka telah terisi hal-hal lain. Tetapi berbahagialah bila kita miskin di dalam roh, karena kitalah yang memiliki Kerajaan Surga.

Doa:
Tuhan Yesus, bongkar dan galilah aku dari segala perkara yang membuat Engkau tidak bisa menyatakan diri-Mu. Aku mengakui bahwa cukup banyak perkara, manusia, dan benda yang menduduki aku, sehingga tidak ada ruang yang tersisa bagi-Mu. Tuhan, demi kerajaan-Mu, aku mau menjadi orang yang miskin dalam roh.

17 June 2007

Matius Volume 3 - Minggu 1 Senin

Pengumuman Undang-undang Kerajaan Surga
Matius 5:1-2
Ketika Yesus melihat orang banyak itu, naiklah Ia ke atas bukit dan setelah Ia duduk, datanglah murid-murid-Nya kepada-Nya. Maka Yesuspun mulai berbicara dan mengajar mereka,...

Setiap negara atau kerajaan di muka bumi ini tentu memiliki undang-undang (konstitusi) yang berfungsi mengatur seluruh tatanan kehidupan dalam wilayah pemerintahan negara atau kerajaan tersebut. Tanpa adanya undang-undang, mustahil sebuah negara atau kerajaan dapat berdiri dengan kokoh. Semakin baik undang-undang yang dimiliki suatu negara, semakin baik pula tatanan hidup masyarakatnya. Demikian pula halnya dengan Kerajaan Surga. Kerajaan Surga memiliki undang-undang yang disampaikan sendiri oleh Tuhan Yesus dalam Matius pasal lima sampai pasal tujuh. Ketiga pasal ini merupakan undang-undang bagi umat Kerajaan Surga, yang mewahyukan prinsip-prinsip surgawi mengenai Kerajaan Surga.
Sebelum kita memasuki butir-butir dari undang-undang Kerajaan Surga, kita perlu mengetahui bahwa undang-undang ini dirancang oleh Allah sendiri. Suatu hukum atau undang-undang biasanya mencerminkan orang yang membuatnya. Karena undang-undang Kerajaan Surga dirancang oleh Allah sendiri, maka undang-undang ini pastilah merupakan ekspresi dari apa adanya Allah. Mazmur 18:31 mengatakan, “Adapun Allah, jalan-Nya sempurna; janji TUHAN adalah murni;...” Kemudian dikatakan juga bahwa, “Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat...” (Mzm. 19:8). Allah itu sempurna, murni, teguh, dan penuh hikmat. Karena itu, hukum atau undang-undang Kerajaan Surga yang tercantum dalam Matius pasal lima sampai pasal tujuh sepenuhnya menggambarkan apa adanya diri Allah.
Pertanyaannya, siapkah kita naik “ke atas bukit” untuk mendengarkan dan dikonstitusi ulang dengan hukum baru Kerajaan? Kiranya kita memiliki telinga, hati, dan roh yang tepat terhadap apa yang dikatakan oleh Kristus, sang Raja baru, sehingga kita boleh menjadi umat yang tepat dari Kerajaan Surga.

Mat. 5:1-2; 28:19; Mzm. 18:31; Kis. 11:29

Dalam Matius 5:1-2 kita nampak bahwa Tuhan secara khusus mengajar murid-murid-Nya, bukan mengajar orang banyak. Tuhan hanya berkenan mewahyukan undang-undang Kerajaan Surga kepada murid-murid-Nya, bukan kepada khalayak ramai. Siapakah yang terhitung sebagai murid-murid Tuhan? Yaitu mereka yang dekat dengan Tuhan dan yang setia mengikuti Dia. Walau hari ini kelihatannya banyak orang mengikuti Tuhan, namun yang betul-betul menjadi murid-Nya tidaklah banyak. Cobalah kita renungkan: Apakah kita termasuk dalam kelompok murid-murid Tuhan, atau hanya salah satu dari rombongan orang banyak yang mengikuti Dia dari kejauhan? Dekatkah kita dengan-Nya? Setiakah kita mengikuti Dia? Kalau kita adalah orang yang demikian, maka Tuhan pasti akan membawa kita naik ke tempat yang tinggi (hadirat-Nya) untuk mewahyukan undang-undang Kerajaan Surga kepada kita, karena kita adalah murid-murid-Nya.
Undang-undang Kerajaan Surga bukan diberikan kepada orang Yahudi maupun orang kafir, melainkan kepada kaum beriman Perjanjian Baru. Memang pada saat pengumuman undang-undang itu diberikan, murid-murid tersebut adalah kaum beriman Yahudi. Tetapi, ketika mereka berada di atas gunung mendengarkan pengumuman undang-undang Kerajaan, mereka tidak mewakili orang-orang Yahudi, melainkan mewakili kaum beriman Perjanjian Baru. Dalam Matius 28:19, Tuhan memberitahu murid-murid-Nya untuk pergi dan menjadikan semua bangsa murid-murid-Nya. Ini berarti bahwa Tuhan menghendaki semua bangsa menjadi murid-Nya, baik orang Yahudi maupun bukan Yahudi.
Murid-murid Tuhan kemudian disebut orang Kristen (Kis. 11:29), sebutan untuk mereka yang mengikuti Kristus. Namun dalam terang Perjanjian Baru, sebutan “orang Kristen” juga menunjukkan perkembangbiakan Kristus. Kristus yang bangkit telah menjadi Roh pemberi hayat yang melahirkan kembali banyak kaum beriman dan berhuni di dalam mereka. Dalam pengertian ini, makna dari kata “murid-murid” tidak lagi sederhana, karena dalam Perjanjian Baru, kita tidak mengikuti Kristus secara lahiriah, melainkan secara rohani, melalui berhuninya Kristus di dalam kita dan kita di dalam Kristus.

Doa:
Tuhan Yesus, lepaskanlah aku dari segala hal yang bukan Engkau. Tariklah aku lebih dekat kepada-Mu agar aku dapat mengikuti Engkau dengan setia. Bawalah aku ke tempat yang lebih tinggi untuk menerima perkataan-Mu. Tuhan, biarlah hukum-hukum baru Kerajaan Surga tersusun di dalamku sehingga mengendalikan seluruh hidupku.

01 June 2007

Matius Volume 2 - Minggu 4 Sabtu

Mengajar, Memberitakan Injil, dan Menyembuhkan Penyakit
Matius 4:23
Yesuspun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Allah serta melenyapkan segala penyakit dan kelemahan di antara bangsa itu.

Yesus memulai ministri-Nya dengan berkeliling di seluruh daerah Galilea. Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Surga serta menyembuhkan orang-orang di antara bangsa itu dari segala penyakit dan kelemahan. Untuk memperluas ministri-Nya, Yesus berkeliling ke daerah Galilea. Kemudian Dia mengajar di rumah-rumah ibadat, tempat bagi orang-orang Yahudi untuk membaca dan mempelajari Kitab Suci (Luk. 4:16-17; Kis. 13:14-15). Tidak hanya itu, Raja Surgawi juga memberitakan Injil Kerajaan Allah. Injil ini tidak hanya mencakup pengampunan dosa (Luk. 24:47) dan penyaluran hayat (Yoh. 20:31), tetapi juga mencakup Kerajaan Surga (Mat. 24:14) dengan kuasa zaman yang akan datang (Ibr. 6:5), kuasa untuk mengusir setan dan menyembuhkan penyakit (Yes. 35:5-6).
Tuhan Yesus memperluas ministri-Nya dengan melakukan keempat perkara ini: berkeliling, mengajar, memberitakan Injil, dan menyembuhkan orang sakit. Dalam pekerjaan Injil hari ini kita juga harus berkeliling, mengajar, memberitakan, dan menyembuhkan. Kita memerlukan keempat perkara ini. Ada orang mungkin tidak mempercayai mukjizat. Tetapi kita percaya sepenuhnya bahwa Tuhan dapat melakukan mukjizat. Karena itu, kita perlu mengikuti pimpinan Tuhan untuk berkeliling, mengajar, memberitakan, dan menyembuhkan.
Dengan bercahaya sebagai terang yang besar, Tuhan menawan keempat nelayan muda itu untuk menjadi murid-murid-Nya. Keempat murid ini berkeliling bersama Raja ke seluruh Galilea sebagaimana Ia mengajar, memberitakan, dan menyembuhkan. Hasilnya, banyak orang yang mengikuti Dia. Inilah permulaan berdirinya Kerajaan Surga. Untuk menarik banyak orang, Tuhan tidak memakai cara-cara duniawi. Hari ini kita pun harus mengikuti cara Tuhan Yesus, yaitu bercahaya atas orang lain dan menarik mereka melalui apa adanya kita.

Mat. 4:23; Luk. 4:16-17; Kis. 13:14-15; Yes. 35:5-6

Sebagai sang Penyembuh, Tuhan Yesus menyingkirkan kelemahan kita. Matius 8:16-17 mengatakan, “Menjelang malam dibawalah kepada Yesus banyak orang yang kerasukan setan dan dengan sepatah kata Yesus mengusir roh-roh itu dan menyembuhkan orang-orang yang menderita sakit. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan melalui nabi Yesaya: ‘Dialah yang memikul kelemahan kita dan menanggung penyakit kita’” (Mat. 8:16-17). Pada umat yang jatuh, semua kesembuhan telah digenapkan melalui penebusan Tuhan. Dia telah memikul kelemahan dan menanggung penyakit kita pada kayu salib dan menggenapkan kesembuhan yang penuh bagi kita di sana. Karena Tuhan Yesus sudah bangkit dan menjadi Roh yang menghidupkan (1 Kor. 15:45b), maka penerapan kesembuhan oleh kuasa ilahi dapat kita nikmati di zaman ini.
Tidak hanya menyembuhkan penyakit dan kelemahan, Kristus juga mengusir setan-setan (Mat. 4:24). Di dalam ministri-Nya Tuhan Yesus mengusir setan-setan keluar dari orang yang dirasukinya sehingga mereka dapat dibebaskan dari belenggu Satan (Luk. 13:16), keluar dari kuasa kegelapan Satan (Kis. 26:18; Kol. 1:13), dan masuk ke dalam kerajaan Allah.
Seorang misionaris bernama Dr. Nevius pernah menulis buku yang menjelasan banyak kasus mengenai perasukan di Tiongkok. Dalam bukunya, Dr. Nevius menjelaskan bahwa Setan tidak hanya merasuki orang-orang di negara terbelakang, tetapi hari ini, di negara yang paling tinggi kebudayaannya pun, setan mampu menggunakan berbagai cara untuk merasuki orang-orang. Di negara yang tak berkebudayaan, ia biasanya menggunakan cara yang tak beradab untuk merasuki orang. Tetapi di negara modern, berkebudayaan, ia akan menggunakan cara yang modern dan berkebudayaan untuk merasuki orang. Sebagai contoh, di institut-institut dan universitas-universitas yang terkemuka, setan akan merasuki orang-orang dengan cara intelek melalui filsafat, teknologi, bahkan melalui hasil temuan ilmiah. Karena itu, hari ini kita memerlukan kuasa surgawi untuk membatasi pengaruh teknologi maju yang dipakai oleh musuh untuk merasuki orang-orang di jaman modern hari ini.

Doa:
Tuhan Yesus, sembuhkan dan pulihkanlah aku dari berbagai sakit penyakit rohani. Aku percaya atas kuasa dan pekerjaan hayat-Mu di dalamku yang sanggup menyembuhkan semua penyakit dan kelemahanku, bahkan sanggup merawat, mengenyangkan dan memuaskan aku. Karena itu ya Tuhan, bantulah aku untuk memiliki persekutuan yang normal dengan-Mu setiap hari dalam doa dan firman.