Hitstat

30 September 2010

Roma Volume 2 - Minggu 1 Jumat

Kasih Karunia dan Karunia Dilimpahkan karena Yesus Kristus
Roma 5:15b
Karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karunia-Nya, yang dilimpahkan-Nya atas semua orang karena ... Yesus Kristus.

Ayat Bacaan: Yoh. 1:14, 17; 1 Kor. 15:10; Gal. 2:20; 2 Kor. 12: 9-10, 13:14; Mat. 16:18

Yohanes 1:14 memberi tahu kita bahwa ketika Kristus berinkarnasi menjadi manusia, “Ia penuh dengan kasih karunia”. Yohanes 1:17 mengatakan bahwa kasih karunia datang oleh Yesus Kristus. Kasih karunia datang bersama Kristus. Ini berarti ketika Kristus hadir, kasih karunia pun hadir. Seperti halnya dosa adalah jelmaan Iblis, maka kasih karunia adalah jelmaan Allah. Karena itu, kasih karunia adalah Kristus, perwujudan Allah (1 Kor. 15:10; Gal. 2:20). Jadi, kasih karunia adalah Persona Kristus yang hidup (2 Kor. 13:14). Ketika Kristus datang kepada kita sebagai perwujudan Allah bagi kenikmatan kita, itulah kasih karunia. Haleluya! Kasih karunia ini telah datang melalui manusia kedua, yakni Kristus.
Kita dapat mengalami kasih karunia ini terlebih saat kita berada di dalam penderitaan dan kesulitan, bukan hanya saat kita berkecukupan baru kasih karunia Tuhan itu cukup bagi kita. Kasih karunia adalah ketika kita mengalami dan mendapatkan diri Tuhan sendiri di dalam segala situasi. Kasih karunia adalah suatu kekuatan di dalam kita yang dapat mengatasi segala sesuatu yang tidak dapat diatasi orang lain. Kasih karunia ini meliputi kekuatan, hayat, penghiburan, perhentian, terang, keadilbenaran, kekudusan, kuasa, dan atribut-atribut ilahi lainnya. Kasih karunia tidak lain adalah Allah Tritunggal yang kita nikmati secara praktis sebagai bagian kita.
Kasih karunia adalah Allah, bukan dalam doktrin tetapi dalam pengalaman kita. Ketika seorang hamba Tuhan, Watchman Nee berada dalam penjara, setiap detik maut siap menerkam dirinya. Setiap detik bisa muncul sebuah siksaan yang aneh, yang tidak dapat ditanggung oleh manusia, semua itu ditimpakan ke atas dirinya. Namun mereka tidak dapat membuat dia rebah, tidak dapat memaksa dia melepaskan kepercayaannya. Akhirnya mereka angkat tangan dan berkata, “Dia bukan manusia.” Ya, dia adalah orang yang tinggal di dalam Kristus dan bersatu dengan Tuhan, “alam maut tidak bisa menguasainya” (Mat. 16:18). Dalam segala macam kelemahan, siksaan, kesukaran, penganiayaan, dan kesengsaraan, mengalami kasih karunia Tuhan yang cukup dia pakai, kuasa-Nya menjadi sempurna di atas dirinya (2 Kor. 12: 9-10).

Sebab itu marilah kita dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, supaya kita … menemukan kasih karunia untuk mendapat pertolongan kita pada waktunya. (Ibr. 4:16)

29 September 2010

Roma Volume 2 - Minggu 1 Kamis

Pasti akan Diselamatkan Oleh Hayat-Nya
Roma 5:10
Sebab jikalau kita, ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Anak-Nya,... pasti akan diselamatkan oleh hayat-Nya!

Ayat Bacaan: Rm. 5:10-11

Roma 5:10-11 merupakan kesimpulan akhir dari pengajaran rasul Paulus mengenai pembenaran. Diakhir dari pengajarannya ini, Paulus menggambarkan bagaimana kita yang dahulu adalah seteru Allah, diperdamaikan dengan Allah melalui kematian Tuhan Yesus Kristus. Namun semuanya itu belumlah cukup. Sebab kita yang telah diperdamaikan dengan Allah ini masih hidup di dalam daging. Kita masih hidup di dalam kondisi, situasi, dan sifat yang jatuh. Dan keperluan kita saat ini adalah diselamatkan oleh hayat Allah. Karena itu kita perlu berdoa, “O Tuhan Yesus, perlihatkan kepadaku semua hal dariku yang perlu diselamatkan.” Kita mungkin berkata bahwa kita perlu diselamatkan dari diri, Satan, dan kekuatan dosa. Tetapi jika kita bertanya kepada Tuhan, Dia akan menunjukkan ada ratusan hal dari diri kita yang masih perlu diselamatkan
Memang kita telah diselamatkan dari penghukuman kekal Allah, tetapi kita adalah manusia yang jatuh, dan segala sesuatu yang berhubungan kita ada di dalam kondisi yang jatuh. Cara kita berbicara, cara kita mengekspresikan diri, dan tingkah laku kita ada di dalam kejatuhan. Bahkan cara kita berjalan juga ada di dalam kejatuhan. Cara kita berpakaian dan cara kita memotong rambut ada di dalam kejatuhan. Cara kita tertawa dan cara kita berteriak ada di dalam kejatuhan. Cara kita melihat orang lain ada di dalam kejatuhan. Apa yang kita lakukan, apa adanya kita, apa yang kita miliki, dan apa yang kita katakan semuanya di dalam kejatuhan. Jadi, apakah yang harus kita lakukan sekarang? Kita hanya perlu dengan sederhana mengikuti hayat yang di dalam kita. Hayat tersebut akan menyelamatkan kita. Jika kita dengan setia dan dengan sungguh-sungguh berurusan dengan Tuhan, semakin kita berseru “O Tuhan” untuk mengambil Tuhan, semakin kita akan diselamatkan dari diri kita. Kita akan diselamatkan dari segala keadaan kita. Kemudian kita akan tahu bagaimana harus bersikap, tidak berdasarkan hayat alamiah kita, tetapi berdasarkan Kristus sebagai hayat yang di dalam kita. Pada akhirnya kita akan diselamatkan sampai pada satu tingkat dimana kita akan menjadi seorang matang di dalam hayat.

Apabila Kristus, yang adalah hidup kita, menyatakan diri kelak, kamu pun akan menyatakan diri bersama dengan Dia dalam kemuliaan. (Kol. 3:4)

28 September 2010

Roma Volume 2 - Minggu 1 Rabu

Kasih Allah Telah Dicurahkan dalam Hati Kita
Roma 5:5
Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Allah telah dicurahkan di dalam hati kita oleh Roh Kudus yang telah dikaruniakan kepada kita.

Ayat Bacaan: Rm. 5:5

Kita seringkali memerlukan dorongan dan peneguhan terutama saat melewati masa-masa sulit, penuh penderitaan. Akhirnya, banyak pertanyaan dan keragu-raguan yang hinggap dipikiran kita. Boleh jadi kita berkata, “Mengapa setelah menjadi orang Kristen aku justru mengalami banyak kesulitan? Mengapa banyak ujian dan pencobaan?” Namun kita tak dapat menyangkal bahwa kasih Allah ada di dalam kita. Sejak kali pertama kita menyeru nama Tuhan Yesus, kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita melalui Roh Kudus (Rm. 5:5). Artinya Roh itu pun telah menjamin kita dengan kasih Allah. Roh itu seolah-olah berkata, “Janganlah ragu, Allah mengasihimu. Kamu tidak paham mengapa kamu kini menderita, namun pada suatu hari kamu akan berkata: Ya Bapa, aku bersyukur kepada-Mu karena kesukaran dan pencobaan yang kualami.” Ketika kita memasuki gerbang kekekalan, kita akan berkata: Terpujilah Tuhan, karena penderitaan dan ujian yang menimpaku dalam jalan hidupku. Allah memakai semua ini untuk mengubahku.”
Kasih Allah telah dicurahkan ke dalam hati kita! Meskipun kita terkena malapetaka, miskin dan tertekan, kita tak dapat menyangkal kehadiran kasih Allah di dalam kita. Ingatlah, Kristus telah mati bagi kaum dosa yang durhaka seperti kita. Kita pernah menjadi seteru-Nya, namun Kristus telah mencurahkan darah-Nya di atas salib untuk mendamaikan kita dengan Allah.
Seorang hamba Tuhan yang bernama George Whitefield pernah berkata: “Kasih Allah sudah dicurahkan rata ke dalam hatinya oleh Roh Kudus, hingga ia dapat menaruh kasih yang murni dan lemah-lembut terhadap setiap orang. Karena itulah ia dapat berkata-kata dengan tidak kunjung habis, dan mengeluarkan suatu tenaga yang ajaib yang dapat menundukkan orang dosa yang keras hati. Kasih itu sering membuat kepalanya bagaikan kolam, dan matanya bagaikan pancaran air mata.” Inilah teladan dari Goerge Whitefield, seorang hamba Tuhan yang di dalam hidupnya telah menjamah kasih Allah di dalam kesengsaraannya. Hari ini, jika kita bisa mengalami kasih Allah yang dicurahkan ke dalam hati kita, khususnya ketika kita berada dalam penderitaan, maka kita pasti akan menjadi seorang pengasih Kristus dan manusia.

Aku berdoa, supaya kamu bersama-sama dengan segala orang kudus dapat memahami, betapa lebarnya dan panjangnya dan tingginya dan dalamnya kasih Kristus...dan dapat mengenal kasih itu (Ef. 3:18-19a)

27 September 2010

Roma Volume 2 - Minggu 1 Selasa

Bermegah di dalam Pengharapan dan Kesengsaraan
Roma 5:2b-3a, 11a
Di dalam anugerah ini kita berdiri dan kita bermegah dalam pengharapan akan menerima kemuliaan Allah. Bukan hanya itu saja. Kita malah bermegah juga dalam kesengsaraan kita, ... melalui Yesus Kristus

Ayat Bacaan: Rm. 5:2b-4, 11; 8:28-29

Dalam ketiga ayat di atas secara berulang kali menyebutkan kata “bermegah”. Secara harfiah, kata “bermegah” di sini mencakup arti bersukacita, bersorak riang, memuji, dan dipenuhi dengan rasa bangga. Kita yang telah didamaikan terhadap Allah dan berdiri dalam wilayah kasih karunia, kita akan senantiasa bersukacita, bersorak riang, memuji dan merasa bangga di dalam Allah yang adalah bagian kekal kita untuk kita nikmati. Akan tetapi keselamatan Allah tidak berhenti sampai Allah menjadi kenikmatan kita saja. Keselamatan Allah mencakup kedambaan hati Allah, yaitu agar seluruh umat tebusan-Nya bisa menjadi serupa dengan gambar Putra-Nya. Karena itu, orang alamiah kita perlu dikuduskan, diubah, dan diserupakan. Itulah sebabnya Allah mendatangkan berbagai kesulitan dan penderitaan untuk kebaikan kita (Rm. 8:28-29).
Hari ini kita semua menyukai damai sejahtera, kasih karunia, dan kemuliaan, namun tidak seorang pun menyukai kesulitan. Ini dikarenakan kita belum mengenal apakah itu kesulitan? Kesulitan sebenarnya merupakan jelmaan dari kasih karunia beserta semua kelimpahan Kristus. Madame Guyon pernah mengatakan, ia selalu mencium semua salib yang diberikan kepadanya. Ia bahkan menantikan datangnya salib-salib lainnya, sebab ia menyadari bahwa salib mendatangkan Allah kepadanya. Madame Guyon pernah berkata, “Allah memberikan salib kepadaku, dan salib mendatangkan Allah kepadaku.” Ia selalu menyambut kedatangan salib, karena bila ia memiliki salib, ia memiliki Allah. Saudara-saudari, kesengsaraan adalah satu salib, dan kasih karunia adalah Allah sebagai bagian kita untuk kenikmatan kita. Dan kasih karunia ini terutama mengunjungi kita dalam bentuk kesengsaraan.
Setiap kesengsaraan akan menghasilkan ketekunan, dan ketekunan akan menghasilkan tahan uji (Rm. 5:3-4). Ketika suatu kesengsaraan menimpa kita, maka secara otomatis kita berdoa kepada Allah, bahkan membuat kita berdoa dengan tekun. Dan pada akhir doa tersebutlah kita menikmati dan mengalami Allah yang menjadi ketahanan kita sehingga kita menjadi orang yang terus menerus menaruh pengharapan di dalam Allah.

Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus (Gal. 6:14a)

26 September 2010

Roma Volume 2 - Minggu 1 Senin

Berjalan Dalam Damai Serta Berdiri Dalam Kasih Karunia
Roma 5:1-2
Kita hidup dalam damai sejahtera dengan Allah melalui Tuhan kita, Yesus Kristus. Melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam anugerah ini. Di dalam kasih karunia ini kita berdiri ...

Ayat Bacaan: Rm. 3:28; 5:1-2; Luk. 7:50

Alkitab dengan tegas memberi tahu kita, pembenaran manusia di hadapan Allah, bukan karena perbuatan, melainkan karena iman (Rm. 3:28). Kata “iman” di sini berarti percaya kepada Tuhan Yesus dan apa yang telah Dia lakukan untuk kita. Dia telah mati dan berdarah untuk kita, telah menggenapkan penebusan, memuaskan tuntutan kebenaran Allah, supaya Allah dapat menurut kebenaran-Nya membenarkan kita. Dia juga telah bangkit dari kematian supaya kita bisa diperkenan di hadapan Allah.
Melalui kita percaya ke dalam Kristus, maka kita memperoleh pembenaran. Tidak saja demikian, Roma 5:2 mengatakan, “melalui Dia kita juga beroleh jalan masuk oleh iman ke dalam kasih karunia.” Kasih karunia ini adalah ruang lingkup tempat kita berdiri. Karena itu, kita harus tinggal di mana kasih karunia itu berada. Jangan bertanya, kita harus berada di mana? Kita wajib berdiri di dalam kasih karunia. Bila kita merasa bahwa kita telah keluar dari ruang lingkup kasih karunia, segeralah balik ke dalamnya. Kalau kita hampir bercekcok dengan orang lain, dan merasa diri kita telah keluar dari ruang lingkup kasih karunia, hentikan apa yang sedang kita lakukan, kembalilah ke dalam ruang lingkup kasih karunia, dan berdirilah di situ. Kita harus berdoa, “Ya Tuhan, ampunilah aku. Bersihkan aku dengan darah adi-Mu. Bawalah aku kembali ke ruang lingkup kasih karunia.” Jika kita berbuat demikian, saat itu juga kita dikembalikan kepada kasih karunia.
Karena kita telah dibenarkan oleh iman dan berdiri di dalam ruang lingkup kasih karunia, maka kita mempunyai damai sejahtera terhadap Allah melalui Tuhan Yesus Kristus (Rm. 5:1 TL.). Paulus tidak mengatakan, kita berdamai “dengan” Allah, melainkan berdamai “terhadap” Allah. Ini berarti bahwa kita masih berada di jalan yang mengarah kepada Allah. Pembenaran demi iman merupakan pintu masuk, dan memberikan jalan masuk kepada kita ke suatu lapangan luas yang penuh kenikmatan. Begitu kita melewati gerbang pembenaran, kita perlu menempuh jalan damai sejahtera. Kasih karunia adalah untuk tumpuan kita, dan damai sejahtera adalah untuk jalan kita. Berdirilah dalam kasih karunia dan berjalanlah dalam damai sejahtera.

Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan oleh iman kita kepada-Nya (Ef. 3:12)

25 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Minggu

Dibangkitkan karena Pembenaran kita
Roma 4:24-25
... Kepada kitapun Allah memperhitungkannya, karena kita percaya kepada Dia, yang telah membangkitkan Yesus, Tuhan kita, dari antara orang mati, yaitu Yesus, yang telah diserahkan karena pelanggaran kita dan dibangkitkan karena pembenaran kita.

Ayat Bacaan: Rm. 4:24-25; 10:9

Fakta bahwa kita telah dibenarkan oleh Allah dibuktikan oleh kebang-kitan Kristus. Kematian Kristus sepenuhnya memuaskan tuntutan Allah yang benar sehingga kita dapat dibenarkan oleh Allah melalui kematian Kristus. Kebangkitan-Nya adalah sebuah bukti bahwa Allah dipuaskan dengan kematian-Nya demi kita dan bahwa kita dibenarkan oleh Allah karena kematian-Nya. Dalam Kristus yang telah bangkit, kita diterima oleh Allah. Karena itu, Roma 4:25 mengatakan bahwa Kristus telah bangkit karena pembenaran kita. Kristus tidak ada di dalam makam. Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati sebagai sebuah bukti bahwa Allah telah menerima kematian-Nya demi kita dan bahwa kematian-Nya telah memuaskan tuntutan kebenaran Allah.
Roma 10:9 merupakan bukti yang lebih lanjut bahwa kita dibenarkan dalam dan oleh kebangkitan Kristus: “Sebab jika kamu mengaku dengan mulutmu, bahwa Yesus adalah Tuhan, dan percaya dalam hatimu, bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati, maka kamu akan diselamatkan.” Apakah Anda percaya Tuhan mati untuk Anda, atau apakah Anda percaya Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati? Tentu saja, Anda percaya kedua hal tersebut. Tetapi, Anda mungkin terkejut apabila mengetahui tidak ada satu firman pun dalam Alkitab mengatakan bahwa kita harus percaya Tuhan telah mati untuk kita. Tetapi, kita harus percaya bahwa Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati; karena kita mungkin percaya bahwa Tuhan telah mati tetapi tidak percaya bahwa Ia telah dibangkitkan dari antara orang mati. Jika Anda percaya Tuhan telah dibangkitkan dari antara orang mati, hal ini pasti menyiratkan iman Anda dalam kematian-Nya.
Setiap orang percaya bahwa Tuhan telah mati, tetapi masih perlu wahyu untuk percaya bahwa Tuhan telah dibangkitkan. Di dalam Dia yang telah bangkit, kita telah diterima di hadapan Allah. Pembenaran mencakup fakta bahwa Allah telah membangkitkan Kristus, menerima Dia, dan bahwa Allah telah dipuaskan dengan kematian-Nya yang menebus. Haleluya! Kita percaya bahwa Dia telah bangkit bahkan kini Dia hidup di dalam kita!

Sebab, jika pelayanan yang memimpin kepada penghukuman itu mulia, betapa lebih mulianya lagi pelayanan yang memimpin kepada pembenaran. (2 Kor.3:9)

24 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Sabtu

Terhadap Janji Allah Ia Tidak Bimbang
Roma 4:20-21
Tetapi terhadap janji Allah ia tidak bimbang karena ketidakpercayaan...dengan penuh keyakinan, bahwa Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan.

Ayat Bacaan: Rm. 4:21; 14:4; 2Kor. 9:8; 2 Tim. 1:12, 2:13; Ibr. 11:19; 10:23

Kita tahu Allah mengasihi kita. Karena itu, kita tidak ragu bahwa Ia adalah untuk kita. Alkitab menunjukkan kepada kita sedikitnya ada 2 aspek yang berkenaan dengan janji-Nya: “Allah berkuasa untuk melaksanakan apa yang telah Ia janjikan” (Rm 4:21). Allah berkuasa, dan Ia menepati janji-Nya dengan kuasa-Nya. Allah kita bukanlah Allah yang lemah tak berdaya, yang tidak bisa melakukan apa yang telah dijanjikan-Nya. Seandainya demikian, apa gunanya Ia berjanji? Tetapi Allah tidak hanya sangat berkuasa dalam menjadikan sesuatu, Dia juga berkuasa untuk melaksanakan janji-Nya. Apa pun yang telah dijanjikan-Nya, Ia sanggup menepatinya. Pernyataan inilah yang dikatakan Alkitab kepada kita tentang pribadi-Nya. “Karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri” (Rm. 14:4), “Allah sanggup melimpahkan segala kasih karunia kepada kamu” (2 Kor. 9:8), “Dia berkuasa memeliharakan…..” (2 Tim. 1:12), “Abraham menyerahkan Ishak, karena ia tahu bahwa “Allah berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati…” (Ibr. 11:19), inilah semua janji yang pasti akan ditepati-Nya.
Sekalipun seseorang mampu melaksanakannya, tetapi kalau ia tidak menepati perkataannya, janjinya akan sia-sia. “Sebab, Ia yang menjanjikannya setia” (Ibr. 10:23). “Jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya” (2 Tim. 2:13). Allah mau agar semua janji-Nya, setiap perkataan dan setiap kalimat, tergenapi di dalam anak-anak-Nya. Apa pun yang difirmankan-Nya akan Dia tepati. Apa pun yang telah Dia janjikan akan Dia penuhi. Jika janji-Nya merupakan perkataan yang kosong, kita tentu tidak dapat mempercayakan segala sesuatu dan diri kita kepada Allah. Bagaimana kita masih bisa ragu atas apa yang telah Ia janjikan, sedangkan Ia setia dan tidak akan mengingkari perkataan-Nya?
Karena itu saudara-saudara, sekarang marilah kita belajar pelajaran ini. Diri kita bukanlah dasar dari iman. Bila kita lebih mempertimbangkan Allah, kita tidak akan membuat iman sendiri. Iman akan timbul dengan spontan begitu kita berpaling kepada Allah. Ingatlah, diri kita tidak bisa dipercaya bahkan seringkali kita melemahkan diri sendiri. Hanya Allah yang bisa dipercaya.

Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya! (Mrk. 9:23b)

23 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Jumat

Allah yang Membangkitkan dan yang Menjadikan
Roma 4:17
Seperti ada tertulis: “Engkau telah Kutetapkan menjadi bapa banyak bangsa” di hadapan Allah yang kepada-Nya ia percaya, yaitu Allah yang menghidupkan orang mati dan yang menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada.

Ayat Bacaan: Rm. 4:17; Kej. 18:9-15; Mzm. 33:9; Yak. 2:21-23; Ibr. 11:9

Ketika Allah berjanji kepada Abraham bahwa Sara akan melahirkan seorang anak, Sara mendengar ini dan tertawa dalam hatinya seolah hal itu tidak mungkin terjadi. Maka Allah berkata: “Adakah sesuatu apa pun yang mustahil untuk TUHAN?” (Kej. 18:9-15). “Allah adalah Allah yang Mahakuasa” (Kej. 17:1). Allah adalah “Allah yang menghidupkan orang mati dan menjadikan dengan firman-Nya apa yang tidak ada menjadi ada” (Rm. 4:17). “Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada” (Mzm. 33:9). Bagi Dia tidak ada perkara yang mustahil.
Ibrani 11:9 memperlihatkan kepada kita, ketika Abraham mempersembahkan Ishak, dia juga mengenal Allah adalah Allah yang membangkitkan orang mati. la menuruti perintah Allah mempersembahkan Ishak. la nampak Allah bukan hanya Allah Pencipta, tetapi juga Allah yang membangkitkan orang mati. la percaya, meskipun Ishak anaknya mati, Allah pasti akan membangkitkannya. la mengenal Allah adalah Bapa, adalah permulaan segala sesuatu, adalah Allah yang menjadikan dengan firman-Nya segala sesuatu yang tidak ada menjadi ada, Allah yang membangkitkan orang mati, sebab itu ia percaya kepada Allah, ia menengadah kepada Allah. Kejadian pasal 15 mencatat, Abraham dibenarkan karena iman. Di sini, karena perbuatan iman Abraham, Allah membenarkan dia lagi. Yakobus 2:21-23 juga menunjukkan hal ini.
Sekarang, semua perkara Abraham berhubungan langsung dengan Allah, ia tidak langsung berhubungan dengan Ishak. Allah adalah Allah yang membangkitkan orang mati, yang menjadikan sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada, karena itu kita tidak perlu takut. Allah tidak mungkin memerintahkan seorang anak yang berumur tiga tahun untuk memikul pikulan seberat seratus kilogram. Kalaupun Allah memiliki perintah ini, memiliki permintaan ini, Allah pasti bisa menjawab permintaan ini. Saudara saudari, permintaan Allah hari ini adalah permintaan yang mutlak, panggilan Allah hari ini adalah panggilan yang mutlak, tetapi di pihak kita, kita bisa menjawab permintaan ini, janganlah takut. Kita harus percaya kepada Allah yang sama ini, karena Dialah Pencipta yang Mahakuasa, yang menjadikan apa yang tidak ada menjadi ada.

Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati. (2 Kor. 1:9b)

22 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Kamis

Mengikuti Jejak Iman Abraham
Roma 4:12
Dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat.

Ayat Bacaan: Rm. 4:12; Gal. 2:20

Dalam Roma 4:12 Paulus membicarakan tentang orang-orang yang “mengikuti jejak iman Abraham, bapak leluhur kita, pada masa ia belum disunat.” Di sini “mengikuti” bukan tindakan yang biasa, melainkan tindakan yang teratur, yakni berjalan dalam barisan yang tertentu. Dalam hal ini, hidup adalah mengikuti jejak “iman bapa kita Abraham”. Karena itu, mengikuti dalam Roma 4:12 bukan tindakan yang umum, dan biasa, melainkan yang tertentu dan khusus, yakni yang mengikuti jejak iman Abraham. Paulus berpendapat bahwa iman Abraham merupakan suatu barisan, dan kita harus berjalan dan mengikuti jejak Abraham.
Dalam memanggil Abraham keluar dari Ur-Kasdim, Allah membawanya kembali ke pohon hayat. Prinsip pohon hayat ialah bersandar; prinsip pohon pengetahuan ialah merdeka. Datang ke pohon hayat berarti bersandar kepada Allah; berpaling ke pohon pengetahuan berarti meninggalkan Allah. Setiap hari dan setiap saat kita perlu bersandar kepada Allah sebagai hayat kita. Kita tidak mungkin menjauh dari Allah sebagai hayat kita. Karena itu, Abraham dibawa kembali kepada Allah sebagai pohon hayat itu. Ketika Allah menampakkan diri kepadanya, itu pun berarti penampakan pohon hayat. Ketika Abraham meluangkan waktunya di hadapan Allah, ia menikmati pohon hayat. Setiap kali ini terjadi, esens Allah ditransfusikan ke dalamnya. Dengan cara beginilah Allah melatih Abraham sehingga ia seluruhnya ditransfusi, diinfus, diresapi, dan dijenuhi dengan Allah, dengan demikian ia tidak bertindak menurut dirinya sendiri, tetapi menurut diri Allah sendiri.
Kita pun sedang mengalami latihan yang serupa pada hari ini. Allah telah memanggil kita keluar dari kondisi yang jatuh dan membawa kita kembali kepada diri-Nya sendiri, pohon hayat itu. Sekarang kita berada di bawah transfusi, infus, dan penjenuhan-Nya. Kita tidak seharusnya melakukan apa pun seturut diri kita sendiri. Manusia usang kita harus dikerat dan dikuburkan, sehingga Allah bisa menjadi segala sesuatu kita. Kemudian kita bisa berkata dalam realitas, “Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal. 2:20). Itulah kehidupan Abraham.

Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal. (1 Tim. 1:16b)

21 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Rabu

Tanda Sunat sebagai Meterai Kebenaran
Roma 4:11
Dan tanda sunat itu diterimanya sebagai meterai kebenaran berdasarkan iman yang ditunjukkannya, sebelum ia bersunat. Demikianlah ia dapat menjadi bapa semua orang percaya yang tak bersunat, supaya kebenaran diperhitungkan kepada mereka.

Ayat Bacaan: Rm. 4:11; Kol. 2:11-12

Dalam Perjanjian Baru kita dapat melihat makna sunat. Makna rohani dari sunat adalah mengerat/menanggalkan tubuh daging, menolak diri sendiri dan orang lama kita. Kolose 2:11-12 mengatakan, “Dalam Dia kamu telah disunat, bukan dengan sunat yang dilakukan oleh manusia, tetapi dengan sunat Kristus, yang terdiri dari penanggalan tubuh yang berdosa, karena dengan Dia kamu dikuburkan dalam baptisan, dan di dalam Dia kamu turut dibangkitkan juga melalui kepercayaanmu kepada kerja kuasa Allah, yang telah membangkitkan Dia dari orang mati.” Sunat adalah perkara menanggalkan tubuh daging dan orang lama kita; bukanlah perkara pemberesan dosa. Secara sungguh-sungguh, sunat tidak ada sangkut pautnya dengan pemberesan dosa, melainkan perkara disalibkan dan dikubur beserta Kristus.
Sunat merupakan suatu tanda, tanda dibenarkan oleh iman (Rm. 4:11). Tetapi, banyak orang Kristen yang mengabaikan tanda ini. Sekalipun mereka mengerti dan mendeklarasikan bahwa mereka telah dibenarkan melalui iman, namun setelah dibenarkan melalui iman, mereka tidak mempunyai tanda pengakhiran diri sendiri. Bagaimana kita dapat menunjukkan kepada orang lain bahwa kita telah dibenarkan oleh Allah? Kita harus menunjukkan bahwa kita tidak lagi hidup bersandarkan diri sendiri, melainkan hidup bersandarkan Kristus. Dengan demikian kehidupan kita akan menjadi tanda bahwa kita telah dibenarkan yakni jika kita menempuh kehidupan tersalib di dalam kebangkitan Kristus. Misalnya saya adalah seorang yang telah dibenarkan oleh Allah, namun masih hidup, bertindak, bekerja dan berbuat segala sesuatu bersandarkan diri sendiri. Jika demikian, sukar bagi orang lain untuk melihat bahwa kita adalah orang yang telah dibenarkan, bahkan orang lain akan menyangsikan apakah kita telah beroleh selamat. Tetapi, jika kita hidup dengan hayat tersalib, mengesampingkan diri sendiri dan menerima Kristus sebagai hayat, maka tidak seorang pun akan sangsi bahwa kita telah dibenarkan melalui iman. Setiap orang akan berkata, “Puji Tuhan! Tidak dapat diragukan lagi bahwa di sini ada seorang saudara yang telah dibenarkan oleh Allah.” Kehidupan yang mengakhiri diri sendiri merupakan tanda dan cap atas pembenaran kita.

Dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. (Rm. 2:29)

20 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Selasa

Dibenarkan Allah Bukan Berdasarkan Perbuatan
Roma 4:6b-8
Berbahagialah orang yang diampuni pelanggaran-pelanggarannya, dan yang ditutupi dosa-dosanya; berbahagialah manusia yang kesalahannya tidak diperhitungkan Tuhan kepadanya.

Ayat Bacaan: Rm. 4:6-8, 5:1, 10-11; Ef. 2:8-10

Ketika seseorang yang bekerja menerima upahnya, itu bukan hadiah (kasih karunia) melainkan haknya yang wajar. Tetapi jika ada orang yang tidak bekerja/berusaha, hanya percaya kepada Dia yang membenarkan orang dosa, maka imannya diperhitungkan menjadi kebenaran dan sudah bisa diselamatkan. Karenanya Daud berkata: “Berbahagialah orang yang dibenarkan Allah bukan berdasarkan perbuatan(bajik)nya.”
Dalam Efesus 2:8-9 dikatakan bahwa kita diselamatkan karena kasih ka-runia dan iman pemberian Allah, bukan karena usaha perbuatan kita sendiri. Kemudian Efesus 2:10 mengatakan kepada kita bahwa kita telah diselamatkan Allah agar kita melakukan pekerjaan baik yang dipersiapkan-Nya sebelumnya. Jadi kita diselamatkan karena kasih karunia dan iman; sesudah diselamatkan kita harus mempunyai perbuatan baik yang dipersiapkan Allah sebelumnya.
Kita dibenarkan oleh Allah, diselamatkan oleh Allah, bukan karena per-buatan, tetapi karena kasih karunia Allah. Kasih karunia dan perbuatan adalah dua prinsip yang sangat berlawanan. Arti kasih karunia ialah tidak peduli orang tersebut baik atau jahat, bagaimanapun keadaannya, Allah mau menyelamatkannya. Orang tersebut asalnya tidak layak beroleh selamat, tetapi karena belas kasihan, dengan cuma-cuma Allah memberikan kasih karunia keselamatan kepadanya. Sedangkan makna kata perbuatan ialah hanya orang yang baik baru bisa beroleh selamat, orang jahat harus binasa. Dengan kata lain, manusia harus berbuat baik untuk menyelamatkan dirinya sendiri; kalau tidak bisa menyelamatkan dirinya sendiri ia akan binasa. Asalnya, kita tidak saja sebagai orang dosa, tetapi juga sebagai seteru Allah. Melalui kematian Kristus dalam rangka penebusan, Allah telah membenarkan kita, orang-orang dosa ini, dan telah mendamaikan kita, para musuh-Nya ini, kepada diri-Nya sendiri (5:1, 10-11). Hal ini terjadi ketika kita percaya kepada Tuhan Yesus. Kita menerima pembenaran dan pendamaian Allah demi iman. Hal ini membukakan jalan serta memasukkan kita ke dalam alam lingkungan kasih karunia untuk menikmati Allah. Puji syukur kepada Allah! Sebab Dia menyelamatkan kita bukan karena perbuatan kita, melainkan karena kasih karunia yang cuma-cuma.

Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya. (Tit. 3:5)

19 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Senin

Allah Memperhitungkan Sebagai Kebenaran
Roma 4:3
Sebab apakah dikatakan nas Kitab Suci? “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.”

Ayat Bacaan: Rm. 4:3; Kej. 15:6; Rm. 9:16

Roma 4:3 mengatakan, “Lalu percayalah Abraham kepada Tuhan, dan Tuhan memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Ini dikutip Paulus dari Kejadian 15:6, mengacu pada perkara sebelum Abraham berusia delapan puluh lima tahun. Saat itu Allah dalam mimpi berkata kepada Abraham, “Anak kandungmu, dialah yang akan menjadi ahli warismu...”, Abraham percaya Allah, Lalu Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Inilah yang pertama kali. Selanjutnya ketika Abraham sepenuh hati percaya pada apa yang dijanjikan oleh Allah pasti terjadi, maka ini diperhitungkan kepadanya sebagai kebenaran. Sebab itu ia sekali lagi dibenarkan oleh karena iman. Waktunya sudah berselang belasan tahun, Allah masih mengajarkan pelajaran yang sama kepada Abraham yakni pelajaran iman. Pada mulanya, kadar imannya masih mengandung unsur diri sendiri, lewat beberapa tahun, sampai suatu hari, ia sendiri sudah tidak menaruh harapan, namun ia masih percaya, dan Allah sekali lagi memperhitungkan imannya sebagai kebenaran. Allah membawanya sampai ke satu tahap dimana ia benar-benar bisa percaya, inilah hasil pekerjaan Allah di atas dirinya. Di sini kita melihat bahwa “Hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi pada kemurahan hati Allah” (Rm. 9:16).
Setelah Allah memanggil Abraham keluar dari Ur-Kasdim, Allah melatih Abraham untuk beriman kepada-Nya. Percaya kepada Allah berarti beriman ke dalam-Nya, dan bersatu dengan-Nya. Dalam iman ini manusia mengakui dirinya bukan apa-apa, tidak memiliki apa-apa, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Manusia mengakui dirinya harus diakhiri. Jadi, percaya kepada Allah berarti mengakhiri diri kita sendiri dan membiarkan Allah menjadi segala apa adanya diri kita, membiarkan Allah menjadi segala sesuatu yang seharusnya pada diri kita. Sejak kita percaya kepada Allah, kita sudah tidak seharusnya menjadi apa-apa. Kita harus diakhiri seluruhnya, dan membiarkan Allah menjadi segala sesuatu di dalam kita. Itulah makna sunat yang tepat. Tidaklah cukup kalau kita mohon Tuhan menyunat hati kita, sebab sunat yang batiniah dan tepat ialah mengakhiri diri kita dan membiarkan Allah menjadi segala sesuatu kita.

Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab siapa yang berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada. (Ibr. 11:6a)

18 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 3 Minggu

Allah Membenarkan Semua Orang melalui Iman
Roma 3:30
Jika Allah memang satu, Dia akan membenarkan baik orang-orang bersunat melalui iman, maupun orang-orang tak bersunat melalui iman.

Ayat Bacaan: Rm. 5:1, 3:28, 30; Gal. 3:7-9, 24, 2:16

Alkitab dengan tegas memberi tahu kita, pembenaran manusia di hadapan Allah, bukan karena perbuatan, melainkan karena iman. Karena perbuatan adalah bersandar pada apa yang kita lakukan; sedangkan iman adalah bersandar pada apa yang Kristus lakukan untuk kita. Iman adalah percaya kepada Tuhan dan apa yang telah Dia lakukan untuk kita. Meskipun Dia telah mati dan berdarah untuk kita, menggenapkan penebusan dan bangkit dari kematian supaya kita bisa diperkenan di hadapan Allah, tetapi jika kita tidak percaya, apa yang telah Dia lakukan tetap tidak ada hubungannya dengan kita. Kita harus percaya, harus dengan iman bersatu dengan Dia, harus percaya ke dalam-Nya, harus demi iman menerima Dia dan apa yang telah Dia lakukan untuk kita. Demikianlah kita dapat berbagian dalam Dia dan penebusan-Nya, barulah kita dapat berada di dalam Dia, karena penebusan-Nya mendapat pembenaran dari Allah.
Contohnya Abraham, mula-mula dia terpanggil, kemudian dia menjadi orang yang beriman. Dia telah meninggalkan segalanya dan tidak ada jalan lain kecuali bersandar kepada Allah. Dia bersandar kepada Allah karena tidak mengetahui ke mana ia akan pergi. Allah hanya menyuruhnya meninggalkan negeri, sanak saudara, dan rumah bapanya. Dia tidak mengatakan kepada Abraham ke mana ia harus pergi. Ini memaksanya bersandar kepada Allah. Jika kita pelajari sejarah hidup Abraham, kita akan tahu bahwa hidupnya adalah hidup yang bersandar iman. Banyak orang mempunyai kesan yang tidak benar, mengira percaya kepada Tuhan Yesus hanyalah berkata, “Ya Tuhan Yesus, aku percaya kepada-Mu. Aku menerima Engkau sebagai Juruselamatku.” Ini memang benar, tetapi maksud sebenarnya jauh lebih dalam. Maksudnya ialah kita harus mengakhiri diri kita sendiri, mengakui bahwa kita bukan apa-apa, tidak memiliki apa-apa, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tiap langkah dan tiap saat, kita wajib bersandar kepada-Nya. Saya percaya kepada-Nya dan saya percaya akan segala sesuatu yang telah Ia rampungkan bagiku. Saya percaya kepada apa yang dapat Ia lakukan bagi saya dan percaya kepada apa yang akan Ia lakukan bagi saya. Saya bersandar sepenuhnya kepada-Nya.

Tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: “Orang yang benar akan hidup oleh iman. (Gal. 3:11b)

17 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 3 Sabtu

Allah Menunjukkan Keadilan-Nya
Roma 3:25-26
Kristus Yesus menjadi jalan pendamaian melalui iman, dalam darah-Nya... untuk menunjukkan keadilan-Nya, bahwa Ia adil dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus.

Ayat Bacaan: Rm. 3:3-4, 23-26

Tuntutan Allah dalam kitab Roma ada dua kategori, yakni tuntutan keadilan-Nya dan tuntutan kemuliaan-Nya. Dalam Roma 3:23 Paulus dengan jelas mengatakan, “Semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.” Ketika Paulus menulis bagian ini, mungkin ia teringat akan gambaran dari tabut kesaksian, khususnya tutup pendamaian itu. Di bawah tutup pendamaian terdapat hukum Taurat yang menyingkapkan dan menghukum dosa manusia; sedang di atasnya terdapat dua kerub yang mewakili kemuliaan Allah dan yang mengawasi setiap perbuatan manusia. Hukum Taurat yang bersifat menyingkapkan dan menghukum menandakan segala tuntutan keadilan Allah sesuai dengan Taurat itu, sedangkan kerub yang mengawasi menandakan tuntutan kemuliaan Allah sesuai dengan ekspresi-Nya. Kalau semua tuntutan ini tidak dipenuhi, Allah tidak dipuaskan; orang dosa tidak ada jalan untuk menghubungi Allah; Allah pun tidak ada jalan untuk bersekutu dengan manusia. Haleluya, atas darah di atas tutup pendamaian itu! Darah penutup dosa telah dipercikkan di sana, memuaskan tuntutan keadilan hukum Taurat serta kemuliaan Allah.
Di alam semesta ini Tuhan Yesus telah ditetapkan Allah menjadi tempat pendamaian, sehingga semua orang dosa dapat menghampiri Allah berdasarkan Dia. Kita hari ini berada di tempat pendamaian yaitu takhta rahmat di mana kita dapat berjumpa dan berkomunikasi dengan Allah. Taurat ada di bawah tutup pendamaian, tertutup oleh Kristus Sang Pendamai itu. Kemuliaan Allah ada di atas kita dan kemuliaan Allah ini tidak menuntut kita, sebab kita telah berada di atas Kristus. Di atas tutup pendamaian ini kita sama seperti Allah dalam keadilan-Nya. Kita dengan Allah menjadi saling berhubungan, saling memperkenan. Kalau Anda menguji Allah, Anda akan menemukan bahwa Allah seribu persen bahkan sejuta persen benar. Sekarang kita berada di atas Yesus Kristus sebagai tempat perujukan itu. Hukum Taurat kini berada di bawah kaki kita, dan kemuliaan Allah berada di atas kepala kita. Di atas tutup perujukan inilah kita dapat menikmati pembenaran Allah dengan sepenuhnya. Puji Tuhan, Dialah tempat pendamaian kita dan Allah telah membenarkan kita!

Marilah dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia, menerima rahmat dan menemukan kasih karunia... mendapat pertolongan pada waktunya (Ibr. 4:16)

16 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 3 Jumat

Kristus Yesus menjadi Tutup Pendamaian
Roma 3:25a
Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi tutup pendamaian melalui iman, dalam darah-Nya. Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya.

Ayat Bacaan: Kel. 25:17; Luk. 23:44; Ibr. 4:16, 9:26; Yoh. 1:29; Bil. 7:89; 2 Kor. 3:18

Kata “jalan pendamaian” dalam Roma 3:25 mengacu kepada tempat pendamaian, tutup pendamaian. Di dalam Ibrani 4:16, tempat ini disebut takhta kasih karunia. Tempat pendamaian dilambangkan di dalam Keluaran 25:17 oleh tutup penudung dosa pada tabut perjanjian. Selama zaman Perjanjian Lama, dosa-dosa umat Allah belum dihapuskan, melainkan hanya ditutupi dengan darah pendamaian. Dosa-dosa mereka baru dihapuskan ketika Tuhan Yesus Kristus mati di atas salib (Yoh. 1:29).
Misalkan saya meminjam uang kepada seseorang sebanyak satu miliar dolar. Saya terikat hutang dan harus melunasinya. Meskipun mustahil bagi saya untuk melunasi, teman saya yang miliarder tampil dan memberi tahu bahwa ia akan melunasi semua hutang saya, bahkan ia membuatkan sebuah akta perjanjian sebagai jaminan. Begitu akta perjanjian diserahkan dan diterima, saya sudah dapat dibebaskan karena keadilan. Demikian pula halnya, kaum saleh Perjanjian Lama berhutang begitu banyak terhadap Allah, tetapi ada satu akta perjanjian yang menjamin bahwa Kristus akan datang untuk menghapus dosa-dosa yaitu darah pendamaian yang dipercikkan di atas tutup pendamaian. Akta perjanjian ini menutupi semua dosa kaum saleh Perjanjian Lama.
Tatkala Kristus mati di atas salib, akta perjanjian ini telah ditebus-Nya, bahkan dibayar lunas. Allah telah membenarkan kita dengan cuma-cuma, demi kasih karunia-Nya melalui penebusan di dalam Kristus dan melalui iman Yesus (Rm. 3:24, 26). Pada pihak Allah, pembenaran adalah bersandar pada kebenaran-Nya; sedang pada pihak kita, pembenaran ialah karena kasih karunia yang cuma-cuma. Cara Allah menanggulangi kita pada hari ini bukan hanya melewatkan dosa-dosa kita, melainkan membenarkan kita. Allah telah membenarkan kita. Kini oleh kasih karunia-Nya, Kristus sebagai tutup pendamaian menjadi tempat di mana kita dapat berdamai dengan Allah, berjumpa dengan Allah, diinfus dengan Allah, mendengar suara-Nya, mempelajari hasrat hati-Nya, dan menerima visi, wahyu, dan petunjuk bagi kehidupan kita sehari-hari (Bil. 7:89; 2 Kor. 3:18). Mari kita buka hati kita, bersandar darah-Nya datang ke hadirat-Nya, dan menemukan kasih karunia-Nya.

Apabila Musa masuk ke dalam Kemah Pertemuan untuk berbicara dengan Dia, maka ia mendengar suara yang berfirman kepadanya dari atas tutup pendamaian (Bil. 7:89a)

15 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 3 Kamis

Dibenarkan dengan Cuma-cuma melalui Penebusan Kristus
Roma 3:24
Dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma melalui penebusan dalam Kristus Yesus.

Ayat Bacaan: Rm. 3:21-31; Gal. 3:13; 1 Ptr. 2:24; 3:18; 2 Kor. 5:21; Ibr. 10:12; 9:28

Banyak anak-anak Allah hari ini telah ditipu oleh Iblis dengan mengira bahwa dengan berbuat baik baru bisa beroleh selamat. Ketahuilah, sebagaimana kita tidak bisa mendirikan tangga yang mencapai ke surga, demikian juga kita juga tidak bisa melalui berbuat baik memperoleh kasih karunia keselamatan Allah. Kita bukan karena telah mempunyai perbuatan yang baik lalu dibenarkan oleh Allah, namun Roma 3:24 mengatakan, “Oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma.” Betapa jelasnya ayat Alkitab ini! Kita dibenarkan dan diselamatkan oleh Allah, bukan karena perbuatan, tetapi karena kasih karunia Allah. Kasih karunia dan perbuatan adalah dua prinsip yang sangat berlawanan.
Selanjutnya Roma 3:24 mengatakan, “melalui penebusan dalam Kristus Yesus.” Kata “penebusan” berarti membeli kembali suatu barang yang asalnya kita miliki, namun telah hilang. Misalkan Alkitab kita hilang dan kita harus mengeluarkan uang untuk membelinya kembali, itu berarti kita menebus Alkitab tersebut. Jadi, penebusan berarti memperoleh kembali dengan membayar harga. Hal ini sama dengan yang Allah lakukan kepada kita. Dahulu kita adalah milik-Nya, tetapi kita telah hilang. Hal ini membuat kita terlibat ke dalam dosa dan banyak hal lain yang bertentangan dengan keadilan, kekudusan, dan kemuliaan Allah. Sehingga begitu banyak tuntutan yang menimpa diri kita, yang tak mungkin kita penuhi. Harganya terlampau besar! Namun, syukur kepada Allah, karena Dia tidak membiarkan kita, melainkan dengan membayar harga yang tinggi mendapatkan kita kembali. Inilah arti penebusan. Harga yang harus dibayar adalah Kristus harus mati di atas salib untuk menggenapkan pene-busan yang kekal bagi kita (Gal. 3:13; 1 Ptr. 2:24; 3:18; 2 Kor. 5:21; Ibr. 10:12; 9:28). Karena itu kita dengan rendah hati menyadari bahwa kita adalah orang dosa yang tidak mampu berbuat apa-apa, kemudian dengan hati yang percaya dan bersyukur datang menerima kasih karunia yang Allah rampungkan melalui Anak-Nya di atas salib, demikian kita akan beroleh selamat. Ada satu kidung Kristen menulis sukacita keselamatan ini, “Girang kar’na kurnia! Kurnia cuma-cuma! Dengan sempurna ku diampuni demi kurnia!”

Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh keselamatan… (Kis. 15:11)

14 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 3 Rabu

Berbuat Dosa dan Kehilangan Kemuliaan Allah
Roma 3:23
Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah.

Ayat Bacaan: Rm. 3:21-31; 5:12, 19: Yoh. 13:1; Ibr. 7:25

Hari ini siapakah yang dapat berkata bahwa dirinya tidak pernah berbuat dosa? Hampir setiap orang pernah berbohong, mencuri, berpikiran najis, dan melakukan perbuatan yang tidak baik! Dengan kata lain semua manusia pasti pernah berbuat dosa. Hal ini membuat manusia ada pada posisi berdosa, sehingga menghasilkan pengalaman berbuat dosa. Baik dari sudut posisi maupun dari sudut pengalaman, semua manusia mempunyai dosa. Roma 3:23 menyingkapkan kepada kita keadaan manusia di hadapan Allah adalah telah berbuat dosa dan mempunyai dosa. Andaikata ada seorang di dunia ini yang sama sekali tidak pernah melakukan dosa, tetapi di hadapan Allah, ia tetap mempunyai dosa. Hal ini dikarenakan ia adalah keturunan Adam. Adam adalah kepala umat manusia ciptaan Allah dan wakil dari seluruh umat manusia. Karena Adam telah berdosa, berarti semua orang yang telah diwakilinya juga sudah berbuat dosa, sehingga semua umat manusia berada pada kedudukan berdosa di hadapan Allah (Rm. 5:12, 19).
Roma 3:23 juga menyingkapkan lebih lanjut bahwa tujuan Allah terhadap manusia adalah kemuliaan, tetapi dosa telah merusak tujuan itu dengan membuat manusia kehilangan kemuliaan Allah. Bila kita berpikir tentang dosa, kita langsung berpikir juga tentang penghakiman yang mengikutinya; kemudian kita menghubungkannya dengan hukuman dan neraka. Manusia selalu beranggapan bahwa jika ia berbuat dosa, hukuman pasti akan menimpa. Tetapi yang Allah pikirkan ialah kemuliaan yang akan hilang kalau manusia berbuat dosa. Akibat dosa adalah kita kehilangan kemuliaan Allah; sedang akibat penebusan adalah kita kembali memenuhi syarat untuk memperoleh kemuliaan itu.
Saudara saudari inilah kondisi kita yang sebenarnya sebelum percaya ke dalam Tuhan. Kita begitu penuh dosa dan kehilangan kemuliaan Allah, tetapi walaupun demikian Tuhan tetap mengasihi dan menyelamatkan kita sampai pada puncaknya (Yoh. 13:1; Ibr. 7:25). Salah satu bait dari kidung yang ditulis oleh Watchman Nee mengatakan, “Kasih Tuhan dalam, sungguh tak terduga; Orang dosa sep’ri saya, bisa dapat s’lamat.” Kiranya setiap hari hati dan mulut kita penuh pujian serta ucapan syukur kepada Allah atas kasih-Nya.

Demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya. (Yoh. 13:1)

13 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 3 Selasa

Kebenaran Allah karena Iman dalam Kristus
Rm. 3:22
Yaitu kebenaran Allah melalui iman dalam Yesus Kristus bagi semua orang yang percaya. Sebab tidak ada perbedaan.

Ayat Bacaan: Rm. 3:21-31; Ibr. 12:2

Ungkapan “iman dalam Yesus Kristus” dalam Roma 3:22 mengandung arti percaya kepada Yesus Kristus berdasarkan iman-Nya, bukan iman kita, karena kita sendiri tidak mempunyai iman. Yesuslah Pemimpin dan Penyempurna iman kita (Ibr. 12:2). Iman bukanlah penemuan kita dan kita sendiri tidak bisa melahirkan iman, karenanya iman sekali-kali tidak bisa dimulai dari diri kita. Kristus adalah iman kita. Kita percaya kepada Yesus Kristus berdasarkan iman-Nya; bertolak dari iman ini dan memimpin kepada iman ini. Demikianlah kebenaran Allah melalui iman dalam Yesus Kristus diwahyukan kepada semua orang yang percaya.
Banyak anak-anak Allah yang mengeluh dengan sedih, karena mereka tidak mempunyai iman yang besar. Jangankan iman yang besar, bahkan iman yang kecil saja tidak dimiliki! Kita semua sering bertanya kepada diri sendiri, “Adakah aku mempunyai iman?” “Bisakah aku percaya kepada Allah dalam persoalan ini?” “Cukupkah imanku?” Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan itu selalu “Tidak” dan “Aku tidak dapat”! Betapa menyedihkan! Kita sangat ingin bisa memiliki iman yang lebih besar, sehingga kita bisa percaya dan bersandar kepadaNya, tetapi faktanya adalah kita sering mengakui, bahwa kita tidak mempunyai iman. Kita sering berharap dengan berkata, “Jika aku bisa memiliki iman yang lebih besar, segalanya akan baik” atau “Jika imanku seperti iman saudara yang lain itu, maka segalanya akan berjalan dengan baik.” Tetapi mengapa iman kita masih kurang? Permasalahan dari semuanya ini adalah karena kita selalu mengharapkan memiliki iman yang lebih besar di dalam diri kita sendiri, padahal kita bukanlah sumber iman. Karena kita selalu memperhatikan diri kita sendiri, maka semakin kita menyelidiki, kita semakin tidak bisa menemukan iman kita. Jalan agar memperoleh iman adalah kita bertanya kepada Allah. Apakah janji Allah mengenai persoalan ini? Pernahkah kasihNya terhadap Anda berubah? Akankah Ia mengingkari janjiNya? Sanggupkah Ia melaksanakan janjiNya? Dapatkah la dipercaya? Dapatkah Ia disandari? Bila kita memandang diri Allah, maka iman akan timbul dengan spontan dan kita akan makin memiliki iman. Dialah sumber iman kita.

Dari Simon Petrus, hamba dan rasul Yesus Kristus, kepada mereka yang bersama-sama dengan kami memperoleh iman oleh karena keadilan Allah dan Juruselamat kita, Yesus Kristus (2 Ptr. 1:1)

12 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 3 Senin

Sekarang Kebenaran Allah telah Dinyatakan
Roma 3:21
Tetapi sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan, seperti yang disaksikan dalam Kitab Taurat dan Kitab-kitab para nabi.

Ayat Bacaan: Rm. 3:21-22; 1:17; 10:3; Flp. 3:9

Kebenaran Allah ialah hakiki Allah yang menyangkut keadilan dan ketepatan-Nya (Rm. 3:21-22; 1:17; 10:3; Flp. 3:9); dan hakiki Allah di dalam keadilan dan ketepatan-Nya sebenarnya adalah diri Allah sendiri. Di dalam Roma 3:21 dikatakan bahwa kebenaran Allah telah dinyatakan tanpa hukum Taurat, ini berarti kebenaran Allah tidak ada hubungan apa-apa dengan hukum Taurat. Kita tidak akan bisa memperoleh kebenaran Allah melalui hukum Taurat. Hukum Taurat adalah perkara pada zaman Perjanjian Lama. Sekarang tanpa hukum Taurat, kebenaran Allah telah dinyatakan melalui iman dalam Yesus Kristus. Ini berarti bahwa kebenaran Allah bukanlah berdasarkan perbuatan kita, yaitu bukan berdasarkan kita memelihara hukum Taurat, bukan berdasarkan perbuatan baik yang kita lakukan bagi Allah.
Di Inggris, ada seorang hamba Tuhan yang bernama Spurgeon pernah berkata bahwa kalau Tuhan menuntut dirinya berbuat baik untuk bisa beroleh selamat, maka ia tidak akan mau menjadi orang Kristen. Ia lalu memberikan satu perumpamaan: setelah dia banyak berbuat kebaikan, kemudian ia membawa perbuatan baiknya itu ke hadapan Allah, dan bertanya kepada-Nya, apakah perbuatan baiknya ini sudah dapat menyelamatkan dia. Maka Allah akan menggelengkan kepala dan berkata, “Apa yang kamu perbuat masih kurang!” Dan hal ini berlangsung berulang-ulang. Kemudian dia berkata, “Kalau berkali-kali Allah masih tidak puas, bagaimana aku bisa tahu bahwa pada akhirnya aku akan beroleh selamat, mungkin sampai meninggal aku masih belum beroleh selamat? Bukankah ini sangat kasihan dan sia-sia belaka!
Hari ini banyak orang bertanya ,”Apakah orang beroleh selamat karena berbuat baik?” Orang dunia akan menjawab, “Ya.” Tetapi Allah dalam Alkitab menjawab, “Tidak.” Kita harus mendengarkan apa yang Allah katakan kepada kita. Jangan mengira bahwa kalau kita bisa berbuat baik, maka bisa beroleh selamat. Kita harus mengetahui bahwa Allahlah yang berkuasa dalam hal ini. Hal ini sama seperti seorang negro, tidak peduli bagaimana diberi bedak, atau dicat putih seluruh tubuhnya, dia tetap orang negro (Yer. 13:23). Karena itu jangan bersandar perbuatan kita!

Sebab karena anugerah kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah (Ef. 2:8)

11 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 2 Minggu

Justru oleh Hukum Taurat Orang Mengenal Dosa
Roma 3:20
Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa

Ayat Bacaan: Rm. 3:20, 28, 7:7; Yes. 64:6; Gal. 3:23-24

Ada orang yang percaya bahwa untuk menyenangkan Allah, seseorang harus memelihara hukum Taurat. Namun Alkitab mengatakan bahwa “Manusia dibenarkan . . . bukan karena melakukan hukum Taurat” (Rm. 3:28). Dibenarkan adalah benar menurut standar keadilbenaran Allah, sedangkan “melakukan hukum Taurat” adalah perbuatan-perbuatan baik yang dilakukan oleh manusia untuk memelihara hukum Taurat. Roma 3:20 memberi tahu kita bahwa seseorang tidak akan pernah benar menurut standar Allah dengan melakukan hukum Taurat. Bahkan dalam Yesaya 64:6 mengatakan bahwa segala keadilbenaran (kesalehan, LAI) kita seperti kain kotor di hadapan Allah. Lalu apa tujuan Allah memberikan hukum Taurat? Tujuan Allah dalam memberikan hukum Taurat ialah untuk menggunakannya sebagai wali atau penuntun yang menjaga umat-Nya hingga kedatangan Kristus (Gal. 3:23-24).
Hukum Taurat juga membuat manusia mengenal dosa. Kalau tidak ada hukum Taurat, manusia akan terus melakukan dosa namun tidak mengakui itu dosa. Manusia akan memaafkan dosanya sendiri. Akan tetapi hukum Taurat menetapkan dosa itu sebagai dosa. Menurut Roma 7:7, “Justru melalui hukum Taurat aku telah mengenal dosa”. Dalam ayat ini Paulus mengatakan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan “Jangan mengingini (tamak)”, dia juga tidak tahu apa itu tamak. Kita dapat menarik kesimpulan, yaitu begitu hukum Taurat itu menyatakan fungsinya, kita dapat mengenal dosa.
Puji Tuhan! Kristus telah datang, hukum Taurat telah berlalu. Satu-satunya cara agar kita dapat terlepas dari hukum Taurat dan menerima penebusan serta penyelamatan Kristus adalah oleh iman. Melalui berdoa dan menyeru nama-Nya, “Tuhan Yesus, aku percaya kepada pekerjaan-Mu di atas salib. Aku percaya bahwa Engkau telah mati untuk dosa-dosaku. Aku percaya bahwa Allah dipuaskan dengan pekerjaan-Mu yang sempurna. Aku percaya bahwa Engkau dapat menyelamatkan aku dengan hayat kebangkitan-Mu dan membebaskan aku dari sifat dosaku. Aku menerima dan menyambut-Mu. Haleluya! Aku diselamatkan!” Jika kita berdoa dan menyatakan dengan cara demikian, kita pasti ditebus dan diselamatkan.

Jadi hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena iman. (Gal. 3:24)

10 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 2 Sabtu

Mereka Semua Ada di Bawah Kuasa Dosa (Tanpa Pengharapan)
Roma 3:9b-10
Sebab di atas telah kita tuduh ... bahwa mereka semua ada di bawah kuasa dosa, seperti ada tertulis: “Tidak ada yang benar, seorangpun tidak”

Ayat Bacaan: Rm. 3:10-19

Dalam Roma 3:10-19, Paulus menggambarkan kondisi seluruh umat manusia yang jatuh dalam dosa dan situasi dunia yang tak berpengharapan. Tidak ada seorang pun yang mencari Allah dan tidak ada seorang pun yang mengenal Allah (Rm. 3:11). Semua orang telah berpaling dari Allah dan menjadi tidak berguna (Rm. 3:12). Tidak ada seorang pun yang benar dan tidak ada yang berbuat baik (Rm. 3:10,12). Alkitab memperlihatkan kepada kita bahwa semua orang berada di bawah kuasa dosa. Penyebabnya adalah di dalam semua orang terdapat satu hayat yang berdosa, dan hayat berdosa ini berasal dari Iblis. Mungkin kita berkata, “Aku tidak pernah membunuh orang”. Tetapi apakah di dalam kita tidak pernah membenci orang? Membenci orang adalah benih membunuh orang, membunuh orang adalah buah dari membenci orang. Ketika orang lain menyanjung kita, berlaku baik kepada kita, tentu kita tidak akan membencinya. Tetapi kalau orang itu me-rugikan kita, atau berbuat jahat kepada kita, merepotkan kita, mengganggu kita, tidakkah kita segera membencinya? Setiap orang yang mengenal diri sendiri akan mengakui bahwa dirinya sangat mudah memiliki angan-angan membenci orang. Semuanya ini membuktikan kita memiliki sifat dosa.
Orang dunia hari ini, tidak peduli siapa dia, semua berada di bawah kendali dosa. Karena itu, setiap orang rebah di bawah penghukuman Allah (Rm. 3:19). Seandainya kita belum beroleh selamat, di manakah kita? Bagaimana keadaan kita? Kita akan kehilangan pengharapan sama sekali dan juga berada di bawah penghukuman Allah. Tidak peduli kita siapa, sedang mengerjakan apa, dan memiliki apa, kita berada di bawah penghukuman keadilan Allah. Kita semua tahu bahwa kita memerlukan keselamatan Allah. Kita memerlukan Tuhan Yesus dan penebusan-Nya. Bagaimana kita bisa mendapatkan penyelamatan dari Tuhan Yesus? Sangat sederhana sekali, hanya ada tiga hal: Pertama, harus mengakui diri sendiri adalah orang yang berbuat dosa, memiliki dosa, harus dihukum, harus binasa. Kedua, harus percaya Tuhan Yesus sebagai Juruselamat hayat kita. Ketiga, sejak percaya Tuhan Yesus, kita harus mengikuti-Nya, menuruti firman-Nya, dan menerima kebenaran-Nya.

Siapa saja yang mengikut Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan, melainkan ia akan mempunyai terang kehidupan. (Yoh. 8:12b)

09 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 2 Jumat

Orang Yahudi yang Sejati dan Sunat di dalam Hati
Roma 2:29
Tetapi orang Yahudi sejati ialah orang yang tidak tampak keyahudiannya dan sunat sejati ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara harfiah. Pujian bagi orang seperti itu datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.

Ayat Bacaan: Rm. 2:17-18,29; 3:2; Yoh. 5:39-40; Gal. 1:4

Di bumi ini, tidak ada satu agama pun yang lebih baik daripada agama Yahudi, karena agama ini murni dan dibentuk menurut Firman Allah yang suci. Hukum Taurat yang Allah berikan melalui Musa adalah dasar agama Yahudi. Karena inilah, orang Yahudi bergairah atas perkara-perkara yang agamis dan tradisi-tradisi, tetapi bukan atas Kristus. Kita dapat melihat dalam keempat kitab injil, ketika Tuhan Yesus datang, Ia datang sebagai Sang yang telah dinubuatkan oleh Perjanjian Lama namun para agamawan Yahudi menentang Sang Hidup ini menurut agama mereka.
Secara prinsip, situasi itu sama dengan hari ini. Banyak sekali orang Kristen yang hanya memperhatikan agama dan tradisi, namun mereka tidak memperhatikan Kristus, Persona yang hidup ini. Mereka hanya memiliki sebutan yang di luar saja (Rm. 2:17). Berusaha mengenal Allah dalam pengetahuan luaran saja, hanya berdasarkan huruf luaran (Rm. 2:17-18). Memiliki Alkitab namun kekurangan realitas batiniah dalam roh (Rm. 3:2). Yohanes 5:39-40 Tuhan Yesus berkata kepada ahli-ahli agama Yahudi, bahwa mereka menyelidiki kitab suci untuk mendapatkan pengetahuan, namun tidak mau datang kepada Tuhan untuk memperoleh hidup itu. Pada hari ini banyak orang Kristen yang demikian. Roma 2:29 menyiratkan bahwa apa pun hakiki kita, apa pun yang kita lakukan, dan apa pun yang kita miliki, semuanya haruslah di dalam roh. Itu bukan agama, melainkan realitas rohani.
Kita harus meninggalkan agama jauh-jauh, jangan mempunyai sangkut paut apa pun dengannya. Yang kita perlukan adalah Persona yang hidup. Kristus berlawanan dengan agama berikut hukum Tauratnya. Untuk menyelamatkan kita dari zaman religius yang jahat yang sekarang ini, Kristus telah menye-rahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita (Gal. 1:4). Hal ini menunjukkan bahwa Kristus mati untuk menyelamatkan kita dari agama Yahudi. Menjadi orang Kristen berarti menjadi orang yang diduduki oleh Persona yang hidup, bukan oleh agama. Kita perlu berdoa, agar kita dapat lebih banyak memperhatikan Persona yang hidup ini daripada perkara-perkara yang lain bahkan daripada kehidupan gereja, sehingg kita takkan menjadi suatu tradisi.

Dalam hal ini tidak ada lagi...orang bersunat atau orang tak bersunat ... tetapi Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu. (Kol. 3:11)

08 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 2 Kamis

Suara Hati Turut Bersaksi
Roma 2:15
Sebab dengan itu mereka menunjukkan bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.

Ayat Bacaan: 2 Kor. 1:12; Yos. 14:8; Ul. 1:36

Pada mulanya manusia hidup di hadapan Allah, memiliki terang Allah, dan tidak memerlukan penerangan yang lain. Namun, ketika manusia jatuh ke dalam dosa, manusia jatuh ke dalam keadaan yang gelap. Sejak saat itu, ada suatu penghalang antara manusia dengan Allah. Alkitab memperlihatkan kepada kita bahwa Allah mengambil langkah yang pasti untuk memulihkan manusia ke dalam terang, dengan jalan mengaktifkan fungsi hati nurani manusia. Allah memakai hati nurani manusia, sebagai perwakilan-Nya dalam menerangi manusia. Ini sama dengan lampu yang bersinar ketika langit mulai gelap. Karena itu, mendengarkan suara hati nurani adalah jalan pembatasan terhadap dosa dan kejahatan.
Meskipun setiap manusia memiliki hati nurani. Tetapi hati nurani orang Kristen memiliki perasaan yang sangat kaya, karena hati orang Kristen adalah hati yang baru, yang telah dilunakkan, diperbaharui oleh Allah, dan dipenuhi hayat dan sifat Allah. Karena itu suara hati nuraninya sangat limpah! Dalam 2 Korintus 1:12 Paulus berkata, “Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah…” Di sini Paulus mengatakan bahwa yang mereka megahkan adalah kesaksian dari hati nurani mereka atas cara hidup dan perilaku mereka. Ia hidup dan bekerja hanya di dalam Allah.
Hati nurani adalah satu organ roh yang ajaib dan kita wajib mendengarnya. Sekalipun dokter-dokter tidak bisa menentukan letaknya, namun tak seorang pun dapat menyangkal bahwa kita mempunyai hati nurani. Hati nurani kita mengawasi kita terus-menerus. Saat Anda berbantahan dengan orang tua Anda, segera hati nurani Anda berkata, “Jangan berbuat demikian.” Jika Anda melukai orang tua Anda, hati nurani Anda akan merisaukan Anda selama tiga malam. Setiap suami yang bermaksud menceraikan istrinya juga akan ditegur oleh hati nuraninya. Setiap orang mempunyai hati nurani. Ini perkara besar. Dalam kehidupan orang Kristen yang normal, kita wajib memperhatikan hati nurani kita dengan sepatutnya.

Saudara-saudaraku yang kekasih, jikalau hati kita tidak menuduh kita, maka kita mempunyai keberanian percaya untuk mendekati Allah. (1 Yoh. 3:20)

07 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 2 Rabu

Allah Menyerahkan Mereka
Roma 1:24
Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka.

Ayat Bacaan: Rm. 1:23-31, 8:6; Mzm. 51:12; Kis. 2:21

Dalam Roma 1:23-31, kita melihat tiga kali Allah menyerahkan manusia. Pertama, Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka, karena manusia telah menggantikan kemuliaan Allah dengan gambaran yang mirip dengan manusia dan hewan-hewan yang bertubuh fana (Rm. 1:23-24). Kedua, Allah menyerahkan mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sehingga mereka saling mengaibkan tubuh mereka satu sama lain, karena manusia telah menggantikan kebenaran Allah dengan berhala-berhala yang dusta dan palsu (Rm. 1:25-27). Dan karena mereka tidak mau mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga pikiran mereka penuh keserakahan, pembunuhan, perselisihan, dan tipu muslihat (Rm. 1:28-31). Ketika manusia tidak mempedulikan Allah, ia memaksa Allah untuk meninggalkan dirinya, sehingga Allah menyerahkannya kepada kecemaran, hawa nafsu yang memalukan, dan pikiran-pikiran yang terkutuk, yang akibat selanjutnya adalah percabulan (Rm. 1:24, 26-27).
Saudara saudari, Allah tidak pernah sekalipun meninggalkan kita. Tetapi kalau kita meninggalkan Allah, artinya kita sedang memaksa Allah meninggalkan kita. Kapankah kita meninggalkan Allah? Yaitu ketika kita mengabaikan perasaan hayat di batin kita. Perasaan hayat ini merupakan perasaan ilahi yang ditambahkan ke dalam kita melalui kelahiran kembali. Hari ini, banyak orang Kristen yang tidak memperhatikan perasaan hayat mereka. Mereka melakukan hal-hal duniawi tanpa malu, bahkan menyetujui perkara-perkara dosa yang memalukan, karena roh mereka terlalu lemah. Itulah sebabnya, setelah diselamatkan, setiap hari kita harus melatih roh kita untuk berdoa dan berseru kepada-Nya dan menaati setiap perasaan hayat di dalam kita. Selain itu ingatlah, bahwa dibiarkan oleh Allah adalah kondisi yang paling mengerikan. Karena itu, kita harus dengan rendah hati berkata kepada-Nya, “Ya Allahku, kalaupun aku melepaskan Engkau, janganlah Engkau melepaskan aku. Ya Allahku, belas kasihanilah aku, janganlah meninggalkan aku.”

Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku (Mzm. 51:13)

06 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 2 Selasa

Tidak Memuliakan Dan Bersyukur Kepada-Nya
Roma 1:21
Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya. Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap.

Ayat Bacaan: Rm. 11:36; 1 Ptr. 4:11; 1 Tes. 5:18; Kol. 1:11

Meskipun manusia tahu ada Allah, namun mereka mencobai Allah de-ngan sengaja memutuskan tidak mau mengenal Dia, dan tidak mau menyembah Dia. Apakah yang disebut menyembah? Menyembah adalah memuliakan Allah, tunduk kepada Allah dan berkata, ”Demikianlah jalan Allah bekerja di atas diriku, saat ini aku memuliakan Allah.” Saudara saudari, hanya orang yang tunduk kepada Allah, baru bisa benar-benar memuliakan Allah. Jika kita sombong, kita tidak bisa memberikan kemuliaan kepada Allah. Orang yang sombong akan selalu berkata, ”Inilah aku! Untung aku berbuat demikian, untung aku berkata demikian.” Orang yang sombong selalu mencuri kemuliaan Allah untuk dirinya sendiri dan tidak bisa memuliakan Allah.
Pembatasan atas kejahatan dan dosa adalah ketika kita memuliakan Allah melalui ucapan-ucapan syukur kita. Sepanjang usia pelayanan kita, kita perlu terus menerus memuliakan dan menyembah Dia, “Ya Allah, aku bersyukur kepada-Mu, aku memuji-Mu, inilah pekerjaan-Mu” (1 Ptr. 4:11). Bahkan pada saat tertindas oleh sifat buruk kita, jika kita terus menerus memuji dan bersyukur kepada-Nya, niscaya kita akan terlepas dari sifat buruk itu (1 Tes. 5:18). Ketika hendak marah, kita dapat berkata, “Aku mau melayani Tuhan, aku tidak punya waktu untuk marah. Oh, Tuhan, aku bersyukur kepada-Mu karena Engkau melayakkan aku melayani-Mu.” Jika kita mempraktekkan ini, kita akan terlepas dari ego dan sifat-sifat buruk kita.
Grace, 8 tahun, anak sulung perempuan Hudson Taylor yang paling ia sayangi, yang sangat elok dan pandai, meninggal di atas sebuah gunung, di Hangchow, karena penyakit Hydrocephalus (otak berair). Pada tanggal 15 Agustus 1867, ketika penyakit Grace sedang gawat-gawatnya, Hudson Taylor menulis surat kepada Saudara Park, “Saudaraku yang kekasih, saat ini aku duduk di tepi tempat tidur Grace kecil yang sangat kukasihi, yang akan meninggal dunia, dan aku menulis beberapa perkataan kepadamu. Menurut daging, sungguh hati kami tidak tahan menghadapi pukulan ini, tetapi Allah adalah kekuatan di dalam hatiku” (Kol. 1:11). Ia menerima keadaan itu, sujud menyembah di hadapan Allah dan memuliakan Allah.

Ucapkanlah syukur dalam segala hal, sebab itulah yang dikehendaki Allah di dalam Kristus Yesus bagi kamu. (1 Tes. 5:18)

05 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 2 Senin

Menindas Kebenaran dengan Kelaliman
Roma 1:18
Sebab murka Allah dinyatakan dari surga atas segala kefasikan dan kelaliman manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman.

Ayat Bacaan: Mzm. 14:1; Hos. 6:3, 6; Ef. 1:17; Kol. 1:10

Roma 1:18 mengatakan, Allah murka atas segala kefasikan dan kela-liman manusia yang menindas kebenaran. Kebenaran di sini bukan mengacu kepada suatu doktrin melainkan suatu realitas. Dalam alam semesta ini, Allahlah realitas. Mengatakan tidak ada Allah sama dengan berdusta. “Orang bebal berkata dalam hatinya: ‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat baik” (Mzm. 14:1). Sepanjang jaman, manusia tidak menghormati Allah, bahkan menindas realitas Allah dengan perkara-perkara yang lalim. Di televisi dan surat kabar banyak memuat perkara yang jahat dan memalukan. Tanpa Allah, manusia menjadi tidak bermoral dan layak mendapatkan murka Allah.
Suatu kali, Watchman Nee memberitakan Injil di suatu universitas. Ia berkata, semua orang ateis adalah orang yang tidak bermoral. Mendengar itu, mahasiswa ateis marah dan menggosok-gosokkan sepatu mereka di lantai, untuk mengganggu pemberitaan Injil itu. Hari keempat, wakil dekan memberi tahu Saudara Nee, bahwa mereka akan melakukan kekerasan untuk meng-hentikan pemberitaan Injil. Lalu seseorang di sana berkata, “Tuan Nee berkata, orang yang tidak mempunyai Allah adalah orang yang tidak bermoral. Ini benar! Kalau bermoral, mana mungkin ketika orang berkhotbah, mereka malah mau melakukan kekerasan? Jika tanpa Allah, manusia memang tidak bermoral!”
Hari ini, di dalam dunia, manusia menindas kebenaran dan menolak Allah. Namun di dalam gereja pun banyak orang yang menindas kebenaran. Mereka adalah orang-orang yang tidak memiliki persekutuan yang baik dengan Allah, menghabiskan waktu mereka tanpa berdoa atau membaca Alkitab. Jika kita memakai waktu kita dengan sembarangan untuk menuruti kesenangan kita, tanpa melibatkan Allah, sesungguhnya kita menempuh kehidupan yang lalim, yang tanpa Allah. Allah damba menggarapkan Diri-Nya sendiri ke dalam kita, maka Dia mengaruniakan dua hadiah terbesar kepada kita, yaitu Alkitab dan Roh Kudus. Keperluan kita hari ini adalah menikmati dua hadiah terbesar ini! Kita perlu membaca Alkitab secara berurutan, supaya kita mengenal setiap wahyu Allah dan mendoa-bacakannya, agar kita tetap hidup sesuai kebenaran.

Dan meminta kepada...Bapa yang mulia itu, supaya Ia memberikan kepadamu Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar (Ef. 1:17)

04 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 1 Minggu

Bertolak dari Iman dan Memimpin kepada Iman
Roma 1:17
Sebab di dalamnya nyata kebenaran Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan beroleh hidup dan hidup oleh iman.” (Tl.)

Ayat Bacaan: Rm. 1:17; Gal. 2:20; Ibr. 10:38

Kebenaran Allah dalam ayat ini mengacu kepada keadilbenaran Allah. Keadilbenaran Allah adalah aspek yang sangat penting dari kebenaran Injil dan merupakan dasar kita untuk diselamatkan. Sebab di dalamnya dinyatakan pembenaran oleh Allah, yang bertolak dari iman dan memimpin kepada iman, seperti ada tertulis: “Orang benar akan hidup oleh iman” (Rm. 1:17). Ini berarti selama kita memiliki iman, kita memiliki keadil-benaran Allah. Syarat dari keselamatan adalah iman, selain iman, tidak ada syarat yang lain karena semua persyaratan telah dipenuhi oleh kematian Anak-Nya. Kita hanya perlu menerimanya demi iman.
Iman adalah diri Kristus sendiri. Galatia 2:20 mengatakan bahwa kita hidup oleh iman dalam Anak Allah. Asal kita memiliki iman, maka keadilbenaran Allah akan dinyatakan dari iman dan memimpin kepada iman. Sekalipun kita berusaha membuang iman kita, kita tidak akan sanggup melakukannya, sebab iman itu telah masuk ke dalam kita. Jangan mengatakan bahwa kita tidak memiliki iman. Asalkan kita berseru, “O, Tuhan Yesus, aku mengasihi Engkau. O, Tuhan Yesus, Engkau sungguh baik”, maka kita segera beroleh iman. Kita percaya kepada Yesus Kristus berdasarkan iman-Nya; bertolak dari iman ini dan memimpin kepada iman ini.
Prinsip kehidupan orang Kristen adalah hidup oleh iman. Allah mau supaya kita mendapatkan keadilbenaran-Nya di dalam iman, bukan dalam perasaan. Ibrani 10:38 berkata, “Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya”. Jika kita hidup oleh iman, sikap kita haruslah: “Sepenuh hati menuntut perkenan Allah, mutlak tidak mengundurkan diri.” Dalam hal membaca Alkitab, meski adakalanya terasa tidak ada selera, tetap tidak mundur. Dalam hal berdoa, meski terkadang tidak ada hasilnya, tetap tidak mundur. Dalam hal bersaksi, meski terasa tidak ada kekuatan, tetap tidak mundur. Terkadang terasa berada dalam gua, tidak ada terang, tetap tidak mundur! Tak peduli bagaimana perasaan luaran kita, kita tetap tidak mau mundur! Ingatlah, orang benar akan hidup oleh iman, bukan oleh perasaan.

Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu kepada kesempurnaan. (Ibr. 12:2a)

03 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 1 Sabtu

Kekuatan Allah yang Menyelamatkan Semua Orang
Roma 1:16
Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani.

Ayat Bacaan: Rm. 1:17, 3:21-22, 10:3; Flp. 3:9; Mzm. 89:15

Injil Allah adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan dengan sempurna, lengkap, dan kekal. Mengapa Injil ini demikian berkekuatan? Sebab di dalamnya nyata keadilbenaran Allah (Rm. 1:17). Keadilbenaran Allah itu adalah apa adanya Allah dalam hal keadilan dan kebenaran (Rm. 3:21-22; 1:17; 10:3; Flp. 3:9). Menurut keadilbenaran Allah, kita harus dihukum mati. Tetapi melalui kematian Tuhan Yesus, tuntutan keadilbenaran Allah digenapkan. Keadilbenaran adalah satu pengikat yang kuat dan tidak dapat berubah. Allah berada di dalam ikatan ini untuk menyelamatkan kita. Allah tidak dapat mengelak, Ia harus menyelamatkan kita. Madame Guyon pernah mengatakan bahwa sekalipun Allah hendak berubah pikiran (hati) mengenai keselamatan-Nya, Allah tidak dapat melakukannya, karena keadilbenaran ini adalah ikatan mahabesar yang kuat. Allah tidak bisa melarikan diri—Dia harus menyelamatkan kita. Mazmur 89:15 berkata, “Keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Mu.” Jika keadilan Allah dapat disingkirkan, takhta-Nya akan runtuh.
Di dalam surat Roma, arti keselamatan mencakup berbagai aspek. Ke-selamatan bukan hanya berarti menyelamatkan kita dari hukuman Allah dan dari api neraka. Keselamatan ini juga berarti kita diselamatkan dari sifat-sifat alamiah kita, kegemaran kita, ego kita, sifat senang menonjolkan diri, memecah belah, dari hal-hal yang tidak patut pada diri kita, dari hal-hal yang menyebabkan kita tidak kudus, dan sebagainya. Keselamatan ini adalah agar kita diserupakan dengan Dia, dimuliakan, diubah, dapat dibangun bersama anggota lainnya menjadi satu Tubuh, dan tidak menyendiri dalam menempuh kehidupan gereja. Injil Allah adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan dengan sempurna, lengkap, dan kekal. Inilah kekuatan Allah bagi semua orang yang percaya. Walaupun manusia telah jatuh dan rencana Allah telah dirusak, Allah masih mengasihi manusia dan tidak berubah dari tujuan-Nya. Maka, Allah mengambil tindakan untuk menyelamatkan manusia agar tujuan kekal-Nya dapat terampungkan. Tindakan ini adalah keselamatan-Nya yang penuh. Puji Tuhan! Kita diselamatkan karena kekuatan keadilbenaran Allah yang diwahyukan di dalam Injil-Nya.

Jadi janganlah malu bersaksi tentang Tuhan kita … melainkan ikutlah menderita bagi Injil-Nya oleh kekuatan Allah. (2 Tim. 1:8)

02 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 1 Jumat

Aku Berhutang kepada Semua Orang
Roma 1:1, 14
Dari Paulus, hamba Kristus Yesus, yang dipanggil menjadi rasul dan dikuduskan untuk memberitakan Injil Allah... Aku berhutang baik kepada orang Yunani, maupun kepada orang bukan Yunani...

Ayat Bacaan: Rm. 1: 1, 14; 1 Kor. 9:16

Dalam Roma 1:14 Paulus berkata bahwa dia adalah seorang yang berhutang Injil. Dia tidak berhutang kepada perorangan, melainkan berhutang kepada orang Yahudi, kepada orang Yunani; ia berhutang kepada umat manusia. Memberitakan Injil adalah sama seperti membayar hutang. Jika kita berhutang kepada orang dua ratus ribu, kita akan memikul beban ini setiap waktu sampai suatu hari kita melunasi hutang ini barulah kita merasa lega. Terhadap pemberitaan Injil, Paulus juga mempunyai perasaan ini.
Hari ini kita juga adalah orang-orang yang berhutang Injil. Untuk membayar hutang Injil ini, mau tidak mau kita harus memberitakan Injil. Yang paling utama dalam memberitakan Injil ialah kita harus mempunyai beban. Setiap kali kita mengingat bahwa ada anak-anak kita, orang tua kita, anggota keluarga kita, dan teman-teman terkasih yang masih belum menerima Injil, kita harus rela memikul beban dan tanggung jawab untuk memberitakan Injil kepada mereka. Beban yang di dalam kita inilah yang menjadi motivasi dan kekuatan kita, sehingga kita mempunyai satu tekad untuk memberitakan Injil. Seolah-olah kita sudah tergila-gila, tidak mempedulikan apa pun, tidak takut kepada siapa pun; hanya tahu memberitakan Injil.
Jika kita mau Injil tersalurkan dari diri kita, tidak tertahan pada diri kita, maka roh kita harus menyala-nyala, penuh dengan beban Injil. Bahkan hati kita cemas, melihat orang lain di dalam kegelapan, dosa, dan kebinasaan. Baik beban maupun roh Injil ini dapat kita peroleh dari doa. Kita perlu berdoa dengan ngotot agar roh Injil dalam kita dibarakan. Berdoalah, mohon pimpinan Tuhan dan mulailah menulis nama teman-teman Injil kita. Lihatlah di antara puluhan teman kita atau anggota keluarga kita yang belum beroleh selamat, Tuhan memberi beban kepada kita berdoa untuk siapa terlebih dahulu, semakin banyak doa semakin baik. Jika di dalam kita sudah ada beban dan roh Injil yang sedemikian, dengan otomatis kita akan mempunyai sikap yang serius terhadap Injil. Inilah yang harus kita tuntut dan minta dari Tuhan. Kita harus berusaha sebisanya memberitakan Injil kepada orang-orang yang kita kenal dan yang dekat dengan kita untuk membayar hutang Injil kita.

Karena jika aku memberitakan Injil, aku tidak mempunyai alasan untuk memegahkan diri. Sebab itu adalah keharusan bagiku. Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil. (1 Kor. 9:16)

01 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 1 Kamis

Melayani Allah di dalam Roh dalam Injil Anak-Nya
Roma 1:9
Karena Allah, yang kulayani di dalam rohku dalam pemberitaan Injil tentang Anak-Nya, adalah saksiku bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu. (Tl.)

Ayat Bacaan: Mat. 3:2; 4:17; 28:19; Luk. 10:1; Rm. 1:9-15

Perjanjian Baru dimulai dengan pemberitaan injil. Sebelum Tuhan Yesus datang, pekerjaan Yohanes Pembaptis tidak hanya membaptis orang, tetapi juga memberitakan Injil, menyelamatkan orang dosa dan membawa mereka kepada Kristus (Mat. 3:2). Kemudian Tuhan Yesus datang. Dia juga menginjil (Mat. 4:17). Karena itu Lukas 8:1 mengatakan “Tuhan berjalan berkeliling dari kota ke kota dan dari desa ke desa memberitakan Injil Kerajaan Allah.” Tidak hanya demikian. Tuhan Yesus juga mengutus dua belas murid untuk melakukan hal yang sama seperti yang Dia lakukan (Mat. 10:5), tujuh puluh murid untuk pergi ke setiap kota dan tempat yang hendak dikunjungi-Nya (Luk. 10:1). Setelah kebangkitan-Nya, Tuhan mengutus semua murid-Nya, menyuruh mereka menjadikan semua bangsa murid-Nya (Mat. 28:19).
Hari ini setiap orang Kristen adalah murid-murid Tuhan. Dan pelayanan kita yang paling mendasar sebagai orang Kristen adalah memberitakan Injil. Dalam Roma 1:9-15, Paulus memberitahukan kita ada tiga hal mendasar yang perlu kita perhatikan di dalam memberitakan Injil. Pertama, kita perlu memberitakan Injil di dalam roh kita (Rm. 1:9, Tl.). Semua orang Kristen percaya bahwa untuk memberitakan Injil kita perlu di dalam Roh Kudus. Namun, di sini Paulus mengatakan bahwa kita perlu memberitakan Injil Allah di dalam roh insani kita yang telah dilahirkan kembali dan dihuni oleh Roh Kudus. Ketika kita memberitakan Injil, kita tidak seharusnya bersandar pada cara-cara manusia, tetapi kita harus memakai roh kita. Kedua, kita perlu banyak berdoa (Rm. 1:9). Kita perlu mendoakan jiwa-jiwa dan Injil yang diberitakan. Jika tidak berdoa, takkan ada buah yang dapat dihasilkan dalam penginjilan tersebut. Ketiga, kita harus memberitakan Injil dengan tekun (1:13-15). Jika kita mau bekerja sama dengan Tuhan dalam hal memberitakan Injil, kita harus melatih ketiga hal ini: melatih roh kita untuk menjamah orang, berdoa, dan siap dengan tekun. Jika Injil itu tidak dapat menggerakkan Anda, Injil itu juga tidak akan dapat menggerakkan orang lain. Jika Injil itu tidak bisa menundukkan Anda, tentu tidak bisa menundukkan orang lain. Jika diri Anda sendiri tidak pernah menangis karena Injil, maka tidak akan ada seorang pun yang akan bertobat.

Sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru menurut Roh dan bukan dalam keadaan lama menurut huruf hukum Taurat. (Rm. 7:6b)