Hitstat

22 September 2010

Roma Volume 1 - Minggu 4 Kamis

Mengikuti Jejak Iman Abraham
Roma 4:12
Dan juga menjadi bapa orang-orang bersunat, yaitu mereka yang bukan hanya bersunat, tetapi juga mengikuti jejak iman Abraham, bapa leluhur kita, pada masa ia belum disunat.

Ayat Bacaan: Rm. 4:12; Gal. 2:20

Dalam Roma 4:12 Paulus membicarakan tentang orang-orang yang “mengikuti jejak iman Abraham, bapak leluhur kita, pada masa ia belum disunat.” Di sini “mengikuti” bukan tindakan yang biasa, melainkan tindakan yang teratur, yakni berjalan dalam barisan yang tertentu. Dalam hal ini, hidup adalah mengikuti jejak “iman bapa kita Abraham”. Karena itu, mengikuti dalam Roma 4:12 bukan tindakan yang umum, dan biasa, melainkan yang tertentu dan khusus, yakni yang mengikuti jejak iman Abraham. Paulus berpendapat bahwa iman Abraham merupakan suatu barisan, dan kita harus berjalan dan mengikuti jejak Abraham.
Dalam memanggil Abraham keluar dari Ur-Kasdim, Allah membawanya kembali ke pohon hayat. Prinsip pohon hayat ialah bersandar; prinsip pohon pengetahuan ialah merdeka. Datang ke pohon hayat berarti bersandar kepada Allah; berpaling ke pohon pengetahuan berarti meninggalkan Allah. Setiap hari dan setiap saat kita perlu bersandar kepada Allah sebagai hayat kita. Kita tidak mungkin menjauh dari Allah sebagai hayat kita. Karena itu, Abraham dibawa kembali kepada Allah sebagai pohon hayat itu. Ketika Allah menampakkan diri kepadanya, itu pun berarti penampakan pohon hayat. Ketika Abraham meluangkan waktunya di hadapan Allah, ia menikmati pohon hayat. Setiap kali ini terjadi, esens Allah ditransfusikan ke dalamnya. Dengan cara beginilah Allah melatih Abraham sehingga ia seluruhnya ditransfusi, diinfus, diresapi, dan dijenuhi dengan Allah, dengan demikian ia tidak bertindak menurut dirinya sendiri, tetapi menurut diri Allah sendiri.
Kita pun sedang mengalami latihan yang serupa pada hari ini. Allah telah memanggil kita keluar dari kondisi yang jatuh dan membawa kita kembali kepada diri-Nya sendiri, pohon hayat itu. Sekarang kita berada di bawah transfusi, infus, dan penjenuhan-Nya. Kita tidak seharusnya melakukan apa pun seturut diri kita sendiri. Manusia usang kita harus dikerat dan dikuburkan, sehingga Allah bisa menjadi segala sesuatu kita. Kemudian kita bisa berkata dalam realitas, “Bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku (Gal. 2:20). Itulah kehidupan Abraham.

Dengan demikian aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal. (1 Tim. 1:16b)

No comments: