Hitstat

31 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 4 Minggu

Tiga Penghalang untuk masuk Kerajaan Allah
Matius 6:33
Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu (Tl.).

Ayat Bacaan: Gal. 2:20; Mrk. 10:2-31

Di dalam Markus 10:2-31 ada tiga hal yang dibahas: pernikahan, keusangan, dan kekayaan. Hal-hal ini berkaitan dengan Kerajaan Allah. Secara khusus, hal-hal ini berkaitan dengan masuknya kita ke dalam kerajaan. Jika kita mau masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita perlu Kristus menjadi pengganti kita (Gal. 2:20). Kita juga perlu menerapkan kematian-Nya di dalam menanggulangi alamiah, daging kita, juga menikmati kebangkitan-Nya terhadap situasi dan keadaan yang kita alami.
Menurut apa yang diwahyukan mengenai hati manusia di dalam Markus pasal tujuh, kita secara batiniah tidak bersih, tidak bersih di dalam hati kita. Hati kita adalah komposisi dari hal-hal najis. Karena hati kita berada di dalam kondisi yang sedemikian, kita perlu digantikan oleh Kristus, membiarkan-Nya hidup melalui kita. Di samping itu, kita perlu diakhiri melalui kematian-Nya, dan kita perlu kebangkitan-Nya untuk membawakan Tuhan sendiri sebagai suplai hayat kita, sebagai roti hayat kita yang sejati.
Mempelajari Alkitab bukan hanya perkara menggunakan pikiran alamiah kita untuk membaca huruf hitam di atas kertas putih. Jika kita ingin melihat visi yang diwahyukan dan disampaikan oleh perkataan kudus, kita perlu terang ilahi. Kita juga perlu sejumlah pengalaman di dalam Tuhan. Jika kita kekurangan terang ilahi dan jika kita kekurangan pengalaman, kita tidak akan mampu nampak banyak di dalam firman, bahkan mungkin tidak nampak apa-apa. Syukur kepada Tuhan karena menunjukkan kepada kita sesuatu yang ajaib mengenai Kristus serta kematian dan kebangkitan-Nya sebagai pengganti kita. Ini adalah hal yang tidak mampu dipahami pikiran alamiah kita. Untuk nampak hal ini, kita perlu terang surgawi dan pengalaman rohani.
Untuk masuk ke dalam kerajaan yang akan datang, kita perlu dengan tepat menangani tiga hal ini. Kita perlu memperhatikan masalah pernikahan sesuai dengan ketetapan Allah, kita perlu dijaga agar tidak menjadi usang secara rohani, dan kita perlu menangani harta kita dengan cara yang tepat. Hal-hal ini yang akan menentukan apakah kita masuk dalam kerajaan kelak.

30 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 3 Sabtu

Hidup Berdamai Seorang akan yang Lain
Markus 9:50b
Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:50; Ibr. 12:14; Mat. 5:9

Perkataan kesimpulan Tuhan dalam Markus 9:50 merupakan perkara yang sangat penting. Arti yang utama dari bagian ini bahwa kita seharusnya hidup berdamai satu dengan yang lain. Salah satu faktor yang menyebabkab terjadinya perpecahan di antara orang Kristen hari ini adalah yang seorang tidak dapat hidup damai dengan yang lain. Di dalam Markus 9:50 Tuhan berkata, “Hendaklah kamu senantiasa mempunyai garam dalam dirimu dan hidup damai seorang dengan yang lain.” Dengan melihat kondisi hari ini, sulit untuk mengatakan bahwa kaum beriman hidup damai seorang dengan yang lain. Hal ini sungguh berlawanan dengan kehendak Tuhan.
Alasan kaum beriman tidak hidup damai seorang dengan yang lain adalah karena adanya kesombongan, menganggap diri sendiri lebih penting dan berpikir diri sendiri lebih besar daripada yang lain. Akibatnya orang lain menjadi tersandung karena pintu bagi musuh untuk memanfaatkan anggota-anggota tubuh kaum beriman yang penuh dengan nafsu menjadi terbuka. Akhirnya mayoritas kaum beriman menjadi tersandung. Di manakah ada orang Kristen yang tidak pernah tersandung baik oleh orang lain atau oleh perbuatan mereka sendiri? Kondisi ini sungguh merugikan kehidupan dalam Tubuh Kristus.
Untuk menempuh kehidupan gereja yang wajar, kita perlu hidup dengan damai terhadap orang lain. Hubungan kita dengan orang lain haruslah dalam damai sejahtera. Kita harus menjadi orang yang membawa damai di antara orang-orang (Ibr. 12:14, Mat. 5:9), harus mengejar damai dengan semua orang. Ini berarti kita harus berusaha memelihara situasi damai dengan setiap orang, hidup dalam damai dengan orang lain. Di satu pihak kita harus berusaha untuk mengejar damai, di aspek yang lain kita tidak boleh mengorbankan kebenaran. Damai selalu berhubungan dengan kebenaran. Jika perkataan kita tidak benar, tidak digarami sehingga tidak membangun orang lain, maka sulit sekali mempertahankan damai dengan orang lain. Pengalaman membuktikan bahwa tutur kata yang tidak tepat merupakan penyebab utama hilangnya damai di antara kaum beriman. Oleh sebab itu, untuk hidup yang damai dengan orang lain, diperlukan penanggulangan yang tuntas atas tutur kata kita.

29 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 3 Jumat

Perkataan yang Digarami dan Penuh Anugerah
Kolose 4:6
Hendaklah kata-katamu senantiasa penuh kasih, jangan hambar (digarami- Tl.), sehingga kamu tahu, bagaimana kamu harus memberi jawab kepada setiap orang.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:50; Ef. 4:29; Kol. 4:6

Dalam zaman yang jahat ini, setiap hari adalah hari yang jahat, penuh dengan perkara-perkara yang merusak, yang membuat waktu kita digunakan dengan tidak efektif, berkurang, dan dirampas. Karena itu, kita harus hidup secara bijaksana agar kita dapat menebus waktu, memegang setiap kesempatan yang ada. Semua orang dalam dunia hari ini telah memboroskan waktu dan kehilangan banyak kesempatan yang berharga. Tetapi kita perlu menebus setiap waktu dan memegang setiap kesempatan. Untuk menempuh kehidupan yang demikian, kita perlu dipenuhi dengan Kristus dan dijenuhi oleh-Nya.
Kita semua harus belajar berdoa, berjaga-jaga, dan mencari hikmat dari Tuhan agar kita dapat menebus waktu kita. Sering kali kita secara bodoh memboroskan waktu kita dalam percakapan-percakapan yang tidak bermanfaat, yang tidak menyuplaikan hayat. Tebuslah waktu dengan menyuplaikan hayat melalui perkataan kita. Perkataan kita harus memberikan anugerah kepada orang yang mendengarnya (Ef. 4:29). Anugerah adalah Kristus sebagai kenikmatan dan suplai kita. Perkataan vang membangun orang lain selalu menyuplaikan anugerah yang demikian kepada orang-orang yang mendengarnya. Tutur kata kita harus pula seperti diberi garam (Kol. 4:6). Garam membuat makanan dapat diterima dan enak rasanya. Perkataan yang digarami menjaga kita dalam perdamaian seorang dengan yang lain (Mrk. 9:50). Jika perkataan kita beranugerah dan bergaram, maka perkataan itu akan membuat segalanya menjadi serasi atau menyenangkan, dan akan membangkitkan rasa yang nyaman dalam diri orang lain.
Kita perlu berdoa agar Tuhan memberi kita hikmat dalam berkomunikasi dengan orang lain. Perkataan kita tidak seharusnya menyebabkan timbulnya keresahan bagi orang lain, pergesekan, ataupun perselisihan. Sebaliknya, melalui penanggulangan Tuhan yang menyeluruh, apa saja yang terucap dari mulut kita akan menjadi perkataan yang membangun, perkataan anugerah yang menyuplaikan hayat. Perkataan yang demikian akan membuat segala hal menjadi serasi dan menyenangkan.

28 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 3 Kamis

Perlu Menanggulangi Anggota-anggota Tubuh
Roma 6:12
Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:42; 2 Kor. 5:10; 1 Kor. 15:52; 1 Yoh. 2:16; Gal. 5:19-21

Bagi kita, perkara menyandung orang lain mungkin adalah perkara biasa, namun Tuhan memandang berat perkara ini (Mrk. 9:42). Yohanes mungkin terkejut pada perkataan mengenai seriusnya perkara menyandung kaum beriman. Perlakuan kita terhadap kaum beriman lain merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah pada kedatangan Tuhan kelak kita akan menerima upah atau hukuman (Mat. 16:27; Why. 22:12; 1 Kor. 4:5). Pada hari itu, tiap-tiap orang harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat (2 Kor. 5:10).
Karena begitu seriusnya penghakiman Allah atas perbuatan kita, maka Tuhan mengingatkan kita untuk menanggulangi anggota-anggota tubuh kita yang dapat membuat kita sendiri tersandung hingga jatuh ke dalam dosa (Mrk. 9:43-47). Kita memang harus memperhatikan tubuh, namun bukan untuk melampiaskan nafsu atas kenikmatan jasmani (Rm. 6:12), melainkan untuk mengekspresikan Tuhan. Tubuh kita bukan untuk dipermuliakan secara lahiriah, melainkan untuk dipermuliakan pada waktu kembalinya Tuhan kelak. Pada waktu itu, Ia akan mentransfigurasi tubuh kita yang hina ini (1 Kor. 15:52).
Dalam menanggulangi anggota-anggota tubuh kita, pertama-tama kita harus memiliki kedambaan terhadap kehidupan yang kudus. Mata, telinga, mulut, tangan, dan kaki kita, masing-masing memiliki keinginan untuk berdosa (1 Yoh. 2:16). Percabulan, kecemaran, hawa nafsu, kemabukan, pesta pora, semua berhubungan dengan keinginan tubuh yang telah rusak (Gal. 5:19-21). Kalau kita nampak betapa daging (tubuh dosa) itu cemar dan patut dibenci, dengan sendirinya kita memiliki kedambaan untuk terlepas dari keinginan tubuh daging. Galatia 5:16 mengatakan bahwa jika kita hidup oleh Roh, kita tidak akan memenuhi keinginan daging. Ini menunjukkan bahwa jalan untuk menjadi kudus, untuk mengatasi dosa, untuk menjadi rohani, dan untuk memiliki kehidupan doa yang tepat adalah hidup oleh Roh. Kalau hidup kita dipimpin oleh Roh, dengan sendirinya keinginan daging kita dapat ditundukkan dan kita tidak akan pernah tersandung olehnya (Rm. 8:6).

27 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 3 Rabu

Perlu Menanggulangi Anggota-anggota Tubuh
Roma 6:12
Sebab itu hendaklah dosa jangan berkuasa lagi di dalam tubuhmu yang fana, supaya kamu jangan lagi menuruti keinginannya.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:42; 2 Kor. 5:10; 1 Kor. 15:52; 1 Yoh. 2:16; Gal. 5:19-21

Bagi kita, perkara menyandung orang lain mungkin adalah perkara biasa, namun Tuhan memandang berat perkara ini (Mrk. 9:42). Yohanes mungkin terkejut pada perkataan mengenai seriusnya perkara menyandung kaum beriman. Perlakuan kita terhadap kaum beriman lain merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah pada kedatangan Tuhan kelak kita akan menerima upah atau hukuman (Mat. 16:27; Why. 22:12; 1 Kor. 4:5). Pada hari itu, tiap-tiap orang harus menghadap takhta pengadilan Kristus, supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat (2 Kor. 5:10).
Karena begitu seriusnya penghakiman Allah atas perbuatan kita, maka Tuhan mengingatkan kita untuk menanggulangi anggota-anggota tubuh kita yang dapat membuat kita sendiri tersandung hingga jatuh ke dalam dosa (Mrk. 9:43-47). Kita memang harus memperhatikan tubuh, namun bukan untuk melampiaskan nafsu atas kenikmatan jasmani (Rm. 6:12), melainkan untuk mengekspresikan Tuhan. Tubuh kita bukan untuk dipermuliakan secara lahiriah, melainkan untuk dipermuliakan pada waktu kembalinya Tuhan kelak. Pada waktu itu, Ia akan mentransfigurasi tubuh kita yang hina ini (1 Kor. 15:52).
Dalam menanggulangi anggota-anggota tubuh kita, pertama-tama kita harus memiliki kedambaan terhadap kehidupan yang kudus. Mata, telinga, mulut, tangan, dan kaki kita, masing-masing memiliki keinginan untuk berdosa (1 Yoh. 2:16). Percabulan, kecemaran, hawa nafsu, kemabukan, pesta pora, semua berhubungan dengan keinginan tubuh yang telah rusak (Gal. 5:19-21). Kalau kita nampak betapa daging (tubuh dosa) itu cemar dan patut dibenci, dengan sendirinya kita memiliki kedambaan untuk terlepas dari keinginan tubuh daging. Galatia 5:16 mengatakan bahwa jika kita hidup oleh Roh, kita tidak akan memenuhi keinginan daging. Ini menunjukkan bahwa jalan untuk menjadi kudus, untuk mengatasi dosa, untuk menjadi rohani, dan untuk memiliki kehidupan doa yang tepat adalah hidup oleh Roh. Kalau hidup kita dipimpin oleh Roh, dengan sendirinya keinginan daging kita dapat ditundukkan dan kita tidak akan pernah tersandung olehnya (Rm. 8:6).

26 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 3 Selasa

Perlu Menanggulangi Diri/Ego
Galatia 5:25
Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.

Ayat Bacaan: Flp. 2:2-3; Mrk. 9:41; Mat. 16:23-24

Seluruh kehidupan kristiani kita tidak dapat terlepas dari hayat, kebenaran, dan daya guna. Kita harus belajar memperhatikan hayat, memperlengkapi diri kita dengan kebenaran, dan memperhatikan kemampuan daya guna kita. Namun, kita pun harus menaruh perhatian terhadap hal-hal yang menghambat kemajuan rohani kita, khususnya ego. Kita perlu menyadari bahwa ego kita termasuk salah satu penghambat pertumbuhan rohani kita. Oleh sebab itu, kalau kita ingin maju, jangan mengasihi hayat jiwa kita secara berlebihan, menghargainya, atau membanggakannya.
Mengapa ego perlu ditanggulangi? Ego perlu ditanggulangi karena ia merdeka terhadap Allah (Mat. 16:23-24). Ego tidak memperhatikan kehendak Allah atau kepentingan Allah. Ego itu adalah faktor tersembunyi yang merusak pelayanan kita di dalam gereja. Ego adalah seperti ulat yang tersembunyi, yang memakan buah-buah dari pelayanan kita. Kita mungkin mempunyai banyak sekali pelayanan, namun tidak ada hasilnya. Jika pelayanan kita, penggembalaan atau persekutuan kita dengan kaum beriman tidak berjalan dengan baik di dalam hayat, kita harus menyadari bahwa itu disebabkan ego ada di sana. Ego itu tersembunyi, tetapi sangat merusak.
Setiap ego manusia adalah inti orang itu. Pada dasarnya setiap orang itu bersifat egoistis. Bila kita ditempatkan pada posisi yang utama atau diperhatikan oleh orang lain dalam hidup gereja, dan kita gembira, ini disebabkan kita begitu egoistis. Bila orang lain tidak memberi sambutan yang memadai terhadap kita dan kita tersinggung, ini pun adalah ego. Situasi ini menunjukkan betapa perlunya kita bertumbuh dewasa dan diubah.
Dalam kehidupan gereja, kita perlu banyak melatih roh kita dan tinggal di dalam firman-Nya. Latihan yang demikian akan membawa kita ke dalam pengalaman dilepaskan dari ego. Semakin menyeru nama Tuhan, semakin berdoa, kita akan semakin merasakan pengurapan dari Roh itu. Pada saat demikian, kita harus taat kepada pengurapan-Nya di dalam kita. Demikianlah hidup kita akan dipimpin oleh Roh (Gal. 5:25). Oleh kuasa salib yang terkandung di dalam Roh itu, ego kita dimatikan. Haleluya!

25 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 3 Senin

Jangan Mudah Tersandung
2 Petrus 1:10
Karena itu, saudara-saudaraku, berusahalah sungguh-sungguh, supaya panggilan dan pilihanmu makin teguh. Sebab jikalau kamu melakukannya, kamu tidak akan pernah tersandung.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:42; 2 Ptr. 1:10

Kalau kita ingin mengikuti Tuhan dengan baik, janganlah menjadi batu sandungan bagi orang lain, juga jangan mudah tersandung. Orang yang berpengetahuan dan menganggap diri sendiri lebih tinggi biasanya paling mudah menyandung orang lain. Sebaliknya, orang yang mengasihani diri sendiri, mudah sekali tersandung. Bagi orang yang mengasihani diri sendiri, perkara atau perkataan kecil sekalipun dapat membuatnya jatuh. Mengasihi diri sendiri berarti mengasihi ego. Karena ego, kita dapat menyandung orang lain; karena ego pula, kita menjadi begitu mudah tersandung. Dalam hal ini, ego kita benar-benar perlu ditanggulangi!
Jika hati kita hanya mau Allah, tidak mau yang lainnya, niscaya tidak ada satu pun perkara yang dapat menyandung kita. Bahkan andaikata semua orang menyalahpahami kita, meremehkan kita, menentang kita, kita tetap takkan tersandung. Mengapa? Sebab kita tidak mencari simpati atau pujian manusia, melainkan hanya mencari Allah belaka. Bila hati kita tulus mau Allah, maka benturan yang berat pun tidak akan mampu menjatuhkan kita. Hanya semacam orang yang mudah tersandung, yakni orang yang hatinya tidak sepenuhnya mengarah kepada Allah, orang seperti itu tinggal di dalam gelap.
Misalkan, pihak Allah itu matahari, dan pihak kita sebuah cermin. Cermin yang memantulkan sinar matahari tentulah menghadap kepada matahari. Bila menyimpang sedikit, segera kehilangan sorotan terangnya. Bila hati kita menyimpang dari Allah, saat itu pula perkataan kita menjadi kurang sehat, menyengat, menggerutu, mengungkit-ungkit, kritik kanan, kritik kiri, dan lain sebagainya. Itu merupakan bukti yang kuat bahwa kita berada di dalam gelap, bukan di dalam terang. Orang yang di dalam terang, mustahil tersandung jatuh.
Saudara saudari kekasih, kita perlu meninggalkan sifat kekanak-kanakan dan berdiri teguh dalam kebenaran. Mereka yang bertumbuh dalam hayat dan berdiri teguh dalam kebenaran tidak akan mudah tersandung oleh apapun karena pandangan mereka hanya tertuju kepada Allah dan kehendak-Nya. Betapa ruginya bila perjalanan rohani kita harus terhenti karena tersandung oleh suatu perkara atau seseorang. Kita harus keluar dari perangkap Iblis ini.

24 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 3 Minggu

Berusaha untuk Tidak Menyandung Orang Lain
Markus 9:42
Siapa saja menyesatkan (menyandung, Tl.) salah satu dari anak-anak kecil yang percaya kepada-Ku ini, lebih baik baginya jika sebuah batu giling diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:38-41; 1 Kor. 8:1; 1 Kor. 8:7-10, 13

Setelah menunjukkan kepada murid-murid-Nya bahwa semua orang beriman yang sejati adalah milik-Nya (Mrk. 9:38-41), Tuhan lalu mengingatkan murid-murid-Nya agar jangan menyandung (menyesatkan, LAI) orang lain. Perkataan Tuhan di sini boleh diartikan sebagai suatu peringatan bagi Yohanes dan murid-murid lain agar jangan sampai menyandung siapa pun di antara kaum beriman-Nya yang berbeda dengan mereka di dalam mengikuti Dia. Ini menunjukkan betapa berharganya setiap kaum beriman dalam pandangan Tuhan.
Menyebabkan orang lain tersandung, apalagi sampai membuat ia jatuh ke dalam dosa, merupakan perkara yang sangat serius. Oleh sebab itu, semua faktor yang dapat menyandung kaum beriman harus ditanggulangi. Faktor utama yang paling sering membuat orang tersandung adalah kesombongan. Yohanes melarang seseorang yang bukan pengikut mereka untuk mengusir setan dalam nama Tuhan karena dia menganggap dirinya lebih baik dari orang tersebut. Kita tidak seharusnya menganggap diri kita hebat. Sebaliknya kita perlu nampak bahwa kita bukanlah siapa-siapa dan bukanlah apa-apa. Jika kita memiliki pengenalan yang demikian, maka kita akan lebih banyak berdoa.
Pengetahuan membuat orang menjadi sombong, tetapi kasih membangun (1 Kor. 8:1). Pengetahuan seringkali menyebabkan orang lain tersandung. Karena memiliki pengetahuan, kita mungkin melakukan sesuatu yang benar menurut pengetahuan kita, namun belum dapat diterima oleh saudara yang lebih lemah atau mereka yang baru di dalam Kristus (1 Kor. 8:7-10). Paulus mengatakan dalam hal apa pun ia tidak ingin menyebabkan orang lain tersandung, bahkan dalam hal makanan sekalipun (1 Kor. 8:13).
Sikap dan perilaku kita bukan hanya tidak boleh menyandung orang lain, tetapi juga harus membangun dengan kasih. Kalau kita memiliki kasih terhadap kaum beriman, kita tentu tidak akan memandang rendah orang lain dan menyandung mereka. Sebaliknya, kita akan berupaya sekuat tenaga untuk menyuplaikan hayat guna membangun orang lain dengan hayat. Inilah sikap yang harus kita miliki dalam mengikuti Tuhan.

23 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 2 Sabtu

Toleransi di Antara Kaum Beriman
Markus 9:40-41
Siapa saja yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita. Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Siapa saja yang memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:39-41; Rm. 14:1-13

Ketika Yohanes melihat ada seorang lain yang mengusir setan demi nama Yesus, berkatalah ia kepada Tuhan untuk menegurnya, karena orang tersebut bukan salah satu di antara mereka (Mrk. 9:38). Bagaimanakah reaksi Tuhan terhadap usul Yohanes? Tuhan malah berkata, “Jangan kamu cegah dia!...” (Mrk. 9:39). Di sini kita melihat toleransi Hamba-Penyelamat terhadap kaum beriman-Nya yang berbeda dari mereka yang dekat dengan Dia, khususnya di dalam pelayanan Injil. Sikap Tuhan di sini berlawanan dengan sikap Yohanes yang tergesa-gesa dan meledak-ledak.
Yohanes berperilaku seperti orang yang menanggulangi orang lain. Tetapi perkataan bijak Hamba-Penyelamat memalingkan dia dan murid-murid lainnya untuk menjadi orang yang peduli terhadap yang lain. Hal ini menyiratkan bahwa semua kaum beriman berada di bawah perawatan Tuhan karena semua adalah milik Dia. Jangankan dalam hal mengusir setan, bahkan memberikan secangkir air pun akan diberi pahala oleh Dia, asalkan perbuatan itu dilakukan di dalam nama-Nya dan menurut kehendak-Nya (Mrk. 9:40-41).
Dalam Roma 14 kita nampak bagaimana sikap kita seharusnya terhadap seorang saudara yang berbeda pandangan dengan kita. Andaikata hari ini kita berjumpa dengan orang Kristen yang sedikit berbeda dengan kita dalam hal pandangan dan prakteknya, bagaimana reaksi kita? Mungkin kita merasa enggan untuk menyapa dia. Namun, beginilah perintah Allah: “Terimalah orang yang lemah imannya tanpa mempercakapkan pendapatnya... siapakah engkau, sehingga engkau menghakimi hamba orang lain? Entahkah ia berdiri, entahkah ia jatuh, itu adalah urusan tuannya sendiri. Tetapi ia akan tetap berdiri, karena Tuhan berkuasa menjaga dia terus berdiri... Karena itu janganlah kita saling menghakimi lagi!” (ayat 1, 4, 13). Inilah kelapangan dada dan toleransi yang perlu dimiliki setiap orang Kristen!
Allah tidak mengatasi masalah perbedaan di antara anak-anak-Nya dengan cara memisahkan kita satu dengan yang lain, melainkan menghendaki kita belajar saling mengasihi, saling mendoakan, tenggang rasa, dan sabar. Inilah sikap yang diperlukan untuk menjaga kesatuan di antara kaum beriman.

22 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 2 Jumat

Belajar Melayani Dalam Kehidupan Sehari-hari
Markus 9:37
Siapa saja yang menyambut seorang anak seperti ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku. Siapa saja yang menyambut Aku, bukan Aku yang disambutnya, tetapi Dia yang mengutus Aku.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:37; 1 Tes. 2:7

Gereja yang paling berkembang adalah gereja yang penuh dengan orang yang melayani. Kalau kita mempedulikan perkembangbiakan Tubuh Kristus, maka kita harus saling mendorong untuk pergi mengunjungi orang guna memberitakan Injil dan menghadiri persekutuan-persekutuan, supaya menghasilkan buah-buah yang tetap. Butir pelayanan yang paling berdampak adalah melayani orang. Melalui melayani, kita bisa membantu orang tetap tinggal dan terjaga di dalam kehidupan gereja.
Pada dasarnya, setiap orang suka dilayani. Arti melayani orang adalah mengasihi orang. Kita harus mengasihi orang. Di Seoul, Korea Selatan, ada satu organisasi kekristenan yang besar, anggotanya ratusan ribu orang. Salah satu cara mereka berkembang ialah mengutus para saudari yang tidak bekerja pergi ke pintu-pintu lift atau eskalator untuk membantu orang. Ketika ibu rumah tangga pulang belanja, membawa banyak kantong makanan, juga membawa satu atau dua anak, lalu para saudari ini segera membantu mereka memperhatikan anak-anak mereka, dan membantu mereka membawa kantong-kantong makanan. Melalui pelayanan yang kecil ini, mereka menjamah hati ibu-ibu rumah tangga itu, dan bisa mendapatkan nama serta nomor telepon mereka. Mereka juga memakai kesempatan itu untuk memberitakan Injil kepada ibu-ibu tersebut. Dengan demikian, pintu-pintu rumah ibu-ibu tersebut terbuka bagi mereka. Menurut situasi kita masing-masing, kita pun dapat mencari jalan seperti contoh di atas guna mendapatkan pintu-pintu yang terbuka bagi Injil.
Dalam hidup gereja yang riil, perkara yang utama bukanlah doktrin, tetapi pelayanan. Dalam sebuah rumah sakit, perawat-perawat yang baik justru tidak terlalu banyak bicara. Seluruh waktu dan tenaga mereka sepenuhnya mereka curahkan untuk melayani. Di dalam kehidupan kita sehari-hari, kita harus memiliki beban untuk mengasuh dan merawat orang, bukan dengan membicarakan masalah mereka, melainkan dengan berdoa dan berkunjung ke tempat mereka, melayankan hayat kepada mereka (1 Tes. 2:7). Jika kita mau menerima beban ini dan setia melakukannya bagi Tuhan, maka banyak orang bisa dibawa kepada Tuhan melalui pelayanan kita.

21 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 2 Kamis

Perlu Menjadi Pelayan dari Kaum Beriman
Roma 12:6a
Demikianlah kita mempunyai karunia yang berlain-lainan menurut anugerah yang diberikan kepada kita.

Ayat Bacaan: Rm. 12:6; 1 Ptr. 4:10

Dalam Perjanjian Lama, pelayanan rohani di antara umat Allah merupakan milik dari sekelompok orang tertentu. Namun di dalam Perjanjian Baru, Tuhan menghendaki kita saling melayani seorang terhadap yang lain. Hal ini dimungkinkan karena menurut Roma 12:6, kita semua memiliki karunia-karunia yang berbeda-beda menurut anugerah yang diberikan kepada kita. Ini menunjukkan bahwa semua anggota Tubuh Kristus memiliki karunia. Setiap kita pasti mempunyai karunia tertentu, tetapi masalahnya karunia tersebut seringkali tidak digunakan.
Menurut 1 Petrus 4:10, kaum beriman adalah pengurus dari berbagai anugerah Allah. Melayani kaum beriman dengan secangkir air dingin adalah salah satu aspek dari anugerah. Membersihkan ruang pertemuan ibadah dan mempersiapkan kursi-kursi bagi kaum beriman untuk duduk, adalah anugerah Allah yang lainnya. Jika seorang saudara sakit, dan kita pergi untuk berdoa dengannya, itu juga masih aspek kasih karunia yang lainnya. Apabila setiap anggota Tubuh Kristus melayani menurut karunia yang ia miliki, maka akan ternyata bahwa anugerah Allah itu berlipat ganda.
Pada satu pihak, kita adalah anggota-anggota Tubuh Kristus, dan pada pihak lain kita adalah pelayan-pelayan Allah. Pelayan-pelayan adalah orang yang mempunyai tugas untuk melayankan sesuatu kepada orang lain, menyuplai orang lain dengan keperluan-keperluan tertentu. Berbagai pelayanan praktis di dalam gereja seharusnya juga merupakan fungsi dari kaum beriman. Jika kita menyewa tukang sapu untuk membersihkan ruang pertemuan ibadah kita, hal itu akan menciptakan satu jenis keadaan. Tetapi jika semua kaum beriman datang untuk memperhatikan pekerjaan pembersihan di ruangan tersebut dengan banyak berdoa, hal ini akan membuat suatu perbedaan yang besar. Jangan meremehkan pelayanan praktis apa pun dalam gereja.
Dewasa ini hampir sembilan puluh persen orang Kristen sejati menolak menggunakan karunianya. Ini sungguh serius! Tidak peduli apa pun juga yang kita lakukan untuk melayani kaum beriman, jika kita sungguh-sungguh melakukannya di dalam roh, anugerah tentu akan menyertai kita.

20 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 2 Rabu

Jalan untuk Menjadi yang Terbesar
Markus 9:35
Lalu Yesus duduk dan memanggil kedua belas murid itu. Kata-Nya kepada mereka: “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya.”

Ayat Bacaan: Mrk. 9:35; Gal. 2:20; Flp. 2:3; Rm. 12:16; Mat. 25:21

Ketika murid-murid sedang mempermasalahkan siapa yang terbesar di antara mereka, Hamba-Penyelamat justru mengajar mereka tentang kerendahan hati (Mrk. 9:35). Apakah pengertian dari kerendahan hati? Kerendahan hati berarti bahwa kita bukanlah apa-apa. Kerendahan hati berarti “bukan lagi Aku, melainkan Kristus” (Gal. 2:20). Murid-murid telah melihat visi mengenai Persona Kristus, kematian-Nya untuk mengakhiri mereka, dan kebangkitan-Nya untuk membawa Dia sebagai pengganti mereka. Tetapi walaupun visi ini telah diwahyukan kepada mereka, mereka masih perlu mempraktekkannya.
Kerendahan hati berlawanan dengan kepentingan pribadi dan puji-pujian yang sia-sia (Flp. 2:3). Itulah sebabnya Tuhan berkata kepada murid-murid-Nya bahwa mereka perlu menjadi yang terakhir dari semuanya dan menjadi pelayan dari semuanya. Apa yang Tuhan katakan di sini bukanlah sebuah teori melainkan benar-benar adalah jalan yang sedang Ia tempuh. Perkataan ini seharusnya membuat murid-murid merasa malu dan bertobat.
Roma 12:16 mengatakan, “Janganlah kamu memikirkan hal-hal yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada hal-hal yang sederhana.” Memikirkan hal-hal yang tinggi berarti mengira diri sendiri lebih tinggi atau lebih hebat. Jangan pernah berpikir, “Orang lain lebih rendah daripadaku, aku tak perlu merendahkan diri kepadanya.” Atau jangan pula berkata, “Pelayanan itu terlalu rendah, seharusnya bukan aku yang mengerjakannya.” Apakah kaum beriman yang melayani Tuhan bisa mendapatkan pujian dari Tuhan, tidak tergantung pada besar kecilnya pekerjaan yang ia lakukan, melainkan tergantung pada kesetiaannya. Lagi pula, barangsiapa setia dalam hal kecil, Tuhan akan memberikan kepadanya tanggung jawab dalam hal yang besar (Mat. 25:21).
Kita perlu mengikat diri kita dengan kerendahan hati (1 Ptr. 5:5). Dalam mengikuti Tuhan, yang seharusnya ada di benak kita adalah bagaimana menjadi pelayan dari semuanya dan menjadi berkat bagi orang-orang di sekitar kita. Kiranya kita memiliki sikap yang demikian, sehingga Tuhan dapat memakai kita sebesar-besarnya bagi kehendak-Nya.

19 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 2 Selasa

Tidak Ada yang Mustahil bagi Orang yang Percaya
Markus 9:23-24
Jawab Yesus: “Katamu: jika Engkau dapat? Segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya!” Segera ayah anak itu berteriak: “Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!”

Ayat Bacaan: Mrk. 9:23-24; Mat. 19:26; Yes. 59:1

Masalah pertama yang harus kita bereskan ialah ketidakpercayaan kita terhadap kekuatan Allah. Hati kita seringkali penuh dengan kecurigaan atau prasangka ketika menghadapi kesulitan. Seolah-olah kekuatan kesulitan itu lebih besar daripada kekuatan Allah. Tetapi pada waktu seseorang meragukan kekuatan Allah, Tuhan lalu menegurnya (Mrk. 9:23-24). Dalam Alkitab jarang sekali kita melihat Tuhan memutus perkataan orang seperti yang tercantum di sini. Tuhan menjawab, “Jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!”
Mengusir roh jahat yang merasuki seseorang bukanlah masalah Tuhan dapat atau tidak dapat, melainkan masalah apakah kita percaya atau tidak. Bagi Tuhan tidak ada perkara yang mustahil (Mat. 19:26), demikian pula bagi setiap orang yang percaya! Asal kita percaya, apa yang seolah tidak mungkin, menjadi mungkin karena kuasa Allah (Yes. 59:1).
Seringkali Allah tidak dapat berbuat sesuatu, tidak dapat menyatakan kuasa-Nya, karena umat-Nya tidak percaya. Kuasa Allah seharusnya tidak terbatas, namun dapat terbatasi oleh karena ketidakpercayaan kita. Tidak percaya berarti tidak berdiri di pihak Allah. Bila kita tidak berdiri di pihak Allah, bila kehendak kita selalu berseberangan dengan kehendak-Nya, maka Allah tidak dapat melakukan pekerjaan-Nya di atas diri kita. Tetapi, apabila kita percaya, berdiri di pihak-Nya, mengakui bahwa kehendak-Nya juga adalah kehendak kita, tidak ada perkara yang mustahil bagi kita.
Kita dapat menerapkan prinsip di atas dalam doa-doa kita. Mengapa begitu banyak doa yang tidak dijawab? Salah satu penyebab terbesar dari tidak dijawabnya doa-doa kita adalah karena kita tidak begitu yakin Allah dapat mengabulkan doa kita. Di satu pihak kita berharap Allah menjawab doa kita, di pihak lain kita juga memikirkan jalan alternatif sebagai cadangan apabila Tuhan tidak menjawab doa kita. Kita memang berharap kepada Tuhan, tetapi tidak sepenuhnya. Itulah sebabnya banyak doa kita tidak dikabulkan oleh Tuhan. Saudara saudari, kita perlu terus menerus mengingatkan diri kita bahwa segala sesuatu mungkin bagi orang yang percaya!

18 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 2 Senin

Menghardik Angkatan yang Tidak Percaya
Markus 9:19a
Maka kata Yesus kepada mereka: “Hai kamu orang-orang yang tidak percaya, sampai kapan lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Sampai kapan Aku harus sabar terhadap kamu?”

Ayat Bacaan: Mrk. 9:19-25; Ibr. 3:12; 12:2; Yoh. 10:38; 1 Kor. 10:13; 1 Ptr. 1:25

Dalam pandangan Allah, hati yang tidak percaya adalah hati yang jahat (Ibr. 3:12). Oleh sebab itu, dalam Markus 9:19 Tuhan menghardik dengan keras orang-orang (angkatan) yang tidak percaya. Ketika Tuhan di bumi, Ia banyak melakukan perbuatan ajaib di depan banyak orang. Semua perbuatan itu seharusnya membuat mereka percaya bahwa Yesus adalah Mesias yang datang dari Allah dan yang diurapi Allah (Yoh. 10:38). Ketidakpercayaan mereka terhadap kuasa Tuhan sungguh tidak beralasan, karena setelah Ia menegur orang-orang (angkatan) yang tidak percaya, Ia lalu mengusir roh jahat yang menyebabkan seorang anak bisu dan tuli (Mrk. 9:25).
Dalam pengalaman kita, kita mungkin pernah meragukan kuasa Tuhan dalam hidup kita. Ketika kehidupan kita lancar dan semua keperluan kita terpenuhi, sepertinya tidak ada masalah dengan iman kita. Namun begitu ujian besar datang, iman kita seolah hilang entah kemana. Dalam situasi yang genting, kita mungkin bertanya, “Apakah Tuhan sanggup membawa saya melewati kesulitan ini? Dapatkah Dia memberi jalan keluar?” Pertanyaan demikian mirip dengan yang diajukan oleh orang tua yang anaknya kerasukan roh jahat.
Mengapa ketidakpercayaan akan kuasa Tuhan sering timbul dalam pikiran kita? Penyebabnya adalah karena perhatian kita tertuju pada keadaan yang tampak di depan mata, bukan kepada firman Tuhan. Perhatian kita mungkin tertuju pada betapa beratnya penyakit, betapa sedikitnya uang yang kita miliki, betapa sulitnya pekerjaan, atau betapa beratnya masalah dalam keluarga. Saudara saudari, bagi orang yang percaya, semua itu adalah pencobaan-pencobaan biasa yang tidak melebihi kekuatan kita. Pada saat yang tepat, menurut kesetiaan-Nya, Allah akan memberi kita jalan keluar (1 Kor. 10:13).
Perhatian kita harus tertuju pada Tuhan dan firman-Nya (Ibr. 12:2). Situasi kita selalu berubah-ubah, tetapi Tuhan dan firman-Nya tidak pernah berubah (Ibr. 13:8; 1 Ptr. 1:25). Oleh sebab itu kita harus giat menyimpan firman Tuhan di dalam hati kita (Kol. 3:16). Asal kita mau melatih iman kita dengan datang kepada Tuhan dan bersandar pada firman-Nya, Dia pasti sanggup memberi kita pertolongan tepat pada waktunya (Ibr. 4:16).

17 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 2 Minggu

Mengusir Roh yang Meyebabkan Bisu dan Tuli
2 Korintus 4:13
Namun karena kami memiliki roh iman yang sama, seperti ada tertulis: “Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata”, maka kami juga percaya dan sebab itu kami juga berkata-kata.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:17; Yes. 56:10; 35:6; 1 Kor. 14:31; Why. 12:10-11

Dalam Injil Markus 9:17, ada seorang anak yang bisu dan tuli. Menurut pandangan manusia, bisu dan tuli adalah suatu penyakit, tetapi Tuhan menghardik roh najis itu: “Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah dari pada anak ini dan jangan memasukinya lagi!” Ternyata tuli dan bisu pada anak itu adalah akibat dari terasuk setan, bukan penyakit biasa. Penyakit ini berhubungan dengan serangan Iblis. Begitu roh yang menyebabkan anak itu menjadi bisu dan tuli diusir oleh Tuhan, anak itu pun dibebaskan dan sembuh.
Di aspek rohani, bisu dan tuli yang diderita oleh anak di atas melambangkan ketidakmampuan untuk berbicara bagi Allah dan memuji Allah (Yes. 56:10; 35:6). Pada kondisi yang normal, setiap anak-anak Allah pasti memiliki kemampuan untuk berbicara bagi Allah dan memuji Dia (1 Kor. 14:31, 3, 24). Semua orang beriman memiliki kapasitas untuk berbicara bagi Allah dan memuji Dia. Tetapi patut disayangkan, dewasa ini banyak anak-anak Allah yang telah kehilangan fungsi tersebut. Belajar dari sejarah gereja, kita akan mengetahui bahwa salah satu pekerjaan musuh Allah adalah membuat kaum beriman tidak bisa berbicara bagi Allah dan tidak bisa memuji Dia. Kalaupun ada yang berbicara dan memuji, hanya sejumlah kecil kaum imani saja. Sebagian besar menjadi umat yang bisu (berdiam diri). Ini adalah kondisi yang tidak wajar.
Dalam pengalaman kita, ketika timbul suatu dorongan di batin untuk berbicara bagi Tuhan atau memuji Dia, segera muncul pikiran yang menentang maksud tersebut. Inilah serangan roh jahat yang menyerang melalui pikiran kita. Dia akan menuduh kita, “Kamu sendiri masih banyak dosa, mana mungkin membicarakan Kristus kepada orang lain.” Atau ia berkata, “Hidup kamu saja masih belum beres, lebih baik diam-diam saja, jangan munafik.” Kalau kita mendengarkan tuduhan-tuduhan ini, kita pasti akan segera tutup mulut. Tidak sedikit anak-anak Allah yang tertipu demikian. Saudara saudari, kita harus menolak tuduhan Iblis demi darah Yesus (Why. 12:10-11). Kita harus melatih roh dan iman kita, membuka mulut kita untuk membicarakan Kristus kepada orang lain dan memuji Dia. Kalau kita bertindak demikian, roh jahat akan segera pergi meninggalkan kita.

16 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 1 Sabtu

Dengarkanlah Dia!
Markus 9:7-8
Maka datanglah awan menaungi mereka dan dari dalam awan itu terdengar suara: “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia.” Dan ..., mereka tidak melihat seorangpun lagi bersama mereka, kecuali Yesus seorang diri.

Ayat Bacaan: Mrk. 9:7-8; Kis. 3:22; Ibr. 1:2; Luk. 10:39; 1 Sam. 15:22; Pkh. 5:1

Kristus adalah penggenapan dari Perjanjian Lama yang terdiri dari Hukum Taurat dan para nabi. Dalam Perjanjian Lama, Musa mewakili Hukum Taurat dan Elia mewakili para nabi. Ketika Yesus berubah rupa di atas gunung, Musa dan Elia juga ada di sana. Tetapi setelah Bapa mengumumkan bahwa Yesuslah Anak yang Ia kasihi dan bahwa murid-murid harus mendengarkan Dia, tinggallah Yesus seorang diri di sana (Mrk. 9:7-8). Allah menyingkirkan Musa dan Elia, tidak meninggalkan seorang pun selain Yesus sendiri. Hukum Taurat dan para nabi adalah bayangan dan nubuat, bukan realitasnya. Realitasnya adalah Kristus. Kini, karena Kristus ada di sini, bayangan dan nubuat tidak diperlukan lagi. Tidak ada seorang pun selain Yesus sendiri yang boleh tinggal dalam Perjanjian Baru.
Dalam rencana Allah hari ini, Kristus adalah pemberi Taurat yang hidup, Dia adalah pemberi Taurat yang menyalurkan diri-Nya ke dalam kita. Jadi, Kristus adalah Musa yang sejati. Kristus juga adalah nabi yang sejati. Elia merupakan lambang dari Kristus, nabi yang sejati (Kis. 3:22). Jadi, Kristus yang ada di dalam kita tidak hanya menyalurkan hukum hayat kepada kita, tetapi juga berbicara bagi Allah kepada kita (Ibr. 1:2).
Yang penting di sini adalah sikap kita. Allah Bapa mengatakan, “...dengarkanlah Dia!” (Mrk. 9:7-8). Kita perlu mendengarkan Dia, bukan orang lain atau diri kita sendiri. Kita tidak seharusnya mendengarkan pada apa yang kita pikirkan, bayangkan, atau kasihi. Kita seharusnya hanya mendengarkan Kristus, karena hanya kepada Dialah Allah Bapa berkenan. Tuhan lebih suka kita mendengarkan Dia (Luk. 10:39), supaya kita dapat mengenal keinginan-Nya, daripada melakukan banyak hal bagi-Nya tanpa mengetahui kehendak-Nya (lihat 1 Sam. 15:22; Pkh. 5:1). Tuhan tidak peduli dengan kesibukan kita; Dia menginginkan setiap orang yang mengasihi Dia itu tenang, duduk bersama-Nya, mendengarkan Dia, dan berkonsentrasi pada pembicaraan-Nya. Biasanya kita lebih banyak bicara, atau lebih banyak bekerja. Tetapi di sini Allah menghendaki kita mendengarkan Dia. Sebelum kita bicara dan bekerja, marilah kita di pagi hari melatih roh kita guna mendengarkan Dia berbicara lebih dulu kepada kita melalui firman-Nya.

15 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 1 Jumat

Yesus Datang dalam Kemuliaan
Markus 9:1
Kata-Nya lagi kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa Kerajaan Allah telah datang dengan kuasa.”

Ayat Bacaan: Mrk. 9:1-3; Mat. 16:16; Rm. 14:11; Flp. 2:10-11; 3:8

Banyak orang yang mengenal Kristus secara dangkal, yakni mengenal Dia secara lahiriah. Ada yang menganggap Kristus adalah guru, tokoh pembaharu masyarakat, atau seorang pemimpin agama yang unik. Pada masa-masa awal ministri-Nya, kemungkinan besar murid-murid pun mengenal Tuhan secara lahiriah. Oleh sebab itu, pada suatu hari Tuhan membawa Petrus, Yakobus, dan Yohanes naik ke sebuah gunung yang tinggi. Lalu Yesus berubah rupa di depan mata mereka (Mrk. 9:2-3).
Yesus yang berubah rupa di atas gunung adalah Yesus yang datang dalam kemuliaan-Nya. Di balik penampilan lahiriah-Nya yang sederhana dan tidak semarak itu, ternyata di dalam-Nya terkandung kemuliaan yang mungkin tidak pernah terpikirkan oleh murid-murid sebelumnya. Dia jelas bukan manusia biasa, Dia adalah Anak Allah yang hidup (Mat. 16:16). Transfigurasi Tuhan di atas gunung itu juga merupakan pernyataan dari Kerajaan Allah yang datang dalam kemuliaan dan kuasa (Mrk. 9:1).
Kalau kita mengenal Kristus yang demikian mulia dan penuh kuasa, mungkinkah kita malu mengakui Dia di depan manusia? Tidak mungkin. Kalau kita malu bersaksi bagi-Nya atau takut untuk memberitakan firman-Nya, itu pasti disebabkan karena kita belum mengenal Kristus dengan tepat. Pada suatu saat kelak, semua lutut akan bertelut dan semua mulut akan mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan (Rm. 14:11; Flp. 2:10-11). Cepat atau lambat, semua orang dari segala bangsa akan mengakui bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Raja. Patutkah kita merasa malu karena Dia dan Injil-Nya? Sungguh tidak patut. Sebaliknya kita harus merasa mulia!
Pengenalan kita terhadap Kristus akan mempengaruhi sikap dan perilaku kita, baik terhadap Dia maupun terhadap orang lain. Kalau kita mengenal Kristus, maka kita akan mengasihi Dia. Kalau kita mengasihi Dia, kita tidak akan mengasihani diri sendiri, sebaliknya kita akan dengan rela kehilangan hayat jiwa demi Dia dan Injil-Nya. Orang yang benar-benar mengenal Kristus tidak takut untuk mengorbankan waktu dan tenaga demi kehendak-Nya (Flp. 3:8). Tetapi mereka yang kurang mengenal Kristus akan terus berhitungan dan tawar menawar dengan Dia.

14 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 1 Kamis

Jangan Malu Karena Tuhan dan Karena Perkataan-Nya!
Markus 8:38a
“Sebab barangsiapa malu karena Aku dan karena perkataan-Ku di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, Anak Manusiapun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya,...”

Ayat Bacaan: Mrk. 8:38; Rm.1:16; Yes. 51:12; 2 Tim. 1:12; Kis. 5:41

Ada satu hal yang sangat aneh, yaitu jika seseorang membicarakan ilmu pengetahuan, suatu berita di surat kabar, atau masalah sosial politik yang sedang hangat di masyarakat kepada orang lain, ia akan merasa bangga. Namun begitu menyinggung perihal Tuhan Yesus dan Injil-Nya, ia akan merasa malu. Ada orang bahkan malu untuk membawa sejilid Alkitab di tangannya. Ini tak lain adalah perbuatan Iblis yang menipu kita, membuat kita tidak bisa bersaksi atau memberitakan Injil dengan bebas. Tetapi Paulus berkata, “Sebab aku tidak malu terhadap Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya” (Rm. 1:16, TL.)
Jika kita merasa keberatan untuk mengakui Tuhan di hadapan manusia, suatu hari kelak, ketika Tuhan datang di dalam kemuliaan Bapa, Dia juga akan keberatan untuk mengakui orang seperti kita. Hari ini, jangan karena takut kepada manusia (Yes. 51:12), sehingga kita tidak berani mengakui Tuhan di hadapan manusia. Paulus juga bersaksi, “Itulah sebabnya aku menderita semuanya ini, tetapi aku tidak malu; karena aku tahu kepada siapa aku percaya dan aku yakin bahwa Dia berkuasa memelihara apa yang telah kupercayakan kepada-Nya hingga pada hari Tuhan” (2 Tim. 1:12, TL.). Rasul menderita karena suatu alasan, alasan yang sangat luhur dan tinggi, yaitu memberitakan Injil anugerah dan hayat yang mulia, guna membangun gereja dan membimbing orang-orang kudus. Paulus tidak malu karena ia tahu kepada siapa ia percaya.
Kalau kita benar-benar mengenal siapakah Kristus, kita pasti tidak akan merasa malu untuk mengakui-Nya di depan manusia manapun. Kalaupun ada orang menghina kita karena nama Yesus, itu adalah suatu sukacita bagi kita (Kis. 5:41). Orang yang hari ini takut kehilangan muka karena Tuhan, kelak ia akan dipermalukan. Bila hari ini kita tidak takut kehilangan muka karena Tuhan, kelak kita akan beroleh kemuliaan. Oleh sebab itu, janganlah kita malu untuk bersaksi bagi Tuhan, janganlah takut untuk memberitakan Injil kepada sanak keluarga atau teman-teman kita. Jangan sampai karena kita takut kehilangan muka apabila bersaksi dan memberitakan Injil, sanak keluarga atau teman-teman kita binasa di dalam lautan api. Hal ini tidak seharusnya terjadi!

13 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 1 Rabu

Kebodohan Terbesar
Markus 8:36-37
Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?

Ayat Bacaan: Mrk. 8:36-37; Luk. 12:20; Yoh. 6:27; Kol. 3:1-2; 2 Kor. 4:18

Memperoleh seluruh dunia pada zaman ini tetapi kehilangan nyawa (soul-life, hayat jiwa, RcV) pada zaman yang akan datang, sungguh adalah perkara yang serius. Kalau kedua hal itu dibandingkan, maka “nyawa” betapa jauh lebih bernilai daripada “seluruh dunia ini”. “Seluruh dunia”, bukan sedikit uang, sedikit harta kekayaan, pun bukan sedikit ilmu pengetahuan, sedikit kedudukan atau kekuasaan, melainkan “seluruh dunia”, tidak dapat dibandingkan dengan hayat jiwa seseorang. Tidak ada satu benda pun di dunia ini yang patut mengganti hayat jiwa seseorang.
Dewasa ini, betapa banyak orang yang meremehkan atau mengabaikan keselamatan jiwa mereka. Demi mengejar sedikit kepuasan materi, ada orang tidak memusingkan keselamatan hayat jiwanya. Demi mengejar sedikit kilauan emas, hidupnya pun dikorbankan. Banyak orang rela menukar hayat jiwanya untuk kemakmuran, kemajuan, tabungan, pengetahuan, posisi, ketenaran, dan kekayaan. Tetapi tidak peduli berapa tingginya harga suatu barang di dunia ini, harga itu tetap terlampau murah untuk hayat jiwa manusia. Oleh sebab itulah Tuhan Yesus bersabda: “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?” (Mrk. 8:36). Semua kemakmuran yang ada di seluruh dunia tidak dapat dibandingkan dengan nilai dari satu jiwa.
Berusaha memperoleh seluruh dunia namun mengabaikan kenikmatan yang penuh dari hayat jiwa kita pada zaman yang akan datang merupakan kebodohan yang terbesar! Tuhan sendiri menyebut orang yang demikian sebagai orang bodoh (Luk. 12:20). Saudara saudari, marilah kita bekerja untuk makanan yang tidak dapat binasa (Yoh. 6:27). Marilah kita mencari dan memikirkan perkara-perkara yang di atas (Kol. 3:1-2). Mengapa? Karena semua hal yang di bumi, semua hal yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal (2 Kor. 4:18). Berapa banyakkah waktu yang kita sediakan untuk mencari perkara-perkara yang kekal? Berapa banyakkah waktu yang kita berikan bagi Tuhan untuk mengisi wadah kita? Jumlah waktu yang kita berikan kepada Tuhan akan menunjukkan di mana hati kita dan prioritas hidup kita.

12 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 1 Selasa

Kehilangan Hayat Jiwa Karena Tuhan dan Injil-Nya
Markus 8:35
Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.

Ayat Bacaan: Mrk. 8:35; 10:23; 1 Tes. 5:17

Bagaimanakah seharusnya sikap kita terhadap Tuhan dan Injil-Nya? Tuhan mengatakan barangsiapa kehilangan hayat jiwanya (nyawanya, LAI) karena Tuhan dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya (Mrk. 9:35). Hayat jiwa mempunyai satu tujuan yang paling utama, yakni mempertahankan eksistensi dirinya sendiri dan paling enggan menelan rugi. Mengasihani diri sendiri, menyayangi diri, takut menderita sengsara, dan mundur ketika menghadapi salib merupakan ekspresi dari hayat jiwa. Tetapi, jika kita pada zaman ini mengijinkan jiwa kita menderita kerugian karena Tuhan dan karena Injil, maka dalam kerajaan yang akan datang jiwa kita akan memiliki kenikmatan yang penuh. Ini adalah janji Tuhan kepada kita.
Kita mungkin merasa telah meninggalkan dunia, dan secara lahiriah telah kehilangan segalanya demi Tuhan dan Injil-Nya. Tetapi di dalam batin mungkin tetap ada kedambaan terhadap kemewahan dunia. Itulah pekerjaan hayat jiwa. Pekerjaan hayat jiwa selalu membuat kita merasa tidak rela membuang benda-benda atau perkara yang kita senangi. Dalam contoh yang sederhana, sikap kita terhadap harta akan menunjukkan apakah kita masih memelihara hayat jiwa, atau telah rela kehilangannya. Perkara atau benda duniawi benar-benar merupakan batu ujian untuk menyatakan apakah kita masih mempertahankan hayat jiwa kita atau tidak. Orang yang masih mengkhawatirkan perkara-perkara dunia, sulit mengikut Tuhan (Mat. 10:23).
Kita harus belajar pelajaran untuk selalu menyangkal jiwa kita, ego kita, dan hanya memperhatikan roh kita, melatih roh kita. Di satu pihak kita perlu menyangkal diri sendiri, di pihak yang lain kita perlu melatih roh kita untuk berkontak dengan Dia. Jalan yang terbaik untuk melatih roh kita adalah dengan belajar berdoa. Kita dapat berkata, “Tuhan, aku cinta pada-Mu. Aku serahkan diriku kepada-Mu. Aku mau melepaskan segala sesuatu untuk mengikuti Engkau.” Dalam Satu Tesalonika 5:17, Paulus menasihati kita untuk berdoa senantiasa. Doa yang demikian akan menyelamatkan kita dari ego sekaligus menjaga hati kita terus berpaling kepada Tuhan.

11 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 1 Senin

Syarat Mengikut Yesus - Memikul Salib
Markus 8:34
Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”

Ayat Bacaan: Mrk. 8:34

Apakah memikul salib itu? Salib adalah tempat Tuhan Yesus dipaku, yakni sebatang kayu palang. Pada waktu itu, sekelompok orang berteriak, “Enyahkan Dia! Salibkan Dia!” ltulah slogan salib. Bagi kita hari ini, salib adalah untuk menyingkirkan hayat alamiah kita. Apakah kemauan salib? Kemauan salib ialah berpaling kepada Allah; kemauan salib ialah bukan menurut kehendakku, melainkan menurut kehendak Kristus; bukan lagi aku, melainkan Kristus. Banyak orang mengira memikul salib tak lain adalah menderita untuk Tuhan. Tetapi menderita untuk Tuhan, belum tentu memikirkan apa yang dipikirkan atau yang dikehendaki Tuhan.
Kita bisa menerapkan perkara memikul salib dalam kehidupan kita sehari-hari. Misalnya, seorang kristen senang sekali menonton film. Pikiran, emosi, dan tekadnya selalu ingin menonton. Tetapi suatu hari ketika ia hendak menonton film, Tuhan di dalamnya berkata, “Jangan.” Akibatnya, terjadilah suatu pertentangan di batin, “Aku ingin pergi, namun Tuhan tidak mau. Jika aku tidak pergi, aku rugi. Tetapi kalau aku pergi, hatiku tidak damai.” Dalam banyak kasus, kita sering mengalami pergumulan yang demikian. Jika Tuhan memberitahu kita, “Jangan pergi,” namun kita berkeras untuk pergi, saat itulah kita tidak memiliki salib lagi. Dalam perkara apa pun, kita harus belajar membiarkan hayat Allah menang.
Jika hari ini kita tidak membiarkan Tuhan di dalam kita bekerja, akhirnya kita sendiri yang rugi. Kita telah memiliki benih Allah di dalam kita, benih itu pasti bisa bertumbuh. Kalau kita menanam semangka kita akan menuai semangka. Kalau kita menanam kedelai akan menuai kedelai. Tidak ada seorang pun yang bisa menahan benih Kristus yang ada di dalam kita. Jika kita menghalanginya, benih Kristus akan bertumbuh lebih lambat. Jika kita tidak menghalanginya, benih itu akan bertumbuh lebih cepat. Jadi persoalannya hari ini ialah mengarah kemanakah pikiran, emosi, dan tekad kita? Apakah mengarah ke dunia ataukah mengarah kepada Allah? Jika kita taat kepada Allah dan tekad kita cenderung kepada Allah, Kristus pasti meraja dan kehendak Allah pasti akan terlaksana di atas diri kita.

10 May 2008

Markus Volume 4 - Minggu 1 Minggu

Syarat Mengikut Yesus - Menyangkal Diri
Markus 8:34
Lalu Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya dan berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.”

Ayat Bacaan: Mrk. 8:34; 2 Kor. 3:16-18

Apabila seseorang ingin mengikut Kristus, ia harus melakukan tiga hal: menyangkal diri, memikul salib setiap hari, dan mengikut Kristus (Mrk. 8:34). Menurut pemahaman sebagian orang, ketika seseorang berkata bahwa saudara A atau saudari B menyangkal diri, selalu dikaitkan bagaimana mereka rela menyerahkan atau mengorbankan benda-benda material mereka, seperti pakaian, harta benda dan lain-lainnya, untuk membantu orang lain, memberikannya kepada orang lain. Memang, di dalam penyangkalan diri terdapat unsur pengorbanan barang-barang itu, tetapi pengorbanan barang-barang itu belum tentu benar-benar berarti “menyangkal diri”.
Apakah yang disebut menyangkal diri? Dalam bahasa Inggris kata “menyangkal” diterjemahkan “deny”, yang berarti “menyangkal”, “menolak” atau “mengingkari”. Karena itu, menyangkal diri berarti “menolak diri”, “tidak mengakui diri sendiri”. Jadi, jika kita mau menyangkal diri, terlebih dahulu harus menyangkal nafsu dan keinginan-keinginan kita yang terdapat dalam emosi kita. Dahulu kita mungkin menyukai sesuatu di luar Allah, sekarang kita menolaknya. Begitu kita menolak sesuatu tersebut, jiwa kita akan menderita, akan sulit menerimanya. Inilah yang disebut menyangkal diri. Di satu aspek, menyangkal diri berarti menolak keinginan jiwa kita, di aspek yang lain berarti mengarahkan hati kita kepada Allah (2 Kor. 3:16-18).
Dalam banyak hal, kita harus berlatih menyangkal diri. Kita mungkin tidak suka membicarakan hal-hal rohani kepada orang lain. Ini adalah watak kita. Kita harus belajar menyangkal watak yang demikian. Ada orang yang wataknya lamban dan suka terlambat. Orang yang demikian harus menolak wataknya dengan berusaha lebih cepat dan tidak terlambat. Ada pula orang yang wataknya suka berbicara panjang lebar tanpa henti. Orang yang demikian harus belajar menolak wataknya yang suka bicara, menahan diri, dan segera menghentikan pembicaraannya. Sebagian besar watak dan karakter kita tidak sesuai dengan Tuhan sehingga membatasi kegunaan kita di tangan-Nya. Oleh sebab itulah, Tuhan menghendaki kita menyangkal diri dan berpaling kepada-Nya. Hanya dengan jalan demikian kita dapat mengikuti Dia dengan tepat.

09 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 4 Sabtu

Jalan Untuk Mengalami Pembaruan Pikiran
Roma 12:2
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya Allah dan sempurna.

Ayat Bacaan: Rm. 12:1-2; Ef. 6:17-18; Yoh. 17:17; Ef. 5:26

Pikiran yang tidak diperbarui tidak bisa percaya, mengenal Allah, dan memiliki banyak keraguan. Dia meragukan kuasa, hikmat, dan juga kasih Allah. Ketiga hal ini menunjukkan sikapnya terhadap Allah. Dia meragukan kuasa Allah, merasa ragu apakah Allah mampu; dia meragukan hikmat Allah, kalau-kalau Allah salah; dan meragukan kasih-Nya, tidak yakin bahwa Allah benar-benar mengasihi. Kalau pikiran kita setiap hari terbuka terhadap Allah, kita akan menerima banyak terang. Pikiran kita perlu diterangi Allah untuk menerima sesuatu dari Allah secara pribadi.
Apabila pikiran kita tidak diperbarui, kita tidak akan dapat mengenal kehendak Allah. Meskipun dengan bantuan logika kita dapat menarik suatu kesimpulan, namun kita tetap tidak dapat mengenal kehendak Allah. Dari negara-negara Eropa dan Amerika, banyak siaran-siaran langsung dipancarkan melalui gelombang radio ke segala penjuru dunia dan diusahakan mencapai jarak yang paling jauh. Tetapi mengapa di sini kita tidak dapat menangkap siaran-siaran itu? Karena kita kekurangan radio-radio penerima yang kuat. Demikian pula, kehendak Allah sudah sangat jelas, namun karena pikiran kita belum diperbarui, kita tidak dapat mengenal kehendak Allah dengan jelas.
Bagaimanakah caranya agar pikiran kita dapat diperbarui? Pertama-tama kita harus mempersembahkan diri kita kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup (Rm. 12:1). Hanya mereka yang telah mempersembahkan diri kepada Tuhan yang pikirannya dapat diperbarui. Persembahan diri yang demikian memberi kedudukan bagi Tuhan untuk bekerja di dalam kita, terutama dalam memperbarui pikiran kita oleh Roh-Nya yang diam di dalam kita.
Setelah mempersembahkan diri, kita perlu datang kepada firman Tuhan untuk menerima terang-Nya. Setiap kali kita membaca firman Tuhan dan membaurkannya dengan doa dan permohonan (Ef. 6:17-18a), tidak hanya roh kita dikenyangkan, pikiran kita pun diterangi, diperbarui, dan dikuduskan (Yoh. 17:17; Ef. 5:26). Praktek yang demikian akan memberikan kesempatan bagi Tuhan Yesus untuk memperluas diri-Nya dari roh kita ke pikiran kita, sehingga pikiran kita diperbarui dan dapat mengenal kehendak Allah dengan tepat.

08 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 4 Jumat

Syarat Mengikuti Tuhan: Pikiran yang Diperbarui
Roma 12:2
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna.

Ayat Bacaan: Mrk. 8:33; Rm. 12:2; Ef. 4:23; 1 Yoh. 5:4

Agar dapat mengikuti dan melayani Tuhan, pikiran kita perlu diperbarui. Meskipun pada saat kelahiran kembali pikiran kita telah diperbarui, namun setelah itu pikiran kita bisa kembali menjadi usang. Pikiran kita menjadi sama seperti sebelum kita percaya kepada Tuhan. Tidak sedikit anak-anak Allah yang pikirannya tidak jauh berbeda dari pikiran orang-orang yang belum percaya. Ini menunjukkan bahwa walaupun roh kita sudah dihidupkan, namun pikiran kita belum tentu sudah diperbarui. Pikiran yang usang membuat kita dapat berperilaku seperti orang yang belum percaya Tuhan. Bagaimana mungkin orang yang pikirannya tidak diperbarui bisa dipakai oleh Allah? Pikiran kita tidak cukup hanya diperbarui sekali; pikiran kita harus senantiasa diperbarui dari hari ke sehari (Rm. 12:2; Ef. 4:23).
Dahulu ada seorang wanita yang sangat mencintai dunia. Pada suatu hari, di suatu tempat, ia mendengarkan seorang hamba Tuhan memberitakan firman. Pemberitaannya biasa-biasa saja, ayat yang dikutipnya adalah 1 Yohanes 5:4, “sebab semua yang lahir dari Allah, mengalahkan dunia. Dan inilah kemenangan yang mengalahkan dunia: Iman kita.” Namun, firman yang sederhana ini telah menawan hati wanita ini. Dia mendengar pengkhotbah itu menyebutkan firman ini berulang-ulang. Sebelumnya, wanita ini tidak mengerti apakah dunia itu. Tetapi pada hari itu ia nampak dengan jelas. Pada hari itu juga ia mencampakkan dunia dan bertobat. Pengenalannya yang demikian terhadap dunia berasal dari pikiran yang diterangi dan diperbarui.
Kita mungkin tidak mampu membuang suatu barang atau kesenangan kita, karena pikiran kita kekurangan terang dan belum diperbarui. Kalau pikiran kita tidak mau bekerja sama, maka firman yang masuk ke dalam kita, juga pelayanan kita akan menjadi sia-sia belaka. Pikiran yang belum diperbarui mudah sekali menjadi tumpuan bagi pekerjaan Iblis (Mrk. 8:33). Saudara-saudari, jangan mengira asal mempunyai motivasi yang baik itu sudah cukup. Kalau pikiran dan pandangan kita terhadap Allah dan pekerjaan-Nya masih tetap seperti ketika kita belum diselamatkan, ini berarti kita masih berada dalam cengkeraman Iblis dan tidak berdaya mengalahkannya.

07 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 4 Kamis

Memikirkan Kehendak Allah
Markus 8:31b
...bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari.

Ayat Bacaan: Mrk. 8:31-33; 7:21; Rm. 8:6; Ef. 1:17; Mat. 16:22; Rm. 12:1; Flp. 2:5; 1 Ptr. 4:1

Setelah Tuhan menyingkapkan wahyu rahasia mengenai siapa diri-Nya, Dia lalu menyampaikan wahyu tentang penyaliban dan kebangkitan-Nya (Mrk. 8:31). Untuk menggenapkan tujuan Allah, Kristus harus pergi ke Yerusalem untuk menanggung banyak penderitaan, ditolak, dibunuh, dan pada akhirnya dibangkitkan. Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang.
Setelah mendengar perkataan Tuhan tersebut, Petrus menarik Tuhan ke samping dan mulai menegur Dia dengan keras (Mrk. 8:32). Petrus mungkin mengira bahwa Tuhan telah salah dalam mengatakan bahwa Mesias akan diremehkan, menderita penganiayaan, dan dibunuh. Di sini Petrus ingin mengoreksi Tuhan. Namun, akhirnya dialah yang dikoreksi oleh Tuhan.
Tuhan tahu bahwa bukan Petrus yang berusaha menghalangi Dia memikul salib, tetapi Iblis (Mrk. 8:33). Hal ini juga dengan jelas menunjukan kepada kita bahwa manusia alamiah kita tidak bersedia memikul salib, karena manusia alamiah kita telah bersatu dengan Iblis. Ketika kita meletakkan pikiran kita bukan pada perkara Allah, tetapi pada perkara manusia, pada prinsipnya kita telah bersatu dengan Satan sehingga menjadi sandungan bagi Tuhan dalam menggenapkan tujuan Allah. Petrus tidak tahu apa yang ia katakan (Mat. 16:22). Apabila Tuhan tidak disalibkan, bagaimana mungkin ia dapat bebas dari hukuman Allah? Apabila Tuhan tidak mati dan dibangkitkan, bagaimana mungkin ia dapat terbebas dari kuasa dosa? O, perkataannya sungguh keliru dan bodoh. Penggenapan rencana kekal Allah bergantung pada kematian dan kebangkitan Kristus!
Dalam mengikuti dan melayani Tuhan, kita harus belajar untuk tidak menuruti keinginan atau konsepsi alamiah kita, karena konsepsi alamiah kita seringkali berlawanan dengan kehendak Allah. Agar tidak mengulangi kesalahan Petrus, kita perlu berdoa memohon Roh hikmat dan wahyu untuk mengenal Dia dengan benar (Ef. 1:17). Selain itu, kita perlu mengenal firman Tuhan dengan baik dan menolak setiap konsepsi yang berlawanan dengan firman Tuhan. Terakhir, kita perlu belajar meletakkan pikiran kita di atas roh melalui menyeru nama-Nya (Rm. 8:6), sehingga pikiran kita diperbarui (Rm. 12:2; Ef. 4:23), sehingga akhirnya kita akan memiliki pikiran Kristus (Flp. 2:5; 1 Ptr. 4:1; 1 Kor. 2:16).

06 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 4 Rabu

Mengenal Kristus melalui Wahyu dan Pengalaman
Markus 8:29
Ia bertanya kepada mereka, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” Maka jawab Petrus, “Engkaulah Mesias!”

Ayat Bacaan: Mrk. 8:27-29; Flp. 3:10

Di tengah perjalanan ke desa-desa di sekitar Kaisarea Filipi, Tuhan Yesus bertanya kepada murid-murid-Nya, “Kata orang, siapakah Aku ini?” (Mrk. 8:27). Jawab mereka: “Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, yang lain mengatakan: Elia, yang lain lagi mengatakan: Seorang dari para nabi” (Mrk. 8:28). Jawaban murid-murid ini menunjukkan bahwa tanpa wahyu, orang-orang hanya mengetahui bahwa Yesus adalah nabi yang paling besar. Tanpa wahyu surgawi, tidak seorang pun dapat mengenal bahwa Dia sesungguhnya adalah Mesias (Kristus).
Kemudian Tuhan bertanya lagi kepada murid-murid-Nya, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?’ Jawab Petrus, ‘Engkaulah Mesias!” (Mrk. 8:29). Di sini kita melihat bahwa Petrus segera menjawab bahwa Yesus adalah Kristus. Pengenalan Petrus terhadap Tuhan adalah berdasarkan wahyu, bukan berdasarkan apa yang dikatakan orang pada umumnya tentang Tuhan. Bila seseorang mendapatkan wahyu, ia akan memiliki pengenalan yang tepat terhadap Tuhan. Pengenalan yang demikian bukan hanya pengenalan di dalam otak, tetapi pengenalan yang subyektif melalui berkontak, bersekutu, dan berjumpa dengan Tuhan Yesus di dalam roh.
Ketika kita baru dilahirkan kembali, pengenalan kita terhadap Tuhan mungkin masih dangkal. Namun hari demi hari, pengenalan kita terhadap-Nya harus lebih dalam. Bahkan sampai hari ini kita harus memiliki kedambaan untuk lebih mengenal Dia melalui persekutuan kita yang akrab dengan-Nya (Flp. 3:10). Jangan mengenal Tuhan hanya secara doktrinal saja. Kita perlu mengenal Tuhan secara pengalaman sehingga pengenalan itu mempengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Misalnya,orang lain mungkin heran mengapa kita tidak pergi ke sebuah klub malam untuk menikmati hiburan. Alasan kita tidak pergi ke sana adalah karena kita mengenal Tuhan, mengenal sifat-Nya yang kudus. Sifat kudus-Nya tidak mengijinkan kita untuk pergi ke sana; itulah sebabnya kita menahan diri untuk tidak pergi. Lihatlah, pengenalan yang demikian sangat subyektif, karena pengenalan yang demikian menuntun kita untuk hidup menurut sifat dan karakter Tuhan, hidup menurut apa adanya Dia.

05 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 4 Selasa

Menyembuhkan Orang Buta
Efesus 1:18
Dan supaya Ia menjadikan mata hatimu terang, agar kamu mengerti pengharapan apakah yang terkandung dalam panggilan-Nya: Betapa kayanya kemuliaan warisan-Nya kepada orang-orang kudus.

Ayat Bacaan: Mrk. 8:22-36; Kis. 26:18; 2 Ptr. 1:9

Dalam Markus 8:22-36 kita akan melihat bagaimana Hamba-Penyelamat menyembuhkan seorang yang buta. Orang buta di sini melambangkan orang yang kehilangan penglihatan batininya, seorang yang secara rohani buta (Kis. 26:18; 2 Ptr. 1:9), tidak dapat melihat hal-hal rohani milik Allah. Bagaimana Tuhan menyembuhkan Dia?
Pertama-tama, Tuhan membawa orang buta itu ke luar desa. Tuhan melakukan demikian untuk menghindari kerumunan (Mrk. 8:23). Secara rohani, ini juga menunjukkan bahwa Hamba-Penyelamat menginginkan orang buta itu memiliki waktu pribadi dan akrab dengan Dia sehingga Dia dapat memulihkan penglihatannya. Semua orang yang buta secara rohani memerlukan waktu pribadi yang demikian dengan Hamba-Penyelamat.
Selanjutnya, Tuhan meludahi mata orang buta itu dan meletakkan tangan-Nya ke atasnya (Mrk. 8:23). Kebutaan berkaitan dengan kegelapan (Kis. 26:18). Agar dapat melihat, diperlukan terang. Ludah Hamba-Penyelamat melambangkan firman yang keluar dari mulut-Nya, firman yang memberikan terang hayat ilahi kepada penerimanya untuk pemulihan penglihatannya.
Dalam perkara rohani, tidak ada satu hal yang lebih penting daripada terceliknya mata batiniah. Ketika Tuhan Yesus mengutus Paulus untuk pergi memberitakan Injil, perkara pertama yang ia lakukan adalah berdoa supaya orang yang belum percaya, mata batiniahnya tercelik. Begitu mata batiniahnya tercelik, barulah orang yang belum percaya itu akan berbalik dari kegelapan kepada terang, dan dari kuasa Iblis kepada Allah. Perpalingan yang demikian akhirnya membuat dia memperoleh pengampunan dosa dan mendapat bagian dalam apa yang ditentukan untuk orang-orang kudus. Semua berkat ini bisa kita peroleh hanya apabila mata batiniah kita tercelik.
Saudara saudari, agar mata batiniah kita dipulihkan dan menjadi terang, kita perlu menyediakan waktu yang cukup untuk bersekutu dengan Tuhan secara pribadi setiap hari. Kita bisa membaca firman-Nya dan membaurkan pembacaan itu dengan doa kita. Pembacaan dan doa yang demikian akan mendatangkan faedah yang besar bagi kerohanian kita.

04 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 4 Senin

Menyembuhkan Kebisuan Kita
Yeremia 1:6, 9
Maka aku menjawab: “Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Lalu TUHAN mengulurkan tangan-Nya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: “Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataan-Ku ke dalam mulutmu.”

Ayat Bacaan: Mrk. 7:33; Yes. 50:4-5; Ayb. 33:14-16; Kel. 4:10; Yer. 1:6

Ketika menyembuhkan seorang yang tuli dan bisu (gagap, LAI), Hamba-Penyelamat menusukkan jari-Nya ke dalam telinga orang itu (Mrk. 7:33). Apa yang dilakukan Tuhan melambangkan penanggulangan-Nya terhadap organ pendengaran kita (lih. Yes. 50:4-5; Ayb. 33:14-16). Kemudian, Tuhan juga meludah dan meraba lidahnya. Perbuatan Tuhan ini menandakan pengurapan-Nya atas organ bicara kita sehingga kita dapat berbicara bagi Dia.
Banyak orang tidak dapat berbicara dengan baik, tidak bisa berbicara dengan lancar, atau tidak mempunyai karunia berbicara. Ada lagi yang lain, pembawaannya memang tidak suka banyak bicara. Namun, baik seseorang itu tidak pandai berbicara atau tidak suka berbicara, begitu ia beroleh selamat, ia harus membuka mulut untuk bersaksi bagi Tuhan. Mengapa? Karena “lidah” kita sudah diurapi oleh Tuhan dan disembuhkan untuk berbicara bagi-Nya. Kita tidak seharusnya berdiam diri dengan alasan tidak pandai bicara. Pada saat yang sama, gereja juga harus memberikan dorongan bagi kaum beriman untuk bersaksi, memberikan banyak kesempatan kepada kaum beriman untuk belajar membicarakan firman Tuhan. Tanpa terkecuali, kita semua harus belajar berbicara bagi Tuhan. Meskipun kita adalah orang yang benar-benat tidak pandai bicara, kita tetap harus belajar berbicara bagi Tuhan (Kel. 4:10; Yer. 1:6).
Kita dapat belajar berbicara bagi Tuhan kepada teman-teman kita. Terhadap beberapa teman kita yang belum percaya, kita dapat memberitahu mereka tentang kesia-siaan dunia ini. Terhadap beberapa teman yang lain, kita dapat memberitahu mereka bahwa dosa adalah perkara yang sangat menakutkan karena mendatangkan hukuman Allah; bahwa dosa membuat manusia kehilangan damai sejahtera. Atau, kita pun dapat menjelaskan tentang pertobatan dan jalan keselamatan Allah. Terhadap saudara saudari seiman, kita pun dapat belajar mengutarakan firman Tuhan, baik secara pribadi maupun dalam sebuah perhimpunan atau persekutuan. Latihan yang demikian pada awalnya mungkin tidak mudah, namun bila kita setia melakukannya, pembicaraan kita akan mendatangkan faedah yang besar bagi kita sendiri, dan orang lain.

03 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 4 Minggu

Menyembuhkan Pendengaran Kita
Mazmur 38:14
Tetapi aku ini seperti orang tuli, aku tidak mendengar, seperti orang bisu yang tidak membuka mulutnya.

Ayat Bacaan: Mrk. 7:31-37; Yes. 35:6; 56:10

Dalam Markus 7:31-37 kita melihat bagaimana Tuhan menyembuhkan seorang yang tuli dan bisu. Secara rohani, tuli dan bisu melambangkan ketidakmampuan mendengar suara Allah, tidak mampu memuji Dia (Yes. 35:6) dan tidak dapat berbicara bagi Dia (Yes. 56:10). Kebisuannya disebabkan oleh ketuliannya. Oleh sebab itu, dalam keselamatan-Nya, Hamba-Penyelamat terlebih dulu menyembuhkan telinganya yang tuli, baru kemudian menjamah lidahnya yang bisa.
Menurut ilmu kesehatan, ketulian sering merupakan penyebab kebisuan. Dalam banyak kasus, orang yang tuli juga menjadi bisu. Hal ini disebabkan kemampuan berbicara berasal dari pendengaran. Seorang anak kecil harus mendengar, baru dapat berbicara. Kita dapat mengatakan bahwa apa yang pernah ia dengar, itulah yang kemudian menjadi pembicaraannya.
Dalam dunia rohani, kita perlu berlatih mendengarkan pembicaraan Tuhan. Ketika kita mendengarkan firman, firman itu akan mempengaruhi diri kita. Kemudian kita akan mampu membicarakannya dengan lancar. Tetapi banyak juga anak-anak Allah yang tidak dapat membicarakan firman Tuhan dengan baik. Mengapa? Karena mereka tidak mendengar secara tepat. Jika kita mendengarkan firman Tuhan dengan penuh perhatian, maka firman yang kita dengar kemudian akan menjadi pembicaraan kita.
Marilah kita merenungkan pengalaman rohani kita sebagai orang Kristen. Bagaimanakah pendengaran kita terhadap firman Tuhan? Tidak sedikit orang yang segera mengantuk ketika firman diberitakan, atau merasa jenuh dengan Alkitab mereka. Dalam pertemuan ibadah kita, orang-orang muda biasanya bersemangat untuk menyanyi, namun semangat itu segera luntur ketika pemberitaan firman dimulai. Situasi demikian sungguh disayangkan.
Dalam Injil Markus, pelayanan Tuhan terus maju. Selangkah demi selangkah Tuhan merawat kita, hingga pada gilirannya menjamah pendengaran kita. Kita perlu mengatakan, “Tuhan Yesus, terima kasih atas perawatan-Mu dan penyembuhan-Mu. Tuhan, sembuhkanlah pendengaranku akan firman-Mu, sehingga pembicaraan-Mu mengubah aku dan menjadi kesaksianku.”

02 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 3 Sabtu

Dengan Iman Datang kepada Tuhan
Efesus 3:12
Di dalam Dia kita beroleh keberanian dan jalan masuk kepada Allah dengan penuh kepercayaan melalui iman kita kepada-Nya.

Ayat Bacaan: Mrk. 7:25-20; Mat. 15:28; Ef. 3:12; Flp. 4:6

Melalui kisah dalam Markus 7:25-30, kita bisa belajar beberapa teladan dari perempuan Siro-Fenisia. Pertama, meskipun kelihatannya sudah tidak ada harapan bagi anaknya, namun ia percaya bahwa masih ada “Seseorang” (Tuhan Yesus) yang lebih kuat untuk menyelamatkan anaknya. Kedua, perempuan ini tidak menghiraukan “penolakan” Tuhan. Dia tetap tenang, lebih banyak berdoa dan lebih banyak mempercayai. Dia percaya bahwa mustahil Tuhan menyuruh dia pulang dengan tangan hampa. Dia terus berharap, kepercayaannya melebihi situasi-situasi di luar, bahkan melebihi kata-katanya sendiri. Karena kepercayaannya, akhirnya dia menang. Dalam hal memohon (berdoa) kepada Tuhan, iman perempuan Siro-Fenisia ini sangat gigih. Ketiga, Tuhan memuji imannya yang demikian (Mat. 15:28; Mrk. 7:29). Jawaban Tuhan terhadap permohonan perempuan Siro-Fenisia ini seharusnya menjadi dorongan bagi kita untuk datang berdoa kepada Tuhan.
Di antara anak-anak Allah, ada satu kekurangan yaitu dalam hal memiliki waktu pribadi untuk berkomunikasi dengan Tuhan. Banyak orang tidak memiliki kehidupan doa pribadi. Kebanyakan kaum beriman yang usianya di atas 45 tahun memiliki kehidupan doa pribadi. Namun kebanyakan orang muda, tidak memilikinya. Kita harus prihatin terhadap fakta ini karena hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan hayat kita. Jika kita tidak datang kepada Tuhan secara langsung dan pribadi, penanggulangan Tuhan terhadap kita tidak akan mendalam dan lengkap.
Kita semua perlu memiliki waktu pribadi dengan Tuhan. Kebutuhan ini dapat dibangun ke dalam kebiasaan sehari-hari. Waktu yang terbaik untuk memiliki waktu pribadi dengan Tuhan adalah di pagi hari. Beberapa orang pergi bekerja lebih awal, karena itu perlu memilih waktu lain dari hari itu. Bagaimana pun juga kita semua perlu menetapkan waktu untuk Tuhan dalam setiap hari paling sedikit 30 menit. Kalau kita setia berlatih demikian, maka kita akan mengalami Tuhan yang hidup, dapat dipercaya, dan dapat disandari. Apa pun keadaan atau masalah yang kita hadapi, kita boleh membawanya kepada Tuhan dalam doa (Ef. 3:12; Flp. 4:6).

01 May 2008

Markus Volume 3 - Minggu 3 Jumat

Jalan untuk Dikenyangkan
Roma 10:12
Sebab tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani. Karena, Tuhan yang satu itu adalah Tuhan dari semua orang, dan murah hati kepada semua orang yang berseru kepada-Nya.

Ayat Bacaan: Mrk. 7:27-28 Yoh. 4:24; 2 Kor. 3:17; 1 Kor. 15:45; 1:2, 9; Rm. 10:12-13

Dalam Injil Markus Tuhan Yesus menyamakan diri-Nya sebagai roti di atas meja (Mrk. 7:27-28). Dia memberitahu perempuan Kanaan bahwa tidaklah benar untuk mengambil roti yang disediakan untuk anak-anak dan memberikannya kepada anjing. Perempuan Kanaan menjawab dengan mengatakan bahwa anjing pun berhak makan remah-remah yang jatuh dari meja tuannya. Sebagai “seekor anjing” kafir, perempuan Kanaan masih dapat menikmati Tuhan sebagai remah-remah yang menjadi bagiannya. Dia nampak dengan jelas bahwa Tuhan adalah “roti” untuk dinikmati.
Mungkin kita bertanya, “Bagaimana caranya makan atau menikmati Tuhan sebagai roti?” Pertama-tama, kita harus menggunakan organ yang tepat, yaitu roh kita. Tuhan adalah Roh (Yoh. 4:24; 2 Kor. 3:17; 1 Kor. 15:45), oleh sebab itu kita hanya bisa berkontak dengan-Nya, makan Dia, menikmati Dia, dengan menggunakan roh kita. Makan berarti menerima sesuatu masuk ke dalam perut jasmani kita. Makan Tuhan sebagai roti hayat berarti menerima Tuhan masuk ke dalam “perut” rohani kita - roh kita. Tuhan selamanya tidak dapat kita nikmati dengan organ tubuh dan pikiran kita, melainkan hanya dengan roh kita.
Menurut firman Tuhan dan pengalaman banyak anak-anak Allah, cara paling praktis untuk menikmati Tuhan adalah dengan berseru kepada nama Tuhan. Rasul Paulus memberitahu kita, bahwa kaum saleh terpanggil adalah orang-orang yang menyeru nama Tuhan (1 Kor. 1:2). Allah memanggil kita masuk ke dalam persekutuan Anak-Nya, Yesus Kristus, yakni masuk ke dalam kenikmatan atas Kristus; dan jalan menikmati Kristus ialah menyeru nama Tuhan (1 Kor. 1:9; Rm. 10:12-13).
Tuhan adalah Roh, Tuhan juga adalah Firman (Yoh 1:1, 14, 3:36). Roh kita perlu terbuka kepada Tuhan, roh kita pun perlu terbuka kepada Alkitab. Setiap kali kita membaca Alkitab, kita dapat membaurkan pembacaan kita dengan doa dan seruan kepada Tuhan. Pembacaan yang demikian memberi kita faedah yang besar. Di dalam firman-Nya, kita mengalami Dia dan roh kita dikenyangkan. Pada akhirnya, kematian akan tersingkir, kegelapan akan terenyah, dan kelemahan berubah menjadi kekuatan.