Hitstat

31 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 4 Senin

Faktor Pemersatu Umat Allah (1)
Kejadian 10:1
“Inilah keturunan Sem, Ham dan Yafet, anak-anak Nuh. Setelah air bah itu lahirlah anak-anak lelaki bagi mereka.”

Setelah air bah, Nuh sekeluarga mempunyai permulaan baru. Di tengah-tengah mereka ada kesatuan yang riil; dalam setiap perkara mereka adalah satu. Pertama, mereka adalah satu dengan Allah. Dalam kebangkitan (angka delapan menunjukkan kebangkitan) mereka berdelapan tertampil sebagai satu orang di hadapan Allah. Mereka menyembah Allah yang esa. Kedua, mereka hanya memiliki satu tujuan, yaitu mengekspresikan Allah dan mewakili Allah. Ketiga, kedelapan orang ini adalah satu dalam opini, bahasa, konsepsi, dan pengertian. Mereka berbicara dalam bahasa yang sama. Mereka benar-benar satu.
Tahun demi tahun jumlah mereka makin bertambah. Peningkatan yang pesat atas jumlah penduduk mengakibatkan adanya perpecahan. Mereka tidak saja terpecah menjadi banyak keluarga dan generasi, bahkan juga menjadi berbagai bangsa. Bangsa ialah suatu kerajaan atau kekuasaan di mana ada orang yang mengepalai dan menguasai. Pada permulaan zaman baru dari hidup dalam kebangkitan, hanya ada seorang kepala perwakilan, yaitu Nuh. Ia mewakili Allah, Pemimpin sejati itu. Di sebuah keluarga hanya ada satu kepala. Itu merupakan kesatuan yang sempurna. Namun kemudian anak cucu Nuh bukan hanya terpecah menjadi berbagai keluarga, bahkan menjadi berbagai bangsa. Itu sungguh mengerikan. Tuhan membenci segala bentuk perpecahan (1 Kor. 1:10), sebaliknya Ia berdoa untuk kesatuan (Yoh. 17:20-21). Dengan alasan apapun, perpecahan tetap adalah perpecahan, dan itu adalah perkara yang Tuhan benci karena perpecahan merusak tujuan sebermula Allah.

Faktor Pemersatu Umat Allah (2)
Kej. 10:32; Ef. 4:6

Kejadian pasal 10 adalah sebuah daftar bangsa-bangsa keturunan Sem, Ham, dan Yafet. Ayat dua sampai ayat lima berisi nama-nama keturunan Yafet; ayat enam sampai ayat dua puluh adalah daftar nama-nama keturunan Ham; dan ayat dua puluh satu sampai ayat tiga puluh satu adalah daftar nama-nama keturunan Sem. Daftar ini disusun menurut keturunan mereka, menurut bangsa mereka. Dan dari mereka itulah berpencar bangsa-bangsa di bumi setelah air bah itu (Kej. 10:32).
Pada mulanya umat Allah adalah satu. Mengapa mereka itu satu? Memang unsur keluarga mengikat mereka menjadi satu, namun faktor utama kesatuan mereka dikarenakan mereka hanya mempunyai satu Allah. Nuh sekeluarga menyembah Allah yang Maha Esa. Allah yang Maha Esa ini adalah faktor utama yang mengikat umat Allah di dalam kesatuan. Bila penyembahan kepada Allah berubah sasaran, seluruh keadaan di tengah-tengah umat Allah pasti juga berubah. Jika di antara umat Allah terdapat penyembahan yang berlainan, pasti terjadi perpecahan di tengah-tengah mereka. Jadi faktor utama untuk memelihara kesatuan suku bangsa baru ialah selain satu Allah yang benar tidak ada allah lain. Demikian juga, kita hanya memiliki satu Allah, kita hanya menyembah Allah yang unik itu. Allah kita unik (satu-satunya), karena itu kita esa. Efesus 4:6 mengatakan tentang satu Allah satu Bapa. Sebab kita hanya memiliki satu Allah dan satu Bapa, karena itu kita pun esa.
Nuh sekeluarga terwujud satu disebabkan mereka hanya mempunyai satu sasaran yang unik. Baik Nuh maupun anak-anaknya tidak ada yang mencari kepentingan pribadinya; mereka semua bagi sasaran Allah. Sasaran Allah ialah agar manusia mengekspresikan dan mewakili-Nya. Sasaran mereka bukan pertanian, pendidikan, atau industri. Satu-satunya sasaran mereka adalah mengekspresikan Allah dan mewakili Allah.
Terhadap hal ini hendaknya kita mempunyai kesan yang mendalam. Meskipun kita mempunyai Allah yang sama, mungkin kita mempunyai sasaran yang berbeda. Bila kita bersasaran lain, kita akan terpecah belah. Kita di sini hanya untuk mengekspresikan Allah dan mewakili Allah. Kita mempunyai satu kedudukan yang tidak tergoyahkan untuk memproklamirkan kepada seluruh alam semesta, juga kepada Iblis beserta semua malaikat yang memberontak, pemerintah yang berkuasa di angkasa dengan antek-anteknya bahwa kita sebagai gereja lokal adalah untuk sasaran Allah, berdiri bersatu dengan Allah. Sasaran kita satu-satunya adalah mengekspresikan Allah kita. Kita di sini bagi pengekspresian Allah.

Penerapan:
Tuhan menyelamatkan kita bukan agar kita terpecah belah melainkan agar kita disatukan dan dibangun menjadi rumah Allah. Karena itu marilah kita kesampingkan segala macam perbedaan latar belakang kita yang dapat dipakai Iblis untuk memecah- belah anak-anak Allah. Kalau Allah sangat membenci perpecahan, bukankah demikian pula seharusnya sikap kita?

Pokok Doa:
Ya Tuhan Yesus, sering kali aku merasa bahwa aku berbeda dari anak-anak Allah tertentu. Ampunilah sikapku yang tidak tepat ini. Aku mau meletakkan segala macam perbedaan dan menyatukan diri dengan umat Allah, yakni mereka yang berjalan dalam terang firman-Mu yang murni.

29 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 3 Sabtu

Ham: Menerima Kutukan Karena Memperlihatkan Kegagalan
Kejadian 9:24-25
“Setelah Nuh sadar dari mabuknya dan mendengar apa yang dilakukan anak bungsunya kepadanya, berkatalah ia: ‘Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina bagi saudara-saudaranya.’”

Sebagaimana kita ketahui, Nuh telah melakukan suatu kesalahan dan mengalami kegagalan. Di pandang dari aspek rohaninya, orang seperti Nuh ini sebenarnya mudah sekali merendah hati dan mengaku salah. Namun, janganlah menghakimi Nuh menurut konsepsi manusia. Karena Allah sudah mengangkatnya sebagai pemimpin, maka walaupun ia telah gagal, dia harus berbicara bukan seturut rasa salahnya, melainkan berbicara menurut pemerintahan Allah. Entah pemimpin itu benar atau salah, pemerintahan Allah harus tetap dipelihara.
Ham bersalah karena menceritakan kegagalan Nuh yang ia dapati tengah telanjang karena mabuk. Ini serius. Memperlihatkan kegagalan pemimpin adalah menyangkut pemerintahan ilahi. Kita semua harus nampak ini. Musa bersalah karena mengambil istri seorang Kusy (Bil. 12:1). Miryam mengucapkan kata-kata yang menentang dia, sehingga terkena kutukan kusta (Bil. 12:10). Dia terkutuk karena meremehkan pemerintahan Allah, dan menjamah pemerintahan Allah dengan cara yang negatif. Mengapa Alkitab tegas sekali mengatakan, “Terkutuklah orang yang memandang rendah (tidak menghormati) ibu dan bapanya” (Ul. 27:16). Karena ini menyangkut pemerintahan Allah.
Mengapa Ham terkutuk? Ham kehilangan kesempatan “emas” untuk menerima berkat karena ia telah meremehkan pemerintahan Allah. Kegagalan pemimpin selalu merupakan ujian bagi kita. Jika kita dengan tepat berada di bawah pemerintahan Allah, kegagalan pemimpin akan menjadi berkat kita. Kita semua harus memperhatikan pemerintahan Allah.

Sem dan Yafet: Memperoleh Berkat Karena Menutupi Kegagalan
Kej. 9:23, 26-27; Yoh. 4:22; Yoh. 1:14; Why. 21:2-3

Kejadian 9:23 mencatat, “Sem dan Yafet mengambil sehelai kain dan membentangkannya pada bahu mereka berdua, lalu mereka berjalan mundur; mereka menutupi aurat ayahnya sambil berpaling muka, sehingga mereka tidak melihat aurat ayahnya.” Apa yang mereka lakukan tidak hanya benar, juga bermoral, bahkan sepenuhnya berada di bawah pemerintahan Allah. Sem dan Yafet mengenal pemerintahan Allah. Mereka masuk, bukan untuk melihat kegagalan, sebaliknya menutupi kegagalan. Karena tindakannya yang benar, Sem dan Yafet diberkati.
Dalam nubuat yang diucapkan Nuh, jelas menyatakan bahwa tempat kediaman Yafet akan diperluas oleh Allah (Kej. 9:27). Perluasan tempat kediaman menyiratkan kemakmuran. Yafet adalah adalah nenek moyang orang Eropa. Sejarah memberi tahu kita bahwa bangsa Eropa sudah diperluas. Ekspansi ini disebabkan oleh tiga faktor utama di antara orang-orang Eropa; kekuatan pemerintahan, ilmu pengetahuan, serta kesenian dan kebudayaan termasuk teknik dan perniagaan. Kesemuanya ini sebagai penggenapan nubuat Allah.
Kepada Sem, Nuh berkata, “TUHAN, Allah Sem” (Kej. 9:26). Perluasan dimiliki Yafet, tetapi Allah dimiliki oleh Sem, nenek moyang orang Ibrani. Bahkan Tuhan Yesus pun memberi tahu perempuan Samaria bahwa karunia keselamatan berasal dari orang Yahudi (Yoh. 4:22). Segala yang bersangkutan dengan Allah berasal dari orang Yahudi. Semua hal mengenai Allah, mengenai Injil Allah, mengenai Kristus, dan karunia keselamatan, berasal dari orang Yahudi. Dalam nubuat itu dikatakan bahwa Yafet yang diperluas itu akan tinggal dalam kemah-kemah Sem (Kej. 9:27). Orang-orang Eropa memang kuat, namun mereka membutuhkan kemah-kemah orang Ibrani. Kalau kita membaca sejarah bangsa Israel, merekalah yang mendirikan kemah suci bagi Allah. Tuhan Yesus adalah salah satu keturunan Sem, Ia diumpamakan sebagai Kemah (Yoh. 1:14 TL.). Akhirnya, Yerusalem Baru pun merupakan tabernakel Allah yang kekal (Why. 21:2-3), di atasnya tertulis nama kedua belas suku bangsa Yahudi dan kedua belas nama rasul Yahudi.
Kita patut bersyukur karena kita hidup di dalam jaman kasih karunia, jaman gereja, dimana Kristus adalah berkat satu-satunya, dan Ia tersedia bagi segala bangsa. Walau kita dilahirkan dari bangsa-bangsa yang berbeda, asal kita menerima Kristus, kita berada di bawah berkat Allah. Lupakan status alamiah kita. Di dalam Kristus kita adalah satu manusia baru, satu kewargaan, yakni kewargaan surgawi (Flp. 3:20; 2 Tes. 1:5).

Penerapan:
Tidak ada manusia yang sempurna. Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan. Demikian pula mereka yang adalah wakil otoritas Allah. Janganlah kita menghakimi, mengkritik, atau mengatakan hal-hal negatif tentang mereka karena itu berarti menyalahi wakil otoritas Allah. Belajarlah untuk mendoakan mereka.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku berterima kasih atas orang-orang yang telah Kau tetapkan sebagai wakil otoritas-Mu. Berkatilah pelayanan mereka sehingga bisa menjadi berkat bagi banyak orang. Lindungilah mereka dari serangan si jahat dan pimpinlah mereka selalu dalam jalan yang Kau perkenan.

28 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 3 Jumat

Kegagalan Nuh
Kejadian 9:20-21
“Nuh menjadi petani; dialah yang mula-mula membuat kebun anggur. Setelah ia minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya.”

Menurut catatan Kitab Kejadian, setelah Nuh keluar dari bahtera, ia kemudian menjadi pemimpin daratan yang baru dan bapa semua umat manusia di bumi. Saat itu, sebagai bapa dan pemimpin semua umat manusia, ia tentunya berada di bawah berkat Allah. Nuh mulai menjadi seorang petani dan menggarap sebuah kebun anggur (Kej. 9:20). Kita tahu bahwa ia sudah sangat sukses dalam hal ini, karena hasil kebun anggur telah dibuat arak anggur (Kej. 9:21). Namun patut disayangkan bahwa keberhasilan telah membuatnya menjadi lepas kendali. Nuh minum anggur secara berlebihan sampai mabuk. Dalam mabuknya ini, tak saja ia sangat teledor, juga lalai, lengah, sampai-sampai telanjang tanpa sadar. Ia telanjang di luar kesadarannya, dan putranya, Ham, melihat hal ini (Kej. 9:22).
Ini menampakkan kepada kita, kapan saja kita mengalami kesuksesan di bawah berkat Allah, kita harus waspada karena kesuksesan ini mudah sekali membuat kita kendur dan lengah. Janganlah kita terlalu girang terhadap kesuksesan kita. Sebaliknya ketika kita menderita, hendaklah kita bersukacita (Rm. 5:3). Namun ketika sukses, hendaklah kita berhati-hati. Kadangkala kesulitan dan penderitaan memaksa kita untuk berjaga-jaga dalam doa, mengikatkan diri dengan Tuhan. Namun saat kesulitan dan penderitaan berlalu, kita segera menjadi teledor. Sekali teledor, kita akan menjadi lengah. Lalu kita akan kehilangan kesadaran, sehingga menjadi telanjang. Begitu Nuh lengah sedikit, kesuksesannya segera berubah menjadi kegagalan yang memalukan. Ini adalah sebuah peringatan yang serius!

Sebuah Peringatan: Jangan Kehilangan Penutup!
Kej. 9:21; Kej. 3:7, 21; Kel. 20:25-26, 28:40-43; Luk. 15:22; Mzm. 45:14

Setelah Nuh minum anggur, mabuklah ia dan ia telanjang dalam kemahnya (Kej. 9:21). Sebagai manusia yang telah jatuh, kita memerlukan penutup. Bukan hanya penutup rohani, tetapi juga penutup jasmani. Sebelum manusia jatuh, di hadapan Allah manusia adalah telanjang. Ketelanjangan itu tak ada salahnya, karena saat itu tidak ada dosa. Setelah jatuh, dosa masuk, sehingga telanjang itu berdosa. Dalam sifat kita ada dosa, maka di hadapan Allah memerlukan penutup.
Dari aspek jasmani, penutup yang pantas itulah pakaian kita. Setelah jatuh, Adam dan Hawa segera sadar bahwa mereka telanjang, kemudian mereka berusaha sebisanya untuk menutupi dirinya (Kej. 3:7). Namun mereka tak berdaya menutupi dengan baik. Kemudian Allah datang menutupi mereka dengan kulit binatang kurban (Kej. 3:21). Penutupan ini melambangkan Kristus menjadi penutup manusia yang telah jatuh. Dari aspek jasmani, manusia yang jatuh perlu ditutup, terutama di hadapan Allah. Seorang imam tidak diperbolehkan telanjang. Ketika mereka masuk ke hadapan Allah, haruslah tertutup seluruh tubuhnya (Kel. 20:25-26, 28:40-43).
Manusia hari ini suka bertelanjang, berusaha sedapat mungkin untuk memamerkan tubuhnya. Kodrat manusia dapat memberi tahu kita bahwa hal ini memalukan. Keadaan hari ini sungguh kasihan. Manusia tidak hanya bertentangan dengan Alkitab, bahkan bertentangan dengan kodrat dan perasaan mereka sendiri. Baik pria maupun wanita haruslah menutupi tubuh mereka. Dari Alkitab, kita temukan bahwa setelah manusia jatuh dalam dosa, ada manusia merasa bersalah terhadap ketelanjangannya. Betapa pun kudusnya kita, kita tetap perlu penutup. Tubuh kita harus ditutupi.
Sebagai manusia kita perlu penutup jasmani, roh kita lebih-lebih perlu penutup rohani. Dalam perlambangan, semua pakaian dan jubah kita melambangkan Kristus sebagai penutup kita (Luk. 15:22; Mzm. 45:14). Telanjang menurut arti rohaninya ialah kehilangan penutup di hadapan Allah, kehilangan Kristus sebagai penutup. Sering kali kita terlalu gembira oleh kesuksesan yang telah kita capai. Kita harus hati-hati, jangan sampai karena bergembira sehingga menjadi teledor, lalai, mabuk, telanjang, dan kehilangan penutup yang sepatutnya. Sebagai manusia yang telah jatuh, kita harus menjaga diri kita di bawah penutupan Kristus atas setiap aktivitas atau sesuatu yang kita perbuat atau katakan. Jika kita berbuat sesuatu tanpa ditutupi oleh Kristus, itu berarti kita teledor, lengah, mabuk, dan telanjang. Berarti kita kehilangan pengendalian diri. Demikianlah perkara yang terjadi pada diri Nuh.

Penerapan:
Bukan hanya pada saat kita mengalami kesulitan, penderitaan saja kita berdoa, namun saat kita suksespun baik dalam pekerjaan ataupun dalam pelayanan, kita harus tetap berjaga-jaga dan berdoa kepada Tuhan. Kita perlu berhati-hati terhadap kesuksesan dan pujian yang kita terima. Kita perlu berjaga-jaga agar keberhasilan tidak membuat kita teledor dan berbuat dosa.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas apa yang telah Kau berikan kepadaku. Semua keberhasilanku semata-mata adalah karena berkat-Mu, karenanya aku hanya mau bermegah di dalam-Mu. Jagalah aku agar tidak karena keberhasilanku, aku menjadi kendor dan berdosa terhadap-Mu.

27 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 3 Kamis

Hidup di Bawah Janji Allah (1)
Kejadian 9:11
“Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kamu, bahwa sejak ini tidak ada yang hidup yang akan dilenyapkan oleh air bah lagi, dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.”

Ketika Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh, keturunannya, dan segala makhluk hidup (Kej. 9:8-11), hal terpenting dalam janji ini hanyalah satu — tidak akan ada lagi penghakiman air kematian, yang membawa kematian menimpa mereka. Janji ini terutama melambangkan bahwa dalam hidup gereja tidak akan ada kematian lagi, hanya ada hayat.
Dalam hidup gereja kita boleh tenang, boleh damai, karena tidak akan ada kematian lagi. “Demikianlah sekarang tidak ada penghukuman bagi mereka yang ada di dalam Kristus Yesus” (Rm. 8:1). Sebagai kaum imani dalam Kristus, bagi kita tidak ada hukuman lagi, tidak ada air bah, tidak ada kematian, tidak ada penghakiman. Makin banyak kita mengatakan “tidak ada”, kita makin mengenal bahwa pada diri kita tidak ada kematian. Janganlah mendengar tuduhan dari diri kita sendiri. Tuduhan dari diri kita sendiri tidak dapat diandalkan, itu bohong belaka. Kita harus hidup di bawah janji Allah. Jangan hidup di bawah perasaan kita, tindakan kita, atau lingkungan kita. Janji Allah menyatakan, setiap kali langit berawan, Allah dapat mengeluarkan pelangi. Ketika kita melihat pelangi, kita tahu bahwa air bah tidak akan datang lagi. Jangan percaya kita lemah, itu adalah tipuan Iblis. Jika kita percaya kepada perkara-perkara yang negatif, dan bahkan mengatakan hal-hal itu, hal-hal itu akan benar-benar terjadi. Jika kita takut terhadap sesuatu dan bahkan lebih dulu mengatakan perkara-perkara itu, maka perkara-perkara itu akan terjadi. Jangan mempercayai kelemahan kita. Marilah kita hidup dalam janji Allah.

Hidup di Bawah Janji Allah (2)
Kej. 9:12-17; Why. 4:3; 2 Tim. 2:13; 1 Kor. 1:9; 1 Yoh. 19; 1 Kor. 10:13

Kejadian 9:12-13 mengatakan, “Dan Allah berfirman: ‘Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kamu serta segala makhluk yang hidup, yang bersama-sama dengan kamu, turun-temurun, untuk selama-lamanya: Busur-Ku Kutaruh di awan, supaya itu menjadi tanda perjanjian antara Aku dan bumi.’” Kata “busur-Ku” dalam ayat ini adalah pelangi di angkasa. Apakah makna pelangi sebagai tanda perjanjian yang Allah taruh di angkasa? (Kej. 9:12-17). Pelangi menandakan kesetiaan Allah. Dalam Kitab Wahyu, kitab terakhir dari Alkitab, Yohanes melihat Allah duduk di atas takhta, dan suatu pelangi melingkungi takhta itu (Why. 4:3). Kesetiaan Allah kekal sampai selamanya, karena Dia tidak dapat menyangkal diri-Nya (2 Tim. 2:13). Begitu sekali Dia berkata, akan ditepati selamanya. Satu Korintus 1:9 mengatakan, “Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.” Satu Yohanes 1:9 mengatakan, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” Puji Tuhan, Allah itu setia!
Allah setia terhadap apa? Allah setia terhadap firman-Nya. Firman-Nya adalah wasiat, adalah janji. Janji ialah firman Allah. Allah setia terhadap semua yang dikatakan-Nya. Inilah pelangi. Ketika awan datang, kita harus menyeru hingga tampil kesetiaan Allah, yaitu menyeru hingga pelangi keluar. Kapan saja kita merasa lemah, kita harus menyerukan kesetiaan Allah dengan berkata, “Oh Tuhan, Engkau adalah setia. Aku lemah, namun Engkau harus menurut perkataan-Mu membuat aku kuat.” Kita semua hidup di bawah janji Allah, ada kesetiaan Allah sebagai tanda yang pasti, air bah tidak akan datang lagi.
Kehidupan kristiani kita dan hidup gereja kita mutlak adalah kehidupan perjanjian. Kita berada di bawah janji. Dalam setiap ayat Alkitab Perjanjian Baru, kita melihat janji Allah. Misalnya pada saat kita mengalami pencobaan, kita bisa berpegang pada janji Tuhan dalam 1 Korintus 10:13 yang berbunyi, “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan keluar, sehingga kamu dapat menanggungnya”. Bila kita berpegang pada janji Allah, apa pun yang kita alami, akan selalu ada sebuah ayat Alkitab sebagai janji yang hidup, kita bisa bersandar dan hidup berdasarkannya. Kita semua harus belajar bagaimana hidup di bawah janji Allah.

Penerapan:
Bukankah kita pernah merasa bahwa kita tidak bisa, tidak mampu, gagal, dan lemah. Janganlah kita mempercayai perasaan kita yang demikian karena itu adalah cara Iblis untuk menuduh dan melemahkan kita. Marilah kita hidup dalam janji Allah, karena di sanalah kita akan mendapatkan berkat.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampuni aku yang sering tertipu oleh perasaanku sendiri. Bantulah aku untuk mempercayai janji-janji-Mu, percaya firman-Mu sepenuhnya. Aku mau tetap tinggal, hidup, beriman dalam janji berkat-Mu. Disanalah aku mendapatkan kekuatan

26 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 3 Rabu

Mendirikan Mezbah Dan Mempersembahkan Kurban
Kejadian 8:20
“Lalu Nuh mendirikan mezbah bagi TUHAN; dari segala binatang yang tidak haram dan dari segala burung yang tidak haram diambilnyalah beberapa ekor, lalu ia mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu.”

Setelah Nuh dan seisi keluarganya keluar dari bahtera dan memulai kehidupan baru, apakah yang mereka kerjakan? Setelah mereka keluar dari bahtera, perkara pertama yang dikerjakan ialah mendirikan mezbah, mempersembahkan kurban kepada Allah (Kej. 8:20-22). Hal ini sungguh bermakna. Perkara pertama dalam hidup gereja semestinya bukan bekerja, melainkan melalui salib mempersembahkan Kristus kepada Allah. Nuh mendirikan mezbah dan mempersembahkan kurban kepada Allah (Kej. 8:20).
Mezbah persembahan dan kurban, kedua-duanya adalah lambang. Mezbah melambangkan salib Kristus dan kurban melambangkan aspek-aspek Kristus. Masing-masing kita harus memiliki mezbah, yakni pekerjaan salib Kristus. Saat kita tunduk pada pekerjaan salib di dalam kita, kita pasti akan mengalami Kristus dalam berbagai aspek-Nya. Kristus yang kita alami itulah yang harus kita persembahkan kepada Allah baik melalui doa kita, ucapan syukur kita, pujian kita, atau pun pelayanan kita. Dia hanya berkenan akan Kristus. Jika kita telah mengalami Kristus sebagai kurban bakaran, hendaklah kita mempersembahkan Kristus yang kita alami sebagai kurban itu kepada Allah. Allah ingin kita mempersembahkan Kristus kepada-Nya. Ketika kita mengalami Kristus dan mempersembahkan Kristus yang kita alami kepada Allah, Allah sangat berkenan dan dipuaskan. Di dalam kehidupan gereja, kita perlu belajar bagaimana mengalami Kristus dan mempersembahkan Kristus kepada Allah. Inilah makna mezbah persembahan dan kurban.

Tujuan Mendirikan Mezbah
Kej. 3:17; 8:22; Mzm. 133:3

Tujuan pertama mengapa kita harus mendirikan mezbah dan mempersembah-kan Kristus yang kita alami kepada Allah adalah agar Allah memperoleh kepuasan. Bagaimana kita tahu bahwa Allah dipuaskan? Ketika kita lapar, Allah niscaya juga lapar. Ketika kita tidak gembira, Allah pun tidak gembira. Tetapi ketika kita puas, Allah yang mendapat sajian Kristus dari kita juga puas. Begitu kita kembali pada salib, dan mengalami Kristus dengan berlimpah, kita akan kenyang, gembira, dan puas. Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah puas.
Tujuan kedua adalah agar kita jauh dari kutukan. Akibat dari kejatuhan manusia kali pertama, manusia jatuh di bawah kutukan (Kej. 3:17). Apakah kutukan itu? Kutukan ialah akibat yang mendatangkan kematian. Kematian, mencakup semua penderitaan, merupakan akibat terakhir dari kutukan. Melalui salib kita mempersembahkan Kristus, agar jauh dari kutukan. Ini juga berarti supaya kematian menjauh dari kita. Semua obrolan, kritikan, gerutu, dan lain sebagainya adalah pertanda kutukan kematian. Jika tidak mengalami Kristus melalui salib, kita akan jatuh di bawah kutukan kematian ini. Dalam Alkitab kutukan akhirnya menjadikan kematian, tetapi berkat yang terbesar ialah hayat. Hayat adalah berkat yang ditentukan Allah (Mzm. 133:3). Dalam perhimpunan gereja yang baik, kematian akan tertelan dan kutukan akan tersingkir.
Tujuan ketiga adalah untuk mendatangkan berkat ke bumi. Kejadian 8:22 menyebutkan beberapa berkat. Berkat pertama ialah menabur yaitu menabur benih di tanah. Dalam hidup gereja kita harus menaburkan Kristus kepada orang lain. Kita harus mengabarkan Injil dan menyuplai orang lain dengan Kristus sebagai benih hayat. Berkat kedua, apa yang kita tabur pasti akan kita tuai. Bila kita menabur Injil, kita akan menuai jiwa yang diselamatkan. Berkat ketiga dan keempat ialah dingin dan panas. Di satu aspek, gereja harus dingin — terhadap Iblis, dosa, dan dunia. Terhadap Iblis, dosa, dan dunia, gereja harus seperti sebuah gunung es yang besar. Terhadap ego, daging, hayat jiwa, dan segala hal yang negatif, kita harus dingin. Di aspek lain, kita juga harus panas, membarakan orang lain. Semua ini adalah berkat hayat.
Karena hidup gereja adalah kehidupan yang tepat, maka ia mendatangkan berkat Allah. Damai sejahtera, sukacita, kasih, simpati, murah hati, kehidupan yang normal — semuanya ini adalah tanda-tanda berkat hayat. Berkat macam ini datang dari mengalami Kristus melalui salib. O, kiranya kita tidak melarikan diri dari pekerjaan salib, karena operasi salib selalu menghasilkan berkat.

Penerapan:
Kehidupan dan pelayanan orang Kristen adalah mendirikan mezbah dan mempersembahkan kurban kepada Allah. Ketaatan kita terhadap pembatasan Allah merupakan bentuk dari kerjasama kita dengan salib Kristus. Hanya orang yang sepenuhnya taat dan rela dibatasi oleh salib yang dapat mempersembahkan Kristus sebagai kurban kepada Allah.

Pokok Doa:
O Tuhan Yesus, ampunilah semua kedegilan hatiku. Tuhan, aku perlu salib-Mu menanggulangi aku dan perlu kasih karunia-Mu menguatkanku Biarlah kehidupan dan pelayananku boleh menjadi kurban yang memuaskan-Mu.

25 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 3 Selasa

Manusia Karnal Atau Manusia Rohani (1)
Kejadian 8:6-8
“Sesudah lewat empat puluh hari, maka Nuh membuka tingkap yang dibuatnya pada bahtera itu. Lalu ia melepaskan seekor burung gagak; dan burung itu terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi. Kemudian dilepaskannya seekor burung merpati untuk melihat, apakah air itu telah berkurang dari muka bumi.”

Sebelum Nuh dan keluarganya memulai kehidupan mereka yang baru di bumi yang baru, Nuh melakukan beberapa percobaan. Ia melepaskan seekor burung gagak dan seekor burung merpati (Kej. 8:7-12). Burung gagak menandakan manusia karnal (manusia milik daging). Jika kita membaca Imamat 11 dengan teliti, kita akan nampak bahwa burung gagak adalah burung yang najis. Burung ini dikatakan najis karena gemar makan bangkai. Dengan kata lain, mereka makan kematian. Dalam pandangan Allah, kematian adalah barang yang najis. Menurut Perjanjian Lama, begitu seseorang menjamah kematian, ia menjadi najis.
Setelah itu ia lalu melepaskan seekor burung merpati. Dalam perlambangan, burung merpati melambangkan Roh Allah (Mat. 3:16), juga melambangkan manusia rohani, manusia yang dipenuhi dan dipimpin oleh Roh.Burung merpati adalah burung yang tidak najis, yang memakan biji-bijian yang berkulit. Setiap biji itu mengandung hayat. Karena hayat sebagai makanan burung yang tidak najis, maka mereka bersih. Dalam pandangan Allah, tidak ada yang lebih bersih daripada hayat, juga tidak ada yang lebih najis daripada kematian.
Hayat atau kematiankah yang kita makan? Kita makan bangkai atau makan biji-bijian? Setelah kita diselamatkan dari hukuman Allah dan dibangkitkan oleh Allah di dalam Kristus, kita tidak seharusnya kembali ke dunia yang dihakimi oleh Allah dengan menjamah kematian. Hidup menurut daging sepenuhnya menjamah kematian (Rm. 8:6a). Kiranya ini menjadi peringatan bagi kita agar setelah kita diselamatkan tidak kembali ke dunia yang penuh kematian.

Manusia Karnal Atau Manusia Rohani (2)
2 Tim. 4:10; Kej. 8:8-11

Nuh sangat berhikmat. Ia melepas seekor burung gagak lebih dulu. Begitu burung gagak meninggalkan bahtera, bagaikan keluar dari sangkar, dan begitu melihat bangkai-bangkai terapung-apung di atas air penghakiman, bangkai-bangkai itu segera disantapnya. Ketika ia terkurung di dalam bahtera, ia tidak mempunyai kesempatan makan bangkai, karena di dalam bahtera tidak ada kematian. Apakah artinya ini? Hal ini menunjukkan di dalam gereja tidak ada kematian. Semua burung gagak pasti kelaparan. Dewasa ini kita bisa melihat banyak “burung gagak” semacam ini. Setelah sejangka waktu mereka berada di dalam kehidupan gereja, mereka keluar lagi menyentuh dunia yang dihakimi Allah, kembali makan bangkai. Tak peduli siapa saja yang menyukai dunia yang terhukum itu, ia bagaikan seekor burung gagak makan barang kematian. Bahkan seperti Demas yang pernah menjadi sekerja Paulus, pergi mencintai dunia, meninggalkan Paulus (2 Tim. 4:10). Mencintai dunia adalah makan barang-barang yang mati yang dihakimi dan dihukum Allah.
Setelah melepaskan burung gagak, Nuh lalu melepaskan burung merpati (Kej. 8:8). Burung merpati itu tidak menemukan tempat untuk hinggap, karena bumi masih penuh dengan air kematian. Ia tidak menemukan pijakan maupun makanan berupa biji-bijian di bumi. Berbeda dengan burung gagak pemakan bangkai, burung merpati tidak bisa makan bangkai. Karena itu ia kembali lagi ke bahtera (Kej. 8:9). Di bumi yang penuh dengan air kematian ini, adakah kita memiliki pijakan? Adakah kita memiliki makanan yang sejati di dalam dunia yang cemar ini? Pijakan dan makanan di dunia yang penuh dengan air kematian dan kecemaran sama sekali tidak cocok untuk kita. Di dalam kita ada suatu kedambaan yang lain, suatu kedambaan akan sesuatu yang lebih tinggi, yang tidak dapat dipuaskan oleh dunia ini. Karena itu, jalan terbaik bagi kita adalah kembali ke dalam bahtera, kembali ke dalam Kristus.
Tujuh hari kemudian, Nuh melepaskan burung merpati itu lagi, namun kali ini merpati itu kembali dengan membawa sehelai daun zaitun yang segar (Kej. 8:11). Dalam perlambangan, zaitun menandakan Roh Kudus, dan daun zaitun segar menandakan hayat baru di dalam Roh Kudus. Burung merpati melihat daun zaitun yang segar lalu dipetiknya sehelai. Inilah tanda hayat. Begitu air kematian surut, tanah menumbuhkan tunas zaitun muda yang segar. Begitu air kematian tersingkir, hayat bertumbuh. Di dalam pengalaman kita, begitu kita masuk ke dalam Kristus, air kematian yang tadinya menyelimuti kita segera tersingkir. Tersingkirnya air kematian memberi kesempatan bagi hayat untuk bertumbuh. Haleluya!

Penerapan:
Jangan iri terhadap jalan hidup dan kecenderungan orang dunia yang kelihatannya baik di permukaan tetapi di dalamnya penuh dengan kematian. “Makanan” mereka bukan makanan kita. Firman Tuhan adalah roh dan hayat, dan itulah yang seharusnya menjadi makanan kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mau memilih kebangkitan. Aku memilih hayat dalam firman sebagai makananku. Aku mau melatih rohku untuk menikmati Engkau dan lepaskanlah aku dari daging dan keinginannya. Selamatkanlah aku dari kematian yang ada di sekitarku.

24 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 3 Senin

Bahtera Terkandas Di Atas Gunung
Kejadian 8:4
“Dalam bulan yang ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, terkandaslah bahtera itu pada pegunungan Ararat.”

Setelah air bah surut, dalam bulan yang ketujuh, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, bahtera akhirnya terkandas di pengunungan Ararat (Kej. 8:4). Apakah makna di balik bulan yang ketujuh? Dalam kitab Keluaran, kita mengetahui bahwa ketika orang Israel merayakan perayaan Paskah di Mesir, mereka jadikan bulan ketujuh itu sebagai bulan pertama (Kel. 12:2). Orang Ibrani menyebut bulan ini sebagai bulan Abib (Kel. 13:4). Abib berarti bersemi, bertunas, berkuncup, yakni suatu permulaan hayat baru.
Lalu apakah makna hari ketujuh belas bulan itu? Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus disalibkan pada hari raya Paskah, tanggal empat belas bulan itu (Kel. 12:6, Yoh. 18:28) dan bangkit pada hari yang ketiga – tanggal tujuh belas. Jadi, dapat kita simpulkan bahwa hari terkandasnya bahtera di atas gunung merupakan perlambangan dari hari kebangkitan Kristus. Alangkah ajaibnya!
Jadi setelah kebangkitan ada suatu kehidupan yang baru. Nuh dengan seisi keluarganya mempunyai satu kehidupan yang baru. Kebangkitan selalu menghasilkan suatu kehidupan yang baru, yang mutlak berbeda dengan keadaan sebelumnya. Menurut Efesus 2:6, Allah di dalam Kristus telah membangkitkan kita juga. Namun pertanyaan selanjutnya adalah adakah kita sudah memiliki suatu jenis kehidupan yang baru? Sangat disayangkan, bahwa banyak anak-anak Allah yang masih hidup menurut cara hidup mereka yang lama, seperti pada saat mereka belum percaya. O, betapa kita perlu mengalami hayat dan kuasa kebangkitan Kristus, sehingga kehidupan kita sepenuhnya berubah menjadi baru.

Bangkit Bersama Kristus
Yoh. 20:1; Ef. 2:6; 1 Ptr. 3:20-21; Mat. 16:18; Yoh. 20:22

Kandasnya bahtera di pengunungan Ararat merupakan suatu tanda, lambang, bayangan, dari kebangkitan Kristus. Menurut Alkitab, bahtera melambangkan Kristus. Bahtera melalui air bah menandakan Kristus melewati air kematian penghakiman Allah. Bahtera terhenti (kandas) di atas pegunungan, menandakan Kristus bangkit dari air kematian. Jumlah orang di dalam bahtera adalah delapan. Angka delapan ini menunjukkan kebangkitan. Dalam seminggu ada tujuh hari, dan permulaan dari minggu yang baru adalah hari kedelapan. Kristus bangkit pada hari pertama minggu itu yaitu hari kedelapan (Yoh. 20:1). Jadi angka delapan ini mewakili kebangkitan. Dalam kehidupan yang baru itu, manusia berada dalam kebangkitan. Apa pun yang mereka lakukan, semuanya ada di dalam kebangkitan. Kedelapan orang dalam bahtera itu menandakan kaum beriman Perjanjian Baru.
Tuhan mewahyukan kepada kita bahwa delapan orang yang di dalam bahtera itu merupakan sebuah gambar yang memperlihatkan bagaimana kita di dalam Kristus. Tatkala bahtera melewati air bah, kedelapan orang itu juga di dalam bahtera melewati air bah, tetapi mereka tidak tersentuh air bah, karena bahtera menahan masuknya air bah. Demikian pula, ketika Kristus bangkit dari air kematian, kita yang berada di dalam-Nya pun telah dibangkitkan oleh Allah (Ef. 2:6). Maka di dalam gereja, kita adalah orang-orang yang telah bangkit.
Sebagai kumpulan dari orang-orang yang telah bangkit, gereja adalah semacam kelompok yang lain, dia bukan bagian dari masyarakat yang lama. Ketika kita dibaptis, kita telah mengubur masyarakat lama itu dan menjadi bagian dari kelompok yang baru – gereja (1 Ptr. 3:20-21). Keselamatan yang Allah berikan bukan hanya untuk menyelamatkan kita secara individu, melainkan untuk menghasilkan gereja, suatu kumpulan manusia yang telah dipilih, ditebus, dan dilahirkan kembali oleh Allah. Gereja sepenuhnya berlawanan dengan masyarakat lama, karena esensi dari gereja adalah hayat kebangkitan (Mat. 16:18; Yoh. 20:22), sedangkan esensi dari masyarakat lama adalah maut. Bila kita ingin menang atas pengaruh masyarakat lama, kita harus berada dalam kehidupan gereja yang tepat. Tanpa menyatukan diri dengan umat Allah lainnya, sulit sekali bagi kita untuk bertahan dari arus dunia ini. Kehidupan gereja justru adalah kehidupan dalam kebangkitan, sejenis kehidupan yang sepenuhnya terlepas dari pengaruh masyarakat lama. Karena itu, setelah kita dilahirkan kembali, kita wajib menempuh kehidupan gereja, kehidupan dalam kebangkitan!

Penerapan:
Sudahkah kita hidup dalam kebangkitan dengan meninggalkan cara hidup yang lama dan menempuh kehidupan yang baru? Marilah kita meninggalkan keinginan terhadap hal-hal dunia yang cemar dan najis dengan lebih banyak meluangkan waktu bersama dengan Tuhan. Marilah kita memulai hidup kita bukan dengan kekuatan sendiri namun dengan hayat kebangkitan Tuhan yang ada di dalam roh kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus terima kasih atas hayat kebangkitan-Mu yang ada di dalamku. Tuhan, berilah kekuatan kepadaku untuk meninggalkan cara hidupku yang lama. Tuhan aku tidak mau mempermalukan Engkau. Pimpinlah aku untuk dapat menempuh kehidupan yang mempersaksikan diri-Mu.

22 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 2 Sabtu

Makna Baptisan
Kejadian 7:23
“Demikianlah dihapuskan Allah segala yang ada, segala yang di muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang melata dan burung-burung di udara, sehingga semuanya itu dihapuskan dari atas bumi; hanya Nuh yang tinggal hidup dan semua yang bersama-sama dengan dia dalam bahtera itu.”

Makna pertama dari baptisan adalah mati bersama Kristus (Rm. 6:3-4). Kematian Tuhan Yesus adalah kabar sukacita karena kematian-Nya telah merangkum kita, karenanya kita pun telah mati. Orang yang sudah mati harus dikuburkan. Bila kita telah mati di dalam Kristus, maka perkara pertama yang wajib kita lakukan ialah membiarkan diri dikubur, dibaptiskan ke dalam air baptisan.
Makna kedua dari baptisan adalah bangkit dari kematian (Kol. 2:12). Ketika Tuhan mati tersalib, kita pun telah mati. Karena yakin diri kita telah mati, kita lalu mohon orang mengubur kita ke dalam air. Dan karena Tuhan Yesus telah bangkit, juga menaruh kuasa kebangkitan-Nya ke dalam kita, maka kita beroleh kelahiran kembali karena kuasa tersebut. Kuat kuasa kebangkitan itu bekerja di dalam kita dan membangkitkan kita; karena itu, kita dapat bangun/keluar dari dalam air. Kita kini menjadi seorang yang bangkit, tidak lagi seperti kita yang dahulu.
Makna baptisan yang terakhir adalah berada di dalam Kristus. Allah telah menaruh kita ke dalam Kristus, itulah yang tertulis dalam 1 Korintus 1:30, “Tetapi oleh Dia (Allah) kami berada di dalam Kristus Yesus.” Allah telah menyatukan kita di dalam Kristus; jika Kristus telah mati, kita juga telah mati. Jika Kristus telah bangkit, kita juga telah bangkit.
Bagi orang yang sudah percaya namun belum dibaptis, ia perlu menyadari bahwa ia telah mati bersama Kristus, karena itu ia harus memberi diri dibaptis, dikubur ke dalam air. Sedangkan bagi kita yang sudah dibaptis, karena menyadari bahwa kita telah bangkit bersama Kristus, maka sejak hari ini kita wajib melayani Allah.

Hasil Baptisan
Kis. 2:38; 22:16; 1 Ptr. 3:20; Mrk. 16:16

Hasil baptisan yang pertama adalah pengampunan dosa-dosa. Pada hari Pentakosta, para rasul berseru kepada orang-orang Yahudi, “Hendaklah kamu masing-masing dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosamu (dosa-dosamu, TL.), maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus” (Kis. 2:38). Kita wajib memberi diri kita dibaptis dalam nama Yesus Kristus untuk pengampunan dosa-dosa kita. Perkataan rasul tadi berfokus pada keharusan dibaptis, bukan percaya. Perkara ini sungguh ajaib.
Kedua, baptisan berfungsi untuk menyucikan dosa-dosa kita. Ketika Ananias mendatangi Saulus pada waktu ia baru bertobat, Ananias berkata, “Bangunlah, berilah dirimu dibaptis dan dosa-dosamu disucikan” (Kis. 22:16). Dulu Saulus (kemudian disebut Paulus) adalah salah seorang yang ada di dalam dunia, sekarang ia telah percaya dan nampak Tuhan Yesus, karenanya ia wajib bangun dan memberi dirinya dibaptis. Dengan dibaptis, dosa-dosanya telah disucikan. Begitu hubungannya dengan dunia terputus, dosa-dosanya pun lenyaplah. Jika kita menjadi orang Kristen tetapi belum menerima baptisan, dunia ini tetap mengakui kita sebagai anggota kelompoknya. Tetapi, begitu kita turun ke dalam air baptisan, mereka baru melihat dan mengetahui bahwa kita sungguh-sungguh telah percaya Tuhan Yesus. Bahkan begitu kita dibaptis, kita sudah meninggalkan dunia. Air baptisan inilah yang memutuskan hubungan kita dengan dunia.
Ketiga, baptisan membuat kita diselamatkan melalui air. Tertulis dalam 1 Petrus 3:20 — “Pada waktu Nuh...delapan orang yang diselamatkan oleh air bah itu.” Perkataan ini juga memperlihatkan kepada kita, bahwa kita telah diselamatkan oleh baptisan. Firman Tuhan, “Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan” (Mrk. 16:16). Di sini kita nampak bahwa orang yang tidak melalui air, tidak dapat terbilang beroleh selamat, sebab orang yang tidak dapat melalui air semuanya tewas tergenang air. Setiap orang yang hidup di zaman Nuh telah menerima baptisan, namun hanya delapan orang yang keluar. Dengan kata lain, bagi mereka air itu adalah air maut, namun bagi kita adalah air keselamatan.
Penjelasan di atas tadi dengan jelas memperlihatkan kepada kita apa hasil baptisan itu bagi kita. Begitu kita dibaptis, kita sudah terlepas dari dunia. Baptisan adalah perkara pertama yang wajib dilakukan oleh setiap orang yang baru percaya. Kita harus menyadari bagaimana kedudukan dunia di hadapan Allah. Diselamatkan berarti kita memutuskan hubungan dan kedudukan kita yang dahulu itu. Kita wajib menanggalkan dunia ini sampai sebersih-bersihnya.

Penerapan:
Terhadap suatu perkara, kita bukan hanya mengatakan, “Kita adalah orang yang percaya Yesus, karena itu kita tak pantas melakukan hal ini”; tetapi juga mengatakan, “Kita adalah orang yang telah dibaptis, sebab itu kita tidak pantas berbuat demikian”. Sejak hari kita dibaptiskan, hubungan kita dengan dunia telah putus.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas jalan keselamatan yang Engkau berikan. Melalui percaya dan dibaptis aku diselamatkan di hadapan Allah dan juga diselamatkan dari dunia. Kini aku bukan milik dunia lagi, tetapi milik-Mu dan berada di dalam-Mu.

21 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 2 Jumat

Air Bah Melambangkan Baptisan
Kejadian 7:13
“Pada hari itu juga masuklah Nuh serta Sem, Ham dan Yafet, anak-anak Nuh, dan isteri Nuh, dan ketiga isteri anak-anaknya bersama-sama dengan dia, ke dalam bahtera itu.”

Menurut 1 Petrus 3:20-21, diselamatkannya Nuh beserta seisi keluarganya dari air bah merupakan sebuah lambang baptisan dalam Perjanjian Baru. Hanya melalui jalan itulah mereka dapat diselamatkan dari hukuman Allah dan dari zaman yang jahat pada waktu itu. Air bah telah mengubur semua yang lama, semua hal yang negatif.
Ketika kita dibaptis, kita telah dikubur. Demikian pula, agar kita keluar dari dunia ini tidak ada cara yang lebih baik selain dibaptis. Apakah baptisan itu? Banyak orang menganggap baptisan tidak lain adalah suatu upacara yang membuat seseorang menjadi anggota dari suatu gereja tertentu. Ini tidak tepat. Baptisan adalah menguburkan orang itu beserta kehidupan lamanya ke dalam air kematian. Setiap kali kita akan membaptis seseorang, terlebih dulu kita harus berdoa atas kekuasaan dan nama Tuhan Yesus yang berkuasa, serta melatih roh kita. Kemudian barulah kita membaptis seseorang. Penguburan demikian barulah dapat membuat orang tersebut terpisah dengan dunia.
Kita telah dibaptis ke dalam kematian Kristus (Rm. 6:3). Kita sudah melalui baptisan, dikubur bersama Kristus (Kol. 2:12). Kita sudah mati, juga sudah dikubur, terlepas dari segala peraturan dunia (Kol. 2:20). Air bah yang telah menghakimi angkatan Nuh, telah pula menyelamatkan Nuh. Laut Merah yang menghakimi orang Mesir, telah pula menyelamatkan orang Israel. Apakah kita juga sudah mengalami keselamatan-Nya ini? Kita dapat berseru mengumumkan “Saya sudah terpisah dari tanah Mesir. Kita sudah terpisah dari angkatan yang bengkok, sesat, dan jahat ini!”

Beberapa Lambang Baptisan
1 Ptr. 3:20-21; Kel. 14:26-28; 1 Kor. 10:1-2; Kel. 30:18-21

Air bah adalah lambang baptisan air yang menyelamatkan Nuh dari angkatannya yang jahat itu (1 Ptr. 3:20-21). Nuh dibaptis di sebuah “kolam” baptisan yang sangat besar, dan cukup lama, sedikitnya 40 hari. Bilangan 40 ini menandakan suatu percobaan. Baptisan yang disebutkan pertama-tama oleh Alkitab adalah baptisan yang mencakup seluruh dunia. Kematian Kristus mencakup segala-galanya. Baptisan yang terwujud berdasarkan kematian-Nya adalah sebesar dunia, sebesar jagat raya, yang di dalamnya penuh air yang menghakimi dan mengubur.
Ada dua lambang baptisan air, yaitu air bah dan Laut Merah. Satu Petrus 3:20-21 mengatakan bahwa air bah yang dilalui Nuh adalah lambang baptisan yang menyelamatkan kita. Sedangkan Satu Korintus 10:1-2 memberi tahu kita bahwa Laut Merah yang dilalui oleh orang Israel adalah lambang baptisan yang menyelamatkan umat Allah keluar dari perbudakan musuh dan kuasa jahat. Baptisan yang berkhasiat dalam kuasa Roh Kudus ini dapat menyelamatkan kita terlepas dari dunia, terlepas dari angkatan jahat yang dihakimi dan dihukum oleh Allah.
Selain lambang-lambang baptisan tersebut, dalam Alkitab terdapat beberapa tanda yang dipakai untuk menyatakan makna baptisan. Bejana pembasuhan yang terdapat di depan Kemah adalah tanda baptisan (Kel. 30:18-21). Di depan Kemah terdapat bejana pembasuhan. Daerah di luar batas Kemah mewakili dunia. Misalnya, ada seseorang keluar dari dunia ingin menjadi imam. Ia masuk ke dalam kemah datang ke hadapan Allah. Pertama-tama yang dilaluinya ialah mezbah, yang menandakan salib Kristus; mempersembahkan kurban penebusan dosa di atas mezbah. Dengan demikian dosanya sudah ditanggulangi, ia beroleh selamat. Kebanyakan orang Kristen mengira, jika seseorang sudah melewati mezbah, dia sudah diperbolehkan masuk ke tempat kudus yang berada di dalam kemah. Tetapi tidaklah demikian, tidak semudah atau secepat itu. Sesudah melewati mezbah, ia masih perlu pembasuhan dari bejana pembasuhan. Bejana ini tidak berfungsi menanggulangi dosa (ingat, dosa sudah ditanggulangi di mezbah), melainkan untuk menanggulangi kenajisan yang mencemarinya di bumi. Kenajisan dari bumi masih terdapat pada dirinya, karena itu, dia perlu dibasuh, supaya najisnya hilang. Darah hanya ada di atas mezbah, tidak ada di bejana pembasuhan. Sesudah dosanya ditanggulangi di mezbah, dan kenajisannya dari bumi dibasuh di bejana pembasuhan, barulah dia diperbolehkan masuk ke tempat kudus, datang ke hadapan Allah.

Penerapan:
Firman Tuhan menguduskan, tetapi dunia mencemarkan. Memang kita yang percaya telah beroleh selamat dari hukuman kekal Allah, tetapi “debu-debu” dunia setiap hari mengotori kita. Apa yang harus kita lakukan? Datanglah kepada firman untuk menerima pembasuhan. Pembasuhan yang demikian akan membuat kita semakin dikuduskan.

Pokok Doa:
Ya Tuhan, aku tidak dapat menghindar dari pencemaran duniawi. Aku memerlukan pembasuhan-Mu melalui firman. Tuhan Yesus, basuhlah aku dengan firman kudus-Mu sehingga aku bersih dan kudus tak bercela di hadapan-Mu.

20 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 2 Kamis

Diselamatkan Melalui Air
Kejadian 7:11-12
“Pada waktu umur Nuh enam ratus tahun, pada bulan yang kedua, pada hari yang ketujuh belas bulan itu, pada hari itulah terbelah segala mata air samudera raya yang dahsyat dan terbukalah tingkap-tingkap di langit. Dan turunlah hujan lebat meliputi bumi empat puluh hari empat puluh malam lamanya.”

Apa yang menyelamatkan Nuh dari zaman yang jahat? Air bah penghakiman itulah yang memisahkan Nuh dari zaman itu. Seperti halnya Laut Merah yang mengubur orang Mesir, sekaligus memisahkan orang Israel dari dunia Mesir. Demikian pula air bah bagi Nuh. Di satu aspek menghakimi zaman yang jahat itu, dan di aspek lain memisahkan Nuh dengan zaman yang jahat. Inilah akibat dua aspek karunia keselamatan Allah yang sempurna, Nuh diselamatkan dari hukuman Allah, juga terselamatkan keluar dari zaman yang jahat.
Pada umumnya orang Kristen hampir tidak memahami keselamatan Allah aspek yang kedua ini. Setiap orang Kristen sejati mengetahui bahwa darah adi menyelamatkan kita orang Kristen dari penghakiman Allah, dari binasa kekal. Tetapi, ada berapa banyak orang Kristen yang memuji Allah karena mereka diselamatkan melalui air? Karunia keselamatan Allah yang agung ini tidak hanya menyelamatkan kita dari penghakiman-Nya, juga menyelamatkan kita dari kuasa Iblis. Hari ini kalau kita setia kepada Allah, kita harus mengerjakan hal yang sama. Di satu pihak kita mengabarkan Injil, di lain pihak kita membangun bahtera. Melalui kehidupan dan pekerjaan kita, kita membangun apa yang kita beritakan kepada orang lain. Bagaimana memberitakan Kristus, bagaimana pula membangun Kristus? Ini tidak lain adalah hidup bersandar Kristus, hidup bersama Kristus, dan memperhidupkan Kristus. Akhirnya, kita akan masuk ke dalam apa yang kita bangun, orang lain juga boleh memasukinya. Bahtera yang terbangun itu akan menyelamatkan kita lepas dari angkatan yang terhukum ini.

Diselamatkan Terlepas Dari Dunia Yang Dihukum Oleh Allah
Kej. 6:11-13; Kel. 14:26; Yoh. 12:31, 16:11; Rm. 5:9; Gal. 1:4; 6:14

Dunia beserta semua zamannya dihukum oleh Allah. Dunia hanya satu, namun zamannya beraneka ragam. Masing-masing dari zaman itu telah dihukum oleh Allah. Dunia pada zaman Nuh telah dihukum (Kej. 6:11-13). Begitu pula dunia zaman Mesir (Kel. 14:26-28). Seluruh dunia merupakan suatu sistem Iblis, yang mensistematikkan semua umat manusia. Di samping itu dunia ini tidak saja memiliki zaman yang berlainan, tetapi juga mempunyai macam-macam bagian. Setiap bagian itu adalah salah satu dari sistem Iblis untuk mensistematikkan manusia. Karena itu seluruh dunia beserta masing-masing zaman dan bagiannya berada di bawah penghakiman Allah (Yoh. 12:31, 16:11).
Karena Allah menghakimi dunia ini, umat Allah diselamatkan terlepas dari dunia. Dengan apakah Allah menyelamatkan kita terlepas dari dunia yang terhukum ini? Allah mempergunakan hal yang sama, seperti waktu Ia menghakimi dunia pada zaman Nuh. Dengan air bah Allah menghakimi dunia yang kuno, dengan air bah itu pula Allah menyelamatkan Nuh terlepas dari dunia itu. Demikian pula Allah menggunakan Laut Merah untuk menghakimi orang Mesir, dan dengan Laut Merah itu pula menyelamatkan orang Israel terlepas dari kuasa jahat orang Mesir. Allah menggunakan salib untuk menghakimi Iblis berikut dunianya, dan dengan salib itu pula Allah menyelamatkan kita terlepas dari dunia yang terhukum ini.
Kita orang-orang Kristen beroleh selamat melalui salib penghakiman Kristus. Salib ini bertugas melaksanakan penghakiman Allah terhadap Iblis dan dunia. Kita diselamatkan dari penghakiman Allah melalui darah penebusan Kristus (Rm. 5:9). Dan kita diselamatkan dari dunia yang terhukum ini melalui kematian penghakiman Kristus. Galatia 1:4 mengatakan, “(Dia) yang telah menyerahkan diri-Nya karena dosa-dosa kita, untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini.” Walaupun Kristus mati untuk dosa kita, tetapi tujuannya ialah untuk melepaskan kita dari dunia jahat yang sekarang ini.
Galatia 6:14 mengatakan, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” Bagi Paulus, dunia telah disalibkan; bagi dunia, Paulus telah disalibkan. Bagi kita, apakah dunia telah disalibkan? Bagi dunia, apakah kita telah disalibkan? Dalam pandangan kita, dunia seharusnya berada di atas salib, telah disalibkan. Apakah kita menyukai sesuatu yang telah disalibkan? Bagi dunia, kita berada di atas salib. Bagi dunia, kita adalah mati. Bagi kita, dunia melalui kematian penghakiman Kristus, juga sudah mati. Haleluya!

Penerapan:
Seberapa besar pengaruh dunia ini menduduki kita? Satu-satunya jalan bagi kita untuk diselamatkan dari pengaruh dunia yang jahat hari ini adalah dengan mengalami salib. Jangan menghindari salib. Salib membuat kita mati terhadap dunia dan segala keinginannya. Di pihak lain, melalui salib Allah telah menghakimi dunia berikut keinginannya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, lepaskanlah aku dari pengaruh duniawi yang menyesatkan. Aku memerlukan pekerjaan salib-Mu di dalamku untuk mematikan segala perbuatan daging dan keinginannya. Tuhan, ciptakanlah kedambaan akan diri-Mu di dalamku, lebih besar daripada kedambaanku akan apapun.

19 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 2 Rabu

Seluruh Bahtera Adalah Lambang dari Kristus
Kejadian 6:18
“Tetapi dengan engkau Aku akan mengadakan perjanjian-Ku, dan engkau akan masuk ke dalam bahtera itu: engkau bersama-sama dengan anak-anakmu dan isterimu dan isteri anak-anakmu.”

Seluruh bahtera adalah suatu lambang dari Kristus (1 Ptr. 3:20-21). Kristus bukan sebuah sampan melainkan sebuah bahtera. Sampan dibuat dari batang kayu yang dibuat berongga. Bahtera dibuat dari banyak batang kayu yang dihubungkan dengan baik, bahtera adalah suatu pembangunan. Sampan adalah individu, tetapi bahtera adalah kumpulan korporat. Di dalam sampan, kita tidak akan aman. Tetapi ketika kita di dalam bahtera, tidak peduli betapa kencang angin ribut, ombak besar di luar, kita dapat tidur dengan nyaman di dalam bahtera. Kita ada di dalam bahtera. Ada orang Kristen mungkin menjadikan Kristus sebagai sampan, tetapi Kristus kita adalah bahtera.
Orang yang sudah beroleh selamat tentu tidak akan binasa lagi. Tetapi kita perlu suatu keselamatan yang lebih maju, lebih unggul, yang akan menyelamatkan kita keluar dari angkatan yang jahat dan sesat. Bahtera yang dibuat Nuh adalah suatu keselamatan. Keselamatan itu tidak hanya menolongnya dari penghakiman Allah, tetapi juga memisahkannya dari angkatan yang jahat dan sesat, dan membawanya masuk ke suatu zaman yang baru. Dikatakan dari penghakiman Allah, kita semua sudah beroleh selamat. Tetapi dikatakan dari ekonomi Allah, kita masih kurang. Allah sudah menghakimi dunia ini, namun mungkin kita tetap mengasihinya. Allah sudah memperingatkan kita, larilah dari angkatan ini, namun kita mungkin masih tetap berakar di dalamnya. Keselamatan yang disebutkan dalam Filipi pasal dua bukanlah keselamatan yang lepas dari binasa, melainkan keselamatan yang lepas dari angkatan yang jahat dan sesat.

Perlu Mengerjakan Keselamatan Kita
Flp. 2:12-16

Jika bahtera adalah suatu lambang dari Kristus, bagaimana Nuh dapat membuatnya? Bagaimanapun, bahtera dibuat oleh Nuh. Bahtera yang dengannya Nuh beroleh selamat adalah dibuat oleh pekerjaannya. Filipi 2:12-16 mengatakan, “Karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu dengan takut dan gentar . . . karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya . . . supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia, sambil berpegang pada firman kehidupan.” Apakah artinya “kerjakan keselamatanmu” dalam Filipi 2:12-16? Yaitu berpegang pada firman kehidupan, supaya Kristus terpancarkan, tersorot keluar, diperhidupkan. Hal ini adalah melalui Allah bekerja di dalam kita, baik untuk bertekad maupun untuk melaksanakan. Ketika Allah bekerja di dalam kita, kita harus mengerjakan keselamatan kita. Meskipun kita sudah beroleh selamat, Allah tetap bekerja di dalam kita, supaya kita dapat mengerjakan keselamatan kita. Beribu-ribu orang telah beroleh selamat, tetapi ada berapa orang yang mempunyai kehidupan yang dikatakan dalam Filipi 2:15? Banyak orang tidak mengerjakan keselamatan mereka.
Nuh membangun bahtera, akhirnya tidak saja menyelamatkannya dari penghakiman Allah, juga menolongnya keluar dari angkatan yang jahat hatinya dan yang sesat itu. Tidak disangsikan lagi, kita sudah diselamatkan dari kebinasaan yang kekal. Tetapi Nuh tidak hanya diselamatkan dari kebinasaan, dia juga tertolong keluar dari zaman yang jahat untuk masuk ke dalam zaman yang baru. Bahtera yang dia bangun mengakhiri angkatan lama dan mendatangkan angkatan baru. Inilah macam keselamatan yang dibangun oleh Nuh. Bukan hanya keselamatan dari kebinasaan yang kekal, tetapi juga keselamatan yang terhindar dari angkatan yang jahat dan sesat. Keselamatan ini tidak hanya yang disediakan Allah, tetapi juga terbangun melalui kerja sama korporat orang-orang yang beroleh selamat. Ketika rasul-rasul mengabarkan Injil, saat itu juga mereka sedang membangun bahtera, di dalamnya menikmati keselamatan secara penuh dan sempurna. Apakah bahtera itu? Bahtera adalah Kristus yang korporat – gereja. Rasul memberitakan Kristus yang individu, selain itu juga membangun Kristus yang korporat. Melalui Kristus yang korporat ini, beribu-ribu orang selain diselamatkan dari penghakiman Allah, juga tertolong keluar dari angkatan yang jahat dan sesat ini.

Penerapan:
Di jaman yang serba gelap dan merosot ini, Allah menghendaki kita hanya mengerjakan satu hal, yaitu membangun bahtera, yang melambangkan gereja. Seberapa besar kepedulian kita akan gereja menunjukkan kesungguhan kita dalam membangun ’bahtera’. Marilah kita berpartisipasi dalam pembangunan gereja, karena pada saat yang bersamaan kita mengerjakan keselamatan kita.

Pokok Doa:
Ya Tuhan Yesus, sebagaimana Nuh mengerjakan keselamatannya dengan membangun bahtera, demikian juga aku mau mengerjakannya dengan membangun gereja-Mu. Tuhan, aku mau mempersembahkan hatiku, anggota-anggota tubuhku, dan hartaku untuk pembangunan gereja.

18 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 2 Selasa

Pengalaman Kita Atas Allah Tritunggal
Kejadian 6:16
“Buatlah atap pada bahtera itu dan selesaikanlah bahtera itu sampai sehasta dari atas, dan pasanglah pintunya pada lambungnya; buatlah bahtera itu bertingkat bawah, tengah dan atas.”

Bahtera terdiri dari tiga tingkat, tingkat bawah, tengah, dan atas (Kej. 6:16). Ketiga tingkat bahtera menunjukkan ketinggian yang harus kita capai. Dikatakan dari suatu segi, kita harus mencapai lebih tinggi. Jelaslah, ketiga tingkat bahtera menunjukkan Allah Tritunggal. Dalam Lukas 15 kita melihat tiga perumpamaan: gembala yang mencari dan menemukan domba yang sesat, perempuan yang mencari dan menemukan dirham yang hilang, dan bapa yang menerima kembali anak yang hilang. Perumpamaan pertama menyatakan Putra, kedua menyatakan Roh, sedang ketiga menyatakan Bapa. Menurut pengalaman kita Roh dulu yang datang kepada kita, menemukan kita, membawa kita ke hadapan Putra dan mengharukan kita untuk percaya pada Putra. Sesudah kita percaya kepada Putra, kita berseru, “Ya Bapa!”
Injil Yohanes adalah kitab yang mengatakan tentang Putra yang datang membawa kasih karunia. Surat 1 Yohanes mengatakan tentang Bapa yang adalah kasih. Kasih itu melampaui anugerah. Selain itu dalam Injil Yohanes ada kebenaran, dalam surat 1 Yohanes ada terang. Terang melampaui kebenaran. Bila Injil Yohanes membawa kita ke hadapan Putra, surat 1 Yohanes membawa kita ke hadapan Bapa. Cara terbaik untuk mengenal Allah Tritunggal - Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh adalah dengan mengalaminya. Orang yang paling mengenal Allah bukanlah mereka yang banyak tahu tentang Allah, tetapi mereka yang banyak mengalami Allah dalam kehidupannya sehari-hari. Allah Tritunggal bukan sekedar untuk dipelajari atau ditelaah, terlebih adalah untuk kita nikmati dan alami.

Mengalami Kristus Sebagai Jendela, Pintu, dan Kayu Gofir
Kej. 6:14, 16

Dalam Alkitab terjemahan King James, disebutkan bahwa pada atap bahtera terdapat sebuah jendela yang menghadap ke langit (Kej. 6:16, KJV). Itulah jendela di atap rumah. Dalam bahasa Ibrani istilah “jendela” mempunyai akar kata yang sama dengan “siang”, artinya ketika kita di bawah jendela, kita berada pada siang hari. Kita ada di bawah sinar matahari dan penuh dengan terang. Posisi kita yang sebenarnya apakah di tingkat bawah, tengah, atau atas ditentukan dari derajat terang yang kita peroleh. Banyak orang Kristen yang sangat bergairah. Mereka sungguh-sungguh berapi-api, tetapi mereka tidak banyak di dalam terang. Kita berada pada tingkat bahtera yang mana? Di tingkat mana kita berada, terlihat dari seberapa banyak terang yang kita dapatkan. Makin banyak terang kita, makinlah tinggi tingkat kita berada. Sebaliknya, makin sedikit terang kita, makin rendah tingkat kita berada. Di bahtera hanya ada satu jendela. Terang tidak boleh datang dari arah utara, selatan, timur atau barat, tetapi datang dari langit. Dalam pembangunan Allah hanya satu jendela, satu wahyu, dan satu visi. Terang datang dari atas.
Bahtera hanya mempunyai sebuah pintu pada lambungnya (Kej. 6:16). Tidak seorang pun yang pernah jatuh dari langit ke dalam bahtera, kita semua masuk melalui pintu. Hanya ada satu pintu, satu jalan masuk ke bahtera. Pada atap bahtera hanya ada satu jendela untuk terang masuk dan hanya ada satu pintu untuk orang masuk. Kita semua, termasuk semua rasul, masuk melalui satu pintu yang sama, pintu ini ialah Kristus.
Bahtera dibuat dari kayu gofir (Kej. 6:14). Apakah kayu gofir itu? Itu adalah semacam pohon eru, banyak mengandung damar. Semacam kayu yang berdamar, tahan air. Kayu yang tidak mengandung damar, tidak tahan air. Kayu gofir dapat bertahan dari serangan air bah. Kidung Agung 1:17 mengatakan kayu aras dan kayu eru. Pohon eru sangat mirip dengan pohon aras. Penerjemah yang baik hampir semuanya menerjemahkan pohon eru dalam bahasa Ibrani sebagai pohon aras. Dalam perlambangan, terutama dalam Kidung Agung, pohon aras melambangkan Kristus yang bangkit. Kristus yang bangkit adalah pohon aras yang tumbuh di puncak Gunung Libanon. Pohon eru melambangkan Kristus yang tersalib dapat melawan air kematian. Dia telah merasakan kematian, namun maut tidak berdaya atas-Nya. Bahtera dibuat dari kayu gofir, dia melalui air bah, berkali-kali terserang air bah namun tidak terjadi kerusakan. Ini melambangkan Kristus yang tersalib adalah kokoh. Kristus adalah kayu gofir yang sejati, kayu eru yang sejati, penuh dengan damar, dapat kokoh menentang air bah, air bah kematian tidak dapat melukai-Nya.

Penerapan:
Ada satu hal yang dapat membuat pertumbuhan rohani kita terhenti, yaitu rasa puas diri. Pengalaman kita atas Kristus beberapa bulan atau beberapa tahun yang lalu tidak bisa kita andalkan untuk menghadapi tantangan hari ini. Kita perlu mengalami Kristus setiap hari, suatu pengalaman yang baru dan segar. Karena itulah kita perlu mendekati Dia di setiap waktu, termasuk di saat ini.

Pokok Doa:
Ya Tuhan Yesus, aku bersyukur atas pengalamanku bersamamu beberapa waktu yang lalu. Namun, aku perlu pengalaman yang lebih dalam akan Engkau. Tuhan, aku mau mengikatkan diriku dengan-Mu. Atas segala pergumulanku, aku mengundang Engkau hadir bersamaku dalam menghadapinya.

17 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 2 Senin

Ukuran Bahtera
Kejadian 6:15
“Beginilah engkau harus membuat bahtera itu: tiga ratus hasta panjangnya, lima puluh hasta lebarnya dan tiga puluh hasta tingginya.”

Panjang bahtera 300 hasta, lebar 50 hasta dan tinggi 30 hasta (Kej. 6:15). Bahtera itu bertingkat tiga (Kej. 6:16). Karena tinggi keseluruhannya 30 hasta, maka setiap tingkat tentu 10 hasta tingginya. Ukuran-ukuran ini sangat bermakna. Mengapa bahtera itu bukan 800 hasta panjangnya, 70 hasta lebarnya, dan 20 atau 40 hasta tingginya? Mengapa justru panjang 300 hasta, lebar 50 hasta, dan tinggi 30 hasta? Karena angka-angka dasar dalam pembangunan Allah ialah tiga dan lima.
Apakah makna bilangan tiga dan lima? Dalam Alkitab, angka tiga menyatakan Allah Tritunggal — Allah Bapa, Allah Putra, dan Allah Roh Kudus (Mat. 28:19). Inilah rahasia Allah Tritunggal. Kita sungguh mempunyai Bapa, Putra, dan juga Roh. Tetapi Putra disebut Bapa, dan Putra itulah Roh. Ketiganya tetap adalah satu Allah. Sifat Allah yang Tritunggal adalah untuk menyalurkan diri-Nya ke dalam kita.
Makanan kalau tidak melalui proses pemasakan dan pengolahan, tidak dapat masuk ke dalam kita. Bila makanan tidak dimasak, paling sedikit juga harus dikunyah, ditelan, dicerna, dan diserap. Kalau tidak ada proses ini, tidak ada yang dapat masuk ke dalam kita. Allah Tritunggal ialah Allah yang menyalurkan diri-Nya ke dalam kita. Matius 28:19 mengatakan, “Baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak (Putra) dan Roh Kudus.” Untuk tujuan apakah kita membaptis orang dalam Bapa, Putra, dan Roh Kudus? Yaitu supaya membuat mereka masuk ke dalam Allah dan juga membuat Allah masuk ke dalam mereka. Allah Tritunggal, bukan suatu teori atau ajaran teologi, melainkan penyaluran Allah.

Perbauran Allah dan Manusia = Pembangunan
Kel. 25:10; 2 Kor. 13:13; Mat. 25; Why. 4:6; Mat. 13:23; Dan. 1:12, 20

Kitab Keluaran 25:10 memberi tahu kita sebuah bahtera yang lain, yakni tabut perjanjian Allah. (Dalam bahasa Inggris istilah “bahtera” dan “tabut” adalah sama yaitu “ark”). Bahtera yang pertama memiliki dua angka, yaitu tiga dan lima. Namun ukuran tabut kesaksian (Tabut Perjanjian Allah disebut juga tabut kesaksian Allah) ialah panjang 2,5 hasta, lebar 1,5 hasta, dan tinggi 1,5 hasta. Jika kita membandingkan kedua bahtera ini, kita takan mengetahui bahwa ukuran bahtera pertama ialah angka penuh, ukuran bahtera kedua ialah angka setengah.
Angka “tiga” ini menyatakan Allah dalam penyaluran diri-Nya sendiri ke dalam manusia. Ketika Alkitab mengatakan Allah dan manusia berbaur, Allah masuk ke dalam manusia, selalu menggunakan “Tritunggal” ini. Misalnya 2 Korintus 13:13, “Kasih karunia (Anugerah) Tuhan Yesus Kristus, dan kasih Allah, dan persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.” Ini bukan teori tentang tiga Allah, melainkan Allah Tritunggal di dalam proses penyaluran-Nya, menggarapkan diri-Nya sendiri masuk ke dalam kita dan membawa kita masuk ke dalam segala kelimpahan-Nya.
Lalu angka “lima” menyatakan apa? Mudah sekali dimengerti. Sepuluh hukum Taurat ditulis pada dua buah loh batu, setiap loh batu terdapat lima hukum. Dalam Matius 25, ada sepuluh anak dara dibagi dua kelompok, tiap kelompok ada lima. Kita mempunyai sepuluh jari tangan dan sepuluh jari kaki, yang masing-masing dikelompokkan lima. Lima jari dari setiap tangan adalah terdiri dari empat tambah satu. Satu ibu jari, mewakili Allah yang esa sebagai pencipta. Empat jari merupakan angka ciptaan Allah, seperti empat makhluk hidup (Why. 4:6). Maka empat tambah satu berarti manusia yang diciptakan ditambah dengan Allah. Pemikiran yang dinyatakan oleh angka tiga maupun angka lima di sini ialah perbauran antara Allah dan manusia. Apakah pembangunan Allah? Pembangunan Allah ialah Allah membangun diri-Nya sendiri ke dalam kita (manusia) dan membangun kita ke dalam-Nya, supaya Dia bersatu dengan kita dan kita bersatu dengan Dia.
Mengapa panjang bahtera 300 hasta, lebar 50 hasta, dan tinggi 30 hasta? Jelaslah, angka 300 ialah tiga dikalikan 100, 50 ialah lima dikalikan sepuluh, 30 ialah tiga dikalikan sepuluh. Angka 100 menyatakan kelimpahan kepenuhan. Tuhan Yesus mengatakan yang paling banyak berbuah adalah 100 kali lipat (Mat. 13:23). Angka “sepuluh” berarti sempurna (Dan. 1:12, 20). Karena itu kita dapat mengatakan bahwa bahtera adalah perbauran Allah Tritunggal dan manusia dalam kepenuhan dan kesempurnaan.

Penerapan:
Sebagaimana Allah ingin menyalurkan diri-Nya ke dalam manusia, demikian pula Iblis. Bila Allah menyalurkan diri-Nya ke dalam kita melalui firman kudus-Nya, Iblis menggunakan arus dunia ini sebagai sarananya. Kini persoalannya tergantung pada kepada siapa kita membuka diri, bagi Allah atau bagi Iblis. Demi pembangunan Allah, marilah kita membuka diri hanya bagi Allah dan kebenaran firman-Nya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, waktu yang Engkau berikan adalah kesempatan bagiku untuk lebih membuka diri bagi firman kudus-Mu. Ampunilah aku yang sering salah menggunakan waktu, sehingga dunia ini yang menduduki hatiku. Tuhan, saat ini tambahkanlah kadar-Mu di dalamku. Penuhilah aku dengan Roh-Mu.

15 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 1 Sabtu

Menerima Wahyu Untuk Membangun Bahtera
Kejadian 6:13-14a
“Berfirmanlah Allah kepada Nuh: ‘Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi. Buatlah bagimu sebuah bahtera…”

Karena Nuh telah mendapat kasih karunia, hidup bergaul dengan Allah demi iman, dan mewarisi kebenaran, maka Allah sangat berkenan kepadanya. Karena Allah berkenan kepada Nuh, maka Dia menyatakan isi hati-Nya kepada Nuh, mewahyukan rahasia-Nya kepada Nuh. Karena itu, Nuh tidak hanya sebagai orang yang bergaul dengan Allah, tetapi juga sebagai orang yang membangun bahtera. Bahtera adalah untuk keselamatan. Pada masa itu, bahtera keselamatan dibangun oleh Nuh. Habel mempersembahkan kurban persembahan kepada Allah, Enos menyeru nama Tuhan, Henokh hidup bergaul dengan Allah, tetapi Nuh selain melakukan semuanya ini, masih ditambahkan lagi satu hal — ia membangun bahtera.
Nuh membangun bahtera berdasarkan wahyu yang diterimanya (Kej. 6:14-16). Pada saat itu tidak ada satu orang lain pun yang tahu situasi sesungguhnya. Orang-orang dunia di masa itu telah mabuk, buta, terselubung, tertutup, dan terbius. Mereka tidak tahu di mana mereka, atau apa yang akan terjadi. Mereka buta dan terbius hawa nafsu daging. Namun, Nuh hidup bergaul dengan Allah; dia nampak keadaan sebenarnya, karena Allah mewahyukan rahasia-Nya kepadanya. Allah memberi tahu Nuh, “Aku telah memutuskan untuk mengakhiri hidup segala makhluk, sebab bumi telah penuh dengan kekerasan oleh mereka, jadi Aku akan memusnahkan mereka bersama-sama dengan bumi” (Kej. 6:13). Di samping itu, Allah memberi tahu Nuh untuk melakukan sesuatu: membangun bahtera! Seturut wahyu Allah, Nuh lalu membangun bahtera.

Percaya, Melakukan, dan Memberitakan Firman Allah
Ibr. 11:7; Rm. 10:14, 17; 2 Ptr. 2:5; Kej. 6:3; 1 Ptr. 3:20

Setelah Nuh menerima wahyu, ia segera percaya kepada firman Allah (Ibr. 11:7). Menurut Alkitab, percaya selalu berarti percaya melalui firman. Roma 10:14 Paulus bertanya, “Bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia, jika mereka tidak mendengar tentang dia?” Tanpa pemberitaan firman, manusia sulit percaya. Percaya timbul melalui mendengar firman. Karena itu, Roma 10:17 mengatakan, “Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus.” Tidak diragukan lagi, Nuh mendengarkan firman Allah dan percaya kepada firman yang ia dengar. Percaya tidak tergantung pada diri kita, percaya tergantung pada Allah yang ada di dalam kita. Karena itu, kita perlu datang kepada-Nya agar Dia terinfus ke dalam kita. Kita perlu diinfus dengan apa adanya Allah. Allah itu iman kita. Ketika kita datang kepada-Nya, mendengar firman-Nya, dengan sendirinya Allah yang terinfus ke dalam kita itu akan menjadi iman di dalam kita. Inilah makna percaya firman-Nya.
Nuh memberitakan apa yang ia percayai dan laksanakan. Ia adalah seorang pemberita kebenaran (2 Ptr. 2:5). Mengapa Nuh memberitakan kebenaran? Karena pada zamannya, tidak ada satu pun yang benar. Bumi penuh dengan kekerasan dan kekerasan itu meliputi perampokan, pembunuhan, perzinaan, dan kelaliman. Nuh memberitakan kebenaran, memberi tahu orang-orang untuk menjadi benar terhadap Allah, terhadap orang lain, dan terhadap diri sendiri; kalau tidak, penghakiman keadilan Allah akan menimpa mereka. Nuh memberitakan kebenaran semacam ini mungkin cukup lama, yakni sambil dia menyiapkan bahtera. Mungkin orang-orang menganggapnya sakit jiwa, sambil berkata kepadanya, “Nuh, apa yang kau katakan? Apa maksudmu mengatakan air bah akan datang? Pandanglah ke langit, bukankah masih sama seperti biasanya.” Kita yakin, selama ia menyiapkan bahtera itu, Nuh banyak menerima cemoohan dan olok-olok.
Ketika Nuh memberitakan kebenaran, ia juga membangun dan menyiapkan bahtera (1 Ptr. 3:20). Boleh jadi orang-orang berkata kepadanya, “Hai Nuh, apakah kamu sedang membangun rumah untuk cucumu? Kamu gila, mengira air bah akan datang. Apa gunanya kamu membangun bahtera semacam ini — 300 hasta panjangnya, 50 hasta lebarnya, 30 hasta tingginya, bertingkat tiga, dan sebuah pintu pada lambungnya? Ini sungguh menggelikan!” Seandainya kita adalah Nuh, maukah kita membangun sebuah bahtera semacam ini? Mungkin istri kita yang kita cintai itu malah ikut menentang kita. Betapa tidak mudahnya Nuh menempuh tahun-tahun yang panjang itu.

Penerapan:
Firman yang telah kita dengar mungkin sudah cukup banyak dan ayat-ayat Alkitab yang sudah kita baca juga mungkin tidak sedikit. Tetapi pertanyaannya adalah berapa banyak firman yang dengan teguh kita percayai? Berapa banyak yang kita lakukan? Berapa banyak pula yang kita beritakan? Mungkin sangat sedikit. Mari mulai sekarang belajar mempercayai, melakukan, dan memberitakan firman yang telah kita baca atau dengar.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih untuk setiap firman yang aku baca dan dengar. Namun aku perlu kasih karunia untuk mempercayainya. Tuhan, singkapkanlah setiap selubung yang menutupi mata batiniahku agar aku percaya, berilah kekuatan yang baru untuk melakukan firman-Mu dan memberitakannya.

14 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 1 Jumat

Iman Yang Menghasilkan Pembenaran Oleh Allah
Kejadian 6:8-9
“Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN. Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.”

Karena iman, Nuh hidup bergaul dengan Allah (Ibr. 11:7). Iman bukan berasal dari diri kita sendiri. Iman tidak lain adalah unsur Allah yang ditransfusikan ke dalam kita. Semakin banyak kita menjamah takhta kasih karunia Allah, semakin banyak kita menengadah kepada Tuhan, kita akan semakin ditransfusi dan diinfus dengan segala apa adanya Dia. Sehingga, unsur kudus Allah yang tersalur ke dalam kita menjadi iman kita. Iman yang Nuh miliki kemudian membuat dia hidup bergaul dengan Allah.
Nuh percaya kepada Allah, hasilnya, ia menjadi orang yang benar (Yeh. 14:14). Dia benar terhadap Allah, terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri. Orang-orang dunia, tidak ada seorang pun yang benar terhadap Allah, terhadap orang lain, dan terhadap dirinya sendiri. Ibrani 11:7 mengatakan, “Ia menjadi ahli waris kebenaran sesuai dengan imannya.” Pertama, Nuh mendapatkan kasih karunia. Kedua, karena Allah telah ditranfusikan ke dalam dirinya, maka dia percaya kepada Allah. Karena unsur iman Allah sudah tertransfusi ke dalamnya, maka Nuh mempunyai kemampuan untuk percaya. Dia percaya, lalu imannya itu dihitung oleh Allah sebagai kebenarannya, sama seperti yang diperbuat Allah terhadap Abraham (Rm. 4:3, 9). Selain itu, karena ia mendapat kasih karunia di mata TUHAN, maka kasih karunia ini menguatkan dan membantunya menempuh hidup yang benar. Iman yang sejati selalu bersumber dari Allah, dari firman-Nya, yang diinfuskan ke dalam kita. Iman yang demikianlah yang membuat kita beroleh pembenaran Allah yang pada akhirnya membuat kita dapat memperhidupkan kebenaran Allah.

Daging, Kasih Karunia, dan Kebenaran
Yoh. 1:14; Ibr. 4:16; Rm. 5:17-21

Dalam Kejadian pasal enam, kita melihat tiga butir benih yang penting: daging, kasih karunia, dan kebenaran. “Firman itu telah menjadi daging dan diam di antara kita, . . . penuh kasih karunia . . .” (Yoh. 1:14 Tl.). Dikatakan dari aspek yang baik, di mana ada daging, di situ ada kasih karunia. Apakah daging? Daging adalah karya besar Iblis. Dimanakah Iblis hari ini? Dia ada di dalam daging manusia. Daging merupakan balai pertemuan Iblis, dosa, dan maut. Ketiga musuh besar ini terus-menerus berkumpul di balai daging kita, dan pertemuan mereka tidak pernah usai.
Lalu, apakah kasih karunia? Kasih karunia adalah Allah sendiri dinikmati oleh kita, dan membantu kita menghadapi situasi daging. Kita telah melihat, menurut Ibrani 4:16, kita bisa mendapatkan kasih karunia untuk memenuhi keperluan kita tepat pada waktunya. Unsur apa yang membuat kita memerlukan kasih karunia? Daging, itulah yang terutama. Kalau bukan karena daging, Allah mungkin tidak perlu memberi kita begitu banyak kasih karunia. Dalam satu aspek, daging itulah faktor yang memaksa kita menghampiri takhta kasih karunia. Meskipun kita tidak dapat berbuat apa-apa, namun kita dapat menuju satu tempat — takhta kasih karunia. Mari, kita menghampiri takhta kasih karunia guna menanggulangi daging.
Di mana ada daging, di sana juga ada kasih karunia; di mana ada kasih karunia, di sanalah juga ada hasil kasih karunia — kebenaran. Roma 5:17 menempatkan kasih karunia dan kebenaran bersama-sama. Ayat ini mengatakan, “Yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.” Kebenaran selalu menemani kasih karunia. Tidak ada seorang suami yang bisa benar terhadap istrinya, jika ia tidak memiliki kasih karunia. Sebaliknya, tidak ada seorang istri yang benar terhadap suaminya, jika ia tidak memiliki kasih karunia. Begitu kita mendapatkan kasih karunia, kasih karunia itu menjadikan kita benar terhadap suami atau istri kita. Berdasarkan kuasa kasih karunia, kekuatan kasih karunia, dan hayat kasih karunia, baru kita dapat benar terhadap Allah, terhadap orang, dan terhadap diri sendiri. Kebenaran itulah hasil kasih karunia yang tertinggi. Roma 5:21 mengatakan, “Demikian kasih karunia akan berkuasa oleh kebenaran untuk hidup yang kekal, melaui Yesus Kristus, Tuhan kita” (TL.). Jadi, kebenaran dan kasih karunia selalu bergandengan. Di mana daging, di sana juga kasih karunia; dan di mana kasih karunia, di sana juga kebenaran dihasilkan.

Penerapan:
Iman yang hidup selalu membuat kita mampu mempersembahkan persembahan kepada Allah, menyeru nama Tuhan untuk menikmati segala kelimpahan-Nya, dan bergaul dengan Allah. Iman yang demikianlah yang bisa membuat kita hidup benar di hadapan Allah dan manusia. Marilah datang kepada firman Allah setiap hari untuk menerima iman yang demikian.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, Engkaulah sumber iman. Aku tidak memiliki iman sedikitpun. Aku memerlukan firman-Mu yang hidup terus diinfuskan ke dalamku untuk menjadi imanku. Karena itu buatlah aku gemar mendengar, membaca, merenungkan, dan menikmati firman kudus-Mu.

13 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 1 Kamis

Nuh Mendapat Kasih Karunia (Anugerah) di Mata TUHAN
Kejadian 6:8-9
“Tetapi Nuh mendapat kasih karunia di mata TUHAN. Inilah riwayat Nuh: Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh itu hidup bergaul dengan Allah.”

Kejatuhan manusia yang dilukiskan dalam kitab Kejadian merupakan latar belakang dari sebuah gambar yang sangat positif, yang menyatakan apa yang telah Allah kerjakan untuk manusia yang jatuh. Tujuan utama pencatatan kitab Kejadian bukan untuk memperlihatkan kejatuhan, melainkan untuk menyatakan seberapa besar yang dapat dilakukan kasih karunia Allah bagi manusia yang telah jatuh. Mendapatkan kasih karunia di mata Tuhan bukanlah perkara kecil. Perhatikan, Kejadian 6:8 tidak mengatakan, “Allah bersikap murah hati kepada Nuh”, atau “Allah memberi karunia kepada Nuh.” Melainkan, ayat ini mengatakan “Nuh mendapat kasih karuniadi mata Tuhan.” Ingat, kitab Kejadian adalah sebuah kitab yang penuh dengan benih-benih rohani. Pada Kejadian 6:8, Alkitab pertama kali menyebut “kasih karunia”. Jadi, Nuh bisa mempunyai keadaan yang demikian itu dikarenakan ia mendapat kasih karunia di mata Tuhan.
Ibrani 4:16 memberi tahu kita untuk menghampiri takhta kasih karunia dengan berani, agar kita menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapatkan pertolongan pada waktunya. Sampai hari ini, setiap menit kita tetap memerlukan kasih karunia Tuhan. Sering kali kita tidak sanggup menanggung situasi kita, juga tidak sanggup menghadapi peristiwa-peristiwa yang menimpa diri kita. Namun ada satu tempat yang disebut takhta kasih karunia. Begitu kita dengan penuh keberanian datang pada takhta kasih karunia, kita pasti menerima rahmat dan menemukan kasih karunia untuk mendapatkan pertolongan pada waktunya.

Kasih Karunia
Kej. 6:8; Ibr. 4:16; 2 Kor. 12:9

Apakah kasih karunia? Kebanyakan orang Kristen mengira bahwa kasih karunia adalah sesuatu pemberian Allah. Kalau seseorang memberi kita sebuah Alkitab sebagai hadiah, itulah kasih karunia. Pengertian ini kurang tepat karena dalam Alkitab kasih karunia mempunyai arti yang jauh melebihi itu. Bila kita meneliti Kejadian pasal enam, kita akan nampak bahwa penyertaan Allah itulah kekuatan dan tenaga Nuh. Nuh tidak hanya secara obyektif menikmati sesuatu yang Allah berikan kepadanya, lebih-lebih ia menikmati Allah sendiri. Di tengah-tengah angkatan yang bengkok, jahat, dan cabul, Nuh mendapatkan kasih karunia di mata TUHAN. Allah datang menguatkan Nuh, berdiri mendampingi Nuh, dan menunjang Nuh. Inilah kasih karunia yang Nuh dapatkan, dan inilah kasih karunia yang kita butuhkan hari ini.
Jadi kasih karunia bukan hanya suatu benda obyektif yang Allah berikan kepada kita, melainkan Allah sendiri mendatangi kita, bekerja bagi kita. Apakah kita lemah? Allah akan datang menjadi kekuatan kita; kedatangan Allah itulah kasih karunia. Tidak sanggupkah kita menghadapi situasi sekeliling kita? Itu tidak seharusnya menjadi persoalan, karena Allah akan datang menyertai kita dan menghadapi situasi itu bagi kita dan di dalam kita. Inilah kasih karunia.
Coba lihat keadaan masyarakat hari ini. Di dalam lembaran surat kabar dan majalah terkandung banyak godaan. Bahkan dewasa ini, hal bercerai merupakan godaan yang sangat besar bagi kaum muda. Banyak orang seolah-olah menganggap tanpa bercerai itu kurang modern. Godaan ada di luar, hawa nafsu ada di dalam. Siapa yang bisa bertahan di zaman semacam ini? Godaan sedemikian besar! Karena tidak ada seorang pun di antara kita yang dapat tegap berdiri, kita perlu kasih karunia untuk menjadi Nuh hari ini. Hanya kasih karunia yang bisa membuat kita bersatu dengan istri atau suami kita. Hanya kasih karunia yang memungkinkan kita mengasihi istri atau suami tanpa perubahan. Tanpa kasih karunia, siapa pun tidak mampu, karena godaan terlalu banyak.
Untuk mendapatkan kasih karunia, kita harus dengan penuh keberanian menghampiri takhta kasih karunia sambil berkata, “Tuhan, aku di sini; aku perlu kasih karunia-Mu. Aku datang bukan mohon Engkau memberi suatu barang yang bagus. Aku datang untuk mendapatkan kasih karunia untuk memenuhi keperluanku. Tuhan, tanpa penyertaan-Mu aku tidak bisa pergi bekerja. Tuhan, aku perlu Engkau berdiri bersamaku. Datanglah, menjadi kekuatanku. Tuhan, topanglah, tunjanglah aku.”

Penerapan:
Karena Tuhan setiap saat ingin melimpahkan rahmat dan kasih karunia-Nya kepada kita, marilah kita melatih roh kita untuk datang menghampiri takhta kasih karunia agar kita boleh mendapatkan pertolongan pada waktunya dari berbagai pergumulan kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, setiap menit aku perlu kasih karunia-Mu, aku tahu, pada-Mu ada kasih karunia, dan Engkau telah menyediakan kasih karunia bagiku. Aku berlutut di depan takhta kasih karunia-Mu. Datanglah, jadilah kekuatanku. Topanglah aku di jaman yang jahat dan bejat ini.

12 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 1 Rabu

Manusia Telah Menjadi Daging
Kejadian 6:3
“Berfirmanlah TUHAN: ‘Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.’”
Kita telah melihat bahwa penyebab pertama kejatuhan manusia kali ketiga ialah roh-roh jahat berbaur dangan manusia. Sekarang mari kita melihat penyebab kedua, yaitu manusia telah menjadi daging. Kejadian 6:3 mengatakan, “Berfirmanlah TUHAN: ‘Roh-Ku tidak akan selama-lamanya bergumul dengan manusia, karena manusia itu adalah daging’” (TL.). Pada kejatuhan kali ketiga, manusia mengumbar tubuhnya yang jatuh, sehingga menjadi daging. Manusia tidak hanya mengabaikan rohnya, bahkan jiwanya pun tidak dihiraukannya. Manusia telah mengabaikan kesadaran dan akal sehatnya.
Hari ini banyak orang juga berada dalam keadaan yang sama. Mereka tidak mempedulikan roh, tidak mempedulikan penyertaan Allah. Mereka juga tidak mempedulikan jiwa mereka, tidak mempedulikan kesadaran dan akal sehat mereka. Manusia hanya bisa mengumbar dagingnya, berkelakuan hampir tidak berbeda dengan binatang. Dalam keadaan yang demikian, boleh dikata manusia sudah jatuh pada ujung batasnya, mengumbar hawa nafsu daging!
Alkitab mewahyukan bahwa musuh Allah yang paling jahat dan paling kuat adalah daging kita. Hal ini disingkapkan dalam Surat Roma, khususnya pasal tujuh dan delapan. Daging pasti dan mutlak dibenci oleh Allah. Allah sama sekali tidak mau bertoleransi pada daging. Allah tidak pernah mau bertoleransi pada daging kita. Segala sesuatu yang berasal dari daging kita adalah suatu penghinaan bagi Allah. Sebab itu, Allah datang kepada Nuh, hamba-Nya, serta memberi tahu bahwa Ia akan membinasakan antero zaman itu.

Akibat Kejatuhan Manusia Kali Ketiga
Kej. 6:3; 1:3; 6:17; 7:10-12; Mat. 24:37-39

Akibat pertama dari kejatuhan manusia kali ketiga ialah penarikan kembali Roh Allah, menyatakan penolakan Allah terhadap manusia. Allah berfirman, “Roh-Ku tidak akan selama-lamanya berebut dengan manusia” (Kej. 6:3). Inilah kali kedua kitab Kejadian menyinggung tentang Roh. Kali pertama disebutkan pada Kejadian 1:3 bahwa Roh Allah melayang-layang di atas situasi maut, untuk mendatangkan hayat. Ketika Roh Allah disebut untuk kali kedua, kita diberi tahu bahwa Roh Allah tidak lagi berurusan dengan manusia, yang membuktikan bahwa sebelum ini, Roh Allah bekerja dan bahkan berurusan dengan manusia. Allah itu Perahmat. Jangan mengira bahwa Habel itu baik berdasarkan dirinya sendiri. Mustahil. Semua para saleh terkasih yang disebut dalam Kejadian pasal lima, dibantu oleh Roh Allah. Apakah kita mengira Henokh mampu hidup bergaul dengan Allah berdasarkan dirinya sendiri? Henokh justru dibantu, dikuatkan, dan didorong oleh Roh Allah. Roh Allah berurusan melawan pemberontakan manusia. Tetapi pada Kejadian pasal enam, keadaannya mencapai pada tingkat di mana Roh Allah tidak lagi berurusan dengan manusia. Alangkah menakutkan! Jika Roh Allah ditarik kembali dari kita, alangkah mengerikan!
Akibat kedua dari kejatuhan manusia kali ketiga bukan saja Roh Allah ditarik kembali melainkan juga datangnya air bah yang membawa hukuman pemusnahan kepada umat manusia yang telah jatuh (Kej. 6:17; 7:10-12). Tuhan Yesus mengumpamakan zaman sekarang ini sama seperti zaman kejatuhan manusia kali ketiga (Mat. 24:37-39). Tuhan Yesus berkata bahwa sebelum air bah datang, orang makan dan minum, kawin dan mengawinkan, sampai pada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, tiba-tiba air bah datang, melenyapkan mereka semua. Situasi dewasa ini persis sama — makan minum, dan menyalahgunakan perkawinan. Menikah memang tidak salah, pernikahan itu kudus. Namun, pernikahan kita harus seturut prinsip Allah. Ini akan mendatangkan karunia dan berkat Allah ke atas kita dan keluarga kita. Sebaliknya, penyalahgunaan pernikahan akan mendatangkan hukuman ke atas manusia. Lihatlah situasi zaman sekarang. Persis sama dengan zaman sebelum air bah. Bagi mereka, seolah-olah dalam alam semesta ini tidak ada Allah. Mereka mengabaikan hukuman yang akan datang. Namun Alkitab meyakinkan kita bahwa Allah tetap ada di atas takhta-Nya dan bumi tetap adalah milik-Nya. Pada suatu hari, Dia akan turun tangan dan melaksanakan penghukuman atas zaman yang fasik ini.

Penerapan:
Jangan bertoleransi dengan daging. Mungkin apa yang kita lakukan itu kita anggap baik. Namun tanpa Allah, tetap hal itu adalah daging yang di benci Allah. Allah lebih memperhatikan apa adanya kita dibandingkan apa yang kita kerjakan. Jadi kita perlu tetap bersandar Dia yang memberikan kekuatan untuk melawan nafsu daging di dalam kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus aku mohon belas kasih-Mu untuk mengampuniku. Aku banyak melayani-Mu tetapi tanpa diri-Mu di dalamnya. Aku hanya gairah di luaran, tanpa memperhatikan apakah Engkau berkenan atau tidak. Tuhan, berilah aku kekuatan untuk menyangkal daging dan mematikan perbuatannya.

11 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 1 Selasa

Iblis Merusak Prinsip Pernikahan Yang Kudus
Kejadian 6:2
“Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.”

Pernikahan adalah perkara yang kudus. Allah menegakkan pernikahan adalah untuk kesinambungan umat manusia yang diciptakan-Nya bagi tujuan-Nya. Siapa pun tidak seharusnya memandang remeh perkara pernikahan. Ibrani 13:4 menasihati kita untuk menghormati pernikahan dan memandangnya kudus. Dalam pernikahan ada satu prinsip yang serius, yaitu satu suami satu istri. Allah telah menetapkan prinsip kudus ini, supaya memelihara umat manusia di dalam keadaan yang tepat bagi pencapaian tujuan-Nya. Namun, pada kejatuhan manusia kali ketiga, musuh yang licik itu datang merusak prinsip kudus atas pernikahan manusia, melalui malaikat-malaikat yang jatuh memakai tubuh manusia untuk mengawini kaum perempuan manusia.
Perkawinan yang haram ini bukan hanya merusak prinsip pernikahan, lebih-lebih menodai umat manusia. Apa tujuan Iblis dalam melakukan ini? Tujuannya bukan sekadar ingin merusak umat manusia, lebih-lebih ingin mencemarkannya sampai pada taraf yang menimbulkan perbauran antara manusia dengan roh-roh yang jatuh. Malaikat-malaikat yang jatuh telah mendirikan sebuah contoh yang merusak prinsip pernikahan. Sodom, Gomora, dan kota-kota sekitarnya mengikuti contoh ini, merusak prinsip pengaturan yang ditetapkan oleh Allah. Sekarang kita sudah paham, mengapa Allah menetapkan untuk memusnahkan manusia dengan air bah dan menjatuhi mereka hukuman mati. Allah berketetapan demikian, karena manusia telah menjadi suatu “barang campuran”.

Hasil dari Perkawinan Yang Haram
Kej. 6:4; Bil. 13:32-33; Mat. 19:9; 1 Kor. 6:9-10; Ef. 5:5; Why. 2:14, 20; Bil. 25:1-2

Perkawinan yang haram antara malaikat-malaikat yang jatuh dengan manusia ini menghasilkan orang-orang raksasa. Yang dikatakan dalam Kejadian 6:4 “orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan” adalah orang-orang hasil percampuran antara malaikat-malaikat yang jatuh dengan umat manusia (bd. Bil. 13:33). Orang- orang raksasa dalam Kejadian 6:4 dan Bilangan 13:33, bahasa Ibraninya adalah “Nephilim” artinya adalah “yang jatuh” (Cat. Untuk kata “Nephilim”, LAI memakai kata “raksasa”, KJV memakai kata “giants”). Tetapi Nephilim bukan malaikat yang murni, melainkan hasil percampuran antara malaikat-malaikat yang jatuh dengan anak-anak perempuan umat manusia. Mereka adalah keturunan campuran, yaitu darah manusia dengan roh-roh malaikat. Menurut Alkitab, Nephilim adalah “orang-orang yang tinggi-tinggi perawakannya” (Bil. 13:32). Inilah yang justru dialami oleh kesepuluh orang dari dua belas pengintai yang diutus Musa untuk mengamati tanah Kanaan. Mereka melihat Nephilim dan ketakutan (Bil. 13:32).
Kita semua wajib belajar satu pelajaran dari hal ini: percabulan adalah perkara yang serius. Dalam seluruh Alkitab, terutama dalam ajaran Tuhan Yesus (Mat. 19:9), percabulan dipandang sebagai suatu perkara yang serius. Ketika membaca Surat Kiriman para rasul dalam Perjanjian Baru, kita nampak rasul-rasul bersikap sangat ketat, sekali-kali tidak memberikan toleransi kepada percabulan di dalam kehidupan gereja (1 Kor. 6:9-10, 18; Ef. 5:5). Mengapa mereka seketat itu? Bila kita membaca Alkitab, kita akan tahu bahwa percabulan (atau perzinaan) berkaitan dengan berhala (Why. 2:14, 20). Penyembahan berhala mendorong orang berbuat zina. Kalau kita membaca kitab Bilangan kita akan nampak, kapan kala orang-orang Israel menyembah berhala, mereka lalu berzina (Bil. 25:1-2).
Penyembahan berhala mendatangkan perzinaan, dan perzinaan juga mendatangkan penyembahan berhala. Akan tetapi, penyembahan Allah yang sejati tidak demikian. Penyembahan Allah yang sejati dapat memelihara kemurnian kita terhadap pernikahan, memelihara prinsip pengaturan yang Allah tetapkan. Allah mengirim air bah untuk memusnahkan orang-orang pada zaman Nuh, disebabkan darah orang-orang zaman itu sudah tidak murni lagi. Demikian juga Allah membasmi semua orang Kanaan, disebabkan bangsa raksasa itu ada juga di antara mereka, sehingga darah keturunan itu tidak lagi murni. Allah tidak dapat membiarkan keadaan semacam itu. Demi tercapainya kehendak-Nya, Dia tidak bisa membiarkan bangsa macam itu tetap tinggal.

Penerapan:
Pernikahan adalah kudus di mata Allah. Kita perlu waspada karena Iblis selalu berusaha merusak pernikahan yang kudus. Marilah kita menguduskan Tuhan di dalam hati kita dengan menolak benda-benda atau media yang dapat dipakai Iblis untuk menjerumuskan kita ke dalam dosa yang kasar seperti percabulan dan perzinahan.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, engkaulah kepuasanku yang sejati. Aku tidak mau mengejar kepuasan-kepuasan yang tidak wajar. Kuduskanlah mataku ya Tuhan untuk tidak mengingini yang lain selain daripada-Mu. Biarlah mataku dan hatiku hanya tertuju kepada-Mu dan diduduki oleh-Mu saja.

10 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 1 Senin

Malaikat-malaikat yang Jatuh Berbaur Dengan Manusia (1)
Kejadian 6:1-2
“Ketika manusia itu mulai bertambah banyak jumlahnya di muka bumi, dan bagi mereka lahir anak-anak perempuan, maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.”

Manusia jatuh selangkah demi selangkah, satu tahap demi satu tahap. Setiap kali jatuh, manusia lebih merosot daripada yang sebelumnya. Setiap kali jatuh, kita dapat menggali alasan atau penyebabnya. Setiap kali jatuh, tentu manusianya yang jatuh; tetapi penyebabnya bukan sekadar manusia sendiri penyebabnya, juga dari musuh Allah. Saat kita melihat siasat tipu muslihat Iblis ini, kita perlu menengadah kepada Tuhan untuk menutupi kita dengan darah-Nya yang menang, karena bagian ini menjamah kuasa si jahat dan membongkar kelicikan musuh Allah.
Pada kejatuhan kali ketiga, Iblis membuat roh-roh jahat, yaitu malaikat-malaikat yang telah jatuh, berbaur dan bersatu dengan manusia melalui perkawinan yang tidak sah. Pada saat kejatuhan manusia kali ketiga, malaikat-malaikat yang telah jatuh ini, yang berada di bawah kendali Iblis, melakukan sesuatu yang menodai umat manusia. Mereka membuat umat manusia sangat berdosa, bahkan menjadikannya suatu campuran. Manusia sudah bukan lagi umat yang murni, melainkan telah menjadi suatu umat yang campur aduk dengan malaikat yang telah jatuh.
Allah menciptakan manusia menurut gambar dan rupa-Nya sendiri agar manusia boleh menjadi ekspresi-Nya dan berkuasa mewakili Dia di bumi. Demi tujuan ini, kita seharusnya menjaga diri kita dari segala bentuk campur aduk, menolak masuknya hal-hal di luar Allah yang dapat mencemari kita. Sebaliknya, kita harus membuka diri kita selebar-lebarnya bagi pekerjaan Roh Kudus di dalam kita, membiarkan Dia memurnikan kita bagi tujuan kekal-Nya.

Malaikat-malaikat yang Jatuh Berbaur Dengan Manusia (2)
Kej. 6:2; Ayb. 1:6; 2:1; Yud. 6-7; Ef. 2:2; 6:12

Kejadian 6:2 mengatakan, “Maka anak-anak Allah melihat, bahwa anak-anak perempuan manusia itu cantik-cantik, lalu mereka mengambil isteri dari antara perempuan-perempuan itu, siapa saja yang disukai mereka.” Siapakah anak-anak Allah yang disebutkan di sini? Dalam Alkitab Perjanjian Lama bahasa Syria, “anak-anak Allah” disebut sebagai “malaikat”. Lagi pula, beberapa penulis kuno mengenai Kejadian 6:2 menggunakan “malaikat” sebagai pengganti “anak-anak Allah”. Dalam Ayub 1:6 dan 2:1, anak-anak Allah dengan jelas mengacu kepada malaikat-malaikat.
Yudas ayat 6-7 merupakan bukti kuat bahwa anak-anak Allah yang tercatat di Kejadian pasal enam adalah malaikat yang telah jatuh. Di sana disebutkan, “Juga malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, melainkan meninggalkan tempat kediaman mereka, ditahan-Nya dengan belenggu abadi di dalam dunia kekelaman sampai penghakiman pada hari besar. Sama seperti itu, Sodom dan Gomora dan kota-kota sekitarnya, yang dengan cara yang sama melakukan percabulan dan mengejar kepuasan-kepuasan yang tidak wajar, telah menanggung siksaan api kekal sebagai peringatan kepada semua orang.” Dalam ayat enam, Yudas mengatakan ada malaikat-malaikat yang tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka. Batas-batas kekuasaan di sini berarti pemerintahan dan batas wilayah pemerintahan malaikat.
Apakah batas-batas kekuasaan atau lingkungan pemerintahan malaikat? Menurut Efesus 2:2 dan 6:12, tempat kediaman mereka adalah di angkasa. Tempat kediaman Allah adalah di surga tingkat ketiga, tempat kediaman manusia adalah di bumi, dan tempat kediaman Iblis beserta malaikat-malaikatnya adalah di angkasa. Yudas ayat enam mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka, bahkan meninggalkan tempat kediaman mereka. Kejadian ini menunjukkan bahwa malaikat-malaikat itu meninggalkan angkasa, datang ke bumi, dan mengadakan hubungan perkawinan yang ilegal dengan umat manusia. Malaikat yang jatuh mengejar kepuasan-kepuasan yang tidak wajar.
Kapan malaikat-malaikat itu tidak taat pada batas-batas kekuasaan mereka? Kapan malaikat-malaikat itu meninggalkan tempat kediaman mereka di angkasa, lalu turun ke bumi, dan berbuat sesuatu, sehingga Allah membelenggu mereka sampai pada penghakiman hari besar? Pasti pada saat yang disebutkan dalam Kejadian pasal enam.

Penerapan:
Iblis itu sangat licik. Dengan tipu muslihatnya, dia telah menipu manusia sehingga dosa masuk kedalam manusia dan menjauhkan manusia dari Allah. Karena itu, berjaga-jagalah senantiasa melalui doa dan permohonan yang tak putus-putusnya supaya kita tidak tertipu oleh muslihat Iblis yang licik.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mau mempersembahkan waktu-waktuku untuk lebih dekat pada-Mu. Tuhan ajarlah aku untuk memiliki kehidupan doa yang tak putus-putusnya sehingga aku dapat terhindar dari muslihat musuh-Mu si iblis yang licik itu.

08 July 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 4 Sabtu

Hidup Bergaul Dengan Allah -- Menempuh Hidup Yang Normal
Kejadian 5:21-22
“Setelah Henokh hidup enam puluh lima tahun, ia memperanakkan Metusalah. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan.”

Alkitab dengan sederhana menggunakan empat kata: Henokh “hidup bergaul dengan Allah”, untuk menunjukkan bagaimana Henokh memikul tanggung jawab. Dua kali Alkitab mengatakan bahwa “Henokh hidup bergaul dengan Allah”. Hal ini karena memang ada dua aspek dari hidup bergaul dengan Allah, yaitu “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah … ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan” (Kej. 5:22) dan “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah” (Kej. 5:24).
Ketika Henokh hidup bergaul dengan Allah, ia juga memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Ini sama sekali bertentangan dengan konsep kita mengenai bagaimana menjadi rohani itu. Kita mengira jika seseorang hidup bergaul dengan Allah, ia harus menjadi seorang biarawan atau pergi ke gunung tertentu untuk mengasingkan diri dan berdoa sepanjang waktu. Jika seseorang melahirkan banyak anak, ia tidak mungkin bisa hidup bergaul dengan Allah. Namun, Henokh tidak demikian. Ia menikah dan bahkan memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Keadaan ini tidak membatasi dia sehingga tidak bisa menjadi rohani.
Ini berarti jika kita adalah seorang pelajar, kita harus sekolah dengan rajin. Jika kita bekerja, kita harus bekerja dengan rajin. Ketika waktunya tiba, kita juga harus menikah dan kemudian memiliki anak-anak lelaki dan perempuan. Bahkan sebagai seorang fulltimer pun kita tetap harus menempuh hidup yang normal. Inilah aspek pertama dari “hidup bergaul dengan Allah”.

Hidup Bergaul Dengan Allah -- Tidak Ada Lagi
Kej. 5:24; 2 Kor. 2:15

Alkitab menunjukkan aspek lainnya dari hidup bergaul dengan Allah. “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi” (Kej. 5:24). Ia tidak ada lagi di bumi karena ia diangkat oleh Allah. Namun, sebenarnya bahkan sebelum ia diangkat oleh Allah, Henokh sudah “tidak ada”. Apakah maksudnya? Ini berarti tidak ada bahasa manusia yang bisa melukiskan kehidupan semacam ini. Ia begitu normal, tetapi ia “tidak ada”, tidak seorang pun yang bisa mengerti dia. Tidak ada seorang pun yang bisa menjelaskan mengenai dirinya. Ada sesuatu mengenai orang ini yang tidak dapat dijelaskan. Ia begitu berbeda tetapi bukan berbeda karena nyentrik. Ia sangat normal, namun juga sangat berbeda dari orang lain.
Ketika kita hidup bergaul dengan Allah, orang-orang tidak bisa mengerti kita. Sikap, pandangan hidup kita berbeda dengan mereka. Apa yang dikejar oleh semua orang di dunia ini, kita tidak tertarik. Apa yang diperhatikan oleh semua orang di dunia ini justru kita abaikan. Jika orang lain berusaha meraih lebih banyak dalam hidup ini, kita tidak. Meskipun kita menempuh hidup yang normal, tetapi ada sesuatu yang tidak umum di atas diri kita. Orang seharusnya melihat kita dan berkata, “Saya tidak bisa mengerti kamu. Hidup macam apa yang kamu tempuh? Mengapa kamu begitu berbeda dengan orang lain?”
Kita begitu normal, tetapi tidak umum. Ketika orang-orang ada bersama kita, mereka merasakan sesuatu yang berbeda. Alkitab menggunakan istilah “bau yang harum” untuk menjelaskan hal ini (2 Kor. 2:15). Ada bau yang harum keluar dari diri kita, memberi tahu orang-orang bahwa kita tidak umum. Setelah ngobrol sejenak dengan kita, mereka menyadari, “Orang ini sangat istimewa. Tingkah lakunya, perkataannya, cara hidupnya, - berbeda.” Inilah yang dimaksud kita “tidak ada” lagi. Apa yang mengkategorikan kita sebagai orang Kristen? Kita normal, tetapi kita “tidak ada”.
Tuhan Yesus menempuh hidup yang sedemikian ketika di bumi. Ia menempuh kehidupan manusia yang normal. Orang-orang senang mendekati Dia. Orang-orang juga dapat berbicara dengan-Nya. Ia bahkan menjadi sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Namun, di saat bersamaan, orang-orang bertanya-tanya tentang Dia. Mereka bertanya, “Siapakah orang ini?” (Mat. 21:10), “Orang apakah Dia ini?” (Mat. 8:27). Orang-orang itu tidak bisa menjelaskannya, tetapi mereka sangat mengagumi Dia. Inilah kehidupan Henokh. Ketika kita berjalan bersama Allah, di satu sisi kita begitu normal. Di sisi lain, kita begitu berbeda. Inilah tahap Henokh dalam garis hayat yang harus kita tempuh.

Penerapan:
Saudara saudari, janganlah kita menghakimi orang karena penampilan luarnya. Kita justru perlu mendekati mereka dan bersamaan dengan itu, kita juga perlu berjaga-jaga agar kita selalu menempuh hidup yang bergaul dengan Allah. Menanyakan kabar dan belajar mendengarkan keluhan orang, serta mendoakannya, mungkin adalah langkah awal yang perlu kita tempuh.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih memberiku pilihan hidup seperti ini. Ingatkan aku Tuhan, bahwa dalam kondisi apa pun aku tidak perlu sendirian, aku bisa menempuh hidup bersama-Mu. Aku juga tidak perlu berusaha bersikap khusus, aku hanya perlu menempuh hidup yang normal bersama-Mu.