Hitstat

05 July 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 4 Rabu

Mahalaleel Dan Yared
Kejadian 5:12-17
“Setelah Kenan hidup tujuh puluh tahun, ia memperanakkan Mahalaleel. … Setelah Mahalaleel hidup enam puluh lima tahun, ia memperanakkan Yared. … .”

Orang selanjutnya dalam garis hayat ini adalah anak Kenan, Mahalaleel (kej. 5:12). “Mahalaleel” berarti “puji Tuhan,” “Allah itu sungguh agung.” Ini adalah kemajuan yang sangat bermakna. Mengalami menjadi Mahalaleel, berarti mengalami sesuatu yang membuat kita memuji Tuhan dan mengagungkan Tuhan.
Mahalaleel memperanakkan Yared (Kej. 5:15). Yared berarti “merendah”. Setelah memiliki pengalaman yang begitu tinggi sebagai Mahalaleel, kita harus belajar merendah. Tidak seorang pun yang suka merendah. Kita lebih suka menjadi Mahalaleel, menikmati keagungan Allah. Semakin rohani seseorang, semakin ia harus belajar menjadi Yared dan merendah. Ini baru sehat. Kita harus merendah hingga menjadi seorang yang mudah didekati dan diajak bicara. Kita bahkan harus tahu bagaimana merendah kepada seorang yang berada di dunia atau di dalam dosa. Ini bukan berarti kita berbagian dalam dunia atau dosa bersama mereka. Ini hanya berarti kita mengasihi mereka dan bisa menjadi normal di tengah-tengah mereka. Kita tahu bagaimana menggapai mereka dan secara tepat membawa mereka kembali kepada kesaksian Tuhan.
Kita sungguh perlu belajar pelajaran ini, mengapa? Karena ketika mengalami menjadi Mahalaleel kita bisa lupa bahwa kita adalah seorang manusia. Mungkin kita begitu “rohani” hingga tidak ada seorang pun yang dapat bersekutu dengan kita. Tanpa sadar, kita menjadi orang-orang yang sering menghakimi. Kehadiran kita membuat orang-orang di sekitar kita tertekan. Itulah sebabnya, setelah Mahalaleel ada Yared.

Menjadi Mahalaleel
Kej. 5:12-17

Setelah mendapatkan kekayaan-kekayaan rohani (mengalami menjadi Kenan), maka kita akan menjadi orang yang memuji dan menyembah keagungan Tuhan (mengalami menjadi Mahalaleel).
Agar lebih jelas, mari kita memperhatikan ilustrasi berikut ini: Seandainya seorang saudara menyukai suadari tertentu. Ia ragu-ragu untuk mengontaki saudari itu karena takut ditolak. Mungkin dalam kebimbangan itu, ia berdoa kepada Tuhan. Akhirnya, ia menelpon juga. Di luar dugaan, saudari itu menyambut ajakannya. Dalam kegembiraan yang luar biasa, saudara ini mungkin memuji Tuhan. “Terima kasih Tuhan, Engkau sungguh indah!” Namun, ini bukan Mahalaleel. Pujian Mahalaleel bukan datang seperti ini, tetapi berasal dari pengalaman menjadi Enos dan Kenan.
Seandainya ada seorang laki-laki muda yang sudah memiliki pacar sebelum ia diselamatkan (lahir baru). Mereka benar-benar saling mengasihi. Suatu saat, laki-laki muda itu percaya kepada Tuhan, maka pacarnya akan berusaha menyesuaikan diri karena cinta. Namun, pada akhirnya ia tidak tahan juga. Ia tidak ingin menjadi orang Kristen dan tidak ingin melanjutkan hubungan ini karena terlalu sulit baginya. Ia memutuskan hubungan tersebut. Sekarang, saudara ini mengalami kefanaan hidup manusia. Ada luka yang sangat dalam di hatinya. Rasanya ia tidak bisa hidup tanpa orang yang dikasihinya itu.
Namun kemudian, saudara ini mulai menjamah Tuhan di tengah-tengah kesengsaraan itu. Ia masuk ke dalam hadirat Tuhan dan kehidupan rohaninya dibangkitkan (dipulihkan). Kini, ia merasa bahwa Tuhan menjadi lebih riil baginya daripada yang sudah-sudah. Karena saudara ini begitu dekat dengan Kristus dan menikmati Kristus, maka pelan-pelan ia terlepas dari kesengsaraannya. Setelah mendapatkan Kristus sedemikian, ia mulai berdoa, “Tuhan, terima kasih. Situasi ini memang sangat berat bagiku, tetapi aku tetap bersyukur kepada-Mu. Tuhan Yesus, sekarang aku bahkan mengenal Engkau lebih dalam. Pimpinlah aku terus Tuhan, agar aku mengalami Engkau lebih banyak, menikmati Engkau lebih banyak. Engkau sungguh riil bagiku.” Inilah mengalami menjadi Mahalaleel.
Setelah mengalami alangkah rapuhnya hidup kita, kita mulai memanggil nama Tuhan dan mendapatkan Tuhan. Setelah itu, kita bisa memuji Tuhan dengan hati yang tulus. Semua ini bukan doktrin. Kemajuan rohani seperti ini seharusnya menjadi pengalaman kita saat kita mengikuti Tuhan di dalam garis hayat.

Penerapan:
Memanggil nama Tuhan dari lubuk yang paling dalam menunjukkan bahwa kita mulai menyadari siapa diri kita. Saat kita merasa tidak berdaya, saat kita merasa begitu kecil, saat kita merasa begitu sesak hati, kecewa, dan putus asa, panggillah nama Tuhan. Maka kita akan mendapatkan realitas rohani.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, Engkau sungguh berhikmat. Oh Tuhan Yesus, terus garapi aku hingga bisa menempuh garis hayat ini. Pimpinlah aku terus maju ke pengalaman-pengalaman yang lebih dalam.

No comments: