Hitstat

30 September 2016

1 Yohanes - Minggu 6 Jumat



Pembacaan Alkitab: 1 Yoh. 1:8-10
Doa baca: 1 Yoh. 1:10
Jika kita berkata bahwa kita tidak pernah berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita.


"Firman" dalam ayat 10 adalah perkataan wahyu Allah, yaitu firman kebenaran (Ef. 1:13; Yoh. 17:17) dan yang menyampaikan isi ekonomi Perjanjian Baru Allah. Dalam perkataan ini Allah menyingkapkan keadaan kita yang sebenarnya yang berdosa, balk sebelum maupun sesudah dilahirkan kembali. Jika kita mengatakan bahwa setelah dilahirkan kembali kita tidak berdosa lagi, kita membuat Allah menjadi pendusta, dan menyangkal perkataan wahyu-Nya.

Dalam ayat 10 Yohanes mengatakan bahwa jika kita mengatakan bahwa setelah kita dilahirkan kembali, kita tidak berdosa, kita membuat Allah menjadi pendusta. Alasan kita membuat Allah menjadi pendusta adalah dalam firman wahyu-Nya, Alkitab. Dia mengatakan dengan jelas bahwa kita masih dapat berdosa setelah kita dilahirkan kembali. Tetapi jika kita mengatakan bahwa kita tidak berdosa setelah kita dilahirkan kembali, kita membuat Allah menjadi pendusta. Ini berarti firman wahyu-Nya tidak ada di dalam kita.

Setelah dilahirkan kembali, kita masih mempunyai dosa yang tinggal. dan kita masih mungkin berbuat dosa. Kita perlu mengakui fakta-fakta ini. Pertama, kita harus mengakui, meskipun kita telah dilahirkan kembali, kita masih mempunyai dosa yang tinggal di dalam daging kita. Jika kita mengabaikan fakta ini, kita akan tertipu dan disesatkan. Akibatnya, kita bisa seenaknya berbuat dosa.

Ayat-ayat tertentu dalam Perjanjian Baru menunjukkan bahwa kita dapat menjadi sempurna. Firman Tuhan dalam Matius 5:48 tentang menjadi sempurna seperti Bapa surgawi kita adalah sempurna menunjukkan bahwa kita dapat menjadi sempurna sedemikian. Kalau tidak, Tuhan tidak akan mengatakan firman ini. Akan tetapi, adalah satu kekeliruan mengira bahwa jika kita mencapai satu keadaan kesempurnaan, kita dapat tetap di dalam keadaan itu selamanya. Yang penting di sini adalah jangan berpikir bahwa kita dapat mencapai satu keadaan sempurna yang permanen atau tetap. Hari ini kita mungkin sempurna, tetapi kita dapat jatuh besok. Sebelum Tuhan Yesus datang kembali untuk mengubah tubuh kita, kita tidak dapat berada dalam satu keadaan sempurna tanpa dosa secara permanen.

Dalam ayat 9 Yohanes juga mengatakan kepada kita bahwa Allah adalah adil untuk menyucikan kita dari segala ketidakbenaran (LAI : kejahatan). Mengapa Allah harus adil untuk menyucikan kita secara demikian? Allah harus adil untuk menyucikan kita dari ketidakbenaran karena Dia telah menghakimi Tuhan Yesus di atas salib sebagai Pengganti kita, meletakkan segala dosa-dosa kita di atas diri-Nya. Karena Allah telah menghakimi Kristus bagi kita, darah-Nya berkhasiat untuk menyucikan kita. Karena itu, bila kita mengakui dosa-dosa kita melalui darah-Nya, Allah tidak mempunyai pilihan selain mengampuni kita. Contohnya, seandainya Anda berhutang sejumlah uang kepada seseorang. Seorang teman Anda membayarnya untuk Anda, dan pihak yang lain menerima pembayaran itu. Sekarang orang itu tidak dapat berdasarkan keadilan menuntut pembayaran dari Anda, karena hutang itu telah dibayar. Demikian pula, Allah telah menerima pembayaran bagi dosa-dosa kita melalui kematian Kristus di atas salib. Sekarang kapan saja kita mengakui dosa-dosa kita kepada Allah melalui darah penebusan Kristus di atas salib, Allah harus mengampuni kita. Dalam hal ini, Dia tidak ada pilihan. Dia harus adil.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Yohanes, Buku 1, Berita 12

29 September 2016

1 Yohanes - Minggu 6 Kamis



Pembacaan Alkitab: 1 Yoh. 1:8-10
Doa baca: 1 Yoh. 1:8
Jika kita berkata bahwa kita tidak berdosa, maka kita menipu diri kita sendiri dan kebenaran tidak ada di dalam kita.


Kebenaran dalam ayat 8 menyatakan realitas Allah yang telah diwahyukan, fakta-fakta yang tersalur dalam Injil, seperti: realitas Allah dan segala perkara ilahi (yang semuanya adalah Kristus — Yoh. 1:14, 17; 14:6 ); realitas Kristus dan segala perkara rohani (yang semuanya adalah Roh itu — Yoh. 14:17; 15:26; 16:13; 1 Yoh. 5:6); dan realitas keadaan manusia (Yoh. 16:8-11). Di sini, kebenaran khususnya menyatakan realitas keadaan kita yang berdosa setelah kelahiran kembali, yang disingkapkan di bawah penerangan terang ilahi dalam persekutuan kita dengan Allah. Jika kita mengatakan bahwa kita tidak memiliki dosa setelah dilahirkan kembali, realitas semacam itu, kebenaran, tidak tinggal di dalam kita; ini juga berarti kita menyangkal keadaan kita yang sesungguhnya setelah dilahirkan kembali.

Dalam ayat 9 Yohanes selanjutnya berkata, "Jika kita mengaku dosa kita, maka la setia dan adil, sehingga la akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan." Pengakuan di sini mengacu kepada pengakuan dosa-dosa kita, kegagalan kita setelah kita dilahirkan kembali, bukan mengakui dosa-dosa sebelum kita dilahirkan kembali.

Allah setia dalam firman-Nya (ayat 10) dan adil dalam darah Yesus, Anak-Nya (ayat 7). Firman-Nya adalah firman kebenaran Injil-Nya (Ef. 1:13), memberi tahu kita bahwa Dia akan mengampuni dosa-dosa kita karena Kristus (Kis. 10:4:3), dan darah Kristus telah memuaskan tuntutan keadilan Allah, agar Dia dapat mengampuni dosa-dosa kita (Mat. 26:28). Jika kita mengaku dosa-dosa kita, Dia akan mengampuni kita berdasarkan firman-Nya dan penebusan darah Yesus, karena Dia harus setia kepada firman-Nya dan adil dalam darah Yesus. Kalau tidak, Dia akan menjadi tidak setia dan tidak adil. Untuk mendapatkan pengampunan-Nya, kita perlu mengaku dosa. Pengampunan Allah semacam ini, yang diperuntukkan pemulihan persekutuan kita dengan Dia, ada syaratnya, yaitu tergantung pada pengakuan kita.

Semua ketidakbenaran adalah dosa (1 Yoh. 5:17). Keduanya mengacu kepada kesalahan perilaku kita. Dosa-dosa menunjukkan kesalahan perilaku kita terhadap Allah dan manusia; ketidakbenaran menunjukkan noda kesalahan perilaku kita, yang menyebabkan kita tidak benar terhadap Allah atau manusia. Kesalahan memerlukan pengampunan Allah, dan noda memerlukan penyucian-Nya. Pengampunan dan penyucian Allah diperlukan untuk memulihkan persekutuan kita yang terputus dengan Allah, agar kita tanpa gangguan dapat menikmati Dia dalam persekutuan, dengan hati nurani yang baik, hati nurani yang bebas dari salah (1 Tim. 1:5; Kis. 24:16).

Ayat 10 mengatakan, "Jika kita berkata bahwa kita tidak pernah berbuat dosa, maka kita membuat Dia menjadi pendusta dan firman-Nya tidak ada di dalam kita." Ayat 8 membuktikan bahwa setelah dilahirkan kembali, di dalam diri kita masih ada dosa. Ayat 10 membuktikan lebih lanjut bahwa kita masih bisa berbuat dosa di luaran, meskipun bukan kebiasaan berdosa. Kita masih berbuat dosa dalam perilaku di luaran, karena kita masih memiliki dosa dalam sifat kita. Kedua hal itu menegaskan keadaan kita yang berdosa setelah dilahirkan kembali.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Yohanes, Buku 1, Berita 12

28 September 2016

1 Yohanes - Minggu 6 Rabu



Pembacaan Alkitab: Rm. 3:3-4, 7
Doa baca: Rm. 3:3
Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah?


Dalam Roma 3:7 Paulus berbicara mengenai satu aspek yang berbeda dari kebenaran, "Tetapi jika kebenaran Allah oleh dustaku semakin melimpah bagi kemuliaan-Nya, mengapa aku masih dihakimi lagi sebagai orang berdosa?" Dalam ayat ini kebenaran mengacu kepada kesetiaan Allah. Ini tentu saja berbeda dengan arti kebenaran dalam 1:18. di mama kebenaran menyatakan karakteristik Allah seperti diwahyukan melalui hal-hal yang kelihatan di dalam alam semesta. Tetapi dalam Roma 3:7 kita mempunyai hal yang lain mengenai Allah — kesetiaan Allah.

Roma 15:8 mengatakan, "Yang aku maksudkan ialah: Demi kebenaran Allah Kristus telah menjadi pelayan (minister) orang-orang bersunat untuk mengokohkan janji yang telah diberikan-Nya kepada nenek moyang kita." Dalam ayat ini kebenaran juga menyatakan kesetiaan Allah. Jika kita tidak memahami kata kebenaran dalam ayat ini mengacu kepada kesetiaan Allah, kita tidak akan dapat mengerti ayat ini. Kristus menjadi minister orang-orang bersunat untuk kebenaran Allah, untuk meneguhkan janji-janji. Ini berarti Kristus menjadi minister orang-orang bersunat bagi kesetiaan Allah, untuk meneguhkan janji-janji. Di sini Paulus menunjukkan bahwa apa pun yang telah dijanjikan Allah, akan dipenuhi-Nya. Allah memenuhi janji-janji-Nya karena Dia setia. Sekali lagi, kita nampak bahwa kebenaran dalam Roma 3:7 dan 15:8 mengacu kepada satu kebajikan khusus Allah — kesetiaan Allah.

Dalam 2 Korintus 11:10 kata "kebenaran" sekali lagi digunakan untuk menyatakan satu kebajikan insani. Dalam ayat ini Paulus mengatakan, "Demi kebenaran Kristus di dalam diriku, aku tegaskan bahwa kemegahanku itu tidak akan dirintangi oleh siapa pun di daerah-daerah Akhaya." Di sini "kebenaran" menyatakan kesungguhan, kesetiaan, keandalan, kejujuran. Pertama, kata ini menyatakan kesetiaan, kejujuran Tuhan Yesus ketika Dia hidup di bumi sebagai seorang manusia. Kemudian, menyatakan kebajikan ini seperti ditunjukkan dalam hidup Rasul Paulus. Kebajikan ini adalah satu sifat Kristus. Tetapi karena Paulus hidup oleh Kristus, apa pun adanya Kristus menjadi kebajikannya dalam perilakunya. Yang perlu kita lihat di sini adalah bahwa dalam 2 Korintus 11:10 kebenaran menyatakan kebajikan insani, yaitu kesungguhan, keandalan, kesetiaan, dan kejujuran.

Dalam 2 Yohanes 1. Rasul Yohanes memakai kata kebenaran dalam dua cara, Dari Penatua kepada Ibu yang terpilih dan anak-anaknya yang aku kasihi dalam kebenaran. Bukan aku saja yang mengasihi kamu, tetapi juga semua orang yang telah mengenal kebenaran." Pertama, Yohanes mengatakan tentang mengasihi dalam kebenaran. Dalam kasus ini kebenaran menyatakan realitas ilahi yang terwahyukan — Allah Tritunggal disalurkan ke dalam manusia dalam Putra-Nya Yesus Kristus — menjadi kesejatian dan kesungguhan manusia. Karena itu, kebenaran dalam hal ini menyatakan satu kebajikan insani. Akan tetapi, kebajikan ini tidak dihasilkan oleh alamiah kita, melainkan dihasilkan dari kenikmatan atas realitas ilahi. Ini adalah realitas ilahi menjadi kesejatian kita dan kesungguhan kita. Dalam ayat ini Yohanes juga mengatakan tentang mengenal kebenaran. Di sini kebenaran menunjukkan realitas ilahi dari Injil, khususnya tentang persona Kristus.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Yohanes, Buku 1, Berita 11