Hitstat

31 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 4 Jumat

Bagaimana Mengikuti Yesus
Matius 4:18-20a
Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya. Mereka sedang menebarkan jala di danau, sebab mereka penjala ikan. Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku,...”

Apakah yang dimaksud dengan mengikut Yesus? Kita tentu terkesan dengan perkataan Tuhan, “Ikutlah Aku.” Menurut pengajaran yang sering kita dengar, mengikuti Yesus berarti mengerjakan apa saja yang pernah Yesus lakukan. Sebagai contoh, Yesus mengasihi orang, maka kita juga seharusnya mengasihi satu sama lain. Yesus lemah lembut dan baik, maka kita juga seharusnya bersikap lemah lembut dan baik. Mengikuti Yesus menurut pengertian ini berarti berusaha meniru Yesus. Dapatkah manusia yang jatuh seperti kita ini meniru Yesus? Tidak mungkin! Mengikuti Yesus dengan jalan ini dapat dibandingkan dengan mengajarkan monyet untuk berperilaku seperti manusia. Seekor monyet bisa saja dilatih duduk, berdiri, dan berjalan seperti manusia, tetapi faktanya, monyet tetaplah monyet.
Tidak diragukan lagi, banyak orang Kristen mencoba mengikuti Kristus dengan jalan meniru Dia secara lahiriah. Akibatnya, sebagian besar menjadi frustrasi karena tidak pernah bisa seperti Yesus. Kita tidak dapat meniru kehidupan insani Tuhan secara luaran, kecuali Tuhan sendiri hidup di dalam kita. Inilah jalan untuk menjadi serupa dengan Kristus. Untuk memperhidupkan Kristus, kita harus menerima Dia sebagai persona kita dan hayat kita.
Dalam kehidupan kekristenan mudah sekali kita mengikuti cara-cara tertentu. Mengikuti suatu cara adalah satu hal, sedang memperhidupkan Kristus adalah satu hal yang lain. Yang terhitung dalam pandangan Allah adalah Kristus dan memperhidupkan Kristus. Jangan membiarkan hal apa pun mengalihkan kita dari pengalaman yang pribadi dan langsung akan Kristus. Kita perlu berdoa, “Tuhan, aku bersyukur kepada-Mu karena aku dapat berlatih memperhidupkan Engkau. Tuhan, dalam diriku sendiri aku tidak dapat melakukannya. Aku mohon Engkau memberiku anugerah yang kuperlukan untuk hal ini.”

Mat. 4:18-20; 1 Kor. 15:45; 2 Tim. 4:22; Gal. 5:16-25

Kita sering mendengar pengajaran bahwa kita harus mengikuti Kristus dengan menjadikan Dia sebagai teladan kita. Karena Kristus mengasihi manusia, kita harus meniru Dia dengan mengasihi orang lain. Karena ketika berada di bumi, Kristus baik dan rendah hati, maka kita mengira bahwa kita juga harus demikian. Meneladani Kristus dengan cara ini adalah tidak mungkin. Cara yang terbaik untuk mengikuti Tuhan adalah menerima diri-Nya masuk ke dalam kita melalui makan Dia. Hidup kristiani bukanlah perkara meneladani Kristus, mengikuti Kristus secara luaran. Hidup kristiani adalah perkara makan Kristus, menerima Kristus ke dalam kita, dan mencerna apa adanya Kristus ke dalam diri kita.
Mengikuti Tuhan adalah mengambil bagian atas Dia, menikmati Dia, mengalami Dia, dan membiarkan Dia menjadi apa adanya kita. Untuk bisa mengikuti Tuhan dengan cara ini, kita perlu menyangkal diri kita. Kita perlu menerapkan pengakhiran Kristus yang telah dirampungkan pada salib. Ini berarti bahwa untuk memikul salib kita adalah menerapkan pengakhiran Kristus pada diri kita. Ketika kita melakukan ini, kita menjadi orang yang tersalib, bukan menjadi orang yang menderita. Kemudian kita dapat bersaksi, “Aku telah disalibkan dengan Kristus, bukan lagi aku sendiri yang hidup, tetapi Kristus yang hidup di dalam aku.” Salib tidak hanya suatu penderitaan; terlebih adalah suatu pembunuhan. Salib membunuh dan mengakhiri penjahat. Kristus pertama-tama memikul salib dan kemudian disalibkan. Kita, kaum beriman-Nya, pertama-tama disalibkan dengan Dia dan kemudian memikul salib dari hari ke hari. Bagi kita, memikul salib adalah tinggal di bawah pembunuhan kematian Kristus bagi pengakhiran diri kita, sifat alamiah kita, dan manusia lama kita. Dalam melakukan ini, kita menyangkal diri kita sehingga kita bisa mengikut Tuhan.
Sebelum penyaliban Tuhan, murid-murid mengikuti Dia secara luaran. Tetapi sejak kebangkitan-Nya, kita mengikuti Dia secara batini. Karena di dalam kebangkitan, Dia telah menjadi Roh pemberi hayat (1 Kor. 15:45) berhuni di dalam roh kita (2 Tim. 4:22), maka kini kita mengikuti Dia di dalam roh kita (Gal. 5:16-25).

Doa:
Tuhan Yesus, selamatkanlah aku dari kepura-puraan dan ketidaktulusan. Tuhan, aku mau dilatih, diajar, dan dibantu oleh belas kasih dan karunia-Mu untuk berperilaku dalam kesederhanaan, ketulusan, kemurnian, dan kemurahan. Terhadap diriku sendiri, aku tidak mempunyai keyakinan sedikitpun dan tidak berani mengandalkan diri sendiri. Tuhan, Engkaulah keperluanku dan hiduplah di dalamku.

30 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 4 Kamis

Menjadi Penjala Manusia
Matius 4:19-20
Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.” Lalu merekapun segera meninggalkan jalanya dan mengikuti Dia.

Ketika kita membaca bagian firman ini, mungkin kita tidak memahami mengapa nelayan-nelayan ini tiba-tiba mengikuti orang Nazaret yang berkata, “Ikutlah Aku.” Di tepi Laut Galilea, Tuhan menemui Andreas dan Petrus untuk kali kedua. Mereka tertarik oleh Tuhan sebagai terang yang besar yang bersinar dalam kegelapan maut, kemudian mengikuti Dia untuk mendirikan Kerajaan Surga dalam terang hayat. Ketika Petrus dan Andreas dipanggil oleh Tuhan, mereka sedang menebarkan jala ke laut. Tuhan memanggil mereka untuk mengikuti-Nya dan menjadikan mereka penjala manusia.
Kata Yunani untuk “menjala” adalah zogreo, yang terdiri atas zoos, hidup dan agreuo, menangkap; jadi artinya, menangkap hidup-hidup, menangkap tawanan perang hidup-hidup, bukan membunuhnya. Para nelayan biasanya menangkap ikan untuk mematikannya. Tetapi Petrus dipanggil Tuhan untuk menjadi penjala manusia (Mat. 4:19) supaya mereka mendapatkan hayat (Kis. 2:38; 11:15). Setelah Tuhan selesai berkata-kata, mereka pun segera meninggalkan jala mereka, dan mengikuti Raja Kerajaan Surga untuk menjadi penjala manusia. Akhirnya, Petrus menjadi penjala besar pertama untuk mendirikan Kerajaan Surga pada hari Pentakosta (Kis. 2:37-42; 4:4).
Sebagai umat Kerajaan Surga, kita pun adalah penjala manusia. Tetapi bagaimanakah caranya menjadi penjala manusia? Masyarakat hari ini adalah seperti lautan yang luas yang penuh dengan ikan. Paulus menasihati Timotius, “Beritakanlah firman; siap sedialah baik atau tidak baik waktunya” (2 Tim. 4:2a). Menjala manusia berarti memberitakan firman Allah yang hidup, yang adalah perwujudan Kristus. Kita harus belajar menjala manusia dengan membicarakan Kristus kepada orang. Demikian kita menjadi penjala-penjala manusia, yang membawa manusia kepada Kristus untuk mendapatkan hayat.

Mat. 4:19-20; Kis. 2:38; 11:15; 2 Tim. 4:2

Sebagai murid-murid yang dipanggil Tuhan untuk menjadi penjala manusia, kita tidak seharusnya pilih-pilih waktu; sebaliknya perlu memegang setiap kesempatan yang ada. Dalam hal memegang kesempatan untuk menjala manusia, D.L. Moody merupakan teladan yang baik bagi kita. Pada suatu kali ketika ia sudah di tempat pembaringan dan hendak tidur, tiba-tiba ia teringat bahwa pada hari itu ia belum memberitakan Injil. Ia segera bangun, mengenakan pakaian, pergi keluar mencari orang untuk memberitakan Injil kepadanya. Karena waktu sudah larut malam, ia tidak menemukan seorangpun berlalu lalang di jalan. Kemudian dia pergi ke suatu tempat, dan melihat seorang polisi yang sedang berpatroli. Ia menghampirinya serta berkata, “Tuan, Anda harus percaya kepada Yesus, jika tidak percaya kepada Yesus, Anda akan masuk neraka.” Mendengar perkataan ini, polisi itu marah-marah. Tetapi keesokan harinya, dia mencari Moody, dan Moody dengan teliti memberitakan Injil kepadanya. Akhirnya polisi itu menjadi percaya.
Selain perlu memegang kesempatan, kitapun perlu menjala manusia menurut bimbingan Roh Kudus. Ketika Filipus memberitakan Injil kepada sida-sida dari Etiopia, ia berada di bawah bimbingan Roh Kudus. Siapa yang harus kita temui, apa yang harus kita katakan, semuanya perlu mengikuti bimbingan Roh Kudus. Dalam kesempatan lain, D.L. Moody memberitakan Injil di suatu tempat. Setelah usai, ada orang datang kepadanya. Moody menuruti bimbingan Tuhan, bertanya kepada orang itu, “Damaikah Anda?” Orang itu agak jengkel, lalu menjawab, “Damai!” Moody berkata, ”Allahku berfirman: Orang jahat tidak mungkin memiliki damai!” Orang itu pun pulang. Roh Kudus menggunakan perkataan yang diucapkan oleh Moody itu untuk bekerja di dalam diri orang itu. Semakin memikirkannya semakin ia tidak ada damai. Keesokan harinya dia segera mencari Moody dan berkata, “Tuan Moody, kemarin saya berkata kepada Anda, saya merasa damai, itu adalah kesombongan. Setelah pulang, saya benar-benar merasakan di dalam saya tidak ada damai.” Lalu Moody memperkenalkan Tuhan dan karunia keselamatan-Nya kepada orang itu, dan orang itu pun beroleh selamat.

Doa:
Tuhan Yesus, jadikanlah aku penjala manusia. Aku mau setiap hari meluangkan waktu untuk berdoa syafaat bagi jiwa yang belum diselamatkan. Karena itu, mohon Kautaruh jiwa-jiwa yang terhilang itu ke dalam hatiku untuk kubawa ke hadapan Allah melalui doa. Semoga Engkau senang mendengarkan setiap permintaanku dan mau mengabulkan doaku.

29 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 4 Rabu

Memanggil Empat Murid
Matius 4:18-19a
Dan ketika Yesus sedang berjalan menyusur danau Galilea, Ia melihat dua orang bersaudara, yaitu Simon yang disebut Petrus, dan Andreas, saudaranya.... Yesus berkata kepada mereka: “Mari, ikutlah Aku, ...”

Dalam Matius pasal empat, terdapat catatan bagaimana Yesus memanggil murid-muridnya yang pertama: Petrus dan Andreas (Mat. 4:18) serta Yakobus dan Yohanes (Mat. 4:21). Kapan dan di manakah keempat murid ini beroleh selamat? Jawaban dari pertanyaan ini ada dalam Injil Yohanes pasal satu. Ketika Yohanes Pembaptis sedang melayani, Andreas dibawa kepada Tuhan Yesus (Yoh. 1:35-37, 40). Kemudian Andreas bertemu dengan Petrus, saudaranya, dan membawanya kepada Tuhan (Yoh. 1:40-42). Ketika Tuhan bertemu dengan Petrus, Ia mengganti namanya dari Simon menjadi Kefas, yang berarti batu (Yoh. 1:42). Karena itu, dalam Yohanes pasal satu, Petrus dan Yohanes sudah bertemu dengan Tuhan Yesus. Mereka pasti telah beroleh selamat pada saat di tepi Sungai Yordan itu.
Hal yang sama terjadi pula pada Yakobus dan Yohanes. Keduanya adalah murid dari Yohanes Pembaptis. Yohanes ini juga membawa Yakobus, saudaranya, kepada Tuhan. Karena itu, keempat murid yang disebutkan dalam Matius pasal empat pasti telah dibaptiskan, dan diselamatkan di tepi Sungai Yordan sebelumnya. Tetapi, mungkin mereka tidak sepenuhnya mengerti akan apa yang telah terjadi pada diri mereka.
Semua peristiwa di atas terjadi sebelum Tuhan dicobai, yaitu ketika Yohanes Pembaptis sedang melayani di tepi Sungai Yordan. Setelah itu, murid-murid Yohanes Pembaptis kembali ke Galilea untuk melanjutkan pekerjaan mereka sebagai nelayan. Mungkin mereka telah melupakan akan apa yang telah terjadi pada diri mereka di Sungai Yordan. Mereka pun kembali pada pekerjaan mereka yang lama di sekitar Laut Galilea, mencari ikan. Tetapi Tuhan Yesus tidak pernah melupakan mereka. Dia sungguh setia. Setelah Tuhan dicobai, maka hal pertama yang Ia lakukan adalah menyusul mereka ke tepi Laut Galilea.

Mat. 4:18, 21; Yoh. 1:35-37, 40-42

Pertama kali kita datang kepada Tuhan, Ia melakukan banyak perkara atas diri kita, tetapi kita tidak menyadari makna dari perkara-perkara tersebut. Mungkin saja “tepi sungai” kita adalah Jakarta atau Surabaya. Setelah bertemu dengan Tuhan di tepi sungai, kita datang ke “Laut Galilea” untuk mencari nafkah, melakukan pekerjaan kita sebagai “nelayan”, dan lupa akan apa yang telah Tuhan lakukan atas diri kita di “tepi sungai”. Banyak di antara kita yang lupa akan apa yang telah Tuhan lakukan atas diri kita pada waktu yang lalu, dan berusaha memperoleh uang sebanyak mungkin dengan bekerja di sekitar “Laut Galilea” kita, yaitu di dunia yang jahat dan telah dirusak oleh Iblis. Tetapi pada suatu hari, Dia yang telah menyelamatkan kita di tepi sungai itu dengan sengaja datang ke Laut Galilea untuk mendapatkan kita.
Pengalaman kita sama dengan pengalaman mereka. Kita telah diselamatkan di tepi Sungai Yordan. Tetapi kemudian kita lupa atas apa yang telah terjadi pada kita, dan pergi ke Laut Galilea untuk mencari nafkah. Sewaktu kita bekerja, Dia yang telah bertemu dengan kita sebagai Anak Domba Allah di tepi Sungai Yordan itu datang dan bercahaya atas kita. Sewaktu Ia bercahaya atas kita, Ia bertanya, “Apa yang sedang kamu lakukan di sana?” Sewaktu kita bekerja di Laut Galilea untuk mencari nafkah, tiba-tiba suatu terang bersinar atas kita, dan Tuhan berkata, “Apa yang sedang kamu lakukan di sini? Tidak ingatkah kamu akan apa yang telah terjadi di tepi sungai? Mungkin kamu lupa, tetapi Aku tidak.” Kemudian Ia memanggil, “Ikutlah Aku”, dan kita pun mengikuti Dia.
Pada prinsipnya, sebagian besar di antara kita memiliki pengalaman semacam ini. Kita diselamatkan di tepi sungai oleh Anak Domba Allah, tetapi kita dipanggil di tepi Laut Galilea oleh cahaya Terang yang besar. Meskipun mungkin mudah bagi kita untuk melupakan apa yang telah terjadi di tepi sungai tersebut, tetapi kita tidak akan dapat melupakan saat-saat ketika Terang yang besar bercahaya atas kita di Laut Galilea. Sekarang, setelah kita dipanggil dan menjadi murid-murid-Nya, kita pun wajib memantulkan cahaya kemuliaan Injil Kristus. Sasaran, tujuan, dan maksud dari kehidupan kita haruslah untuk memancarkan Injil kemuliaan Kristus kepada sesama.

Doa:
Ya Tuhan, untuk kehidupanku di bumi, aku perlu bekerja. Namun belaskasihanilah aku agar pekerjaanku tidak sampai menjajah aku dan menjauhkan aku dari Allah. Meskipun aku sibuk, tetapi biarlah aku sibuk bersama Allah. Aku tidak ingin dijajah oleh sesuatu yang menggantikan Allah. Tuhan, tariklah aku dengan apa adanya diri-Mu, agar aku dapat mengikuti Engkau.

28 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 4 Selasa

Melayani di Dunia yang telah Dirusak Iblis
Matius 4:16
Bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.

Yesus, Raja baru, memulai ministri-Nya bukan di kota kudus ataupun di Bait Suci, melainkan di Galilea, di tepi laut (by the sea, ASV; danau, LAI). Pendahulu-Nya melayani di tepi sungai, di padang gurun, tetapi Ia memulai ministri-Nya di pantai Laut Galilea. Galilea adalah tempat dengan penduduk campuran, orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Karenanya, tempat ini disebut “Galilea, wilayah bangsa-bangsa lain”, tempat yang diremehkan oleh orang-orang Yahudi ortodoks (Yoh. 7:41, 52). Raja baru justru memulai ministri rajani-Nya untuk Kerajaan Surga di tempat yang diremehkan seperti itu, jauh dari Yerusalem yang terhormat dengan Bait Sucinya, pusat agama ortodoks. Ini menyiratkan bahwa ministri Raja yang baru diurapi adalah untuk Kerajaan Surgawi, bukan kerajaan yang bumiah.
Raja baru melayani di sekitar Laut Galilea. Dalam Alkitab, Laut Galilea melambangkan dunia yang telah dirusak oleh Iblis. Sungai Yordan adalah tempat penguburan, sedangkan Laut Galilea adalah dunia yang telah rusak. Dulu mungkin kita adalah orang yang sibuk bekerja demi uang di tepi “Laut Galilea” kita, yaitu di dunia yang jahat dan telah dirusak oleh Iblis. Tetapi pada suatu hari, terjadi kejutan bagi kita bahwa Yesus dengan sengaja datang ke “Laut Galilea” kita sebagai Raja baru untuk menyelamatkan dan mendapatkan kita.
Bagaimanakah cara Tuhan dalam menyelamatkan dan mendapatkan kita? Tuhan Yesus datang sebagai Terang yang besar. Matius 4:16 mengatakan, “Bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.” Yohanes Pembaptis adalah pelita yang menyala dan bercahaya (Yoh. 5:35). Tetapi Raja ini bukan hanya Terang, tetapi juga Terang yang besar. Begitu kita diterangi, kitapun diselamatkan dan didapatkan oleh Tuhan.

Mat. 4:12-13; Yoh. 7:41, 52; 5;35; Kis. 26:18

Sebagaimana Petrus, Andreas, Yakobus, dan Yohanes, tidak menyadari bahwa mereka berada dalam kegelapan ketika bekerja di dekat Laut Galilea mencari nafkah, kitapun dulu demikian adanya. Kita sibuk dengan pekerjaan kita masing-masing di dunia yang sebenarnya berada dalam naungan maut. Inilah gambaran yang tepat mengenai situasi hari ini. Banyak orang Kristen yang pertama kali bertemu dengan Tuhan Yesus “di tepi sungai” dan beroleh selamat. Tetapi kemudian mereka tidak lagi memperhatikan keselamatan mereka; sebaliknya, mereka malah lebih memperhatikan pekerjaan di dunia untuk mendapatkan nafkah. Karena itu, mereka pergi ke “Laut Galilea” untuk mencari nafkah. Mereka tidak mengetahui bahwa dengan pergi ke Laut Galilea untuk mencari nafkah, mereka telah masuk ke dalam wilayah kegelapan, wilayah yang dinaungi maut. Hampir semua orang yang bergumul mencari nafkah di dunia hari ini berada dalam kegelapan dan dinaungi maut. Apa yang mereka kejar baik berupa uang, barang materi, pemberian, harta benda, keuntungan, pesta pora, dan lain-lain; sangat berpotensi untuk membangkitkan nafsu dan membujuk mereka menjauhi Allah.
Puji Tuhan, karena Raja mau datang ke tepi Laut Galilea. Bahkan sampai hari ini Ia masih datang ke “tepi Laut Galilea”, berjalan menyusuri pantai untuk mendapatkan kita. Saat ini Ia datang sebagai Terang yang besar. Ketika Petrus dan Andreas sedang menjala ikan, terang besar ini bercahaya atas mereka. Ketika Tuhan berdiri dan bercahaya atas mereka, mungkin Ia berkata, “Petrus dan Andreas, apa yang sedang kalian lakukan di sini? Tidak ingatkah kalian bahwa Aku pernah bertemu kalian di dekat Sungai Yordan? Petrus, tidak ingatkah kamu bagaimana Aku mengubah namamu?” Hari itu di tepi Laut Galilea, Terang yang besar bercahaya atas mereka. Terang adalah ekspresi Allah; terang ini adalah Allah yang memancar. Syukur kepada Allah bahwa Dia telah melepaskan kita dari kegelapan setani ke dalam terang ilahi (Kis. 26:18; 1 Ptr. 2:9). Terang inilah yang memancar dalam kegelapan di dalam kita. Begitu terang memancar, kegelapan tidak dapat menguasainya (Yoh. 1:4-5). Ketika kita mengikuti terang ini, kita pun tidak lagi berjalan dalam kegelapan.

Doa:
Tuhan Yesus, Engkaulah terang dunia. Hanya Engkau yang dapat mengusir semua kegelapan di dalamku; hanya Engkau yang dapat membereskan kebutaanku dan membuat mata rohaniku dapat melihat. Biarlah firman-Mu masuk ke dalamku dan berbaur denganku sehingga melalui gerakan dan urapan Roh Kudus aku dapat melihat Engkau dengan jelas dan mengikuti Engkau ke manapun Engkau pergi.

27 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 4 Senin

Memulai Ministri-Nya dari Galilea
Matius 4:16
Bangsa yang diam dalam kegelapan, telah melihat Terang yang besar dan bagi mereka yang diam di negeri yang dinaungi maut, telah terbit Terang.

Setelah Tuhan diurapi dan dicobai untuk membuktikan bahwa Ia memenuhi syarat, Ia kemudian mulai menunaikan ministri-Nya. Karena orang-orang menolak Yohanes Pembaptis, Tuhan Yesus lalu menyingkir ke Galilea untuk memulai ministri-Nya. Hal ini terjadi menurut kedaulatan Allah demi menggenapkan nubuat dalam Yesaya 9:1-2. Menurut konsepsi manusia, Yesus seharusnya memulai ministri-Nya dari Bait Suci di kota suci, yaitu Yerusalem. Tetapi datanglah berita yang mengatakan bahwa pendahulu-Nya, yaitu Yohanes Pembaptis, telah dipenjarakan.
Yesus menyingkir ke Galilea, ke tanah Zebulon dan tanah Naftali untuk bersinar sebagai Terang yang besar bagi bangsa yang diam dalam kegelapan dan negeri yang dinaungi maut (Mat. 4:15-16). Penolakan orang-orang terhadap Yohanes Pembaptis tidak membuat Tuhan patah semangat dan kecewa. Sebaliknya Tuhan malah datang ke Galilea sebagai Terang yang besar.
Tidak peduli berapa banyak berkat yang didatangkan oleh kerajaan dan pemberitaan Injil, dunia masih tetap membenci dan menolak Tuhan dan orang-orang yang bekerja bersama Dia. Sikap orang-orang pada umumnya hari ini sangat negatif terhadap Injil. Di manapun Injil diberitakan, di sana ada reaksi penolakan dan kebencian. Apa yang akan kita perbuat ketika kita dihina, ditolak, dibenci, dan ketika beberapa pelayan Tuhan dianiaya dan dibunuh? Apakah kita akan tawar hati? Haruskah kita berhenti memberitakan kabar sukacita dan meninggalkan pelayanan kita untuk kerajaan? Tentu saja tidak! Situasi itu seharusnya membuat kita semakin terdorong untuk lebih setia dan giat melayani Tuhan. Yang perlu kita lakukan adalah mengikatkan diri pada Tuhan sehingga satu roh dengan Dia (1 Kor. 6:17). Kesatuan kita dengan Tuhan seharusnya menghibur, menguatkan, dan mendorong kita untuk memancarkan terang Injil.

Mat. 4:12-16; Yes. 9:1-2; Yoh. 3:26

Yohanes dipenjarakan oleh Raja Herodes, bukan oleh pemimpin-pemimpin Yahudi. Kekuasaan yang agamawi dan politis, agama Yahudi, dan pemerintah Romawi, bekerja sama bagi tercapainya kehendak Allah. Pemenjaraan Yohanes Pembaptis pada waktu itu berada di bawah kedaulatan Allah. Alasannya ialah akan datang saatnya bahwa ministri Yohanes harus berhenti. Seandainya Yohanes Pembaptis tidak dipenjarakan, sulit sekali menghentikan ministrinya. Karena Yohanes adalah pembuka jalan, maka ministrinya tidak boleh diteruskan. Dalam Injil Yohanes pasal tiga kita nampak bahwa murid-murid Yohanes Pembaptis bersaing dengan ministri Raja Baru (Yoh. 3:26). Ministri pembuka jalan bersaing dengan ministri Raja. Karena itu, ministri pembuka jalan harus berhenti. Dalam kedaulatan-Nya, Allah menghentikan ministri Yohanes Pembaptis dengan mengizinkannya masuk ke dalam penjara.
Mungkin kita mengatakan bahwa Allah sekali-kali tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Tetapi kadang-kadang Allah mengizinkan hal-hal seperti ini terjadi. Tentu saja Allah yang melahirkan kita, ingin mempersiapkan kita, mengangkat kita, mengubah kita, dan kemudian memakai kita. Tetapi setelah ia memakai kita, mungkin Ia akan mengizinkan kita masuk ke dalam penjara dan diam di sana untuk waktu yang lama. Dapatkah kita menerima ini? Mungkin kita akan berkata, “Ini sama sekali tidak adil. Allah tidak seharusnya mengizinkan hal ini terjadi.” Tetapi pada waktu lampau Allah telah berkali-kali membiarkan hal yang demikian terjadi, dan Ia pasti akan mengizinkan hal itu terjadi lagi. Jika Ia mengizinkan hal ini terjadi pada kita, kita seharusnya berkata, “Amin”.
Yohanes Pembaptis dan ministrinya harus segera diakhiri. Ia telah menunaikan ministrinya dengan membuka jalan dan memperkenalkan Raja baru kepada khalayak. Sekarang Raja yang baru telah ada di sini. Raja baru itu telah datang. Ketika Raja baru ada di sini, tidak seharusnya ada persaingan. Mulai saat itu, setiap orang harus berfokus hanya pada satu ministri, yaitu ministri Raja Surgawi. Karena itulah ministri Yohanes Pembaptis harus berhenti, dan ministri Raja baru pun segera dimulai.

Doa:
Tuhan Yesus, ajarlah aku untuk belajar memberkati bagi mereka yang menyerang, berdoa syafaat bagi mereka yang menolak, memohon pengampunan bagi mereka yang bersalah, sehingga terangku bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanku yang baik dan memuliakan Bapa yang di surga. Tuhan, biarlah melalui aku banyak orang dibawa keluar dari kegelapan setani ke dalam terang ilahi.

26 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 3 Sabtu

Rahasia Kemenangan atas Pencobaan
Matius 4:11
Lalu Iblis meninggalkan Dia, dan lihatlah, malaikat-malaikat datang melayani Yesus.

Pencobaan Iblis terhadap manusia yang pertama ( Adam) berhasil, tetapi pencobaannya terhadap manusia kedua (Kristus) sama sekali gagal. Ini menunjukkan bahwa Iblis tidak akan mendapat tempat dalam Kerajaan Surga Raja baru. Setelah Tuhan Yesus mengalahkan Iblis, para malaikat datang dan melayani Raja yang sudah dicobai sebagai manusia yang menderita (lih. Luk. 22:43).
Bukan hanya sang Raja, bahkan segenap umat kerajaan harus mengatasi masalah penghidupan sehari-hari mereka, kekuatan agama, dan kemegahan duniawi. Jika kita tidak dapat mengalahkan ketiga pencobaan ini, kita akan berada di luar kerajaan. Jika kita mau menjadi umat kerajaan, ketiga hal ini harus kita letakkan di bawah kaki kita. Jika kita membunuh ketiga pencobaan ini dengan berkata, "Aku tidak peduli penghidupanku, kekuatan agama, ataupun kedudukan duniawi", maka Iblis tidak dapat berbuat apa-apa terhadap kita.
Kita tidak seharusnya merasa khawatir terhadap penghidupan kita sehari-hari. Ingatlah contoh Rasul Paulus. Paulus berkata, "Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan" (Flp. 4:12). Selanjutnya dalam 1 Timotius 6:9, Paulus berkata, "Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan." Ingin kaya di sini berkaitan dengan keinginan yang kuat untuk menjadi kaya. Orang-orang yang tamak akan harta jatuh ke dalam pencobaan bukan karena memiliki harta, melainkan karena tamak akan harta. Keinginan yang jahat itu merusak dan membinasakan mereka.

Mat. 4:11; Luk. 22:43; Flp. 4:12; 1 Tim. 6:9

Walau Tuhan Yesus memiliki kuasa atas alam semesta, namun Ia tidak pernah memamerkannya untuk mendapatkan pujian manusia. Sebaliknya, Tuhan Yesus malah membiarkan diri-Nya ditangkap dan disalibkan (Yoh. 18:7-12). Jika Dia waktu itu menggunakan kuasa-Nya, siapakah yang mampu menangkap dan menyalibkan Dia? Ketika Dia ditangkap, diadili, dan disalibkan, Ia tidak memamerkan kekuatan-Nya. Ia menolak untuk menunjukkan kekuatan agama. Paulus berkata bahwa Kristus "disalibkan oleh karena kelemahan"; ia pun mengatakan, "kami lemah di dalam Dia" (2 Kor. 13:4). Banyak orang menantang Paulus dengan seolah berkata, "Kalau kau benar-benar rasul Kristus, kau harus berbuat sesuatu untuk membuktikannya." Perkataan demikian tidak lain adalah pencobaan Iblis.
Situasi Paulus sama seperti situasi Yohanes Pembaptis, yang juga di penjara. Setelah dijebloskan sejangka waktu, Yohanes mengutus murid-muridnya untuk bertanya kepada Tuhan, "Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?" (Mat. 11:3). Yohanes seolah-olah berkata, "Jika Engkau adalah Mesias, mengapa Engkau tidak berbuat sesuatu bagiku? Tidakkah Kau tahu bahwa aku dipenjarakan? Bukankah Kau berkuasa penuh? Bukankah Engkau ini Kristus yang Mahakuasa? Jika demikian, berbuatlah sesuatu bagiku." Dalam jawaban-Nya, Tuhan berkata, "Berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku" (Mat. 11:6). Pengalaman Watchman Nee juga demikian. Dia dipenjarakan sejak tahun 1952 sampai wafat pada tahun 1972 di daratan Cina oleh penguasa Komunis. Selama masa dua puluh tahun itu, Tuhan seakan tidak berbuat sesuatu baginya secara ajaib.
Betapa perlunya kita mengatasi ketiga macam pencobaan ini: pencobaan penghidupan, pencobaan kekuatan agama, dan pencobaan kemuliaan yang sia-sia. Jika kita mengalahkan hal-hal ini, kita benar-benar adalah umat kerajaan yang mengikuti Raja Surgawi kita. Jika kita dapat mengabaikan ketiga pencobaan ini dengan berkata, "Aku tidak peduli penghidupanku, kekuatan agama, ataupun kedudukan duniawi", maka setan tidak dapat berbuat sesuatu terhadap kita.

Doa:
Tuhan Yesus, kesulitan-kesulitanku tidak pernah bisa menyamai kesulitan-kesulitan yang Engkau hadapi ketika Engkau berjalan di muka bumi. Engkau telah merendahkan diri-Mu dari tempat yang teragung dan turun ke tempat yang terendah. Aku bahkan tidak akan pernah dapat mencapai apa yang Engkau lakukan. Karena itu ya Tuhan, biarlah hari ini aku belajar menerima semua pembatasan atas tuntutan-tuntutan hidup yang sah, agar aku tidak terperangkap dalam jerat Iblis.

25 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 3 Jumat

Enyahlah, Iblis! Sebab Ada Tertulis: ...
Matius 4:8-9
Dan Iblis membawa-Nya pula ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya: "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku."

Setelah gagal dalam pencobaannya mengenai agama, Iblis mengajukan pencobaannya yang ketiga kepada Raja baru, kali ini mengenai kemuliaan dunia ini (Mat. 4:8-9). Iblis memperlihatkan kepada Tuhan Yesus semua kerajaan dunia dan kemegahannya. Urutan pencobaan si licik itu selalu datang secara demikian: pertama, berhubungan dengan penghidupan manusia; kedua, berhubungan dengan agama; dan ketiga, berhubungan dengan kemegahan duniawi. Dalam banyak pencobaan, ketiga perkara ini pasti ada. Pencobaan ketiga adalah masalah kemegahan dunia: ambisi, kedudukan, nama besar, dan kekayaan. Semuanya ini tercakup dalam "kemegahan dunia" di sini.
Dalam masyarakat modern dewasa ini, ambisi adalah masalah yang besar. Setiap orang, entah dalam lingkungan politik, perdagangan, atau pendidikan, mengejar pangkat. Bahkan di antara murid-murid Tuhan, ada persaingan untuk menjadi yang terbesar. Keinginan untuk memperoleh suatu kedudukan adalah ambisi. Bahkan dalam pekerjaan Tuhan pun ada ambisi. Dalam kehidupan gereja, mungkin ada beberapa saudara yang berambisi untuk menjadi pemimpin. Ambisi ini tersembunyi di dalam kita. Tetapi ketahuilah, di balik setiap ambisi terdapat berhala yang tersembunyi.
Jika kita berambisi untuk memiliki kedudukan ataupun nama besar, ketahuilah bahwa ada berhala di balik ambisi-ambisi itu. Bila kita tidak menyembah berhala, kita pasti tidak akan menampakkan ambisi kita. Untuk berbagian dalam kemegahan dunia, kita harus menyembah berhala. Tanpa menyembah berhala, sangat sulit memperoleh kedudukan di dunia. Kapan saja kita mencari kedudukan tertentu, lubuk batin kita tahu bahwa kita sedang menyembah satu berhala. Inilah sebabnya, rasul berkata bahwa keserakahan adalah penyembahan berhala (Kol. 3:5).

Mat. 4:8-9; Kol. 3:5; Yoh. 4:6; Yeh. 28:13-14

Lukas 4:6 mengatakan bahwa kerajaan dunia beserta kemegahannya telah diserahkan kepada Iblis; karena itu, Iblis dapat memberikannya kepada siapa saja yang dikehendakinya. Sebelum kejatuhannya, Iblis adalah penghulu malaikat yang ditunjuk oleh Allah sebagai penguasa dunia (Yeh. 28:13-14). Karena itu, dia disebut "penguasa dunia ini" (Yoh. 12:31), yang menguasai semua kerajaan dunia ini dan kemegahannya. Karena ingin disembah, dia memamerkan semua ini untuk mencobai Raja yang baru diurapi. Raja yang Surgawi dapat mengalahkan pencobaan ini, tetapi antikristus yang akan datang tidak demikian (Why. 13:2, 4).
Dalam Matius 4:10 Tuhan Yesus berkata, "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!" Dalam bahasa Yunani, Iblis (Satan) berarti seteru. Satan bukan hanya musuh Allah di luar Kerajaan Allah, tetapi juga seteru Allah dalam Kerajaan Allah, tempat ia memberontak kepada Allah. Raja baru menghardik Iblis atas apa yang dipamerkannya dan mengalahkan dia dengan berdiri pada kedudukan manusia untuk menyembah dan melayani Allah semata. Menyembah atau melayani apa pun selain Allah untuk mendapatkan keuntungan merupakan pencobaan dari Iblis, agar dia bisa mendapatkan penyembahan. Dalam menjawab tawaran Iblis, Tuhan seolah-olah berkata kepada Iblis, "Iblis, sebagai seorang manusia, Aku hanya menyembah Allah dan hanya berbakti kepada-Nya saja. Kau adalah musuh Allah, dan Aku tidak akan pernah menyembahmu!"
Jika kita merenungkan pengalaman kita, kita akan nampak bahwa semua pencobaan itu tercakup dalam tiga aspek ini: pencobaan atas masalah penghidupan, pencobaan atas mukjizat agama, dan pencobaan di ruang lingkup kemegahan dunia. Sepanjang hari kita dicobai dalam aspek penghidupan, agama, dan kedudukan duniawi. Namun Tuhan Yesus mengatasi setiap aspek pencobaan musuh, karena dalam hidup-Nya, Ia hanya memperhatikan tiga hal: firman Allah, diri Allah, dan menyembah Allah. Kemenangan Tuhan atas pencobaan Iblis membuat-Nya bersyarat menjadi Raja Surgawi.

Doa:
Tuhan Yesus, tambahkanlah kasih karunia padaku agar dalam mengikuti dan melayani-Mu, kapasitasku semakin diperbesar, sebaliknya ambisiku terkikis habis. Biarlah terhadap permainya dunia, Kau tutup mataku. Tuhan Yesus, wahyukanlah diri-Mu lebih banyak ke dalamku, agar dunia beserta segala isinya segera luntur oleh sinar kemuliaan-Mu.

24 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 3 Kamis

Janganlah Engkau Mencobai Tuhan, Allahmu!
Mazmur 40:6
Banyaklah yang telah Kaulakukan, ya TUHAN, Allahku, perbuatan-Mu yang ajaib dan maksud-Mu untuk kami..... Aku mau memberitakan dan mengatakannya, tetapi terlalu besar jumlahnya untuk dihitung.

Pencobaan pertama Iblis terhadap Raja baru berhubungan dengan perkara penghidupan manusia. Setelah gagal dalam hal ini, Iblis beralih ke pencobaan yang kedua, perkara agama, dengan mencobai Raja baru untuk memamerkan diri bahwa Dia adalah Anak Allah, melalui menjatuhkan diri-Nya dari bubungan Bait Allah (Mat. 4:6). Tuhan Yesus tidak perlu melakukan hal ini. Dia tidak perlu memamerkan diri bahwa sebagai Anak Allah, Dia mampu melakukan mukjizat. Pikiran yang timbul untuk melakukan hal-hal yang berbau mukjizat merupakan bagian dari pencobaan Iblis.
Hal-hal mencengangkan dalam agama adalah mukjizat-mukjizat. Menurut konsepsi manusia, agama yang tidak memiliki mukjizat itu tidak memiliki kekuatan. Agama yang kuat adalah agama yang penuh dengan mukjizat. Sebab itu Iblis membawa Raja yang baru ke bubungan bait dan mencobai Dia untuk menjatuhkan diri, dan berkata bahwa malaikat-malaikat akan melindungi Dia. Jangan mengira bahwa kita tidak pernah mempunyai pikiran untuk melakukan hal bodoh semacam ini. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering berpikir ingin melakukan hal ajaib untuk menunjukkan kepada khalayak ramai bahwa kita adalah seorang yang memiliki kekuatan supranatural. Tidakkah kita pernah mempunyai konsepsi demikian dalam kehidupan kristiani kita?
Dalam pekerjaan Tuhan, memang terkadang diperlukan keajaiban. Bukankah Yesus pun menyembuhkan orang sakit secara ajaib? Bukankah Tuhan Yesus tetap sama, baik kemarin, hari ini, dan sampai selamanya? Benar. Namun, masalahnya bukan di pihak Tuhan, tetapi di pihak kita. Kita sering berkhayal tentang berapa besar kemuliaan yang akan kita terima seandainya kita berdoa bagi orang yang sakit dan secara ajaib dia disembuhkan. Motivasi yang demikian sudah pasti adalah pencobaan dari Iblis!

Mat. 4:6-7

Alangkah ajaibnya kita dalam pandangan orang banyak bila kita mendoakan seseorang, lalu tiba-tiba terjadi mukjizat pada orang itu. Pikiran demikian adalah pencobaan! Pikiran ini sama dengan menjatuhkan diri dari bubungan bait untuk memamerkan diri sendiri. Pada prinsipnya, setiap orang Kristen pasti pernah dicobai secara demikian.
Seandainya Iblis tidak mencobai kita dalam masalah penghidupan kita, ia pasti mencobai kita dalam masalah keagamaan. Kita mungkin mendambakan menjadi tokoh agama, ingin diakui sebagai orang yang kuat. Kalau orang lain harus dengan perlahan berjalan turun dari bubungan bait, kita malah bernafsu ingin melompatinya. Dengan melakukan ini kita bermimpi untuk menjadi seorang tokoh besar dalam kekristenan. Hampir semua agamawan "besar" adalah mereka yang menyerah pada godaan ini. Jika kita ingin termashyur dalam dunia agama Kristen, ingin diakui sebagai orang yang "super", maka kita telah menyerah pada godaan ini. Kita telah dikalahkan oleh musuh.
Apabila kita bermaksud mengalahkan musuh dalam ujian ini, kita pasti tidak akan meloncat dari bait; sebaliknya kita akan berjalan menuruni tangga dengan hati-hati. Apabila kita ingin mengalahkan musuh, kita harus menolak usulan Iblis untuk menjadi seseorang yang istimewa (somebody). Jangan pernah melakukan sesuatu untuk membuktikan bahwa kita mampu. Biarlah orang-orang mengira kita tidak ada apa-apanya. Sesungguhnya, kita bukanlah apa-apa, Kristus itulah segala sesuatu. Jika kita mengambil kedudukan sebagai orang yang bukan apa-apa, maka kita akan membunuh musuh, si pencoba itu.
Ketika Iblis mencobai Yesus untuk menjatuhkan diri dari bubungan bait, Yesus berkata kepadanya, "Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!" (Mat. 4:7). Iblis mencobai Yesus juga dengan mengutip Alkitab, namun secara licik. Tetapi Tuhan Yesus berkata, "Ada pula tertulis..." Kata "ada pula" ini sangat kuat. Jangan mengira kita mampu mengutip Alkitab dan musuh tidak. Iblis tahu banyak tentang Alkitab daripada kita. Sebab itu penjagaan terbaik ialah memiliki kata "Ada pula..." sebagai persediaan atau penegasan. Demikianlah, dalam pencobaan kedua, musuh pun gagal dan kalah.

Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang suka menonjolkan diri sendiri, suka memamerkan apa yang kumiliki kepada orang lain. Bahkan apa yang kusebut "bersaksi" bukanlah suatu kesaksian, melainkan perkataan sia-sia untuk memegahkan diri sendiri. Tuhan, tanggulangilah alamiahku agar aku beroleh bagian dalam kekudusan Allah dan menghasilkan buah-buah damai sejahtera.

23 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 3 Rabu

Firman Allah yang Seketika
Matius 4:4
Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."

Dalam bahasa Yunani, "firman" dalam Matius 4:4 adalah rhema. Rhema, mengacu kepada firman yang seketika (instan), berbeda dengan logos, yang mengacu kepada firman yang tetap (konstan). Dalam pencobaan ini, semua firman yang dikutip oleh Tuhan adalah logos, firman yang tetap dalam Alkitab. Tetapi ketika Dia mengutip firman itu, firman itu menjadi rhema, firman yang seketika yang diterapkan pada keadaan-Nya.
Ketika kita mengatakan bahwa Alkitab adalah firman Allah, "firman" ini adalah "logos", bukan "rhema". Untuk membedakan logos dan rhema, simaklah ilustrasi berikut. Pada suatu hari, seorang ibu mendengar kabar bahwa anaknya tertabrak mobil dan keadaannya sangat gawat. Karena ibu ini adalah seorang Kristen, ia lalu segera membuka Alkitab. Secara kebetulan, ia menemukan dan mengutip perkataan dalam Yohanes 11:4, "Penyakit itu tidak akan membawa kematian . . ." Karena ayat ini, ia merasa damai dan segera pergi ke tempat kejadian. Tetapi ketika ia tiba di sana, ia menemukan bahwa anaknya sudah tidak tertolong jiwanya. Begitu ia menyadari bahwa anaknya telah meninggal, damai sejahteranya pun lenyap. Apakah ayat yang tercatat di dalam Injil Yohanes itu bukan firman Allah? Itu memang firman Allah, tetapi itu adalah logos, bukan rhema. Kata-kata yang dimengerti oleh ibu tadi adalah firman Allah yang tertulis secara obyektif di dalam Alkitab, bukan firman yang secara instan diucapkan Allah kepadanya pada waktu itu.
Sekedar membaca dan menghafalkan suatu perkataan dari pasal atau ayat tertentu dalam Alkitab tidaklah cukup. Hanya firman yang yang diucapkan Tuhan kepada kita secara instan baru ada manfaatnya. Rhema adalah firman yang hidup, yang dinyatakan kepada kita secara pribadi dan langsung. Firman yang demikianlah yang dapat mengalahkan berbagai pencobaan dari Iblis.

Mat. 4:4; Yoh. 11:4

Satu hal yang selalu kita mustikakan adalah fakta bahwa Tuhan masih berbicara bahkan sampai hari ini. Ia tidak hanya berbicara dalam Alkitab, tidak hanya berbicara kepada Paulus dan Yohanes, tetapi juga berbicara kepada kita. Firman Tuhan tidak pernah berhenti. Sebagai anak-anak Allah, kita seharusnya sering mengalami Allah berbicara kepada kita. Dalam setiap pelayanan rohani, semua orang yang bekerja bagi Tuhan harus selalu menengadah mohon pembicaraan-Nya yang seketika. Jika Tuhan tidak berbicara kepada kita hari ini, dapat dikatakan bahwa hari ini kita benar-benar telah gagal.
Kita harus ingat bahwa pengetahuan dan pertumbuhan rohani itu tidak sama. Semua doktrin, pengajaran, teologi, dan pengetahuan hanya sedikit manfaatnya. Pertumbuhan rohani yang benar tergantung pada penerimaan kita terhadap firman yang langsung dari Allah. Allah sedang menggunakan rhema untuk melakukan pekerjaan-Nya, dan Ia damba untuk terus berbicara kepada kita. Karena itu, jika tujuan kita dalam membaca Alkitab hanya sekedar untuk memperoleh pengetahuan, amat disayangkan. Nilai yang sebenarnya dari Alkitab adalah bahwa Allah dapat berbicara kepada kita melaluinya. Jika kita ingin berguna di tangan Tuhan, kita harus mendengarkan perkataan Tuhan. Sejati atau tidaknya pertumbuhan rohani kita tergantung pada apakah Tuhan telah berbicara kepada kita. Pengetahuan dan doktrin tidak banyak manfaat rohaninya. Hanya perkataan Tuhan terhadap kita yang memiliki nilai rohani.
Rhema adalah firman yang sekarang (up to date), firman yang di dalam roh kita, firman yang diucapkan oleh Roh Kristus di dalam kita tepat pada waktu yang kita perlukan. Seseorang mungkin mempunyai pengetahuan, tetapi tidak memiliki firman Allah. Banyak orang beranggapan bahwa pengetahuan Alkitab dan pemahaman doktrin adalah pertanda dari kerohanian. Anggapan demikian sama sekali keliru. Hanya perkataan Allah secara pribadi dan langsung yang bernilai. Ketika Allah berbicara kepada kita melalui firman-Nya, kita diterangi, melalui firman-Nya kita dikuduskan dan bertumbuh. Menurut pengalaman kita, jika kita memelihara diri kita dalam persekutuan dengan Tuhan, sepanjang hari kita mempunyai rhema di batin kita, yang berasal dari Tuhan.

Doa:
Ya Tuhan, jika Engkau merahmati aku, berilah aku rhema; berbicaralah kepada-Ku saat ini secara langsung dan pribadi. Jika Engkau tidak berbicara kepadaku hari ini, aku pasti gagal. Terangilah aku dengan hayat-Mu dan basuhlah aku dengan firman-Mu dari setiap hal yang bukan berasal dari Engkau, agar aku suci dan kudus di hadapan-Mu, tidak bernoda, tanpa kerut dan tanpa cela.

22 May 2007

Dicobai untuk Melepaskan Kedudukan Insani-Nya
Matius 4:4
Tetapi Yesus menjawab: "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah."

Pada saat Yesus dibaptiskan, Bapa dari surga mendeklarasikan, "Inilah Anak-Ku yang Kukasihi" (Mat. 3:17). Suara dari surga ini menegaskan bahwa Manusia dari Nazaret ini adalah Putra terkasih Allah Bapa. Segera setelah deklarasi ini, Roh Kudus membawa Yesus ke padang gurun untuk diuji dan melihat apakah Dia lebih memperhatikan kehidupan jasmani-Nya ataukah kehidupan rohani-Nya. Kemudian, berdasarkan deklarasi Allah Bapa, si pencoba datang untuk mencobai manusia ini dengan berkata, "Jika engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti" (Mat. 4:3). Walau Yesus adalah Anak Allah, tetapi Ia berdiri pada kedudukan sebagai manusia. Untuk merampungkan ministri-Nya bagi Kerajaan Surga, Dia harus mengalahkan Iblis, dan hal ini harus dilakukan-Nya sebagai manusia. Mengetahui hal ini, Iblis mencobai Dia supaya meninggalkan kedudukan-Nya sebagai manusia dan mempertahankan kedudukan sebagai Anak Allah.
Mengetahui bahwa Allah ingin menghancurkan dia dalam kedudukan sebagai manusia, maka Iblis mencobai Yesus agar mengukuhkan diri sebagai Putra Allah, melepaskan kedudukan keinsanian-Nya. Jika Dia mempertahankan kedudukan-Nya sebagai Anak Allah di hadapan musuh, Dia akan kehilangan kedudukan untuk mengalahkan musuh. Namun Raja yang baru diurapi itu justru memegang teguh kedudukannya sebagai seorang manusia. Ia berkata, "Ada tertulis: Manusia..." Hal ini mengalahkan muslihat licik Satan!
Dalam prinsip yang sama, Iblispun sering mencobai kita untuk meninggalkan kedudukan sebagai orang Kristen sehingga kita kehilangan kesaksian yang baik. Banyak orang Kristen rela melepaskan kedudukan mereka sebagai anak-anak Allah demi uang, karir, popularitas, atau demi suatu ikatan perkawinan. Akibatnya, iman mereka kandas dan lenyaplah kesaksian mereka.

Mat. 3:17; 4:3; 8:29; Ul. 8:3; 1 Yoh. 4:3; Yoh. 20:31

Raja yang baru diurapi menghadapi pencobaan musuh bukan hanya dengan perkataan-Nya sendiri, tetapi dengan firman Alkitab, yang dikutip dari Ulangan 8:3. Perkataan ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus mengambil firman Allah dalam Alkitab sebagai makanan-Nya dan Dia hidup berdasarkan firman itu. Perkiraan Iblis bahwa Tuhan Yesus tidak makan selama hari-hari di padang gurun itu mutlak salah. Sementara Yesus berpuasa terhadap makanan lahiriah, Dia ternyata makan makanan rohani.
Kebanyakan istri dari para pelayan Tuhan tidak tahan akan ujian dalam hal penghidupan. Biasanya para istri sangat memperhatikan jaminan hidup. Mungkin beberapa dari mereka ingin makanan yang lezat, gaun yang indah, atau rumah yang besar. Dengan kata lain, mereka damba akan penghidupan yang lebih baik. Hal ini seringkali menjadi suatu problema bagi para suami yang melayani Tuhan. Kendati para suami ini berminat mengikuti jalan Tuhan, tetapi istri mereka mungkin enggan mengikutinya sebab tidak ada jaminan yang pasti. Para istri mungkin bertanya, "Bagaimana dengan masa depan kita? Bagaimana dengan makanan, baju, dan rumah kita? Bagaimana dengan biaya sekolah anak-anak?" Walau para suami mungkin tidak bisa menjawabnya, namun inilah ujian yang sering harus mereka hadapi tatkala mereka memutuskan untuk menempuh jalan Tuhan, jalan Kerajaan Surga.
Seorang hamba Tuhan dari daratan Cina pernah bersaksi, "Empat puluh lima tahun yang lalu di Tiongkok, jalan ini betul-betul sempit, dan setiap hari kami diuji dalam hal penghidupan kami. Dari saat ke saat, hanya satu dollar yang menjaga kami dari kelaparan. Meskipun sangat sulit, namun kami hidup bersandar iman di dalam Allah. Kami dapat bersaksi bahwa selama masa ujian ini, sesungguhnya kami berpesta akan Allah dan firman-Nya, lebih-lebih ketika standar penghidupan kami makin menurun drastis. Pengalaman kami mirip dengan pengalaman Tuhan Yesus di padang gurun. Kami dibawa oleh Allah ke "padang gurun" kehidupan gereja. Hampir setiap hari kami diuji akan apa yang akan kami makan. Namun pada saat itu justru adalah saat di mana kami paling menikmati pesta akan firman Allah."

Doa:
Tuhan Yesus, selamatkanlah aku dari pergaulan dan hubungan yang tidak wajar, yang dapat membuatku terseret ke dalam dunia. Ingatkanlah aku akan kedudukanku sebagai orang Kristen, sebagai orang yang telah tersisih dan dipersembahkan kepada Allah. Tuhan, tambahkan kasih karunia agar aku dapat berdiri teguh pada kedudukanku sebagai orang Kristen, tidak tergoda oleh tipu muslihat Iblis.

21 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 3 Senin

Dibawa oleh Roh untuk Diuji
Galatia 5:25
Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh.

Setelah dibaptis dalam air dan diurapi dengan Roh Allah, Yesus sebagai manusia bergerak menurut pimpinan Roh. Dia pergi ke padang gurun bukan atas maksud-Nya sendiri, melainkan dibawa oleh Roh Kudus yang turun di atas-Nya. Tanpa seizin kedaulatan Allah takkan terjadi apa pun pada anak-anak Allah. Kita tahu bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu demi kebaikan kita (Rm. 8:28). Dalam Rencana Allah, kita selalu akan diuji setelah kita diurapi dan ditentukan untuk sesuatu. Bahkan Tuhan Yesus pun tidak terkecuali. Pertama-tama, Roh membawa Raja yang telah diurapi untuk dicobai oleh Iblis. Pencobaan ini adalah suatu ujian untuk membuktikan apakah Dia bersyarat menjadi Raja Kerajaan Surgawi.
Matius 4:2 mengatakan, "Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus." Tuhan berpuasa empat puluh hari empat puluh malam. Empat puluh hari empat puluh malam adalah masa pengujian dan penderitaan (Ul. 9:9, 18; 1 Raj. 19:8). Selanjutnya Matius 4:3 mengatakan, "Lalu datanglah si pencoba itu dan berkata kepada-Nya: ‘Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti.’" Ujian pertama adalah masalah penghidupan insani, yaitu masalah nafkah. Masalah penghidupan memang sangat menyentuh kita, bahkan Tuhan Yesus pun diuji atas masalah ini. Makanan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendesak, juga adalah satu pencobaan besar. Sebagai manusia, kita memerlukan makanan sehari-hari. Iblis tahu hal ini. Karena itulah, pertama-tama ia mencobai Yesus di atas perihal makanan. Makanan menunjukkan ketergantungan hidup manusia. Demi eksistensi kehidupan rohani kita, kita perlu makan firman-Nya. Saudara-saudari apakah kita merasa sangat membutuhkan firman Allah melebihi makanan jasmani kita?

Mat. 4:1-4; Rm. 8:28; Why. 12:9-10

Tuhan dibawa berpuasa selama empat puluh hari empat puluh malam. Setelah empat puluh hari empat puluh malam ini, Ia lapar, dan si pencoba datang kepada-Nya sambil berkata, "Jika Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti" (Mat. 4:3). Terhadap usul ini Tuhan menjawab, "Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah" (Mat. 4:4). Banyak orang Kristen mengira bahwa selama Tuhan berpuasa, Dia tentu tidak makan apa-apa. Namun ayat ini mewahyukan bahwa selama Tuhan Yesus berpuasa, Dia pun makan. Secara lahiriahnya Ia berpuasa, namun secara rohaninya Ia makan. Meskipun Dia tidak makan untuk memelihara tubuh jasmani-Nya, tetapi Ia makan banyak firman untuk memelihara roh-Nya. Inilah ujian atas masalah penghidupan kita.
Di sini kita nampak satu prinsip penting. Dalam ministri dan pekerjaan Tuhan, jika kita tidak tahu bagaimana mengesampingkan keperluan jasmani kita dan memperhatikan tuntutan keperluan rohani, kita tidak bersyarat bagi ministri-Nya. Agar bersyarat dalam ministri Tuhan, kita harus diuji. Kita harus mampu mengorbankan keperluan jasmani kita. Tempat tinggal yang baik, makanan yang lezat, dan pakaian yang indah, semuanya tak lain hanyalah keperluan sekunder. Tidak sedikit anak-anak Allah, karena memperhatikan standar kehidupan, mereka mengabaikan tuntutan kerohanian di dalam mereka. IIblis akan berkata: "Kamu perlu bekerja lebih keras lagi untuk mendapatkan semuanya itu." Selama empat puluh hari empat puluh malam Tuhan mengabaikan makanan jasmani, melupakan tuntutan jasmani. Sebaliknya, Dia hanya memperhatikan keperluan rohani - firman Allah yang hidup.
Dalam menempuh jalan gereja, ujian pertama ialah kita akan menghadapi penurunan standar penghidupan kita. Iblis banyak menipu dengan cara ini. Tidak jarang kita menjadi kuatir akan apa yang akan kita makan, minum dan pakai. Inilah ujian dalam aspek penghidupan jasmani kita. Setiap orang yang menempuh jalan Tuhan akan diuji atas masalah penghidupan sehari-hari. Walau demikian, kita harus menunjukkan kepada seluruh alam semesta bahwa perhatian kita bukanlah pada makanan lahiriah, melainkan makanan rohaniah.

Doa:
Ya Bapa, Engkaulah yang memelihara burung-burung di udara dan yang menghiasi bunga-bunga bakung di padang. Karena itu, tidak ada alasan bagiku untuk khawatir akan apa yang akan kumakan dan apa yang akan kupakai. Engkau mengetahui semua keperluanku. Bapa, jadikan aku orang yang selalu berpegang pada firman janji-Mu dan tidak menyangkal nama-Mu.

18 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 2 Sabtu

Jenis Kehidupan yang Berkenan kepada Allah
Ibrani 11:6
Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah. Sebab barangsiapa berpaling kepada Allah, ia harus percaya bahwa Allah ada, dan bahwa Allah memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia.

Setelah menyelesaikan tugas pelayanannya yang melelahkan dari pagi hingga petang, Spurgeon segera pulang ke rumah. Dalam perjalanan pulang itu, ia merasa amat letih dan jiwanya tertekan. Tiba-tiba suatu ayat muncul di benaknya, “Kasih karunia-Ku cukup bagimu.” Spurgeon berkata dalam hati, “Tuhan, seandainya aku tahu ayat itu dari dulu,” lalu ia tertawa. Dalam kesempatan lain, ia bersaksi, “Aku seperti seekor ikan kecil yang haus, yang selalu khawatir kalau-kalau sungai di mana aku hidup tiba-tiba mengering. Tetapi sungai itu berkata, ‘Minumlah, ikan kecil, arusku cukup bagimu.’ Aku pun seperti seekor tikus kecil yang tinggal di salah satu lumbung di Mesir setelah tujuh tahun masa kelimpahan, yang takut mati kelaparan. Tetapi Yusuf berkata, ‘Bangunlah, tikus kecil, lumbung-lumbungku cukup bagimu.’” Pada akhir khotbahnya, Spurgeon berkata, “Iman yang kecil akan membawa jiwa kita ke surga, tetapi iman yang besar akan membawa surga kepada kita.”
Iman merupakan syarat yang harus dimiliki oleh seseorang untuk diperkenan Allah (Ibr. 11:6). Apakah iman? Iman adalah menghentikan diri sendiri, tidak melakukan sesuatu dari diri sendiri, supaya Allah yang menggenapkan segala sesuatu bagi kita (Gal. 2:19b-20a). Percaya kepada Allah menyiratkan bahwa dalam segala hal Dialah yang melakukan, Dialah sumbernya, bukan kita.
Ibrani 10:38 mengatakan, “Tetapi orang-Ku yang benar akan hidup oleh iman, dan apabila ia mengundurkan diri, maka Aku tidak berkenan kepadanya.” Kita harus mempunyai satu sikap yaitu sepenuh hati menuntut perkenan Tuhan dan jangan pernah mengundurkan diri. Dalam hal membaca Alkitab, dalam hal berdoa, atau dalam hal bersaksi, walaupun adakalanya terasa tidak ada kekuatan, kita tidak boleh mundur. Tidak peduli bagaimana perasaan kita, janganlah mundur, karena kasih karunia Tuhan cukup bagi kita.

Ibr. 11:6; 10:38; Gal. 6:10; 2:19-20; 3:7-9

Setelah kita dipanggil Allah, kita perlu hidup berdasarkan iman. Agar hidup kita diperkenan oleh Allah yang telah memanggil kita, kita harus hidup berdasarkan iman. Dalam Alkitab, iman berlawanan dengan apa yang kelihatan. Sejak kita dipanggil Allah, kita harus hidup berdasarkan iman, bukan berdasarkan apa yang kelihatan. Pandanglah dunia hari ini, tidak perlu disangsikan lagi kalau itu merupakan hasil tuaian hidup manusia yang ditabur di Babel. Sebuah benih telah ditabur di Babel dan dunia hari ini merupakan tuaian besar dari benih itu. Orang-orang mendirikan kota-kota besar bagi kehidupan mereka dan mendirikan menara tinggi bagi kemasyhuran mereka. Manusia dididik untuk hidup berdasarkan pengertian, tekad, dan kekuatannya sendiri untuk mencapai kesuksesan. Inilah situasi yang umum di bumi ini. Tetapi kita adalah orang-orang yang telah dipanggil. Apa yang harus kita perbuat? Kita harus hidup berdasarkan iman. Apakah arti hidup berdasarkan iman? Yaitu dalam segala hal hidup bersandar Tuhan.
Mula-mula Abraham adalah orang yang terpanggil, kemudian menjadi orang yang beriman. Dia telah meninggalkan segalanya dan tidak ada jalan lain kecuali bersandar kepada Allah. Jika kita pelajari sejarah hidup Abraham, kita akan tahu bahwa hidupnya adalah hidup yang bersandar iman. Allah tidak mengharapkan Abraham berbuat apa-apa. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti kita harus mengakhiri diri kita sendiri, mengakui bahwa kita bukan apa-apa, tidak memiliki apa-apa, dan tidak bisa berbuat apa-apa. Tiap langkah dan tiap saat, kita wajib bersandar kepada-Nya. Kita tidak tahu bagaimana cara berbuat sesuatu, kita hanya tahu bagaimana bersandar kepada Tuhan. Kita telah dipanggil keluar dari segala yang bukan Allah, sekarang kita percaya kepada segala perkara Allah. Kita percaya kepada-Nya dan kita percaya akan segala sesuatu yang telah Ia rampungkan bagi kita. Kita percaya kepada apa yang dapat Ia lakukan bagi kita dan percaya kepada apa yang akan Ia lakukan bagi kita. Kita bersandar sepenuhnya kepada-Nya. Inilah kesaksian kaum yang terpanggil dan yang beriman. Sebagai anak-anak Abraham, bapa orang beriman, kita wajib menempuh hidup seperti Abraham (Gal. 3:7-9).

Doa:
Tuhan Yesus, walaupun aku masih bisa gagal, tetapi firman Allah tetap dapat diandalkan dan tidak pernah gagal. Karena itu, bantulah aku untuk dapat mempercayai firman-Mu dan hidup bersandar firman, sehingga semua kegelapan dalam hidupku berlalu. Tuhan aku tidak mau tertipu oleh perasaanku yang berubah-ubah. Aku tidak mau percaya pada diri sendiri. Aku mau masuk ke dalam pengalaman hidup oleh iman.

17 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 2 Jumat

Kehidupan yang Layak dan yang Diperkenan Allah
Kolose 1:10
Sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah.

Kristus adalah Anak Allah Bapa yang terkasih. Matius 3:17 mengatakan, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.” Hal ini dikatakan oleh Bapa sebagai satu kesaksian bahwa Tuhan Yesus adalah Anak Bapa yang terkasih. Matius 17:5 mengatakan, “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” Melalui dua bagian firman ini kita melihat bahwa Kristus adalah Anak Bapa yang terkasih, Anak yang dikasihi-Nya (Kol. 1:13). Karena Kristus adalah satu-satunya manusia di atas bumi yang diperkenan oleh Bapa, maka kita harus mendengarkan Dia dan hidup berdasarkan Dia. Yang diperkenan oleh Bapa bukan hanya apa yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus, tetapi terlebih apa adanya diri Tuhan sebagai seorang manusia.
Sebagai anak-anak Allah, bagaimanakah agar hidup kita diperkenan oleh Allah Bapa? Dalam Kolose 1:10 Paulus berkata, “sehingga hidupmu layak di hadapan-Nya serta berkenan kepada-Nya dalam segala hal, dan kamu memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik dan bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah.” Hidup layak di hadapan Tuhan berasal dari adanya pengetahuan yang penuh tentang kehendak Allah. Jika kita mengetahui bahwa kehendak Allah ialah menjenuhi kita dengan Kristus, agar kita menerima Kristus sebagai hayat dan persona kita, dan agar kita memperhidupkan Kristus, maka dengan spontan hidup kita akan layak di hadapan Tuhan. Ada orang mengira bahwa hidup layak di hadapan Tuhan berarti menjadi orang yang rendah hati, baik, dan dermawan atau pemurah. Namun, hidup yang layak adalah hidup yang di dalamnya kita memperhidupkan Kristus. Kita dapat menjadi orang yang rendah hati, baik, dan pemurah tanpa hidup berdasarkan Kristus. Namun hanya dengan memperhidupkan Kristus baru kita dapat hidup layak di hadapan Tuhan. Kristus adalah kehendak Allah, dan Ia seharusnya menjadi hayat kita.

Mat. 3:16-17; Kol. 1:10, 13; Gal. 1:15-16; Rm. 8:8

Suatu hidup yang layak di hadapan Tuhan berarti berkenan kepada-Nya dalam segala hal, yaitu diperkenan Tuhan dalam segala hal. Allah Bapa berkenan kepada Anak (Mat. 3:17; 17:5). Dalam Galatia 1:15-16 Paulus berkata bahwa Allah berkenan mewahyukan Kristus, Anak-Nya, di dalamnya. Tidak ada hal yang lebih diperkenan Allah Bapa daripada kita memperhidupkan Kristus. Di luar Kristus tidak ada hal yang dapat berkenan kepada Bapa. Satu-satunya waktu kita yang penuh sukacita ialah ketika kita memperhidupkan Kristus. Jika kita rendah hati atau lemah lembut secara alamiah, kita tidak merasa sukacita. Tetapi jika kita menerima Kristus sebagai hayat dan persona kita, dan memperhidupkan Dia, kita akan menjadi orang yang paling bersukacita di bumi. Memperhidupkan Kristus tidak saja menyenangkan Bapa, juga menyenangkan kita. Hal yang paling menyenangkan ialah memperhidupkan Kristus, menikmati Kristus, dan mengalami Kristus.
Roma 8:8 mengatakan, “Mereka yang hidup dalam daging tidak mungkin berkenan kepada Allah.” Bila kita hidup dalam daging, kita tidak mungkin diperkenan oleh Allah. Jangan mengatakan daging kita baik. Bagaimanapun baiknya daging kita, Alkitab menegaskan bahwa daging itu berseteru dengan Allah, daging tidak takluk kepada hukum Allah. Selamanya, daging tidak mungkin takluk kepada hukum Allah, dan daging tidak dapat diperkenan oleh Allah. Jalan untuk diperkenan Allah adalah hidup menurut Roh pemberi hayat di dalam kita, yakni Kristus yang bangkit itu. Jika hidup kita berkenan di hadapan Allah, maka kita akan berbuah dalam segala pekerjaan yang baik. Berbuah di sini mengacu kepada memperhidupkan Kristus, mempertumbuhkan Kristus, mengekspresikan Kristus, dan mengembangbiakkan Kristus dalam setiap hal. Kehendak Allah terhadap kita ialah agar kita mengenal Kristus, mengalami Kristus, menikmati Kristus, memperhidupkan Kristus, dan memiliki Kristus sebagai hayat dan pribadi kita. Sebagai anak-anak Allah, kita harus dipenuhi dengan pengetahuan yang penuh tentang kehendak Allah. Kehendak Allah ialah supaya Kristus beserta kekayaan-Nya menjadi bagian kita. Bila Kristus telah menjadi segala-gala kita, barulah kita diperkenan oleh Allah Bapa.

Doa:
Tuhan Yesus, aku ingin memiliki hidup yang layak di hadapan Allah, di mana Engkau diperhidupkan melalui hidupku sehari-hari. Tuhan, berkatilah aku agar hidupku berbuahkan kebajikan, memuliakan nama-Mu, dan menjadi berkat bagi orang lain. Ampunilah segala kelemahan dan kegagalanku di waktu yang telah lewat, kiranya hari ini Kauberikan rahmat-Mu yang baru.

16 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 2 Kamis

Pengurapan Sang Raja
Matius 3:16-17
Sesudah dibaptis, Yesus segera keluar dari air dan pada waktu itu juga langit terbuka dan Ia melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nya, lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan: “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan.”

Karena Tuhan Yesus dibaptis demi memenuhi tuntutan keadilbenaran Allah, maka langit pun terbuka kepada-Nya, Roh Kudus turun ke atas-Nya, dan Bapa berbicara mengenai Dia. Pembaptisan-Nya telah memuaskan Allah. Pengakhiran manusia alamiah melalui baptisan selalu membuat langit terbuka, Roh Kudus turun, dan Allah Bapa berfirman kepada kita. Banyak di antara kita dapat bersaksi bahwa ketika manusia lama kita diakhiri, surga seakan terbuka bagi kita. Sebaliknya, ketika kita disambut dan disanjung oleh manusia, surga malah tertutup. Ketika hayat alamiah kita diakhiri dalam kehidupan gereja, surga pun terbuka bagi kita.
Pengakhiran selalu membuat Roh Kudus turun dan Bapa Surgawi kita berbicara. Pada saat itu Bapa akan berkata, “Anak-Ku yang Kukasihi.” Kita semua dapat bersaksi bahwa saat-saat termanis di mana kita mendengar firman Allah ialah saat-saat di mana kita mengalami pengakhiran. Boleh jadi pada saat kedagingan kita diakhiri, kita mencucurkan air mata, tetapi pengakhiran itu membuat Bapa berfirman, mengutarakan kata-kata yang manis kepada kita. Dia akan berkata, “Anak-Ku yang terkasih.” Kata yang sederhana ini penuh dengan belas kasihan dan anugerah. Sunggguh suatu penghiburan dan kekuatan bagi kita tatkala Dia mengatakan, “Anak-Ku yang Kukasihi!”
Siapakah kita hari ini: anak-anak yang dikasihi Bapa, ataukah anak-anak gampang yang selalu menentang kehendak Bapa? Mereka yang dikasihi Bapa adalah mereka yang selalu membiarkan manusia lamanya diakhiri sehingga tidak lagi hidup menurut daging melainkan menurut Roh. Mereka rela menerima penanggulangan demi penanggulangan oleh Roh Kudus sampai rupa Kristus menjadi nyata di dalam mereka. Sebaliknya, anak-anak gampang adalah mereka yang selalu menganggap sepi kehendak Allah atas diri mereka.

Mat. 3:16-17; Luk. 4:18-19; Yes. 61:1; Mzm. 45:7

Tuhan Yesus diurapi untuk masuk ke dalam ministri-Nya melalui dua langkah: baptisan dalam air dan pengurapan Roh kudus. Setelah Tuhan Yesus dibaptis, Allah Bapa mengutus Roh Kudus ke atas-Nya, mengurapi Dia untuk melaksanakan ministri-Nya. Apakah ministri yang diamanatkan Allah Bapa kepada Tuhan Yesus? Lukas 4:18-19, mengatakan, “Roh Tuhan ada pada-Ku oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” Kata Yunani yang diterjemahkan “menyampaikan kabar baik” adalah evangelizo yang berarti menyebarkan Injil, mengumumkan kabar baik. Memberitakan Injil adalah amanat pertama Juruselamat sebagai yang diurapi Allah, Mesias.
Selanjutnya, ministri Tuhan tidak hanya membawa kabar baik kepada orang-orang miskin, tetapi juga meliputi memproklamirkan pembebasan kepada orang-orang tawanan dan pemulihan penglihatan bagi orang-orang buta, membebaskan orang-orang yang tertindas, dan memberitakan tahun rahmat Tuhan, yang adalah zaman Perjanjian Baru yang dilambangkan oleh tahun Yobel (Im. 25:8-17), yaitu saat Allah menerima orang-orang tawanan dosa yang berpaling dan ketika orang-orang yang tertindas di bawah belenggu dosa dapat menikmati pelepasan dari keselamatan Allah.
Selain itu, berkenaan dengan pekerjaan Allah dalam mengurapi Kristus, Kisah Para Rasul 10:38, mengatakan, “Yaitu tentang Yesus dari Nazaret: bagaimana Allah mengurapi Dia dengan Roh Kudus dan kuat kuasa, Dia, yang berjalan berkeliling sambil berbuat baik dan menyembuhkan semua orang yang dikuasai Iblis, sebab Allah menyertai Dia.” Allah juga mengurapi Kristus untuk berbuat baik dan menyembuhkan semua orang sakit yang dikuasai oleh Iblis. Ini membuktikan bahwa Allah menyertai Dia. Sebagai Yang diurapi, Kristus berjalan berkeliling untuk mengalahkan iblis demi pembebasan kita, orang-orang yang dikuasai Iblis.

Doa:
Ya Tuhan, ajarlah aku untuk memegang perintah-Mu dan melakukannya, karena aku mengasihi-Mu. Engkau berkata bahwa siapa saja yang mengasihi-Mu, ia akan dikasihi oleh Bapa dan Engkau pun akan menyatakan diri kepadanya. Tuhan, biarlah demi kasih karunia-Mu, aku boleh memiliki hati yang selalu tertuju kepada-Mu, mengasihi firman-Mu, dan melayani-Mu seumur hidupku.

15 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 2 Rabu

Dibaptis untuk Menggenapkan Seluruh Kebenaran
Roma 14:17
Sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus.

Matius 3:14-15 mengatakan, “Tetapi Yohanes mencegah Dia, katanya, ‘Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, namun Engkau yang datang kepadaku?’ Lalu jawab Yesus, kata-Nya kepadanya, ‘Biarlah hal itu terjadi sekarang, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak (kebenaran) Allah.’ Dan Yohanes pun menuruti-Nya.” Yohanes tidak mengerti dengan jelas mengapa ia harus membaptis Yesus; dia mengira seharusnya dialah yang dibaptis oleh Yesus. Sekalipun ia telah dijenuhi oleh Roh Kudus lebih dari tiga puluh tahun, ia masih memiliki konsepsi alamiah. Tuhan Yesus datang kepada Yohanes, bukan sebagai Allah, melainkan sebagai manusia biasa, sebagai orang Israel sejati. Karena itu, Ia harus dibaptis untuk memenuhi permintaan Allah pada zaman ini. Jika tidak, Dia tidak akan benar terhadap Allah.
Pada zaman Yohanes Pembaptis, Allah menentukan pembaptisan sebagai jalan. Setiap orang yang ingin memasuki Kerajaan Surga harus melewati pintu baptisan Yohanes Pembaptis. Bahkan Yesus Kristus sendiri pun tidak terkecuali. Ia harus melalui pintu baptisan ini. Jika tidak, Ia kurang bersyarat untuk memulai ministri-Nya. Karena itu, setelah Tuhan memberikan jawaban kepada Yohanes, ia mengerti lalu membaptiskan Dia (Mat. 3:15).
Dibaptis ialah dibenarkan dalam pandangan Allah. Pengakhiran dan permulaan hayat baru manusia kita merupakan kebenaran di hadapan Allah. Orang yang telah dibaptis dengan sendirinya menjadi benar terhadap Allah. Jika kita ingin benar terhadap Allah, kita harus dibaptis. Pengakhiran dan permulaan hayat baru ialah kebenaran yang paling tinggi. Tuhan Yesus, sebagai Raja Kerajaan Surga telah mendahului kita untuk diakhiri. Dengan demikian, Ia menggenapkan kebenaran dalam pandangan Allah.

Mat. 3:14-15

Pentingnya baptisan terlihat atas perkara Tuhan Yesus yang juga perlu dibaptis. Meskipun Dia adalah Anak Allah yang datang menjadi Juruselamat kita, tetapi karena Dia menjadi seorang manusia, Dia harus melaksanakan ketentuan Allah terhadap manusia. Sebagai manusia, Ia berbuat demikian adalah “sepatutnya”, supaya inkarnasi-Nya sesuai dengan prosedur Allah. Sebab itu, di hadapan Allah Ia “menggenapkan seluruh kehendak Allah”. Kalau Tuhan sendiri, sewaktu berinkarnasi menjadi manusia, perlu dibaptis, perlu menggenapkan seluruh kehendak Allah, apa lagi kita. Kalau baptisan merupakan kehendak yang harus digenapi oleh Tuhan yang datang menjadi manusia, maka kita harus menyadari pentingnya perkara baptisan dan hidup dalam realitas baptisan! Baptisan adalah perkara masuk ke dalam “rencana Allah”. Bila seseorang menolak baptisan, berarti ia menolak maksud atau rencana Allah. Ini sungguh perkara yang serius.
Tuhan dibaptis tidak hanya untuk menggenapkan kebenaran menurut ketetapan Allah, bahkan Dia membiarkan diri-Nya ditaruh dalam kematian dan kebangkitan agar Ia dapat melayani, bukan secara alamiah, melainkan di dalam kebangkitan. Melalui baptisan, Ia hidup dan melayani dalam kebangkitan bahkan sebelum kematian dan kebangkitan-Nya yang baru akan terjadi tiga setengah tahun kemudian. Dalam pandangan Allah dan menurut pengertian Tuhan, Ia telah dimatikan tiga setengah tahun sebelum penyaliban-Nya. Sebelum Ia memulai ministri-Nya, Ia telah dimatikan dan dibangkitkan melalui baptisan. Jadi, Ia tidak melayani secara alamiah. Ministrinya mutlak dalam hayat kebangkitan-Nya. Dengan demikian, Ia memasuki pintu kebenaran dan menempuh jalan kebenaran. Pelayanan-Nya menjadi benar di hadapan Allah.
Setiap pelayan Tuhan harus benar. Membaca Alkitab, berdoa, bersaksi, atau memimpin orang, harus benar. Jika tidak, niscaya tidak bisa melayani. Orang yang tidak benar, pasti juga tidak benar dalam hal memperhatikan, melayani, atau mengunjungi orang lain. Orang yang tidak benar, tidak mungkin dapat memberi bantuan yang sesungguhnya kepada orang lain, tidak mungkin bisa melayani gereja, bahkan ia tidak bernilai di tangan Tuhan.

Doa:
Tuhan Yesus, aku ingin menempuh kehidupan yang tidak berdosa, hidup yang benar di hadapan-Mu, suatu kehidupan yang tanpa ragi, tanpa dosa, sehingga aku layak mewarisi Kerajaan yang akan datang. Bimbinglah aku hari ini untuk mengalami realitas baptisan, di mana aku yang lama benar-benar diakhiri sehingga hayat-Mu menjadi nyata dalam hidupku.

14 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 2 Selasa

Keperluan Manusia yang Jatuh
Roma 6:6
Karena kita tahu, bahwa manusia lama kita telah turut disalibkan, supaya tubuh dosa kita hilang kuasanya, agar jangan kita menghambakan diri lagi kepada dosa.

Dahulu, ada seorang perempuan setengah baya datang mendengarkan Injil. Semula, karena rumah tangganya tidak harmonis, ia merasa sangat menderita, setiap hari ia menghabiskan waktunya di tempat-tempat judi dan mengisap ganja, menempuh kehidupan yang buruk, bahkan pernah ingin bunuh diri. Tetapi pada hari itu, Roh Tuhan menggerakkan dia, dan ia bertobat, menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamatnya. Sejak ia beroleh selamat, ia tidak lagi ingin mengisap ganja maupun berjudi. Sebelum ia percaya Tuhan, jika orang menyuruhnya berhenti mengisap ganja atau berjudi, itu seperti hendak mengambil nyawanya; ia membius dirinya dalam ganja dan judi, agar dapat melupakan diri sendiri, melupakan penderitaannya. Tetapi sejak ia percaya Tuhan, ia sering berkata kepada orang bahwa di dalam hatinya ada sukacita yang tak terkatakan. Penyakitnya sembuh, tubuhnya pun kini sehat. Seluruh hidupnya yang lama, yang buruk itu, telah diakhiri.
Dalam mengikuti Tuhan, bukan hanya tabiat kita yang buruk yang harus diakhiri, tetapi juga apa adanya daging kita. Ekspresi daging ada yang buruk, ada pula yang baik. Entah baik atau buruk, asal itu berasal dari daging, harus diakhiri. Aspek pertama dari penobatan Tuhan adalah supaya daging-Nya dikesampingkan. Prinsip ini berlaku bagi kita semua dalam pelayanan kita kepada Allah. Jika kita ingin berbagian dalam suatu pelayanan kepada Allah, diri kita perlu dikesampingkan - diakhiri dan dikubur. Sebagai manusia yang diciptakan Allah dan telah jatuh, daging kita perlu diakhiri. Manusia yang telah jatuh itu benar-benar perlu dihakimi, diakhiri, dan dikuburkan. Kita juga telah nampak bahwa manusia yang diciptakan Allah pun harus dikesampingkan untuk menempuh suatu kehidupan yang mengekspresikan Allah (Yoh. 5:19, 30). Karena itu, entah manusia alamiah kita itu baik atau buruk, kita harus menolak dan menyangkalnya.

Mat. 3:13-14; Yoh. 5:19, 30; 1 Kor. 13:3

Baptisan mengandung makna bahwa manusia yang telah jatuh hanya baik untuk dihakimi, diakhiri, dan dikuburkan. Beberapa tahun yang lalu, seorang pria membeli sebuah jam dinding. Perusahaan jam itu memberi garansi dua tahun. Setelah dibeli, ternyata jam ini lebih banyak berada di perusahaan jam itu daripada di rumah pria tersebut, karena baru dipakai sebentar, sudah tidak tepat, sehingga harus diperbaiki. Lewat beberapa hari, jam itu tidak tepat lagi; lalu diantar ke perusahaan lagi untuk diperbaiki. Ia telah pergi satu kali, dua kali, sepuluh kali, sampai letih. Terus diperbaiki, diperbaiki, diperbaiki, tetapi tetap tidak ada hasil. Akhirnya ia meminta kepada perusahaan itu untuk menggantinya dengan yang baru. Tetapi wakil perusahaan jam itu berkata: “Maaf, perusahaan kami tidak memiliki kebijakan itu.” Perusahaan yang memberi garansi dua tahun itu terus memperbaiki bahkan sampai delapan bulan, namun tetap tidak mau menggantinya dengan yang baru. Hasilnya, walau terus diperbaiki, tetap tidak juga beres. Pria itu bolak balik ke perusahaan sampai letih, akhirnya ia berkata, “Jam ini ditaruh di sini saja, aku tidak mau jam ini lagi.” Dengan kecewa ia pulang ke rumah.
Manusia lama kita seperti jam yang rusak itu. Cara yang biasanya kita tempuh adalah dengan terus memperbaiki, memperbaiki, memperbaiki. Selama bertahun-tahun, setiap hari, terus memperbaiki, namun tidak ada hasilnya. Sebaliknya, cara Allah adalah dengan mengganti, bukan memperbaiki. Allah tahu bahwa manusia lama kita tidak bisa berubah menjadi baik; daging kita sangat rusak, benar-benar tidak dapat diperbaiki, hanya layak diakhiri. Karena itu, pekerjaan Tuhan Yesus bukan mengubah daging kita, bahkan kekuatan Allah tidak bisa mengubah daging kita, Roh Kudus pun tidak bisa mengubah daging kita; pembacaan Alkitab dan doa tetap tidak bisa mengubah daging kita. Yang lahir dari daging adalah daging. Sebab itu terhadap setiap orang yang bertobat, permintaan Allah yang pertama ialah dibaptis. Dibaptis berarti mengakui bahwa daging kita sudah tidak dapat diperbaiki lagi sehingga selayaknya diakhiri dan dikuburkan dalam air baptisan. Sejak kini bukan lagi aku yang hidup, tetapi Kristus - sang hayat baru - yang hidup di dalam aku.

Doa:
Tuhan Yesus, biarlah hari ini aku berpaling kepada Allah, sehingga aku menjadi seorang yang mutlak milik Allah, dan mendapatkan diri-Mu sendiri sebagai hayatku. Tuhan, biarlah semua yang kulakukan hari ini bukan menurut kehendakku, melainkan menurut kehendakMu. Di atas diriku, Engkaulah yang berkuasa, Engkaulah yang sebagai Tuan, Engkaulah yang menentukan, sehingga kehendak-Mu terlaksana di atas diriku.

13 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 2 Senin

Datang dari Galilea ke Yordan
Matius 3:13
Maka datanglah Yesus dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya.

Dua kata penting dalam Matius 3:13 ialah Galilea dan Yordan. Yesus datang dari Galilea ke Yordan untuk dibaptis. Dalam Perjanjian Baru, Galilea adalah daerah yang dipandang rendah, menunjukkan penolakan, sedangkan Yordan menunjukkan tempat pengakhiran manusia lama. Yesus datang dari Galilea ke Yordan, berangkat dari tempat yang penuh penolakan ke tempat pengakhiran. Itulah jalan yang tepat bagi kita.
Jalan kita ialah jalan sempit, suatu jalan dari Galilea ke Yordan. Satu-satunya jalan yang harus kita tempuh sebagai umat kerajaan adalah jalan salib. Salib merupakan suatu jalan sempit dan juga jalan bebas hambatan. Bagi mereka yang tidak mau menerima salib, salib adalah satu jalan sempit, tetapi bagi mereka yang mau menerima jalan ini, salib akan menjadi suatu jalan bebas hambatan. Dalam hidup kita, Kristus haruslah menjadi semua dan di dalam segala sesuatu. Setiap hal yang bukan Kristus harus diakhiri. Hanya dengan jalan demikian kita dapat berjumpa dengan Kristus, sang Raja.
Segala hal yang di luar Kristus pastilah berasal dari daging. Kita harus sepenuhnya bersandar kepada Kristus dalam segala hal. Kita harus mengakui bahwa Kristus adalah sumber dari segala hal yang kita miliki. Ini benar-benar jalan sempit karena setiap langkah diatur oleh kehendak Allah. Jalan ini hanya memiliki satu prinsip, yaitu tidak memberi tempat sedikit pun kepada diri atau ego. Sedikit penyimpangan dari kehendak Allah akan membawa kita keluar dari jalan ini. Namun, ini bukan jalan yang sulit. Bila hayat jiwa tersingkirkan, maka kebiasaan, kegemaran, dan keinginan daging akan diakhiri satu per satu, sehingga tidak ada lagi yang menentang Allah. Inilah jalan hayat, jalan Allah; karena itu jalan ini benar dan pasti. Siapa saja yang ingin memiliki kemajuan rohani, hayat yang berlimpah, tidak ada pilihan selain menempuh jalan ini.

Mat. 3:13; Yoh. 1:14; Rm. 1:3; 8:3

Tuhan Yesus datang dari Galilea ke Sungai Yordan untuk dibaptis oleh Yohanes. Sebagai seorang manusia, Tuhan Yesus perlu datang untuk dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Hal ini selaras dengan permintaan Perjanjian Baru Allah. Dari keempat kitab Injil, hanya Injil Yohanes yang tidak mengisahkan catatan tentang Tuhan Yesus ketika dibaptis, sebab Injil Yohanes mempersaksikan bahwa Tuhan Yesus adalah Allah. Matius 3:13 mengatakan bahwa Yesus datang kepada Yohanes untuk dibaptis. Tuhan Yesus bersedia dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Fakta ini membuktikan bahwa menurut keinsanian-Nya, Ia adalah seorang yang tidak bersyarat untuk menjadi pelayan Allah. Yesus berdiri pada kedudukan-Nya sebagai seorang manusia dalam daging, bukan pada kedudukan-Nya sebagai Allah.
Ministri Kristus diawali dengan pembaptisan-Nya (Mat. 3:13-17). Sebelum Ia melaksanakan ministri-Nya, hal pertama yang dilakukan-Nya adalah dibaptiskan untuk menggenapkan kebenaran menurut jalan kebenaran yang ditunjukkan oleh Yohanes (Mat. 3:15; 21:32). Tuhan Yesus mengetahui bahwa menurut daging-Nya (keinsanian-Nya — Yoh. 1:14; Rm. 1:3; 8:3), Ia tidak baik kecuali untuk mati dan dikubur. Tuhan Yesus perlu dibaptis, karena ia telah mengenakan daging. Dalam pandangan Allah, daging ini tidak baik untuk yang lain kecuali mati dan dikubur. Tuhan Yesus adalah Gembala yang sejati. Seorang Gembala selalu berjalan di depan. Sebagai Raja dan Gembala, Tuhan Yesus berjalan di depan untuk memimpin kita berjalan dari Galilea ke Sungai Yordan untuk dibaptis. Ia bukan datang ke Sungai Yordan untuk bertakhta, melainkan untuk ditaruh dalam air kematian dan dikubur.
Agar Tuhan Yesus dapat mengekspresikan Allah di dalam kehidupan insani-Nya, maka pada permulaan ministri-Nya, Ia mengesampingkan diri-Nya sendiri melalui pembaptisan. Dia adalah seorang Manusia yang tidak mau hidup oleh diri-Nya sendiri. Sebaliknya, Dia hidup oleh Allah Bapa yang ada di dalam-Nya. Tuhan telah meletakkan diri-Nya di atas salib dan hidup di bawah bayang-bayang salib sepanjang waktu. Demikian pula, dalam mengikuti Tuhan, sejak dini kita harus belajar hidup dalam penyangkalan diri.

Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas teladan penghidupan tersalib yang Kautinggalkan bagiku. Biarlah aku tidak merasa malu akan salib-Mu, dan tidak takut untuk mengikuti Tuhan dalam menempuh jalan yang sempit. Tuhan, bawalah aku mengalami Engkau dan hidup oleh Engkau, dari hari ke hari mengalami pekerjaan salib secara subyektif dalam kehidupanku.

11 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 1 Sabtu

Dibaptis dengan Roh atau dengan Api
Matius 3:11
Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.

Banyak orang hari ini berusaha mendekorasi diri dengan hal-hal yang bersifat religius. Mereka memiliki gambar-gambar atau ayat-ayat religius di dinding atau di pintu rumah mereka, tetapi mereka tidak pernah membuka pintu hati mereka bagi Kristus. Mereka mengenakan pakaian atau perhiasan bergaya religius di tubuh mereka, tetapi tidak memiliki kasih Kristus yang adalah ekspresi dari salib-Nya. Mereka memberikan persepuluhan, tetapi bukan hati mereka. Mereka memiliki Alkitab di atas meja, mungkin lebih dari satu, tetapi bukan untuk dibaca. Dekorasi religius inilah yang sering Tuhan maksudkan ketika Ia menegur kita. Yang kita miliki mungkin tidak lebih dari sebuah dekorasi, bukan Kristus. Kita mungkin berdoa dengan doa yang panjang, bergairah dalam pelayanan, sering menghadiri ibadah, atau ikut kerja bakti dengan memotong rumput di halaman gedung ibadah kita, namun hal-hal itu hanyalah dekorasi indah dari sebuah hati yang kosong.
Matius 3:10 Yohanes mengatakan kepada orang Farisi dan Saduki, “Kapak sudah tersedia pada akar pohon dan setiap pohon yang tidak menghasilkan buah yang baik, pasti ditebang dan dibuang ke dalam api.” Frase “kapak sudah tersedia” berarti penghakiman ilahi akan segera dimulai. Kedatangan Kristus dan kehadiran-Nya merupakan ujian bagi setiap orang. Setiap orang yang tidak memiliki buah pertobatan akan dibinasakan sebagaimana pohon yang tidak berbuah – ditebang dan dilemparkan ke dalam api. Matius 3:11 mengatakan, “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa daripada aku dan aku tidak layak membawa kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api.” Allah sudah bersiap sedia untuk membuang mereka yang tidak mau bertobat dari dekorasi religius mereka dan berpaling kepada mereka yang tidak ragu-ragu untuk bertobat.

Mat. 3:10-12; 40-42; Kis. 2:3; Why. 20:11-15

Matius 3:11-12 mengatakan, “Aku membaptis kamu dengan air sebagai tanda pertobatan, tetapi Ia yang datang kemudian dari padaku lebih berkuasa dari padaku dan aku tidak layak melepaskan kasut-Nya. Ia akan membaptiskan kamu dengan Roh Kudus dan dengan api. Alat penampi sudah ditangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.” Menurut konteks kalimat ini, api di sini bukanlah api dalam Kisah Para Rasul 2:3, yang berhubungan dengan Roh Kudus, melainkan lautan api (Why. 20:15), tempat orang yang tidak percaya mengalami kebinasaan kekal. Jika orang Farisi dan orang Saduki mau sungguh-sungguh bertobat dan percaya kepada Tuhan, Tuhan akan membaptis mereka dalam Roh Kudus supaya mereka bisa mendapatkan hayat kekal. Jika tidak, Tuhan akan membaptis mereka dalam lautan api untuk dihukum selamanya.
Dalam Matius 3:11-12, kita dapat melihat ada tiga macam baptisan: baptisan dalam air, baptisan dalam Roh, dan baptisan dalam api. Baptisan dalam air oleh Yohanes adalah baptisan pertobatan bagi Kerajaan Surga. Baptisan Tuhan dalam Roh Kudus merupakan baptisan yang mengawali jaman Kerajaan Surga, untuk membawa kaum beriman-Nya ke dalam Kerajaan Surga. Terakhir, baptisan dalam api oleh Tuhan adalah baptisan bagi mereka yang tidak percaya, yang dihakimi di takhta putih besar (Why. 20:11-15). Baptisan dalam api oleh Tuhan ini akan mengakhiri jaman Kerajaan Surga.
Matius 3:12 mengatakan, “Alat penampi sudah di tangan-Nya. Ia akan membersihkan tempat pengirikan-Nya dan mengumpulkan gandum-Nya ke dalam lumbung, tetapi debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.” Gandum adalah mereka yang memiliki hayat di batinnya. Tuhan akan membaptis mereka dalam Roh Kudus. Debu jerami (sekam) adalah mereka yang tidak memiliki hayat, mengacu kepada orang Yahudi yang tidak mau bertobat. Terakhir, lalang mengacu kepada orang Kristen palsu. Nasib kekal debu jerami dan lalang sama – binasa dalam lautan api (Mat. 3:40-42).

Doa:
Tuhan Yesus, walau aku telah beroleh selamat dan dibenarkan karena iman hadapan Allah, tetapi perbuatanku seringkali tidak benar di hadapan orang. Tuhan, bimbinglah aku agar di hadapan orang hidupku menghasilkan buah-buah pertobatan, menempuh hidup yang benar, dan menjadi orang yang melakukan kebenaran, bukan dengan kekuatanku sendiri melainkan bersandar pada hayat-Mu.

10 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 1 Jumat

Membaptis Orang di Sungai Yordan
Matius 3:5-6
Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan dari seluruh daerah sekitar Yordan. Lalu sambil mengaku dosanya mereka dibaptis oleh Yohanes di sungai Yordan.

Suatu kali, seorang pemuka agama di India berkata kepada seorang misionaris asing, “Saya yakin bila saya dapat membimbing orang menjadi baik dan melakukan apa yang benar, sehingga mereka dapat meninggalkan semua kebiasaan buruk, Allah akan berkenan dan menerima saya masuk surga.” Misionaris itu menjawab, “Itulah yang ada di pikiran kebanyakan orang hari ini. Anda tentu tahu tanaman kaktus. Anda mungkin dapat memangkas ratusan duri dari kaktus itu, tetapi apakah dengan demikian ia akan berganti menjadi tanaman lain? Tentu tidak. Katakanlah Anda dapat membuang satu atau beberapa kebiasaan buruk Anda, Anda akan tetap sama seperti tanaman kaktus tadi. Anda memerlukan hayat yang baru, menjadi manusia yang baru, demikian baru dapat diperkenan Allah. Dan... hanya Kristus yang dapat memberikan kepada Anda hati yang baru.”
Jawaban misionaris itu sangat jelas dan alkitabiah. Hayat yang baru adalah keperluan paling mendasar bagi orang berdosa. Karena setiap bagian dari diri kita telah diresapi oleh maut (Ef. 2:1), maka kita harus menerima hayat Allah. Cara untuk beroleh selamat tidak tergantung pada perbaikan, sebab orang yang sudah mati dalam pelanggaran dan dosa-dosa tak mungkin diperbaiki. Satu-satunya cara adalah manusia lama kita perlu diakhiri dan menerima hayat kekal Allah. Inilah makna yang tersirat dari ministri Yohanes Pembaptis. Aspek pertama dari ministri Yohanes ialah membaptis orang dalam air. Baptisan Yohanes tidak hanya mengakhiri manusia lama, tetapi juga mengantar kita kepada Kristus agar memperoleh hayat yang baru - hayat Allah. Dibaptis ke dalam air berarti manusia lama kita dimasukkan ke dalam air kematian dan dikuburkan di sana, sedangkan keluar dari air berarti dibangkitkan dari kematian dan beroleh hayat Allah. Inilah jalan penyelamatan Allah yang sesungguhnya.

Mat. 3:5-9; Yos. 4:1-18; Kis. 5:17; 23:8; 26:5

Matius 3:7 kemudian mencatat, “Tetapi waktu ia melihat banyak orang Farisi dan orang Saduki datang untuk dibaptis, berkatalah ia kepada mereka: ‘Hai kamu keturunan ular beludak. Siapakah yang mengatakan kepada kamu, bahwa kamu dapat melarikan diri dari murka yang akan datang?’” Orang-orang Farisi dan orang-orang Saduki ialah pemimpin-pemimpin umat Israel. Farisi adalah sekte agama yang paling ketat di antara orang-orang Yahudi (Kis. 26:5). Sekte ini dibentuk kurang lebih 200 SM. Mereka membanggakan keagamaan, pengabdian kepada Allah dan pengetahuan Alkitab mereka yang sangat tinggi. Sebenarnya, mereka sudah merosot ke dalam kepura-puraan dan kemunafikan (Mat. 23:2-33). Saduki adalah sekte lain dalam agama Yahudi (Kis. 5:17). Pengikut sekte ini tidak percaya kepada kebangkitan, malaikat-malaikat, ataupun roh-roh (Kis. 23:8). Ketika mereka datang kepada Yohanes Pembaptis, dengan nada menolak Yohanes menyebut mereka keturunan ular berbisa. Yohanes mengatakan perkataan ini justru kepada orang-orang Yahudi, bangsa yang terpilih. Umat Israel menganggap orang bukan Yahudi seperti anjing dan diri mereka sebagai umat yang kudus. Tetapi ketika pemimpin-pemimpin umat kudus ini datang kepada Yohanes, ia menyebut mereka keturunan ular berbisa. Di pandangan Allah, umat Israel, keturunan Abraham, orang yang terpanggil itu, telah menjadi begitu jahat.
Yohanes juga memberi tahu orang-orang Farisi dan Saduki agar jangan berbangga karena Abraham adalah bapa mereka, sebab Allah dapat menjadikan anak-anak bagi Abraham dari batu-batu (Mat. 3:9). Dalam prinsip yang sama, jangan mengira karena kita berasal dari keluarga Kristen maka kita otomatis memiliki jalan masuk ke dalam Kerajaan Allah. Karunia keselamatan Allah tidak diwariskan melalui kelahiran. Zaman telah berubah. Mewarisi karunia keselamatan bukanlah masalah kelahiran alamiah, melainkan kelahiran kedua, yakni kelahiran kembali dari air dan Roh (Yoh. 3:5). Sekalipun kita, dipandang dari aspek hayat, adalah batu-batu mati, dan dipandang dari aspek kedosaan, penuh dengan dosa dan aktif dalam dosa, namun melalui kelahiran kembali, Allah telah menjadikan kita anak-anak-Nya yang hidup. Haleluya!

Doa:
Ya Tuhan, aku bersyukur atas kedudukanku yang sejati di dalam Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus. Di dalam Engkau, aku telah mengalami kelahiran baru, permulaan baru, di mana semua hal yang usang, hal yang negatif - dosa, daging, ego, manusia lama, hayat alamaiah, Iblis, maut - telah diakhiri. Tuhan, bimbinglah aku agar semuanya ini bukan menjadi teori bagiku, tetapi menjadi pengalamanku.

09 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 1 Kamis

Menyiapkan Orang untuk Menerima Kristus
Matius 3:3
Sesungguhnya dialah yang dimaksudkan nabi Yesaya ketika ia berkata: “Ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.”

Yohanes Pembaptis ialah orang yang menyiapkan dan meluruskan jalan untuk Tuhan. Ia menyiapkan dan meluruskan jalan untuk Tuhan dengan cara memalingkan pikiran orang berdosa kepada Tuhan dan membuat hati mereka benar, menjadikan setiap bagian jalan setapak hati mereka diluruskan oleh Tuhan melalui pertobatan bagi Kerajaan Surga (Luk. 1:16-17). Yohanes Pembaptis menyiapkan jalan dan meluruskan jalan setapak bagi Tuhan. Ini membuktikan bahwa jalan itu asalnya tidak rata, penuh dengan bukit dan lembah. Di beberapa tempat sangat rendah dan di lain tempat sangat tinggi. Yohanes datang untuk meratakan jalan dan lembah-lembah, menambal lubang-lubang, serta membuat jalan itu rata. Yohanes juga meluruskan jalan setapak yang berliku-liku. Ini berarti bahwa dalam ministrinya, Yohanes Pembaptis banyak menanggulangi pikiran dan hati manusia.
Renungkanlah masa lampau kita sebelum kita diselamatkan. Bukankah jalan di dalam kita tidak rata? Sesungguhnya jalan dalam pikiran kita dipenuhi dengan banyak bukit dan lembah. Seringkali banyak pikiran dan imajinasi yang kotor terlintas di sana. Selain itu, dalam pikiran, emosi, dan keinginan kita, terdapat banyak lekukan. Misalnya, kemarin malam kita mengatakan bahwa istri kita itu bagaikan seorang bidadari, tetapi keesokan harinya kita mengatakan dia itu Iblis. Hanya sedikit teguran saja, sudah membuat kita tersinggung dan marah dengan hebat. O, sebelum kita bertobat, semua jalan di dalam hati kita sangat bergelombang dan tidak ada yang lurus.
Hanya pertobatan yang sejati yang mampu menyiapkan jalan bagi Tuhan sebagai Raja untuk masuk ke dalam kita. Di sepanjang jalan yang rata ini dan hanya pada jalan setapak yang telah diluruskan inilah, kita bisa menerima sang Raja dan terus-menerus menikmati penyertaan-Nya yang manis.

Mat. 3:3; Luk. 1:16-17; Yes. 40:3-5; Kis. 6:7

Yesaya 40:3-5 mengatakan, “Ada suara yang berseru-seru: ‘Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran; maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat manusia akan melihatnya bersama-sama.’” Yohanes Pembaptis adalah suatu suara, suara yang berseru-seru. Keberadaan Yohanes Pembaptis bukan untuk dilihat, tetapi untuk didengar. Penampilannya tidak begitu penting, namun pesan yang ia sampaikan teramat penting. Bahkan sampai hari ini, suara Yohanes Pembaptis masih kerap terdengar di mana-mana. Bangsa Israel, termasuk juga kita hari ini, dalam pengertian rohani, adalah padang gurun, tempat yang kering dan tandus. Yohanes berseru kepada orang-orang untuk mempersiapkan jalan bagi Tuhan dengan bertobat, dan meninggalkan dosa-dosa serta meluruskan jalan-Nya dengan menyingkirkan apapun yang menghalangi kerajaan-Nya berdiri.
Ketika Yohanes berada di padang gurun, ia bagaikan sebuah magnet besar yang menarik banyak orang kepadanya. Karena itu, Matius 3:5 mengatakan, “Maka datanglah kepadanya penduduk dari Yerusalem, dari seluruh Yudea dan seluruh daerah sekitar Yordan.” Karena daya tariknya, banyak orang datang kepada Yohanes Pembaptis. Yohanes adalah seorang yang telah diresapi dan dijenuhi dengan Roh Kudus. Pada Yohanes terdapat Roh dan kekuatan. Karena itu seperti yang dikatakan dalam Lukas 1:16, ia menyebabkan banyak orang Israel berbalik kepada Tuhan, Allah mereka. Fakta bahwa Yohanes memalingkan banyak orang Israel kepada Tuhan menunjukkan bahwa bani Israel telah meninggalkan Allah. Bahkan imam-imam yang melayani Allah di dalam bait dengan menyalakan lampu dan membakar ukupan telah meninggalkan Allah dan jauh dari Allah. Di tempat lain dalam Perjanjian Baru kita diberi tahu bahwa banyak imam yang pada akhirnya berpaling kepada Allah (Kis. 6:7). Jadi, imam-imam, orang-orang yang melayani Allah sekalipun, masih perlu berpaling kepada Allah, termasuk kita hari ini.

Doa:
Tuhan Yesus, aku mengakui bahwa aku sering menolak hati nurani yang baik sehingga jalanku menjadi tidak benar dan berliku-liku. Tuhan, demi terang-Mu, biarlah aku belajar untuk senantiasa melatih diri agar tidak mengikuti zaman yang bengkok dan yang merosot ini. Biarlah aku senantiasa memelihara hati nurani yang lurus, normal, tepat, dan murni terhadap-Mu sehingga Engkau mendapatkan aku seluruhnya.

07 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 1 Selasa

Bertobat bagi Kerajaan Surga
Matius 3:1-2
Pada waktu itu tampillah Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea dan memberitakan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”

Ketika Kristus, sang Raja, diperkenalkan oleh Yohanes Pembaptis kepada khalayak ramai, dan mereka dibawa kembali kepada Allah melalui pertobatan, maka kerajaan pun datang. Raja beserta dengan umat-Nya adalah kerajaan. Kerajaan ada karena ada raja dan rakyat. Perjanjian Baru dimulai dengan Yohanes Pembaptis sebagai imam yang sejati, yang membawa masuk Kristus, Raja yang sejati. Yohanes memberitakan, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” (Mat. 3:2). Semua orang harus bertobat sebab kerajaan sudah dekat dan karena sang Raja sudah ada di sini. Kita perlu bertobat agar Kristus, sang Raja, mendapatkan kita dan kita menjadi umat kerajaan-Nya.
Mengapa kita harus bertobat untuk kerajaan? Karena, tanpa memperhatikan konsepsi yang kita pegang teguh, selama ini hidup kita bukan untuk kerajaan. Hidup kita mungkin untuk pendidikan, agama, mempelajari filsafat-filsafat hidup manusia atau untuk pekerjaan baik lainnya. Kita mungkin sedang mengejar karunia-karunia rohani, atau sedang mencari kuasa mukjizat dari Allah. Hidup kita telah kita arahkan untuk banyak hal yang kelihatannya sangat positif, tetapi bukan untuk kerajaan. Karena itulah kita harus bertobat. Kita perlu bertobat dari apa adanya kita. Kita perlu bertobat dari apa yang kita kerjakan dan dari apa yang kita pikirkan, bertobat dari semua konsepsi usang kita. Sering kita menilai seseorang dari sisi baik dan jahat, moral dan tak bermoral, namun Allah tidak memperhatikan itu. Bagi-Nya itu tidak ada artinya. Selama hidup kita tidak untuk kerajaan, kita perlu bertobat. Perjanjian Baru adalah untuk kerajaan. Apa yang kita pikirkan, lakukan, ucapkan, bahkan dandanan atau gaya rambut kita seringkali tidak berada di bawah pemerintahan Kristus yang meraja di hati kita. Karena itulah, kita perlu bertobat bagi kerajaan.

Mat. 3:1-2

Pertobatan yang diserukan dalam Matius pasal tiga adalah untuk kerajaan. Mengapa kita harus bertobat? Kita harus bertobat sebab posisi kita tidak berada dalam kerajaan, kita tidak di bawah kekuasaan Allah. Kita harus bertobat sebab kita belum takluk kepada kekuasaan Kristus, kita belum berada di bawah pemerintahan kerajaan-Nya. Asalkan kita tidak berada dalam kerajaan, kita terhitung sebagai kaum pemberontak. Asal kita tidak berhubungan dengan pemerintahan kerajaan Kristus, kita berada dalam pemberontakan. Ini bukan semata-mata perkara bertobat supaya kita beroleh keselamatan, tetapi bertobat karena tidak berada di dalam kerajaan!
Walau kita telah beroleh keselamatan melalui percaya ke dalam Kristus, ada kemungkinan kita berada di luar kerajaan. Dalam pengalaman kita, mungkin kita belum tunduk di bawah pemerintahan Kristus. Kalau kita termasuk jenis orang Kristen semacam ini, kita harus bertobat. Asal kita tidak berada di bawah pemerintahan Kristus, kita harus bertobat. Jika kita tidak dengan riil berada di dalam Kerajaan Surga, tidak di bawah pemerintahan surgawi, kita harus bertobat. Tidak peduli betapa rohani, kudus, atau baiknya kita, satu-satunya perkara yang menjadi masalah ialah apakah kita berada di bawah pemerintahan surgawi atau tidak. Jika tidak, berarti kita harus bertobat atas pemberontakan kita.
Jangan mengira bahwa Injil Matius hanya untuk mereka yang belum percaya, orang luar, atau orang kafir. Bahkan banyak di antara kita yang belum pernah mendengarkan Injil Matius. Tidak peduli kita pernah membaca Injil sebelumnya, kita masih perlu mendengar Injil Matius sekali lagi, mendengar Injil Kerajaan yang menuntut kita untuk bertobat dari ketidakbenaran kita. Kita semua harus bertobat kepada Tuhan dan berkata, “Tuhan, ampunilah aku. Bahkan sampai hari ini aku masih dalam pemberontakan. Aku tidak berada di bawah kekuasaan-Mu, pemerintahan surgawi-Mu. Tuhan, aku mengakui bahwa aku hanya dikuasai oleh diriku. Tuhan, berilah aku pertobatan yang sejati atas pemberontakanku, dan karena ketidakberadaanku di bawah kekuasaan-Mu.” Ketika kita bertobat demikian, tunduk dan menerima Raja ini, maka Ia akan mendapatkan kita dan membawa kita masuk ke dalam realitas kerajaan-Nya.

Doa:
Tuhan Yesus, aku mau belajar hidup di bawah pemerintahan surgawi-Mu, di bawah pengendalian-Mu. Ampunilah aku yang selama ini sering hidup di luar pemerintahan-Mu sehingga banyak hal kulakukan menurut pilihan dan kesenanganku sendiri. Hari ini aku mau bertobat, berpaling kepada-Mu, dan belajar menempuh hidup di dalam kerajaan. Tuhan, biarlah Engkau yang meraja dalam hatiku.

06 May 2007

Matius Volume 2 - Minggu 1 Rabu

Makna Pertobatan
Matius 3:1-2
Pada waktu itu tampillah Yohanes Pembaptis di padang gurun Yudea dan memberitakan: “Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!”

Pesan yang diserukan Yohanes Pembaptis kepada khalayak ramai memang pendek, tetapi sangat penting. Matius 3:2 berkata, “Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!” Kata pertama yang paling bermakna dalam ayat ini ialah kata “bertobat”. Yohanes memulai ministrinya dengan kata ini. Bertobat berarti mengalami perubahan pikiran yang menghasilkan penyesalan, pengalihan tujuan. Dalam bahasa Yunani kata “bertobat” adalah “metanoia”, yang diartikan sebagai perubahan pikiran. Bertobat berarti berubahnya pikiran, falsafah, dan logika seseorang. Manusia yang telah jatuh seluruhnya hidup menurut pikiran, falsafah hidup dan logikanya sendiri.
Kata penting kedua dalam Matius 3:2 ialah “kerajaan”. Ini menunjukkan bahwa ministri Perjanjian Baru Allah berfokus pada kerajaan-Nya. Untuk ini kita harus bertobat, mengubah pikiran kita, mengalihkan sasaran hidup kita. Sasaran hidup kita yang tadinya terarah kepada perkara-perkara lain, kini haruslah kita tujukan kepada Allah dan kerajaan-Nya, yang dalam Injil Matius secara khusus disebut “Kerajaan Surga” (bd. Mrk. 1:15).
Pengaturan Raja yang ada di dalam kita seharusnya membuat kita tidak perlu lagi diatur oleh polisi atau oleh tata tertib buatan manusia, karena kita berada di bawah pengaturan Raja Kerajaan Surga. Raja ini ada dalam roh kita. Seringkali ketika kita hendak melakukan sesuatu, Ia segera berbicara kepada kita dengan satu kata: “Tidak”. Satu kata yang pendek ini sering menyelamatkan kita dari sejumlah besar masalah. Perkataan “tidak” yang ada di dalam batin kita merupakan salah satu bentuk pengaturan sang Raja yang ada di dalam kita. Mungkin pada hari ini kita telah mendengar beberapa kali kata “tidak” yang diucapkan oleh sang Raja, namun kita tidak mengindahkannya. Itulah sebabnya kerohanian kita terus merosot. Demi kerajaan, marilah kita senantiasa belajar mendengarkan dan mematuhi pengaturan sang Raja di dalam kita.

Mat. 3:1-2; 16:18-19

Dalam pemberitaannya, Yohanes Pembaptis memberi tahu orang-orang agar bertobat untuk kerajaan. Ia tidak mengatakan kita perlu bertobat supaya kita masuk surga. Ia mengatakan bahwa kita harus bertobat sebab Kerajaan Surga sudah dekat. Kerajaan menunjukkan semacam pemerintahan dan pengaturan. Sebelum kita diselamatkan, kita tidak berada di bawah pengaturan apa pun. Kita bebas melakukan apa pun yang kita kehendaki. Namun, ketika kita mendengar pengabaran Injil, kita beralih dari kondisi yang tidak ada pengaturan kepada kondisi yang penuh pengaturan ilahi. Berada di bawah pengaturan ilahi berarti berada dalam kerajaan.
Sebelum kita diselamatkan, kita tidak mempunyai raja. Tetapi setelah kita berpaling kepada Tuhan, Ia menjadi Raja kita. Kini kita semua di bawah pengaturan Raja ini. Yohanes menganjuri kita untuk bertobat demi Kerajaan Surga. Kata “surga” di sini mengacu kepada langit tertinggi yang menurut Alkitab adalah langit tingkat ketiga, langit di atas semua langit (2 Kor. 12:2). Jadi, Kerajaan Surga mengacu kepada kerajaan di atas semua langit, di mana takhta Allah ada. Dalam kerajaan ini terdapat pengaturan dan pemerintahan Allah, di mana Ia menjalankan kedaulatan-Nya atas seluruh ciptaan-Nya. Allah menghendaki agar Kerajaan Surga ini turun ke bumi. Pemerintahan surgawi ini harus turun ke bumi untuk berkuasa di atas bumi.
Menurut perkataan Yohanes dalam Matius 3:2, “Kerajaan Surga sudah dekat.” Ini jelas menunjukkan bahwa sebelum kedatangan Yohanes Pembaptis, Kerajaan Surga belum datang. Bahkan setelah dia tampil, Kerajaan Surga masih belum datang; hanya sudah dekat. Kapankah Kerajaan Surga datang ke atas bumi? Kerajaan Surga datang ke atas bumi pada hari Pentakosta, yaitu pada saat gereja yang mula-mula berdiri. Artinya, gereja adalah realitas dari Kerajaan Surga. Dalam Matius 16:18-19, Tuhan menggunakan istilah “gereja” dan “Kerajaan Surga” secara bergantian. Ini membuktikan bahwa Kerajaan Surga datang ketika gereja didirikan, atau dengan kata lain, gereja yang didirikan itulah realitas dari Kerajaan Surga, suatu wilayah di mana Allah dapat mendirikan dan melaksanakan kuasa pemerintahan surgawi-Nya.

Doa:
Tuhan Yesus, di waktu yang lampau, aku sepenuhnya hidup bagi diri sendiri, tetapi sekarang, aku mau belajar hidup bagi Allah. Dulu aku mencari keuntungan diri sendiri; sekarang, aku mau mencari perkenan-Mu. Dulu, aku tertarik kepada urusan-urusanku sendiri; tetapi sekarang, belas kasihanilah aku agar dapat memperhatikan pekerjaan Allah.