Hitstat

29 February 2016

Yakobus - Minggu 7 Senin



Pembacaan Alkitab: Yak. 5:12
5:12 Tetapi yang terutama, Saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi surga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman.


Dalam 5:12 Yakobus berkata, "Tetapi yang terutama, Saudara‑saudara, janganlah kamu bersumpah demi surga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman." Kita tidak seharusnya bersumpah, karena kita bukanlah apa‑apa dan tidak ada sesuatu pun yang berada di bawah kendali kita atau tergantung pada kita (Mat. 5:34‑36). Bersumpah memperlihatkan bahwa kita bertindak berdasarkan diri sendiri dan melupakan Allah. Kita mengatakan, "Ya," jika ya, dan mengatakan, "Tidak," jika tidak, demikian adalah bertindak menurut sifat ilahi kita, dalam kesadaran di hadapan Allah, menyangkal kehendak diri sendiri dan sifat dosa kita.

Dalam 5:12 Yakobus berkata bahwa jika ya kita katakan ya, dan jika tidak kita katakan tidak, supaya kita jangan kena hukuman. Kesetiaan dan kesungguhan kita yang sejati dalam perkataan‑perkataan kita menurut sifat ilahi, yang dalamnya kita berbagian, akan menjaga kita terhindar dari penghakiman Allah.

Sekali lagi, perkataan Yakobus mengenai hukuman mengingatkan kita kepada perkataan yang diucapkan oleh Tuhan Yesus. Dalam Matius 12:36‑37 Tuhan berkata, "Setiap kata sia‑sia yang diucapkan orang harus dipertanggungjawabkannya pada hari penghakiman. Karena menurut ucapanmu engkau akan dibenarkan, dan menurut ucapanmu pula engkau akan dihukum. " Perkataan yang sia‑sia adalah perkataan yang tidak bekerja, tidak berfungsi, tidak berkhasiat, tidak memiliki fungsi yang positif, tidak berguna, tidak menguntungkan, tidak menghasilkan sesuatu, dan kosong. Orang‑orang yang mengucapkan perkataan semacam itu akan mempertanggungjawabkannya satu persatu pada hari penghakiman. Karena itu, setiap perkataan yang jahat menuntut pertanggungjawaban yang lebih besar! Dalam Matius 5:37 Tuhan memberikan peringatan yang sangat serius kepada kita, dan peringatan ini menunjukkan kepada kita bahwa kita harus belajar mengekang dan membatasi perkataan kita.

Sebagai seorang yang saleh, Yakobus tidak pernah melupakan penghakiman yang akan datang, dan ia hidup di bawah penghakiman ini. Saya berharap kita semua mengerti bahwa apa pun yang kita lakukan akan dihakimi. Sebagai contoh, percakapan kita lewat telepon pun akan dihakimi oleh Tuhan. Sewaktu beberapa saudari sedang bertelepon, mereka berbicara tanpa batas. Nampaknya, mereka tidak menyadari bahwa apa yang mereka katakan suatu hari akan dihakimi menurut perkataan Tuhan dalam Matius 12:36-37.

Apa yang terkandung di hati Yakobus sewaktu ia menulis Surat Kiriman ini adalah masalah praktek kristiani yang sempurna. Karena keprihatinannya untuk kesempurnaan orang Kristen, ia berkata dalam 5:12, "Tetapi yang terutama, Saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah." Setelah banyak membicarakan perihal lidah dalam pasal 3, ia berbicara tentang sumpah dalam 5:12.

Setiap orang yang bersumpah, bukanlah orang yang jujur. Orang yang tidak jujur adalah pembohong. Seorang yang jujur tidak perlu bersumpah. Alasan mengapa kita orang-orang Kristen tidak perlu bersumpah adalah karena kita orang-orang yang jujur. Orang yang bersumpah adalah orang yang suka berdalih, dan sumpahnya menunjukkan kalau ia tidak jujur. Karena itu, bersumpah, merupakan tanda dari berdalih.

Akan tetapi, alasan utama agar kita tidak bersumpah, adalah karena tidak ada sesuatu pun yang di bawah kendali kita. Baik surga maupun bumi bukanlah milik kita. Bahkan diri kita pun bukan milik kita sendiri, dan kita tidak berkuasa atas apa pun. Karena segala sesuatu tidak berada di bawah kuasa kita, maka janganlah kita bersumpah. Sekali lagi kita nampak bahwa perkataan kita perlu dibatasi.


Sumber: Pelajaran-Hayat Yakobus, Berita 12

27 February 2016

Yakobus - Minggu 6 Sabtu



Pembacaan Alkitab: Yak. 5:7-8
5:7 Karena itu, Saudara-saudara, bersabarlah sampai kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.
5:8 Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!


Dalam 5:7 Yakobus menggunakan ilustrasi seorang petani yang menunggu dengan sabar hasil yang berharga dari tanahnya. Kita telah mengetahui bahwa Tuhan Yesus sesungguhnya adalah Petani yang sejati, Petani yang unik. Ketika kita menantikan ke datangan‑Nya, Ia, sebagai Petani yang sejati, menantikan kematangan kita. Mungkin kita berdoa, "Tuhan, kembalilah segera." Akan tetapi, boleh jadi Ia berkata, "Anak‑Ku, cepat‑cepatlah matang. Sementara engkau menantikan kedatangan‑Ku kembali, Aku menantikan kematanganmu. Tahukah engkau mengapa dua ribu tahun telah berlalu, namun Aku belum datang kembali? Sebabnya tak lain karena umat‑Ku belum matang. Hanya kematanganmulah yang bisa mempercepat kedatangan‑Ku kembali. Engkau melatih ketekunanmu, dan Aku melatih ketekunan‑Ku."

Sangatlah membantu, bila kita menyadari bahwa jika kita serius menunggu kedatangan Tuhan kembali, kita perlu bertumbuh dalam hayat. Kebanyakan orang Kristen hari ini memandang kedatangan Tuhan hanya secara obyektif, menganggapnya tidak ada hubungannya dengan kondisi rohani atau pertumbuhan rohani kita. Mereka berharap suatu hari Tuhan akan datang dengan tiba‑tiba, dan kedatangan-Nya tidak ada sangkut‑pautnya dengan kematangan mereka. Mungkin konsepsi yang dipegang kebanyakan orang Kristen tentang kedatangan Tuhan kembali itulah yang menyebabkan Dia menunda kedatangan‑Nya.

Ilustrasi petani dalam 5:7 menyiratkan petani yang sedang menunggu hasil ladangnya siap dituai. Menurut Wahyu 14, Tuhan juga menunggu untuk menuai hasil yang telah masak. Bila tuaian di ladang telah masak, Ia akan kembali lagi. Tuaian ini merupakan hasil dari penaburan diri Tuhan sebagai benih. Penaburan Tuhan telah tergenap pada kedatangan Tuhan kali pertama, dan digambarkan dalam Matius 13. Kita perlu mengetahui bahwa masaknya tuaian akan mempercepat kedatangan Tuhan kembali.

Dalam ayat‑ayat ini Yakobus membicarakan kesabaran dan ketekunan. Ia menggunakan nabi‑nabi sebagai contoh kesabaran dan Ayub sebagai contoh ketekunan. Bagaimanakah kita membedakan kesabaran dengan ketekunan? Setelah banyak belajar saya berkesimpulan bahwa kesabaran adalah masalah bersikap sabar terhadap orang. Sewaktu kita dianiaya, kita perlu bersabar. Jadi, kesabaran ini merupakan suatu ekspresi dari sikap sabar kita terhadap orang. Para nabi dianiaya, tetapi mereka bersabar terhadap penganiaya‑penganiaya mereka. Sebaliknya, ketekunan merupakan suatu ekspresi kesabaran kita terhadap perkara yang menimpa kita. Karena itu, sewaktu Ayub menerima kesusahan, ia memperlihatkan ketekunannya. Penderitaan Ayub bukanlah akibat penganiayaan, melainkan akibat malapetaka.

Untuk kedatangan Tuhan kembali, kita memerlukan kesabaran, ketekunan, dan pertumbuhan hayat. Sambil menerapkan kesabaran kita dalam menghadapi mereka yang menganiaya kita, juga menerapkan ketekunan dalam menghadapi berbagai kesengsaraan, kita perlu bertumbuh dalam hayat. Setelah itu barulah kita dapat berkata, "0 Tuhan Yesus, kembalilah segera. Tuhan, tidakkah Engkau nampak bahwa hayatku telah bertumbuh? Hari ini aku bertumbuh lebih pesat daripada kemarin. Karena aku bertumbuh, Tuhan, aku mohon Engkau mempercepat kembali‑Mu." Pernahkah Anda berdoa demikian? Saya tidak yakin banyak orang Kristen berdoa seperti ini untuk kembalinya Tuhan.

Kita perlu menyadari bahwa kedatangan Tuhan berkaitan dengan pertumbuhan hayat kita. Jika kita memenuhi syarat pertumbuban hayat, Tuhan akan memenuhi janji‑Nya untuk segera datang kembali. Karena itu, kita perlu bertumbuh dalam hayat, dan sambil bertumbuh, kita melatih kesabaran dan ketekunan. Inilah cara yang tepat untuk menunggu kedatangan Tuhan kembali.


Sumber: Pelajaran-Hayat Yakobus, Berita 11

26 February 2016

Yakobus - Minggu 6 Jumat



Pembacaan Alkitab: Yak. 5:7-11
5:7 Karena itu, Saudara-saudara, bersabarlah sampai kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi.
5:8 Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!
5:9 Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.
5:10 Saudara-saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan.
5:11 Sesungguhnya kita menyebut mereka berbahagia, yaitu mereka yang telah bertekun; kamu telah mendengar tentang ketekunan Ayub dan kamu telah tahu apa yang pada akhirnya disediakan Tuhan baginya, karena Tuhan maha penyayang dan penuh belas kasihan.


Setelah sisipan dalam 5:1‑6, ada perkataan yang menyangkut menanti kedatangan Tuhan dengan sabar (5:7‑11). Ini juga merupakan kebajikan praktek kristiani yang sempurna. Menanti kedatangan Tuhan kembali bukanlah masalah Perjanjian Lama, melainkan sepenuhnya merupakan masalah Perjanjian Baru. Hal ini menunjukkan bahwa setelah berbicara kepada orang‑orang Yahudi dalam 5:1‑6, Yakobus sekarang berbicara kepada orang‑orang Kristen, kaum beriman, dalam 5:7‑11. Pertama‑tama ia berbicara kepada orang­orang kaya di antara orang‑orang Yahudi, dan kemudian ia memberi tahu orang‑orang Kristen perihal menanti kedatangan Tuhan kembali. Saya sulit mempercayai Yakobus bisa menulis demikian. Namun, inilah yang kita temukan dalam 5:1‑11.

Dalam 5:7 Yakobus berkata, "Karena itu, Saudara‑saudara, bersabarlah sampai kedatangan Tuhan! Sesungguhnya petani menantikan hasil yang berharga dari tanahnya dan ia sabar sampai telah turun hujan musim gugur dan hujan musim semi." Kata "kedatangan" dalam 5:7 dalam bahasa aslinya adalah parousia, berarti penyertaan (kehadiran). Kedatangan Kristus akan menjadi penyertaan‑Nya (kehadiran‑Nya) dengan umat‑Nya. Parousia ini akan dimulai dengan turunnya Dia ke angkasa dan akan berakhir dengan penyataan diri‑Nya di bumi. Bersamaan dengan parousia‑Nya, akan terjadi pengangkatan sebagian besar orang beriman ke angkasa (1 Tes. 4:15‑17), takhta penghakiman Kristus (2 Kor. 5:10), dan pernikahan Anak Domba (Why. 19:7‑9).

Dalam ayat 8 Yakobus melanjutkan, "Kamu juga harus bersabar dan harus meneguhkan hatimu, karena kedatangan Tuhan sudah dekat!" Sementara kita menunggu kedatangan Tuhan dengan sabar (tekun), Dia, sebagai Penabur sejati (Mat. 13:3), juga menunggu dengan sabar kematangan kita dalam hayat sebagai buah sulung dan tuaian dari ladang‑Nya (Why. 14:4, 14‑15). Kematangan kita dalam hayat dapat mempersingkat masa ketekunan kita dan kesabaran Tuhan.

Ayat 9 mengatakan, "Saudara‑saudara, janganlah kamu bersungut‑sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu." Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan akan kembali tidak hanya sebagai Mempelai Laki‑laki untuk menikahi mempelai perempuan (Mat. 25:1, 6; Why. 19:7‑8), tetapi juga sebagai Hakim untuk menghakimi seluruh umat manusia. Pertama‑tama menghakimi kaum beriman‑Nya pada takhta pengadilan‑Nya (1 Kor. 4:4‑5; 2 Kor. 5:10). Kita perlu mengejar kematangan dalam hayat untuk bertemu dengan Dia, dan bersiap‑siap untuk dihakimi oleh‑Nya dalam segala hal.

Dalam ayat 10 Yakobus melanjutkan, "Saudara‑saudara, turutilah teladan penderitaan dan kesabaran para nabi yang telah berbicara demi nama Tuhan." Ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari ayat 7‑8 mengenai penderitaan dan ketekunan kaum beriman yang setia. Yakobus menggunakan nabi‑nabi sebagai contoh. Para nabi berbicara dalam nama Tuhan. Berbicara dalam nama Tuhan menunjukkan bahwa para nabi adalah satu dengan Tuhan. Jadi, penderitaan dan ketekunan mereka adalah bersama Tuhan juga bagi Tuhan. Penderitaan dan ketekunan kaum beriman yang setia juga harus demikian.


Sumber: Pelajaran-Hayat Yakobus, Berita 11