Pembacaan Alkitab: Yak. 1:26-27
Walaupun hukum Perjanjian Baru
lebih singkat daripada hukum Perjanjian Lama, namun hukum yang baru lebih
sempurna, sedangkan hukum yang lama tidaklah sempurna. Tidak hanya demikian,
hukum yang baru adalah hukum yang memerdekakan, sedangkan hukum yang lama
adalah hukum perhambaan. Hukum Perjanjian Lama adalah hukum perhambaan karena
hukum itu tidak sanggup menyalurkan hayat. Hukum itu hanya dapat menuntut dan
menyalahkan. Karena hukum itu membawa orang banyak ke dalam perhambaan,
perbudakan, berarti hukum itu hukum perhambaan. Tetapi, hukum Perjanjian Baru
memberikan hayat, menyalurkan hayat ke dalam diri kita. Hayat yang disalurkan
ke dalam kita melalui hukum Perjanjian Baru memerdekakan kita dari hukum dosa
dan hukum maut. Karena itu, hukum ini, hukum yang sempurna, adalah hukum yang
memerdekakan.
Dalam 1:26 Yakobus mengatakan
tentang orang yang tidak mengekang lidahnya, orang demikian menipu hatinya
sendiri dan sia-sialah
ibadahnya. Tidak mengekang lidah adalah cepat berkata-kata (ayat 19), sembarangan,
tanpa kendali. Hal ini sering menipu hati orang yang berkata-kata itu sendiri, menipu hati
nuraninya, kesadaran hatinya.
Dalam ayat 27 Yakobus berkata, "Ibadah
yang murni dan tidak bercacat di hadapan Allah, Bapa kita, ialah mengunjungi
yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan
menjaga supaya diri sendiri tidak dicemarkan oleh dunia." Perkataan Yakobus ini, memperkuat
pandangannya mengenai praktek kristiani yang sempurna, di dalamnya terkandung
unsur perintah-perintah
Perjanjian Lama (Ul. 14:29; 24:19-21, 12-13).
Menjaga diri sendiri tidak
dicemarkan oleh dunia berarti tidak menjadi duniawi, tidak dicemari oleh
perkara‑perkara duniawi. Ini juga merupakan bagian dari pandangan Yakobus yang
takut akan Allah mengenai praktek kristiani yang sempurna. Mengunjungi yatim
piatu dan janda-janda adalah
bertindak berdasarkan hati pengasih Allah, suatu ciri kesempurnaan kristiani
pada sisi positif. Menjaga diri sendiri tidak
dicemari dunia berarti terpisah dari dunia berdasarkan sifat kudus Allah, suatu
ciri kesempurnaan kristiani pada sisi negatif.
Dalam pasal 1 Surat Kiriman
Yakobus, diungkapkan tiga butir utama: kelahiran ilahi (ayat 18), menerima
firman yang tertanam (ayat 21), dan hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan
(ayat 25). Mula-mula Allah
melahirkan kita, melahirkan kita kembali, oleh firman kebenaran. Karena itu,
firman kebenaran merupakan benih hayat untuk kelahiran ilahi kita. Setelah
dilahirkan kembali melalui menerima benih ini, kita perlu terus-menerus menerima firman yang
tertanam, yang sanggup menyelamatkan jiwa kita setiap hari. Menurut ayat 18,
firman kebenaran adalah untuk kelahiran kembali roh kita. Menurut ayat 21, kita
memerlukan firman yang tertanam untuk keselamatan jiwa kita setiap hari. Selain
itu, menurut ayat 25-27, kita
memerlukan hukum yang sempurna, yang memerdekakan, sehingga kita bisa menempuh
kehidupan yang takut akan Allah, suatu kehidupan yang menurut makna yang tepat
berarti beribadah. Kehidupan semacam ini sesuai dengan hati Allah, yakni kasih;
juga sesuai dengan sifat Allah, yakni kudus.
Dari segi negatif, pasal 1 Surat
Yakobus membahas perihal menanggung berbagai pencobaan dan menolak godaan. Pada
hakikatnya, isi pasal ini terdiri dari tiga aspek firman ilahi, yaitu: firman kebenaran
untuk kelahiran kembali, firman yang tertanam untuk keselamatan jiwa, dan
seluruh Perjanjian Baru sebagai firman Allah yang menjadi hukum yang
memerdekakan. Kita telah nampak bahwa hukum yang memerdekakan mengacu kepada
hukum hayat, yang ditanam ke dalam batin kita sebagai suatu prinsip. Hukum
batiniah ini membantu kita untuk menempuh suatu kehidupan kasih dan kudus,
suatu kehidupan yang sesuai dengan hati dan sifat Allah.
Sumber: Pelajaran-Hayat Yakobus, Berita 4
No comments:
Post a Comment