Hitstat

31 October 2006

Kejadian Volume 8 - Minggu 1 Selasa

Melahirkan Enam Anak Laki-laki
Kejadian 25:2
“Perempuan itu melahirkan baginya Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak dan Suah.”

Ismael dilahirkan oleh keinginan daging Abraham sedangkan Ishak dilahirkan oleh karunia Allah. Lalu bagaimana dengan keenam anak laki-laki yang dilahirkan melalui Ketura? Lebih-lebih dilahirkan oleh daging yang penuh hawa nafsu. Setelah kelahiran Ismael, kedagingan Abraham telah mendapat pemberesan, dan karunia datang menggantikannya. Tetapi setelah kelahiran dan pertumbuhan Ishak, kedagingan Abraham menjadi aktif kembali. Pada mulanya kedagingan Abraham hanya menghasilkan Ismael seorang, tetapi pada bagian akhir hidupnya di mana ia sudah sangat tua, kedagingan Abraham menghasilkan enam anak laki-laki, enam kali lipat dari yang pertama. Abraham mempunyai dua gundik. Yang pertama melahirkan Ismael dan yang kedua melahirkan enam anak laki-laki. Allah tidak menghendaki satu pun dari mereka itu. Baik sebelum dan setelah kelahiran Ishak, Abraham berbuat sesuatu yang tidak diingini oleh Allah. Bagaimana kita dapat mengatakan hayat semacam itu telah matang?
Roma 8:8 mengatakan, “Mereka yang hidup dalam daging, tidak mungkin berkenan kepada Allah.” Jika seseorang hidup berdasarkan daging, maka apa pun yang dia lakukan, baik atau jahat, tidak mungkin berkenan kepada Allah. Walau kita telah dilahirkan kembali dan telah beroleh hayat Allah, namun seringkali tidak berdaya mengalahkan daging; sebaliknya, kita dikalahkan oleh daging. Kemudian Roma 8:13 mengatakan, “Sebab, jika kamu hidup menurut daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.”

Ishak Mewarisi Kekayaan Ayahnya
Kej. 25:5-6, 11; 26:3-4, 24; Yoh. 3:35; 16:15a;Gal. 4:23; Ef. 1:3; 6-8; 2:7

Alkitab dengan jujur memberi tahu kita tentang Abraham memperistri Ketura dan melahirkan enam anak laki-laki darinya. Walaupun demikian, Abraham tidak lupa akan kehendak Allah. Kejadian 25:5-6 mengatakan, “Abraham memberikan segala harta miliknya kepada Ishak, tetapi kepada anak-anaknya yang diperolehnya dari gundik-gundiknya ia memberikan pemberian; kemudian ia menyuruh mereka—masih pada waktu ia hidup—meninggalkan Ishak, anaknya, dan pergi ke sebelah timur, ke Tanah Timur.” Ishak adalah keturunan satu-satunya, yang terpilih dan ditunjuk serta ditetapkan oleh Allah. Tidak satu pun anak yang lain terhitung sebagai keturunan (Kej. 25:6), karena mereka semua anak-anak gundik dan ditolak Allah sama seperti Ismael.
Allah menganggap Ishak sebagai anak tunggal Abraham, keturunan yang unik untuk mewarisi janji yang diberikan Allah kepada Abraham untuk menggenapkan tujuan-Nya (Kej. 22:2, 12, 16, 18; 17:19; 26:3-4). Sebagai yang demikian, Ishak melambangkan Kristus sebagai Putra tunggal Bapa (Yoh. 1:14; 3:16), yang menerima semua milik Bapa (Yoh. 3:35; 16:15a). Oleh anugerah, bukan oleh usaha Ishak, Ishak menjadi pewaris kekayaan ayahnya. Kehidupan Ishak mewahyukan bahwa penderitaan kita untuk mengakhiri hayat alamiah kita adalah untuk menikmati anugerah Allah. Dalam sepanjang hidupnya, Ishak tidak melakukan apa-apa selain menikmati berkat Allah yang kaya (Kej. 25:11; 26:24b), yang menunjuk kepada anugerah Perjanjian Baru. Ishak dilahirkan dalam anugerah (Kej. 21:1-3; Gal. 4:23), bertumbuh dalam anugerah (Kej. 21:8), dan dijadikan pewaris anugerah (Kej. 25:5). Dalam Perjanjian Baru, semua orang beriman yang dipanggil adalah pewaris anugerah, ditentukan untuk menikmati anugerah Allah yang mutlak dan tak bersyarat (Ef. 1:3, 6-8; 2:7).
Ishak tidak saja mewarisi semua milik ayahnya, tetapi juga mewarisi janji Allah kepada ayahnya mengenai tanah permai dan satu-satunya keturunan, yaitu Kristus yang melalui-Nya seluruh bangsa di bumi diberkati (Kej. 26:3-5). Janji ini sebenarnya bagi penggenapan maksud tujuan Allah agar Allah dapat memiliki Kerajaan-Nya di bumi yang mengekspresikan diri-Nya melalui manusia korporat. Baik tanah permai maupun semua keturunannya adalah untuk mendirikan Kerajaan Allah di bumi. Hari ini, janji tersebut digenapi atas diri kita, karena dalam jaman Perjanjian Baru kita boleh menikmati Allah Tritunggal sebagai anugerah kita. Melalui kita menikmati anugerah, Kerajaan Allah akan diwujudkan dan Allah dalam Kristus akan mendapat ekspresi penuh sampai selama-lamanya.

Penerapan:
Daging tidak mengenal usia. Daging tetap adalah daging, lemah terhadap Allah dan kuat terhadap dosa. Penanggulangan atas kekuatan daging membutuhkan waktu seumur hidup kita, tidak mengenal kata tamat. Penyangkalan atas kekuatan daging hanya dimungkinkan bila kita melatih roh kita dan tinggal di dalam kesatuan dengan Kristus setiap hari, serta dengan tegas menolak setiap perbuatan daging.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku tidak mampu mengalahkan keinginan dagingku sendiri. Tuhan, aku mau melatih rohku demi iman bersatu dengan-Mu menolak setiap perbuatan daging. Tuhan, aku perlu anugerah-Mu.

30 October 2006

Kejadian Volume 8 - Minggu 1 Senin

Abraham Memperistri Ketura
Kejadian 25:1
“Abraham mengambil pula seorang isteri, namanya Ketura”

Meskipun Abraham telah dipanggil oleh Allah, dibenarkan dan hidup oleh iman dalam Allah, hidup dalam persekutuan dengan Allah, dia belum mencapai kematangan dalam hayat rohaninya. Ini diperlihatkan oleh fakta, setelah Sara meninggal, Abraham menikah kembali dan melahirkan enam anak laki-laki oleh kekuatan dagingnya. Abraham memperoleh Ishak pada usia yang sangat tua. Roma 4:19 mengatakan bahwa Abraham memandang tubuhnya bagaikan mati. Kemudian 40 tahun setelah kelahiran Ishak, Abraham mengambil pula seorang istri (Kej. 25:1), dan ketika umurnya 140 tahun masih melahirkan enam anak laki-laki (Kej. 25:2). Bagaimanakah hal ini dijelaskan? Jika ia berumur 100 tahun sudah dipandang tua bagaikan orang mati, pastilah ia lebih dari seorang mati lagi ketika ia memperistri Ketura pula pada usia 140. Walaupun Abraham sudah tua dalam hayat fisiknya, namun ia belum matang dalam hayat rohaninya.
Menjadi seorang Kristen, seluruhnya adalah perkara hayat. Dilahirulangkan adalah menerima hayat Allah masuk ke dalam roh kita. Kita harus bertumbuh di dalam hayat setiap hari sampai kita matang secara penuh di dalam hayat. Karena perkara ini merupakan proses sehari-hari seumur hidup kita, kita harus memusatkan perhatian kita pada pertumbuhan hayat Allah di dalam kita. Melalui kita mengasihi Kristus, mencari Kristus, dan membiarkan Kristus lebih banyak di dalam kita dan mendapatkan kita, perawakan Kristus secara bertahap akan meningkat di dalam kita. Ini adalah pertumbuhan hayat. Karena hayat ini adalah Kristus yang hidup di dalam kita, maka pertumbuhan hayat ini adalah peningkatan perawakan Kristus di dalam kita.

Belum Matang Dalam Hayat
Za. 12:1; Kol. 1:28; Ef. 4:13

Sebagaimana yang telah kita nampak, kehendak Allah ialah menggarapkan diri-Nya ke dalam kaum beriman-Nya sehingga mereka menjadi ekspresi-Nya. Agar tujuan ini tercapai, Allah kemudian menciptakan langit, bumi, dan manusia yang memiliki roh sebagai organ penerima (Za. 12:1). Manusia diciptakan menurut gambar Allah untuk menyatakan Dia dan mewakili Dia di bumi. Dalam Kejadian pasal tiga, kita tahu bahwa Iblis telah menyuntikkan dirinya ke dalam manusia sehingga manusia jatuh dalam dosa. Dalam Kejadian pasal tiga sampai pasal sebelas, manusia paling sedikit jatuh empat kali. Setelah kejatuhan yang keempat, Allah datang memanggil Abraham keluar dari kaum yang jatuh dan menjadikan dia sebagai bapa kaum yang terpanggil. Maksud Allah menjadikan Abraham bapa kaum yang terpanggil ialah supaya Ia dapat menggarapkan diri-Nya ke Abraham dan keturunannya demi untuk penggenapan kehendak-Nya. Meskipun Allah mendapatkan kesempatan menggarapkan diri-Nya ke dalam kaum terpanggil yaitu kaum Abraham, namun pada akhir catatan kehidupan Abraham, kita nampak bahwa ia adalah seorang yang belum matang dalam hayat dan belum menyatakan Allah dalam segala sesuatu. Hal ini sangat disayangkan.
Walau banyak orang Kristen menghargai Abraham sangat tinggi, tetapi kita harus mengakui bahwa ia belum matang dalam hayat ilahi. Dalam Kejadian pasal 24, Abraham telah melakukan satu hal yang indah sekali, yakni memilihkan anaknya seorang istri yang tepat, namun segera setelah itu ia sendiri menikah pula. Kejadian pasal 25 tidak mencatat bahwa Abraham kemudian memberkati Ishak dan Ribka dengan menumpangkan tangan ke atas keduanya. Abraham memang sudah tua, tetapi ia tidak memberkati seorang pun. Ini membuktikan bahwa ia belum matang dalam hayat. Sebelum hayat rohani seseorang mencapai kedewasaan / kematangan, dia tidak stabil. Sebulan yang lalu terhadap Tuhan dia mungkin sangat membubung tinggi, sangat bergairah; bulan berikutnya tiba-tiba dia melakukan hal-hal yang memalukan. Ada beberapa orang, ketika mereka disambut dengan baik dan disanjung, mereka sangat gembira sampai lupa diri; tetapi begitu mereka ditentang dan mengalami masalah, mereka menjadi merasa tertekan dan putus asa. Naik turun ini membuktikan hayat seseorang masih belum matang. Bagaimanapun, ketika hayat seseorang telah mencapai kematangan, dia tidak mudah jatuh bangun, ataupun goyah. Kita perlu bertumbuh sampai kita matang dalam hayat ilahi melalui Roh yang mendewasakan dalam roh kita (Kol. 1:28; Ef. 4:13). Kita tidak dapat matang tanpa suplaian yang tepat, dan suplaian ini adalah Roh pemberi hayat, Roh yang mendewasakan kaum beriman.

Penerapan:
Walau kita sudah cukup lama menjadi orang Kristen, masih ada kemungkinan bagi kita untuk berada di dalam daging dan melampiaskan hawa nafsu daging. Karena itu janganlah kita menaruh percaya pada diri sendiri bahwa kita sudah cukup rohani dan tidak mungkin jatuh dalam dosa. Marilah kita menebus waktu untuk mengejar pertumbuhan hayat dan menjadi matang. Inilah keperluan kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, terangilah aku agar aku nampak bahwa dagingku sama sekali tidak dapat diandalkan. Tuhan, aku mau bertumbuh dalam hayat dan menjadi matang. Tambahkan diri-Mu ke dalamku hari ini lebih banyak lagi.

28 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 4 Sabtu

Roh Kudus Mencari
Kejadian 24:67
“Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi isterinya. Ishak mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal.”

Ketika Abraham telah membuat rencana, maka pelayannya menerima suatu tugas, yakni suatu amanat (Kej. 24:33). Perjanjian Baru justru membentangkan tugas ilahi itu. Sebagaimana Abraham menugaskan budaknya untuk mendatangi mempelai perempuan yang terpilih (Kej. 24:10-12), begitu pula Allah Bapa menugaskan Allah Roh untuk mendatangi umat manusia. Kita semua dapat bersaksi bahwa pada suatu saat Allah Roh mendatangi kita, yakni waktu seseorang datang memberitakan Injil kepada kita. Itulah pekerjaan Sang Roh itu.
Walaupun pada saat kita mendengarkan Injil, kita tidak begitu mengerti apa yang diberitakannya, namun di dalam lubuk hati kita terdapat suatu reaksi. Dalam otak kita, banyak yang mengatakan, “Saya tidak menyukai ini,” tetapi di dalam lubuk roh kita berkata, “Ini amat baik.” Apakah yang membuat lubuk roh kita berkata demikian? Itulah pekerjaan Sang Roh Kudus yang mendatangi kita. Ribka tidak pernah memimpikan dirinya akan terpilih sebagai istri Ishak. Sebelum ia tiba di sumur, hamba Abraham sudah ada di sana. Ini menyatakan kedatangan Roh kepada umat manusia (Kej. 24:10). Karunia keselamatan kita adalah hasil rencana Bapa dan pekerjaan Roh itu. Hari ini Roh Kudus datang mencari orang-orang pilihan Allah sama seperti yang Kristus lakukan di pinggir perigi Sikhar (Yoh. 4:7). Bila ada orang yang menjawab dan memuaskan keinginan-Nya, itulah pertanda bahwa ia adalah orang yang terpilih bagi Kristus, dan Roh Kudus pun akan mendapatkan dia bagi Kristus. Kita patut bersyukur atas pemilihan Bapa dan pekerjaan Roh Kudus di dalam kita.

Kristus Dipuaskan
Kej. 24:10, 22, 47-67; 1 Ptr. 1:8

Hamba Abraham membawakan kekayaan kepada mempelai perempuan ( Kej. 24:10, 22, 47, 53). Begitu hamba itu dibawa ke rumah Ribka, serta-merta ia memberikan kesaksian tentang kekayaan Ishak. Setelah saudara dan ayahya menerima lamaran hamba itu, ia memberikan kepada Ribka kekayaan Ishak yang lebih banyak lagi, perhiasan emas dan perak serta pakaian kebesaran (Kej. 24:53). Ia pun memberi barang-barang berharga kepada saudaranya dan ibunya.
Kristus sebagai Sang Terurap, mewarisi segala kekayaan Bapa. Karena kesaksian Roh, kita semua telah tertarik kepada Kristus. Kita tidak bisa menduga kekayaan Kristus yang diterima-Nya dari Bapa melalui karunia-karunia yang dibagi-bagikan Roh kepada kita. Sebelum kita bersua dengan Dia, kita telah menikmati karunia-karunia Roh sebagai pencicipan awal dari kenikmatan penuh kekayaan-Nya. Roh itu juga meyakinkan kita seperti hamba itu meyakinkan Ribka agar mau menikah dengan Ishak (Kej. 24:54-58). Hasilnya, meskipun Ribka belum pernah berjumpa dengan Ishak, ia telah mencintainya. Demikian juga kita, sekalipun kita belum pernah melihat Dia, namun kita telah tertarik oleh-Nya dan mencintai Dia (1 Ptr. 1:8).
Akhirnya, hamba itu mengantarkan Ribka kepada Ishak (Kej. 24:51, 61-67). Roh Kudus telah meyakinkan kita dan sekarang Ia pun sedang menggiring kita kepada Kristus. Tidak peduli perjalanannya jauh, akhirnya ia akan membawa kita dan mempersembahkan kita kepada Kristus sebagai mempelai perempuan kesayangan-Nya. Ini menunjukkan bahwa segala sesuatu telah direncanakan oleh Sang Bapa dan dilaksanakan oleh Sang Roh. Yang diperbuat oleh Sang Putra sekadar menerima mempelai perempuan saja. Ishak menerima Ribka menjelang hari senja (Kej. 24:63-64), ini menunjukkan bahwa pernikahan Kristus akan berlangsung pada akhir zaman. Pada saat mengakhiri zaman ini, Kristus akan datang menjemput kita, mempelai perempuan-Nya.
Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya dan mencintainya (Kej. 24:67). Sebagaimana telah kita nampak bahwa Sara melambangkan karunia. Ini berarti bahwa Kristus akan menjemput kita dengan karunia dan dengan kasih juga. Pasal ini berakhir dengan kata-kata, “demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal.” Bila Kristus tidak terhibur dan dipuaskan, kita pun tidak akan terhibur dan dipuaskan. Kepuasan kita tergantung pada kepuasan-Nya. Hiburan kita adalah hiburan-Nya, dan kepuasan-Nya adalah kepuasan kita. Kristus kini sedang menunggu-nunggu hiburan-Nya. Kapankah Ia akan memperolehnya? Pada hari pernikahan-Nya, dan hari itu pasti tiba.

Penerapan:
Sebagai orang telah dipilih dan ditebus oleh Allah, kita perlu dipisahkan dari umat dunia yang jatuh. Untuk itu, kita memerlukan pekerjaan Roh Kudus yang lebih dalam yaitu menguduskan kita dengan sifat kudus Allah (Rm. 15:16; 6:19, 22) dan memperbarui kita setiap hari. (Tit. 3:5). Karena itu marilah kita belajar untuk tidak mengabaikan urapan Roh Kudus di batin kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mengakui bahwa aku sering tidak taat terhadap pengurapan Roh Kudus di dalamku. Aku lebih sering melakukan hal-hal menurut cara dan kesenanganku sendiri. Tuhan, ampunilah aku. Mulai hari ini aku mau belajar menaati pekerjaan-mu di dalamku.

27 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 4 Jumat

Melambangkan Pernikahan Kristus
Kejadian 24:67
“Lalu Ishak membawa Ribka ke dalam kemah Sara, ibunya, dan mengambil dia menjadi isterinya. Ishak mencintainya dan demikian ia dihiburkan setelah ibunya meninggal.”

Dalam Kejadian 24 kita menemukan suatu perkawinan yang melambangkan pernikahan Kristus dengan gereja. Dalam Perjanjian Baru kita tidak dapat menemukan sebuah ayat yang mengungkapkan bahwa pernikahan ini melambangkan pernikahan Kristus dengan gereja. Tetapi Perjanjian Baru telah jelas mengutarakan bahwa Ishak, putra Abraham, adalah lambang Kristus sebagai keturunan Abraham yang unik (Gal. 3:16). Berdasarkan fakta Ishak sebagai lambang Kristus, kita dapat menarik kesimpulan bahwa pernikahan Ishak melambangkan pernikahan Kristus.
Dalam Perjanjian Baru, kita nampak bahwa Allah Tritunggal bekerja bersama-sama untuk memperoleh seorang mempelai perempuan bagi Sang Putra - Kristus. Mempelai perempuan itu ialah kaum beriman dalam Kristus. Roh itu bekerja menurut rencana Bapa untuk mendapatkan mempelai perempuan bagi Sang Putra. Dalam Wahyu 19:7 dikatakan, “Karena hari perkawinan Anak Domba telah tiba, dan pengantin-Nya telah siap sedia.” Akhirnya seluruh kota Yerusalem Baru menjadilah pengantin itu (Why. 21:2, 9-10).
Wahyu 19:7b mengatakan, “...dan pengantin-Nya telah siap sedia.” Kesiapan mempelai perempuan tergantung pada pertumbuhan dan kematangan dalam hayat dari kaum beriman. Untuk itu, setiap hari kita perlu dipenuhi oleh Roh itu melalui kita berseru kepada Tuhan, berdoa, bertobat dan mengaku dosa. Di aspek yang lain kita perlu bersekutu dengan kaum imani lain, memberitakan injil, dan bersaksi. Kalau kita dengan tekun berlatih demikian, hayat ilahi di dalam kita pasti akan cepat bertumbuh dan membawa kita pada kematangan.

Bapa yang Merencanakan
Kej. 24:4, 7; Ef. 3:8-11; Mat. 9:15

Mula-mula adalah rencana Bapa. Menurut Alkitab terjemahan versi King James (KJV), Efesus 3:11 berbunyi, “maksud abadi, yang telah dilaksanakan-Nya dalam Kristus Yesus, Tuhan kita”. Dalam masa kekekalan yang lampau, Allah telah merancang sebuah rencana, yaitu ingin mendapatkan gereja bagi Kristus (Ef. 3:8-11). Rencana Allah bukan sekadar memperoleh sekelompok orang berdosa, ataupun mendapatkan sekelompok kaum tertebus. Konsepsi itu terlalu rendah. Rencana Allah justru ingin mendapatkan mempelai perempuan bagi Putra-Nya.
Dalam keempat kitab Injil, Tuhan Yesus memberi tahu murid-murid-Nya bahwa Dia adalah mempelai laki-laki itu (Mat. 9:15). Ia datang tidak saja untuk menyelamatkan orang berdosa, lebih-lebih pula untuk mendapatkan mempelai perempuan. Kristus datang tidak hanya sebagai Penyelamat dan Penebus kita, tetapi juga sebagai Mempelai laki-laki. Allah tidak merencanakan sekadar menyelamatkan sekelompok orang berdosa yang kasihan lalu membawa mereka masuk ke surga, melainkan menjadikan kita, umat tebusan-Nya, menjadi mempelai perempuan Kristus sampai kekal.
Abraham, sebagai lambang Sang Bapa, telah memerintahkan budaknya yang melambangkan Sang Roh Kudus, agar tidak mengambil istri bagi anaknya dari perempuan Kanaan melainkan dari sanak saudara Abraham sendiri (Kej. 24:4, 7). Perlambangan ini menunjukkan bahwa jodoh Kristus haruslah berasal dari Kristus, bukan dari malaikat atau dari makhluk ciptaan lainnya. Karena Kristus telah berinkarnasi sebagai manusia, maka manusia menjadi sebangsa dengan Dia. Jangan selalu menganggap diri sendiri begitu kasihan. Manusia tidaklah kasihan. Manusia adalah satu turunan dengan Kristus. Manusia sangat dicintai dan dimustikakan oleh Allah, karena hanya dari manusialah Allah dapat memperoleh jodoh bagi Putra-Nya.
Dalam Kejadian pasal dua kita nampak bahwa Allah membawa makhluk-makhluk hidup kepada Adam untuk diberi nama. Namun setelah ia melihat semua makhluk hidup itu, ia tidak menemukan pasangannya di antara mereka itu. Karenanya Allah membuat Adam tidur nyenyak, lalu mengambil sebilah tulang iganya dan dibangun-Nya seorang perempuan sebagai pasangannya (Kej. 2:21-22). Karenanya, Adam dan Hawa sebangsa adanya. Ini menunjukkan bahwa jodoh Kristus haruslah berasal dari bangsa-Nya yaitu umat manusia. Kita semua telah diciptakan sebagai manusia dan sebagai bagian dari umat manusia kita semua telah dilahirkan kembali. Karena itu kita bersyarat untuk menjadi jodoh Kristus. Haleluya! Inilah rencana Allah Bapa bagi kita.

Penerapan:
Agar kita bertumbuh dalam hayat dan mencapai kematangan, kita perlu menjauhkan diri dari semua hal yang negatif, serta menanggulangi cara hidup yang lama: kedosaan, hawa nafsu orang muda, kebobrokan, ketidaksalehan, dunia, nafsu daging, keinginan mata, dan kecongkakan hidup.

Pokok Doa:
Betapa aku bersyukur ya Tuhan, bahwa aku adalah jodoh-Mu. Tuhan, ajarlah aku untuk tidak memboroskan waktuku hari ini melainkan memegang kesempatan untuk bertumbuh dan menjadi dewasa di dalam Tuhan.

26 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 4 Kamis

Melihat Kehendak Allah
Kejadian 24:14
“Kiranya terjadilah begini: ... maka dengan begitu akan kuketahui, bahwa Engkau telah menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu.”

Dejadian 24:15 mengatakan, “Sebelum ia selesai berkata, maka datanglah Ribka, yang lahir bagi Betuel, anak laki-laki Milka, isteri Nahor, saudara Abraham; buyungnya dibawanya di atas bahunya.” Dan ketika ia minta minum darinya, tidak saja ia memberi minum kepadanya, bahkan juga menimbakan air bagi semua unta-untanya. Setelah ia melakukan semuanya ini, hamba itu menjadi jelas bahwa Ribka itulah sasarannya, serta merta ia memberinya sebentuk cincin dan dua buah gelang. Karena ia mencari pimpinan Tuhan dalam suasana keliling, hamba itu mengetahui kehendak Tuhan (Kej. 24:13-21, 26-17, 48-49). Kita juga dapat memahami kedaulatan Allah melalui situasi seputar kita. Tidak ada satu pun perkara yang kebetulan; setiap perkara telah ditakdirkan sebelum dunia ini dijadikan dan telah dilaksanakan melalui hamba Abraham, orang yang menaruh kepercayaan kepada Allah.
Ada satu perkara yang sangat berharga, yaitu kalau persekutuan seseorang dengan Allah normal, ia bisa tidak terpengaruh oleh situasi, dia bahkan bisa membiarkan situasi berbicara kepadanya. Jika seseorang bermasalah dengan Tuhan, putus persekutuan dengan Tuhan, satu situasi yang kecil pun sudah bisa mempengaruhinya. Prinsip ini dapat kita pakai untuk menguji diri kita sendiri. Kalau kita bisa dipengaruhi oleh situasi sekitar dan tidak mendengar suara Tuhan di dalamnya, itu membuktikan persekutuan kita dengan Tuhan sudah putus, itu membuktikan kita telah jatuh. Marilah kita memulihkan persekutuan kita dengan Tuhan agar kita dapat mengenal pembicaraan-Nya melalui situasi yang Tuhan aturkan.

Bukan Berusaha Melainkan Mewarisi
Kej. 24:63-67

Ishak bukanlah seorang yang harus dengan segala daya upaya untuk mendapatkan sesuatu. Alkitab tidak mencatat banyak apa yang dikerjakannya selama hidupnya. Ishak pun menerima apa yang telah diselenggarakan ayahnya serta menikah dengan Ribka (Kej. 24:66-67). Perkawinannya merupakan suatu warisan, bukan hasil usahanya. Ia tidak mengusahakan seorang istri; ia sekadar mewarisi apa yang telah diselenggarakan ayahnya baginya. Ia tidak berbuat barang sesuatu untuk memperoleh seorang istri. Ia hanya menerima apa yang diperoleh ayahnya untuknya. Ciri-ciri dari Ishak dalam seumur hidupnya adalah bahwa segala miliknya berasal dari menikmati, semuanya adalah menerima. Kalau orang Kristen tidak mengenal apa Ishak itu, ia tidak bisa mencapai tujuan Allah.
Setelah anak-anak Allah nampak tujuan Allah, mereka lalu mengira harus melakukan sesuatu, harus mencapai sesuatu. Mereka tidak mengetahui bahwa hidup orang Kristen, hidup kemenangan, hidup merdeka, hidup kudus adalah karena kita “menerima”, bukan karena kita “mencapainya”. Sama seperti perkara beroleh selamat, ini sudah dirampungkan oleh Tuhan Yesus, begitu kita menerima Dia, kita beroleh selamat. Karunia keselamatan kita bukanlah hasil jerih payah kita, melainkan Allah dari sorga turun memberikannya kepada kita. Asal kita nampak hal ini, kita bisa berkata, “Tuhan, aku bersyukur kepadaMu. Aku memuji Engkau. Di dalam Kristus, aku telah menerima!”
Sebelum kita berada di dalam Kristus, kita berada di dalam Adam. Di dalam Adam kita mewarisi dosa. Kita tidak perlu berupaya untuk menjadi orang berdosa, asal kita adalah keturunan Adam, kita dengan sendirinya menjadi orang berdosa. Dosa itu bukan hasil usaha kita, tetapi warisan kita di dalam Adam. Demikian pula halnya dengan karunia keselamatan. Baik pengampunan, pembenaran, pendamaian, kelahiran kembali, kekudusan, semuanya adalah warisan, bukan hasil kerja keras kita. Asal kita percaya, tinggal di dalam Kristus, bersatu dengan Kristus, semuanya itu menjadi milik kita. Inilah makna menjadi seorang “Ishak”, yaitu mewarisi dan menikmati kekayaan ayahnya.
1 Korintus 1:9 memberi tahu kita bahwa Allah telah memanggil kita ke dalam persekutuan Anak-Nya, Yesus Kristus Tuhan kita. Ini berarti kita berbagian dalam kesatuan dengan Anak Allah, Yesus Kristus, dan bersama-sama menikmati persekutuan-Nya. Allah telah memanggil kita masuk ke dalam persekutuan ini, menikmati Kristus sebagai bagian yang diberikan kepada kita. Ini menegaskan lagi fakta penting bahwa Kristus beserta kekayaan-Nya adalah warisan kaum beriman untuk kita terima, alami, dan nikmati.

Penerapan:
Allah telah mengatur segala situasi di sekitar kita dengan harapan agar melaluinya kita bisa mengerti kehendak-Nya. Karena itu kita jangan terlalu cepat menyalahkan situasi yang ada bila itu tidak menguntungkan kita, sebaliknya marilah kita karena situasi itu, datang kepada Tuhan dalam berdoa. Kita harus tahu bahwa segala situasi yang terjadi pada kita tidak ada yang kebetulan.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku bersyukur atas setiap situasi yang Engkau aturkan bagiku, karena melalui segala situasi itu aku boleh datang kepada-Mu. Tuhan, melalui situasi yang Kau ijinkan atasku, biarlah aku boleh mengenal kehendak-Mu.

25 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 4 Rabu

Hamba yang Setia
Kejadian 24:10
“Kemudian hamba itu mengambil sepuluh ekor dari unta tuannya dan pergi dengan membawa berbagai-bagai barang berharga kepunyaan tuannya; demikianlah ia berangkat menuju Aram-Mesopotamia ke kota Nahor.”

Kejadian 24:1-28 memperlihatkan kepada kita figur hamba Abraham. Walaupun namanya tidak disebutkan, namun ia merupakan teladan bagi semua hamba. Dia adalah seorang hamba yang baik yang menempatkan tanggung jawab tugasnya di dalam takut akan Allah. Ia tidak menjadikan dirinya figur di dalam dunia untuk mendapatkan pujian manusia. Di atas dirinya kita dapat memperhatikan betapa setianya dia membaktikan dirinya kepada tuannya. Setelah mendapat perintah dari tuannya, kemudian hamba itu mengambil sepuluh ekor dari unta tuannya dan pergi dengan membawa berbagai-bagai barang berharga kepunyaan tuannya; demikianlah ia berangkat menuju Aram-Mesopotamia ke kota Nahor (Kej. 24:10). Semua barang berharga milik Abraham dipercayakan kepadanya untuk ditunjukkan kepada orang yang akan diperkenan oleh tuannya.
Sosok para pelayan haruslah seperti hamba Abraham yang mendedikasikan dirinya bagi kehendak majikannya. Kita semua adalah pelayan-pelayan dan Allah adalah majikan kita. Sebagai pelayan-pelayan Allah, kita harus rajin dan setia. Jika kita malas, tidak ada pekerjaan yang dapat dilakukan. Setiap pelayan Allah seharusnya menerima segala macam tanggung jawab ke atas dirinya; ia seharusnya tidak takut terhadap kesulitan-kesulitan. Kita harus menanggulangi kebiasaan buruk kita yang suka menghindar dari pekerjaan, masalah dan tugas-tugas. Kita harus menanggulangi hal ini dengan tegas. Seorang yang malas tidak pernah bisa melayani Allah. Setiap orang yang berguna di dalam tangan-Nya adalah orang yang rajin dan setia.

Ribka: Murni, Baik-budi, dan Rajin
Kej. 24:16-65

Kejadian 24:16 memberi tahu kita bahwa Ribka “berparas cantik sekali, seorang perawan”. Ribka murni dan suci. Ia pun baik budi dan rajin (Kej. 24:18-20). Ketika hamba Abraham minta minum dari padanya, ia segera memberikan kepadanya. Dia bahkan menimbakan air untuk unta-untanya. Menimba air dari sumur dan menuangkannya ke dalam palungan untuk diminum sepuluh ekor unta merupakan suatu pekerjaan yang berat bagi seorang perempuan muda, namun ia justru melakukannya. Saudara-saudari muda sangatlah perlu menjadi orang yang baik budi dan rajin. Perempuan muda yang tidak ramah, malas dan teledor biasanya akan tetap sendirian. Ketika orang-orang meminta kita mengerjakan suatu perkara, maka wajiblah kita mengerjakan dua perkara bagi mereka dan perkara yang kedua harus jauh melebihi perkara yang pertama. Apabila kita melakukan ini, niscaya kita sudah memenuhi syarat untuk memperoleh suami kita, yaitu “Ishak” kita. Inilah sedikit nasihat bagi semua saudari muda.
Ribka itu bersikap mutlak (Kej. 24:57-58, 61). Meski Ribka tidak pernah berjumpa dengan Ishak, namun ia rela pergi kepadanya tanpa ragu-ragu. Ia tidak berkata kepada ibunya, “Ibu, aku tidak pernah bersua dengan Ishak. Barangkali aku harus mengadakan surat-menyurat dulu, kemudian meminta dia berkunjung. Setelah itu, barulah aku bisa memutuskan apakah aku menikah dengannya ataukah tidak.” Ribka tidak bertutur demikian. Malahan saudara dan ibunya yang ragu-ragu, dan mengingini dia untuk tinggal lagi sekurang-kurangnya sepuluh hari. Namun ia berkata, “Aku pergi.” Sungguh mutlak sikapnya.
Banyak saudari-saudari muda yang menghadapi problem mental sebagai akibat memikirkan masalah perkawinan. Ada yang berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun untuk mempertimbangkan apakah pria tertentu itu adalah orang yang disediakan Allah baginya. Semakin mereka menimbang-nimbang, semakin menyusahkan. Jalan terbaik adalah menikah saja dengannya atau lupakan dia selamanya, maka selesailah urusannya. Jikalau saudari-saudari muda ingin menikah, belajarlah ramah-tamah, rajin dan sikap yang mutlak. Ribka juga bersikap patuh (Kej. 24:64-65). Sesaat ia melihat Ishak dan mengetahui siapa dia, “maka diambilnya telekungnya dan bertelekunglah dia.” Telekung adalah tanda ketaatan seorang perempuan. Begitu seorang perempuan menikah, ia bukan lagi menjadi kepala atas dirinya sendiri, melainkan suaminyalah yang menjadi kepala. Inilah makna sejati perkawinan. Semua budi pekerti yang indah ini dimiliki oleh Ribka.

Penerapan:
Keselamatan yang kita peroleh tidak hanya menjadikan kita anak-anak Allah, tetapi juga menjadikan kita pelayan-pelayan-Nya. Sebagai pelayan Tuhan, kita perlu memiliki kesetiaan dan kerajinan. Karena itu marilah kita berlatih untuk tidak menolak setiap pelayanan yang ditugaskan kepada kita atau tidak menunda-nunda dalam mengerjakannya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mau menjadi orang yang berguna di tangan-Mu. Didiklah aku agar aku tidak menjadi malas dan kendor, tetapi biarlah aku boleh menjadi pelayan Allah yang rajin dan setia, seorang yang mengabdi pada-Mu.

24 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 4 Selasa

Bertindak Menurut Rencana Allah
Kejadian 24:7b
“... kepada keturunanmulah akan Kuberikan negeri ini—Dialah juga akan mengutus malaikat-Nya berjalan di depanmu, sehingga engkau dapat mengambil seorang isteri dari sana untuk anakku.”

Abraham bergerak menurut rencana Allah (Kej. 24:3-8). Apa yang diperbuatnya untuk memperoleh seorang istri bagi Ishak adalah demi penggenapan tujuan kekal Allah. Jika segala apa yang kita perbuat itu menurut rencana Allah, bahkan pernikahan kita pun dapat menjadi sarana bagi terlaksananya rencana dan tujuan Allah. Kita perlu berkata, “Tuhan, apa saja yang aku perbuat hari ini kiranya menurut rencana-Mu. Suatu hari aku akan menikah. Biarlah perkawinanku menjadi salah satu faktor yang mendukung tercapainya tujuan-Mu.” Inilah wahyu utama dalam Kejadian 24. Perkara terpenting dalam pasal ini adalah menempuh suatu kehidupan yang praktis menurut rencana Allah agar kehendak kekal-Nya terlaksana. Motivasi, tindakan dan segala sesuatu yang kita perbuat haruslah sesuai dengan rencana Allah.
Karena Abraham mengerti akan rencana Allah, ia kemudian bertindak dengan tepat. Ia memanggil hambanya yang tua, mengutusnya pergi ke negerinya untuk mengambil seorang istri bagi Ishak. Dalam sorotan terang Alkitab, kita nampak bahwa motivasi, tindakan, dan segala yang kita perbuat haruslah demi melaksanakan rencana Allah. Hal ini bukan sekadar menuntut kita mengerti kehendak Allah dan kemudian mengerjakan perkara-perkara tersebut. Bukan. Yang perlu yaitu hidup kita sehari-hari bersatu dengan Allah. Kapan kita adalah orang yang demikian, niscaya apa yang kita katakan merupakan ekspresi Allah, dan apa yang kita perbuat niscaya merupakan kegenapan kehendak-Nya. Kehidupan yang seperti inilah yang sangat kita perlukan hari ini.

Iman yang Hidup
Kej. 24:5-56

Kalau kita memperhatikan kisah Abraham, kita akan nampak beberapa prinsip rohani yang penting. Salah satunya adalah bahwa dalam hal mencari kehendak Allah, ia tidak bertindak menurut cara-cara duniawi yang tradisionil dan agamawi. Kejadian 24:40 menunjukkan bahwa Abraham berjalan (hidup) di hadapan Allah. Sebagai orang yang demikian, apa pun yang diperbuatnya merupakan kehendak Allah dan seturut rencana Allah. Abraham beriman kepada Tuhan Penguasa (Kej. 24:40). Seakan-akan Abraham berkata, “Allah pasti akan mengutus malaikat-Nya menyertaimu. Walaupun aku menugaskan engkau untuk mengerjakan pekerjaan ini, namun aku percaya kepada Allah. Aku percaya kepada Allah yang hidup. Engkau tidak perlu bingung ataupun khawatir. Pergilah dan lakukanlah hal ini, karena Allahku akan mengutus malaikat-Nya melaksanakan perkara bagimu.” Betapa menakjubkan hayat yang dimiliki Abraham! Jika kita ini Abraham, mungkin kita akan berkata, “Hambaku, engkau harus tahu bahwa aku telah berpengalaman banyak. Baiklah sekarang kuberi sebuah peta dan penjelasan tentang orang-orangnya serta adat kebiasaan mereka.” Abraham tidak berbuat ini. Ia hanya berpesan kepada hambanya bahwa Allah akan mengirim malaikat-Nya dan membuat perjalanannya berhasil. Di sini kita nampak iman Abraham yang hidup.
Hamba Abraham yang paling tua itu setia dan bertanggung-jawab (Kej. 24:5, 9, 33, 54, 56). Ia setia mengikuti jejak Abraham. Kita yakin bahwa ia telah terpengaruh oleh dan dengan cara hidup Abraham, melihat betapa Abraham melakukan segala sesuatu demi iman kepada Tuhan. Dan akibatnya, hamba itu pun beriman kepada Tuhan. Bukan hanya itu, hamba Abraham juga beriman kepada Tuhan atas tanggung-jawab yang dipikulnya (Kej. 24:12, 21, 42). Dengan gamblang, rendah hati, bahkan dengan cara yang sederhana sekali ia berdoa kepada Tuhan. Ketika ia tiba pada sumur dekat kota Nahor, ia berdoa, katanya, “TUHAN, Allah tuanku Abraham, buatlah kiranya tercapai tujuanku pada hari ini, tunjukkanlah kasih setia-Mu kepada tuanku Abraham. Di sini aku berdiri di dekat mata air, dan anak-anak perempuan penduduk kota ini datang keluar untuk menimba air. Kiranya terjadilah begini: anak gadis, kepada siapa aku berkata: Tolong miringkan buyungmu itu, supaya aku minum, dan yang menjawab: Minumlah, dan unta-untamu juga akan kuberi minum - dialah kiranya yang Kautentukan bagi hamba-Mu, Ishak; maka dengan begitu akan kuketahui bahwa Engkau telah menunjukkan kasih setia-Mu kepada tuanku itu” (Kej. 24:12-14). Inilah contoh dari sebuah doa yang dihasilkan dari iman yang hidup.

Penerapan:
Manusia memperhatikan apa yang kelihatan di depan mata, tetapi Allah melihat motivasi di dalam hati. Kita perlu belajar bahwa apapun yang kita kerjakan, haruslah berasal dari motivasi yang bersih dan sesuai dengan kehendak Allah. Karena itu, sebelum melakukan apapun, kita perlu berdoa terlebih dahulu. Doa yang demikian menyelamatkan kita dari melakukan kesalahan.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, banyak hal telah kulakukan tanpa berdoa lebih dahulu. Selain itu motivasiku pun sering tidak murni. Tuhan, ampunilah aku, luruskanlah jalanku dan murnikanlah aku menurut kehendak-Mu. Tuhan, aku terbuka terhadap-Mu!

23 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 4 Senin

Hidup dalam Keesaan dengan Allah (1)
Kejadian 24:1
“Adapun Abraham telah tua dan lanjut umurnya, serta diberkati TUHAN dalam segala hal.”

Abraham adalah seorang yang hidup bersama-sama dengan Allah. Penempuhan hidup Abraham adalah di dalam keesaan yang praktis dengan Tuhan. Hasilnya Abraham memiliki visi yang jelas bahwa melalui dia dan keturunannya, Allah akan memberkati bangsa-bangsa. Untuk mencapai tujuan Allah ini, Ishak harus menikah. Menyadari akan hal ini, Abraham mulai memikirkan jodoh bagi anaknya, Ishak. Abraham tahu bahwa Ishak harus menikah dan bahwa pernikahan Ishak adalah demi menggenapkan tujuan Allah. Karena itu Ishak perlu memiliki keturunan.
Allah menghendaki kita hidup dalam persekutuan yang intim dengan-Nya. Kehidupan yang demikian akan membuat kita mengenal maksud hati Allah. Andaikata kita hidup bersama-sama dengan saudara tertentu dari hari ke hari, maka dengan sendirinya kita akan mengerti apa yang disukainya dan apa yang tidak disukainya. Demikian pula halnya hubungan kita dengan Allah. Sejujurnya, tidak banyak orang Kristen yang hidup di dalam keesaan dengan Allah. Seringkali ketika suatu perkara penting tiba, kita bertekuk-lutut dan berdoa, “Oh Tuhan, apakah yang menjadi kehendak-Mu?” Tapi akhirnya tetap saja kita tidak menuruti kehendak Allah, malahan kita melakukan menurut konsepsi kita sendiri.
Kita tidak akan bisa memahami apa yang menjadi kehendak Allah, kalau kita tidak hidup bergaul dengan-Nya. Bagaimanakah kita dapat bergaul dengan Allah? Dengan mengasihi Dia dan menuruti firman-Nya. Orang yang mengenal kehendak Tuhan pastilah orang yang mengasihi Dia dan firman-Nya. Kiranya kita juga memiliki kehidupan yang demikian.

Hidup dalam Keesaan dengan Allah (2)
Kej. 24:2-3

Kejadian 24:2-3 mengatakan, “Berkatalah Abraham kepada hambanya yang paling tua dalam rumahnya, yang menjadi kuasa atas segala kepunyaannya, katanya: ‘Baiklah letakkan tanganmu di bawah pangkal pahaku, supaya aku mengambil sumpahmu demi TUHAN, Allah yang empunya langit dan yang empunya bumi, bahwa engkau tidak akan mengambil untuk anakku seorang isteri dari antara perempuan Kanaan yang di antaranya aku diam.’” Abraham tidak mau mengambil perempuan Kanaan sebagai istri bagi Ishak. Kalau kita yang menjadi Abraham, mungkin kita akan memilih jalan gampangnya dengan berkata, “Di sini, di tanah Kanaan ini banyak perempuan. Apa salahnya aku memilih salah satu di antaranya sebagai istri anakku? Kalau ada yang dekat, mengapa harus mencari yang jauh?” Abraham tidak berpikir demikian, melainkan mengirim seorang hambanya yang tua ke tempat yang jauh, ke negerinya sendiri, untuk mengambil seorang istri bagi Ishak. Kendati Allah tidak pernah berkata kepada Abraham untuk melakukan hal ini, tapi Abraham telah melakukannya sesuai dengan konsepsi dan kehendak Allah. Abraham mengerti kehendak dan pikiran Allah dikarenakan ia hidup dalam keesaan yang praktis dengan Allah. Kita mengetahui hal ini dari fakta bahwa Allah tidak menghalangi atau menegur Abraham berkenaan dengan maksudnya, malah Ia menyertai hambanya dan membuat perjalanannya berhasil.
Abraham seharusnya bukan satu-satunya orang yang mempunyai kehidupan seperti itu. Setiap anak-anak Allah di dalam gereja perlu memiliki kehidupan yang berada dalam keesaan dengan Tuhan agar tujuan Allah dapat tercapai. Bilamana kita hidup di dalam keesaan dengan-Nya, kita akan mengenal maksud hati-Nya, dan apa pun yang kita pikir dan kita lakukan akan seturut perasaan-Nya. Kita akan merasakan apa yang dirasakan-Nya, paham perasaan hati-Nya, karena kita hidup di dalam keesaan dengan-Nya.
Untuk itu ada dua hal yang kita perlukan. Yang pertama, kita harus selalu terbuka terhadap Tuhan. Jalan yang paling sederhana untuk terbuka terhadap Tuhan adalah belajar membuka segenap diri: membuka mulut, hati, dan roh kita. Kita buka segenap diri kita dan menyeru nama Tuhan, “O, Tuhan Yesus! Ya, Tuhan Yesus!” Kita harus belajar membuka diri kita terhadap Tuhan, menyeru nama-Nya. Bukan sekedar merenung atau menyebut nama Tuhan dalam batin, melainkan kita terbuka untuk menyeru Tuhan, “O, Tuhan Yesus!” Kedua, hendaklah kita belajar sungguh-sungguh bersentuhan dengan firman-Nya. Firman yang kita baca tidak cukup kita renungkan, tetapi jadikanlah itu sebagai doa kita. Hasilnya, firman Tuhan akan tersimpan di dalam hati kita.

Penerapan:
Konsepsi atau cara berpikir Allah tidak mungkin dikenal seseorang hanya melalui sesekali membaca Alkitab, sesekali berdoa, atau melalui sesekali hadir dalam perhimpunan gereja. Untuk mengenal konsepsi Allah, kita perlu secara praktis hidup bersama/bergaul dengan Allah dalam kehidupan sehari-hari.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, seringkali aku buta terhadap kehendak dan maksud-Mu, sehingga dalam kebodohanku aku berupaya dengan kekuatan sendiri. Tuhan, didiklah aku untuk senantiasa hidup bersekutu dan bergaul dengan-Mu.

21 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 3 Sabtu

Dimakamkan di dalam Gua Makhpela
Kejadian 23:19
“Sesudah itu Abraham menguburkan Sara, isterinya, di dalam gua ladang Makhpela itu, di sebelah timur Mamre, yaitu Hebron di tanah Kanaan.”

Pada bagian akhir Kejadian pasal 22, Abraham, Sara, dan Ishak berdiam di Bersyeba. Tidak disangsikan lagi bahwa mereka hidup dekat sumur perjanjian dan pohon Tamariska. Ini adalah bentuk miniatur dari kehidupan gereja. Kehidupan gereja selalu berdampingan dengan sumur air hidup dan “pohon Tamariska”. Tiba-tiba pada awal Kejadian pasal 23 kita diberi tahu perihal kematian Sara. Meskipun mereka tinggal di Bersyeba, namun Sara mati dan dikubur di Hebron, tempat persekutuan dengan Allah. Kalau Tuhan menunda kedatangan-Nya, alangkah indahnya bila kita semua tetap tinggal di dalam hidup gereja serta meninggal dunia di dalam persekutuan dengan Allah.
Kejadian 23:6 menuliskan makam “pilihan”, menunjukkan makam yang terbaik. Ketika Tuhan Yesus di bumi, Ia tidak mempunyai tempat tinggal yang bagus. Tetapi setelah Ia mati, Ia ditaruh di dalam makam yang baik (Mat. 27:57-60). Ia hidup dalam rumah yang miskin, tetapi dikubur dalam kuburan yang terhormat. Dalam Alkitab, ini merupakan satu prinsip. Abraham lebih memperhatikan kuburan daripada kemah. Abraham adalah orang yang berkemah sepanjang hidupnya. Namun, kitab Kejadian tidak memberi tahu bagaimana Abraham membangun kemahnya, berapa uang yang dibayarnya, atau di mana tepatnya ia membangun. Sebaliknya, ia sangat memperhatikan tentang kuburan. Hal ini Abraham lakukan semata-mata karena ia dipenuhi pengharapan akan kebangkitan. Dalam batinnya, Abraham dipenuhi dengan pengharapan bahwa pada suatu hari istrinya akan berada di dalam negeri yang berdasar yang direncanakan dan dibangun oleh Allah. Inilah pengharapan akan kebangkitan.

Pengharapan Akan Kebangkitan
Kej. 23:9, 17, 19

Selagi ia mencari negeri yang lebih baik, istri tercintanya tiba-tiba meninggal. Tetapi Abraham tidak kecewa, malahan imannya semakin diteguhkan. Kejadian pasal 23 bukanlah pasal mengenai kebangkitan; melainkan pasal yang menyangkut pintu gerbang memasuki kebangkitan. Menurut pengertian Abraham, perihal kematian Sara adalah masuk ke dalam pintu gerbang kebangkitan. Walaupun ia tidak begitu memperhatikan perihal kemahnya, namun ia tidak memandang remeh atas tempat pemakaman istrinya. Maksud Abraham membeli gua Makhpela bukan hanya untuk mengubur Sara, juga untuk mengubur dirinya. Kata Makhpela dalam bahasa Ibrani mengandung arti “pasangan” atau “ganda”. Tiap orang yang dikubur di dalam gua ini merupakan pasangan: Abraham dengan Sara, Ishak dengan Ribka, Yakub dengan Lea (Kej. 23:19; 25:9; 49:29-32; 50:13). Dalam batinnya, Abraham dipenuhi dengan pengharapan bahwa pada suatu hari istrinya akan berada di dalam negeri yang berdasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah.
Dalam Alkitab, ladang menandakan pertumbuhan hayat, yaitu kebangkitan. Jika kita tidak percaya akan kebangkitan, marilah kita memperhatikan ladang gandum. Tidak lama setelah butir-butir gandum ditanam, mereka akan bertumbuh. Inilah kebangkitan. Ladang yang sedang bertumbuh, membentangkan fakta kebangkitan. Abraham tidak meletakkan Sara di tempat kematian, melainkan di tempat yang penuh hayat, penuh kebangkitan. Gua tempat ia dikuburkan terletak di ujung ladang (Kej. 23:9), dan di dekatnya banyak tumbuh pohon-pohonan (Kej. 23:17), tempat yang penuh dengan harapan kebangkitan, penuh dengan hayat.
Kematian Sara tidak mengecewakan Abraham sehingga ia berhenti mencari negeri yang lebih baik dan kota yang berdasar. Sebaliknya, keadaan tersebut semakin mengobarkan pengharapannya terhadap hari yang akan datang. Karena itu, ia kian banyak mencurahkan perhatiannya dan mengeluarkan uang yang sangat banyak guna membeli kuburan untuk Sara, dirinya dan keturunan-keturunannya. Asal kita mempunyai sorotan Perjanjian Baru, kita akan mengenal bahwa ini menyatakan pengharapan akan kebangkitan. Nenek moyang kita, Abraham, orang yang dipanggil Allah, tidak banyak memperhatikan masa sekarang, tapi ia memperhatikan masa yang akan datang. Kuburan pilihan adalah untuk kelak hari. Kita jangan terlampau banyak mencurahkan perhatian kepada hari ini, tetapi lebih banyak kepada waktu yang akan datang. Kita sepatutnya tinggal di dalam kemah sambil mencari kota yang dinanti-nantikan oleh Abraham. Hidup yang demikian pastilah jauh lebih bernilai di mata Allah.

Penerapan:
Jika hari ini kita hanya memperhatikan kebutuhan tubuh dan jiwa saja, maka sia-sialah hidup kita di bumi. Namun, jika kita adalah orang yang memperhatikan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, kita adalah orang yang berbahagia. Karena itu, terang penghakiman Allah haruslah mengendalikan seluruh hidup kita, agar hidup kita hari ini diperkenan Allah dan kelak menerima upah yang layak. Hari depan kita bukan di dunia ini, tetapi di kelak hari.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang sering hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri, sibuk dengan duniaku sendiri. Tuhan, aku kurang memperhatikan Kerajaan dan kebenaran-Mu. Berilah aku kesempatan untuk melayani Engkau seumur hidupku.

20 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 3 Jumat

Kesaksian Abraham
Kejadian 23:6
“Dengarlah kepada kami, tuanku. Tuanku ini seorang raja agung di tengah-tengah kami; jadi kuburkanlah isterimu yang mati itu dalam kuburan kami yang terpilih, ...”

Abraham menderita kehilangan istrinya yang terkasih. Namun, ia mempunyai kesaksian yang sangat kuat. Bani Het menyebutnya sebagai tuan dan memanggilnya “raja/pangeran agung” (Kej. 23:6). “Raja agung” dalam bahasa Ibraninya boleh diterjemahkan juga “pangeran Allah” (nesi Elohim). Kata “agung” di sini adalah kata yang dipakai untuk Allah. Abraham mengekspresikan Allah sebagai pangeran Allah dan cukup dihormati sebagai seorang pangeran yang agung. Dalam pandangannya sendiri, ia seorang musafir, tetapi dalam pandangan orang banyak, ia itu raja agung dan pangeran Allah. Ia benar-benar seorang yang berwibawa.
Kita perlu memiliki kesaksian yang sama dengan Abraham. Dalam lingkungan masyarakat, pekerjaan, dan sekolah, tidak sepatutnya kita sembarangan, tidak berbobot atau dipandang rendah. Sebagai orang-orang muda misalnya, kita jangan menempuh hidup sama seperti orang dunia umumnya. Di mana pun kita harus memiliki bobot dan berwibawa. Hanya memiliki kelakuan baik saja masih kurang berarti. Kita harus berbobot, baik dalam perkataan kita maupun dalam tindak-tanduk kita. Emas dan berlian itu berbobot, tetapi jagung kering itu ringan adanya. Sebagai kaum yang dipanggil Allah, kita harus berbobot. Ini harus menjadi kesaksian kita. Kita berbobot bukan karena latar belakang alamiah kita, tetapi karena kita memiliki Allah yang hidup di dalam kita. Untuk itu, kaum yang terpanggil perlu menyeru nama Yehovah, El-Olam. Semakin Abraham menyeru nama ilahi ini, semakin ia berbobot. Allah itulah “emas” yang sejati. Bila kita menyeru nama-Nya, kadar “emas” ilahi akan ditambahkan ke dalam kita.

Jujur dan Terhormat
Kej. 23:3-13; Kis. 20:28, 33-35; 1 Tes. 2:10; 1 Kor. 11:1

Sebagai raja agung, Abraham sangat dihormati (Kej. 23:6). Ia menghormati orang lain dan ia pun sangat dihormati mereka. Dia juga bijaksana (Kej. 23:3-13). Dalam pasal ini kita melihat bahwa Abraham berkomunikasi dengan orang-orang dengan penuh perasaan dan sikap yang bijaksana. Tambahan lagi, Abraham jujur dan tidak pernah mengambil keuntungan dari orang lain (Kej. 23:14-16). Tujuannya ialah membeli kuburan. Tanah itu hendak diberikan kepadanya sebagai pemberian. Namun setelah Abraham mengetahui bahwa tanah itu bernilai 400 syikal perak, ia lantas menyetujui untuk membayar penuh jumlah tersebut. Ia tidak mau menunggangi kesempatan agar meraih keuntungan dari orang lain, ia pun tidak mau tawar-menawar harganya. Ia membayar menurut harga yang diminta Efron, dan memberinya uang dalam jumlah yang penuh. Demikian juga, jangan kita memberi kesan pada orang-orang lain bahwa kita ini berhati sempit; kita harus menunjukkan “kekayaan” kita. Paulus berkata kepada para penatua di Efesus, “Kamu tahu, bagaimana aku hidup senantiasa di antara kamu sejak hari pertama aku tiba di Asia ini . . . Perak atau emas atau pakaian tidak pernah aku ingini dari siapa pun juga. Kamu sendiri tahu bahwa dengan tanganku sendiri aku telah bekerja untuk memenuhi keperluanku dan keperluan kawan-kawan seperjalananku. Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah . . .” (Kis. 20:28, 33-35). “Kamu adalah saksi, demikian juga Allah, betapa saleh, adil dan tak bercacatnya kami berlaku di antara kamu yang percaya” (1 Tes. 2:10). Paulus dapat menjadi teladan semua orang, ia dapat berkata, “Ikutilah teladanku, sama seperti aku juga mengikuti teladan Kristus” (1 Kor. 11:1). Ini haruslah juga menjadi kesaksian kita.
Tingkatan moralitas dalam dunia pada umumnya sangat mengecewakan. Standar tingkah laku manusia makin lama makin merosot. Kita seharusnya mengekspresikan Allah, menunjukkan bahwa kita ini anak-anak Allah, berbobot, terhormat dan jujur. Kita rela menderita kerugian, tanpa mengambil keuntungan dari orang lain. Entah kita kehilangan, entah kita beruntung, semuanya itu tidak berarti banyak. Kita kehilangan, tetap masih hidup; kita beroleh sesuatu, itu pun tidak dapat membuat kita hidup lebih lama. Sejak hari kita dilahirkan kembali, kita perlu memiliki persekutuan yang normal dengan Allah sehingga unsur Allah ditambahkan ke dalam kita hari demi hari. Proses pertambahan unsur Allah ke dalam kita akan menghasilkan perubahan atas diri kita. Inilah kesaksian kesaksian kita yang sejati.

Penerapan:
Bila kita selalu belajar hidup bersatu dengan Tuhan, Kristus akan terpancar melalui kita. Kristus yang terpancar membuat kita kelihatan agung dan berwibawa dalam sikap dan perkataan kita. Oleh karena itu kita perlu dengan ketat menyediakan waktu untuk bersekutu dengan Tuhan secara pribadi.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang sering gagal memperhidupkan Engkau. Seringkali perkataan, sikap, dan tindakanku tidak memuliakan Engkau. Tuhan, hari ini aku bertobat dan menyeru nama-Mu. Biarlah melalui aku, orang bisa melihat dan mengenal Engkau.

19 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 3 Kamis

Kematian Sara
Kejadian 23:1-2
“Sara hidup seratus dua puluh tujuh tahun lamanya; itulah umur Sara. Kemudian matilah Sara di Kiryat-Arba, yaitu Hebron, di tanah Kanaan, lalu Abraham datang meratapi dan menangisinya.”

Sara meninggal pada usia 127 tahun (Kej. 23:1-2). Pada waktu itu Abraham dan Sara merupakan contoh pasangan suami istri yang terbaik di alam semesta ini. Mereka benar-benar saling mengasihi satu terhadap yang lain, tidak pernah mempertimbangkan untuk bercerai atau berpisah. Ketika istri Abraham meninggal dunia, ini merupakan suatu kehilangan yang besar bagi Abraham maupun Ishak. Ishak merupakan putra kesayangan ibunya, maka tidak dapat diragukan lagi kalau ibunya amat mengasihinya. Pada umur 37 tahun, ia masih belum menikah dan tinggal bersama ibunya (Kej. 17:1, 17; 21:5). Ketika ia menikah pada usia 40 tahun (Kej. 25:20), Alkitab memberi tahu bahwa Ishak menikah di dalam kemah ibunya (Kej. 24:67). Sekonyong-konyong, kasih antara Abraham dengan Sara dan antara Sara dengan Ishak terputus, oleh karena Sara yang menjadi istri dan ibu, direnggut oleh kematian. Bagi Abraham, Ini adalah penderitaan.
Bila kita membaca kisah Abraham, kita akan melihat bahwa Allah telah mengambil banyak hal dari padanya. Setiap kali Allah mengambil sesuatu darinya, ia menderita. Kita, sebagai orang yang dipanggil Allah, tidaklah sewajarnya mengharapkan hidup yang serba nyaman di bumi ini. Kita harus mengikuti jejak Abraham, karena mengharapkan negeri yang lebih baik, kota yang mempunyai dasar, yang direncanakan dan dibangun oleh Allah, ia rela menderita (Ibr. 11:10, 16). Hidup kita adalah hidup seorang musafir. Karena itu, segala seuatu yang kita miliki di bumi, tidaklah kekal. Tetapi kita tahu, apa pun yang Tuhan ambil dari diri kita, akan digantikan-Nya kelak dengan sesuatu yang lebih berharga.

Kematian Sara adalah Ujian bagi Abraham
Kej. 23:2

Abraham tidak hanya adalah seorang yang dipanggil oleh Allah, tetapi ia juga mengalami banyak ujian. Banyak hal yang ia miliki justru diambil dari padanya oleh Allah. Lot dipisahkan daripadanya, Eliezer ditolak, Ismael dibuang, dan Ishak dipersembahkan kepada Allah di atas mezbah. Kemudian istrinya yang tercinta meninggal dunia. Alangkah beratnya ujian dan penderitaan yang harus ditempuh Abraham! Menurut konsepsi alamiah kita, Abraham, orang yang demikian baik terhadap Allah, tidak seharusnya mengalami penderitaan seperti ini. Dalam Kejadian pasal 22 Ishak dipersembahkan kepada Allah dan kembali kepada Abraham di dalam kebangkitan. Di tengah Abraham menikmati hidup bahagia dengan Sara istrinya, dan Ishak putranya, tiba-tiba Sara, faktor kebahagiaanya, diambil. Kebahagiaan dalam keluarga ini tergantung pada Sara, sang istri dan sang ibu. Oleh kematian Sara, suasana hidup dan kebahagiaan keluarga ini, semuanya pasti berubah. Kejadian 23:2 mengatakan, “…lalu Abraham datang meratapi dan menangisinya.” Ketika kita membaca pasal ini, mungkin kita tidak pernah merasakan betapa Abraham menderita. Tetapi perhatikan dua kata dalam ayat dua di atas: “meratapi” dan “menangisi”. Abraham meratapi dan menangisi Sara karena ia telah kehilangan kebahagiaanya dan kehidupan keluarga yang lengkap. Dalam bahasa Ibrani kata-kata “meratapi” dan “menangisi” menyatakan lebih susah daripada tangisan yang biasa. Abraham menderita akibat kehilangan istrinya pada masa tuanya; ia merasa amat terluka.
Di satu pihak, kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang penuh kenikmatan. Tetapi kita semua juga setuju bahwa di pihak lain, kehidupan orang Kristen adalah kehidupan yang penuh penderitaan. Tidakkah kita mengalami penderitaan di dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen? Adakah orang Kristen yang dapat mengatakan bahwa dia tidak pernah mengalami penderitaan? Kadang-kadang kita bersaksi bahwa kita orang Kristen memiliki kehidupan pernikahan yang baik dan kehidupan keluarga yang bahagia. Ada saatnya suami, istri, dan anak-anak dengan gembira memuji Tuhan. Ya, ini benar, dan ini adalah sebagian dari kesaksian kita. Tetapi kita juga harus mengakui bahwa kadang-kadang kehidupan keluarga kita tidak selamanya demikian. Masalah keuangan, pekerjaan, atau anak-anak yang nakal, juga merupakan suatu penderitaan. Penderitaan semacam ini merupakan ujian bagi kita, apakah kita masih bersandar kepada Bapa sebagai Sang sumber atau tidak. Abraham mengalami penderitaan sekaligus ujian yang demikian agar Abraham mengalami Bapa sebagai sumber kebahagiaannya yang sejati.

Penerapan:
Berharga atau tidaknya sebuah penderitaan, sangat tergantung pada seberapa banyak kita membiarkan Tuhan mengerjakan sesuatu di dalam kita. Bila kita menderita karena Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya, maka penderitaan itu berharga. Tetapi kita tidak boleh mencari-cari penderitaan. Asalkan kita betul-betul mengikuti Tuhan dengan setia, dengan sendirinya kita akan mengalami penderitaan. Inilah ciri-ciri kehidupan seorang musafir.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, buatlah aku mengenal bahwa Engkau tidak pernah salah dalam hal mengatur setiap situasi di sekelilingku. Tuhan, apa pun boleh Kau ambil dari padaku, tetapi janganlah tarik penyertaan-Mu dari padaku, karena penyertaan-Mu adalah penghiburanku yang sejati.

18 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 3 Rabu

Abraham Diberkati oleh Allah
Kejadian 22:17
“Maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya.”

Karena Abraham demi iman taat kepada Allah dalam hal mempersembahkan anaknya yang tunggal, ia diberkati Allah (Kej. 22:16-17). Berkat di sini bukan hanya mengacu kepada benda-benda material yang akan diterima oleh Abraham dan keturunannya kelak, melainkan terlebih lagi adalah berkat-berkat rohani yang sangat berharga. Dalam Kejadian pasal 22, Allah memberkatinya dengan keturunan yang sangat banyak (Kej. 22:17). Abraham diberkati dengan dua kelompok keturunan, yang satu seperti bintang di langit (Kej. 22:17, 15:5), dan yang lain seperti pasir di tepi laut (Kej. 22:17), yang juga seperti debu tanah (Kej. 13:16).
Jika kita mempelajari sejarah dan nubuat mengenai keturunan-keturunan Abraham, kita akan melihat bahwa mereka terdiri dari dua kelompok, yang satu surgawi dan yang lain di bumi, merupakan pasir, debu. Bintang di langit mengacu kepada keturunan Abraham secara rohani, sedangkan debu tanah dan pasir di laut mengacu kepada keturunan Abraham secara jasmani yaitu orang-orang Yahudi. Keduanya adalah umat Allah yang akan berperang melawan umat Iblis dan mengalahkannya (Why. 20:8-9). Akhirnya dua kelompok orang-orang ini akan bersama-sama dibangun menjadi Yerusalem Baru yang kekal (Rm. 4:16; Gal. 3:7).
Sebagai kuturunan Abraham yang surgawi, kita adalah bintang-bintang yang bersinar di tengah-tengah angkatan yang gelap ini (Flp. 2:15; Mat. 5:16). Karena itu, keberadaan kita seharusnya menjadi berkat bagi orang-orang di dunia, yaitu membuat mereka diterangi oleh cahaya yang memancar dari dalam kita. Inilah tanggung jawab kita sebagai bintang-bintang.

Persembahan yang Diperbanyak
Mat. 14:15-21; Mrk. 6:35-44; Luk. 9:12-17; Yoh. 6:5-13

Di dalam Kejadian pasal 22 kita melihat suatu prinsip dasar, yaitu apa pun yang diberikan oleh Allah kepada kita harus kita persembahkan kembali kepada Allah. Kedua, apa yang kita persembahkan kembali kepada Allah, akan dilipatgandakan/diperbanyak oleh Allah. Allah memberi Abraham seorang Ishak, dan Abraham mempersembahkannya kembali kepada Allah. Kemudian Ishak yang satu ini diperbanyak sampai jumlahnya sebanyak bintang-bintang di langit dan pasir di tepi laut yang tidak dapat dihitung. Jika Abraham tidak mempersembahkan Ishak kembali kepada Allah, ia hanya akan memiliki satu Ishak saja. Tetapi dengan mempersembahkannya kembali kepada Allah, Ishak akan diperbanyak sampai menjadi Yerusalem Baru. Inilah cara Allah dalam memperbanyak karunia-Nya di dalam kita, yaitu melalui kita mempersembahkan kembali kepada Allah apa yang telah lebih dulu diberikannya kepada kita.
Dalam catatan keempat kitab injil terdapat kisah mujizat yang dilakukan Tuhan Yesus dimana Tuhan memberi makan lima ribu orang dengan lima roti dan dua ikan (Mat. 14:15-21; Mrk. 6:35-44; Luk. 9:12-17; Yoh. 6:5-13). Pada hari itu, yang ada pada murid-murid hanya lima roti dan dua ikan (Mat. 14:17). Kalau pun untuk mereka sendiri, juga tidak bisa mengenyangkan mereka. Tetapi, Tuhan menyuruh mereka membawakan lima ketul roti dan dua ekor ikan itu kepada-Nya. Setelah menyuruh orang banyak itu duduk di rumput, ia mengambil lima roti dan dua ekor ikan itu dan menengadah ke langit untuk mengucapkan berkat. Lalu hal ajaib pun terjadi! Yesus memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk kemudian dibagi-bagikan kepada orang banyak. Walau yang dimiliki oleh murid-murid tidak seberapa, tetapi begitu dipersembahkan kepada Tuhan, segera mendatangkan berkat yang sangat besar, membuat mereka dan ribuan orang dikenyangkan. Bahkan potong-potongan sisanya saja jauh lebih banyak daripada yang mereka persembahkan.
Mungkin apa yang kita miliki saat ini tidak banyak, kita hanya memiliki lima roti dan dua ikan, janganlah kita berkecil hati. Kita harus belajar untuk memberikannya kepada Tuhan agar diberkati oleh-Nya. Kalau kita berikan milik kita kepada Tuhan, Ia akan mengaruniai berkat-Nya atas apa yang kita persembahkan kepada-Nya. Hasilnya, bukan hanya diri kita dikenyangkan, orang lain pun akan dikenyangkan dan menjadi puas. Tidak hanya itu, berkat Tuhan bahkan selalu berlebih. Kalau kita hari ini mau mengalami Allah yang hidup, marilah kita belajar memberikan milik kita kepada Tuhan. Asal kita dengan hati yang tulus dan sukacita mempersembahkan, Tuhan pasti akan memberkatinya, bahkan memberkatinya melampaui pemikiran kita.

Penerapan:
Berkat-berkat rohani yang berharga, yang antara lain meliputi pengampunan dosa, dibenarkan, didamaikan, hayat, Roh yang dijanjikan, haruslah kita nikmati dan alami setiap hari. Caranya adalah pertama, kita harus mempersembahkan diri kita kepada Allah, dan kedua, demi iman setiap hari kita bersekutu dengan Tuhan di dalam doa-doa kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mau belajar hidup di bawah sorotan terang-Mu, agar aku hidup di dalam terang dan menjadi bintang yang bersinar bagi orang-orang di sekelilingku. Singkirkanlah segala kegelapan dari dalam batinku.

17 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 3 Selasa

Ishak Digantikan oleh Domba Jantan
Kejadian 22:13
"Lalu Abraham menoleh dan melihat seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.”
Ishak digantikan oleh anak domba jantan, yaitu oleh seekor anak domba. Dalam Kejadian 22:13 kita melihat bahwa sang anak tidak dibunuh, melainkan seekor anak domba jantan, seekor anak domba. Siapakah yang dibunuh di atas kayu salib – Kristus sebagai Putra Allah ataukah Kristus sebagai Anak Domba Allah? Kristus adalah Putra Allah, tetapi ketika Ia dibunuh di atas salib, Ia di bunuh sebagai Anak Domba Allah. Yohanes 1:14 mengatakan tentang Putra Allah, katanya, “Kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa.” Sedang Yohanes 1:29 mengatakan, “Lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa dunia!” Di sini kita melihat status Putra Allah digantikan oleh Anak Domba Allah.
Dalam Kejadian 22:8 Abraham menubuatkan bahwa Allah akan menyediakan seekor anak domba sebagai kurban bakaran. Anak domba kekal telah ditakdirkan oleh Allah sejak zaman kekekalan lampau (1 Ptr. 1:19-20). Dalam Kejadian 22:13 kita melihat “seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut dalam belukar.” Dalam Alkitab tanduk menyatakan kekuatan, dan belukar mengacu kepada kita. Kristus sebagai Anak Domba Allah telah merelakan kekuatan-Nya diletakkan sehingga Ia dapat dipersembahkan sebagai kurban kepada Allah bagi kita. Demikianlah Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar mati untuk orang-orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah. Kalau kita melihat gambaran ini dengan jelas, kita semua harus mengatakan, “Tuhan, terima kasih. Engkau telah dibunuh karena aku, supaya aku diperkenan oleh Bapa.”

Disediakan oleh Yehova-Jireh
Kej. 22:14; 1 Ptr. 3:18

Kejadian 22:14 mengatakan, “Dan Abraham menamai tempat itu: ‘TUHAN menyediakan’ (Ibrani: Yehova-Jireh); sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: ‘Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.’” Domba jantan yang menggantikan Ishak di atas mezbah ternyata disediakan oleh Yehova-Jireh. Nama Yehova-Jireh mempunyai dua makna: Yehova akan menyediakan dan Yehova akan melihat. Di sini bukan hanya ada persediaan, tetapi juga ada visi. Di dalam persediaan Allah kita mempunyai visi. Kalau kita memandang pada salib, segera kita akan melihat betapa besarnya persediaan Allah dan visi yang kita miliki di sana.
Anak Domba Allah yang menggantikan Putra Allah adalah Pengganti kita (1 Ptr. 3:18). Seperti domba jantan dibunuh sebagai pengganti Ishak, demikian juga Anak Domba Allah menderita kematian tersalib karena kita. Domba jantan dibunuh bagi Ishak. Inilah gambaran yang menunjukkan bahwa Kristus, Anak Domba Allah telah tersalib di atas salib bagi kita. Kita semua seharusnya naik ke atas salib, akan tetapi Allah dengan Anak Domba Allah menggantikan kita. Karena ini kita semua harus berkata, “Puji Tuhan! Anak Domba Allah, yang adalah Putra Allah, menjadi Pengganti kita.”
Sekarang marilah kita merenungkan syair kidung yang ditulis oleh Emma Both – Tucher yang menggambarkan bagaimana Kristus sebagai Anak Domba Allah telah menempuh sengsara di Golgota bahkan telah mati untuk menggantikan kita.

1. Kasih ajaib nyata di Golgota! Takhta di surga ditinggalkan.
Rela jadi miskin, t’rima sengsara, s’panjang jalan susah bagiku.
Dia menempuh Golgota bagiku, ya, bagiku! Ya, bagiku!
Dia menempuh Golgota bagiku, demi s’lamatkanku!

2. Oh, langit pun gelap, Allah hukum Dia! Tuntutan murka-Nya membakar.
Karena Dia tanggung se-mua dosaku, Allah menghukum-Nya gantiku!
Dia mati di salib menggantiku, menggantiku! Menggantiku!
Dia mati di salib menggantiku, Dia tanggung dosaku!

3. Dulu kami tak mengenal kurnia-Nya! Tapi, kini kami t’lah nampak.
Bahkan dengar: “Ku berdarah untukmu”, baru ta’u Dia t’lah menebusku!
Atas salib Dia telah menebusku, menebusku! Menebusku!
Atas salib Dia telah menebusku, berdarah, tebusku!

Penerapan:
Mengikuti Tuhan tidak selalu menggembirakan, dan melayani Dia tidak selalu menyenangkan. Tetapi kita telah dibeli oleh Allah, dan kita adalah milik-Nya; karena itu, entah kita menyukainya atau tidak, kita tidak bisa apa-apa selain mempersembahkan diri dan melayani Dia. Marilah kita mengambil keputusan untuk melayani Dia mulai hari ini.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, bagiku Engkau telah memberikan segalanya, termasuk nyawa-Mu sendiri. Namun bagi-Mu, aku masih belum memberikan sesuatu yang berarti. Tuhan, ampunilah aku yang kurang mengenal kasih dan hak kepemilikan-Mu atasku. Hari ini aku mau mengasihi dan melayani-Mu.

16 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 3 Senin

Ishak Melambangkan Kristus (1)
Kejadian 22:8
“Sahut Abraham: ‘Allah yang akan menyediakan anak domba untuk korban bakaran bagi-Nya, anakku.’ Demikianlah keduanya berjalan bersama-sama.”

Jika kita meninjau dari sudut pandang wahyu Allah, kita akan melihat bahwa apa yang diperbuat Abraham terhadap Ishak merupakan gambaran hidup dari apa yang diperbuat Bapa terhadap Anak yang dikasihi-Nya. Ketika Abraham melakukan perjalanan ke gunung Moria bersama Ishak, dua orang pelayan menemaninya (Kej. 22:3). Pada hari ketiga, Abraham menyuruh kedua pembantunya berhenti dan berkata, “Aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu” (Kej. 22:5). Sejak itu, ceritanya bukan lagi kisah empat orang: ayah, anak, dan dua orang pembantu; melainkan sekarang adalah kisah Abraham dan anaknya, Ishak.
Abraham mengambil kayu untuk kurban bakaran dan meletakkannya ke bahu Ishak, yang memikulnya ke puncak gunung Moria. Bandingkan hal ini dengan Yohanes 19:17 yang mengatakan, “Sambil memikul salib-Nya Ia pergi ke luar ke tempat yang bernama Tempat Tengkorak, yang dalam bahasa Ibrani disebut Golgota.” Ishak berjalan menuju ke gunung Moria, Tuhan Yesus berjalan menuju ke Golgota. Sebelum Kristus memikul salib dan berjalan ke Golgota, Ishak telah memikul kayu untuk kurban bakaran dan menempuh jalan yang sama. Jadi, kita melihat bahwa Abraham melambangkan Allah Bapa, dan Ishak dengan kayu di atas bahunya melambangkan Yesus, Putra tunggal Allah. Ibrani 12:2 mengatakan bahwa Yesus telah mengabaikan kehinaan dan dengan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia. Kalau Tuhan Yesus sendiri telah menempuh jalan yang demikian, patutkah kita menuntut jalan yang lain?

Ishak Melambangkan Kristus (2)
Kej. 22:2-16; Yoh. 3:16; Mat. 3:17; 26:39; Flp. 2:8; Kis. 2:24

Ketika Ishak dan Abraham mendaki gunung Moria, Ishak berkata, “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba untuk kurban bakaran itu?” (Kej. 22:7). Jawab Abraham, “Allah yang akan menyediakan anak domba untuk kurban bakaran bagi-Nya, anakku” (Kej. 22:8). Di sini kita melihat seorang anak bersekutu dengan ayahnya. Abraham dan Ishak melambangkan Bapa dan Anak, dan persekutuan mereka sepanjang jalan ke gunung Moria merupakan suatu gambaran yang hidup yang menggambarkan bagaimana Yesus, Anak itu, bersekutu dengan Bapa ketika Ia memikul Salib ke gunung Golgota.
Ishak adalah putra tunggal Abraham (Kej. 22:2, 12, 16). Ini melambangkan Kristus sebagai Putra tunggal Allah (Yoh. 3:16). Ishak adalah anak yang dikasihi Abraham (Kej. 22:2), dan Kristus pun adalah Putra yang dikasihi Bapa, kepada-Nyalah Bapa berkenan (Mat. 3:17). Di dalam Kejadian 22:5 kita melihat Ishak menerima kehendak bapanya, dan di dalam Matius 26:39 kita mengetahui Kristus memilih kehendak Bapa. Menurut catatan dalam pasal 22, dalam hal mempersembahkan Ishak, Abraham tidak pernah mendiskusikan hal itu dengan istrinya ataupun dengan Ishak, putranya. Perhatikan pula gambaran itu: Ishak taat sampai diletakkan di atas mezbah. Ia bukan hanya mengikuti ayahnya sampai ke kaki gunung, ia juga taat untuk mengangkat kayu, pun ketika diikat, ia tidak melawan. Bahkan ketika ayahnya mengangkatnya ke atas mezbah, mengambil pisau, dan mengayunkan tangannya untuk membunuhnya, ia tidak memberontak. Ia taat sampai mati (Kej. 22:9-10). Demikian juga, ketika Tuhan Yesus akan ditangkap, Ia berdoa, “Janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki” (Mat. 26:39). Dalam Filipi 2:8 kita tahu bahwa Kristus telah taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib.
Walaupun Ishak tidak sampai terbunuh di atas mezbah, tetapi dalam pandangan Allah, Ishak telah dibunuh. Tepat ketika Abraham hampir membunuh anaknya, malaikat Tuhan dari langit menghalanginya dan berseru, “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku” (Kej. 22:12). Tetap hidupnya Ishak melambangkan kebangkitan. Untuk mengalami kebangkitan, kita perlu mempersembahkan diri. Setiap anggota tubuh kita perlu kita persembahkan kepada Allah, agar mati terhadap dosa dan hidup terhadap Allah. Allah akan memakai tubuh kita sebagai senjata kebenaran di dalam kebangkitan dan dosa tidak lagi berkuasa atas tubuh kita. Inilah pengalaman kita atas kebangkitan!

Penerapan:
Kenyamanan dan kelancaran mudah membuat kita kendor; sebaliknya penderitaan membuat kita bersandar erat kepada Allah.‘ Marilah kita belajar menempuh jalan yang sempit, belajar menanggung kehinaan karena Tuhan, sebagaimana Tuhan telah menanggung hina bagi kita. Bersaksilah bagi Tuhan kepada orang-orang di sekitar kita tentang keselamatan yang Tuhan sediakan bagi orang yang percaya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, bagi aku orang berdosa ini Engkau rela menempuh jalan yang jauh dari kenyamanan duniawi. Bahkan Engkau telah mengabaikan kehinaan, dengan tekun memikul salib bagiku. Tuhan,bila jalanku mulai menyimpang, ingatkanlah aku akan jalan yang telah Kau tempuh ini.

14 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 2 Sabtu

Dikembalikan di dalam Kebangkitan
Kejadian 22:12
“Lalu Ia berfirman: ’Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku.’”

Setelah Ishak dipersembahkan, ia lalu dikembalikan di dalam kebangkitan untuk menggenapi tujuan kekal Allah (Kej. 22:4, 12-13, 16, 18). Setelah dikembalikan di dalam kebangkitan, Ishak menjadilah orang yang lain. Ia bukan lagi Ishak yang alamiah, melainkan Ishak yang dibangkitkan. Ini sangatlah membesarkan hati. Setelah kita mempersembahkan kepada Allah apa yang telah kita terima dari pada-Nya, Ia lalu mengembalikannya kepada kita di dalam kebangkitan. Setiap pemberian, berkat rohani, pekerjaan, dan kesuksesan yang kita terima dari Allah haruslah mengalami ujian ini. Akhirnya, semuanya itu akan kembali kepada kita di dalam kebangkitan.
Tuhan Yesus bersabda “Sesungguhnya Aku berkata kepadamu: Jika biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah” (Yoh. 12:24). Misalkan, Allah memberi kita bakat alamiah tertentu. Itu adalah sebiji benih gandum. Jika kita menyimpan bakat alamiah ini tanpa pernah mempersembahkannya kepada Allah, ia akan tetap sebagai sebutir biji gandum saja. Tetapi jika kita dengan rela mempersembahkannya kembali kepada Allah, benih ini akan kembali kepada kita di dalam kebangkitan bahkan menjadi berkat. Kesulitan terbesar di antara anak-anak Allah dalam hal mempersembahkan sesuatu adalah sering tidak nampak bahwa apa yang kita persembahkan kepada Allah akan dikembalikan oleh Allah kepada kita. Dalam pemikiran kita, apa yang kita persembahkan kepada Allah akan hilang. Konsep ini tidak benar. Apa yang kita persembahkan, bukan hanya akan dikembalikan kepada kita, bahkan akan menjadi berkat.

Kepatuhan Demi Iman
Kej. 22:1-12; Ibr. 11:17-19; Yak. 2:21-22; Rm. 4:17

Dalam Kejadian 22 kita mengetahui ketaatan Abraham adalah berasal dari iman. Sewaktu kita membaca pasal ini, kita tidak mengerti mengapa Abraham sebagai manusia dan sebagai seorang ayah bisa setega itu. Ketika ia disuruh mempersembahkan putra kesayangannya kepada Allah, ia serta merta melakukannya. Menurut catatan disini, kita tidak diberi tahu bahwa Abraham berbincang dengan istrinya mengenai perihal mempersembahkan Ishak. Kepada kita hanya diberi petunjuk bahwa ia menjawab perintah Tuhan dengan segera dan berani. Ia bangun pagi-pagi dan segera pergi ke tempat yang ditunjukkan oleh Allah.
Dalam Perjanjian Lama kita tidak dapat mengetahui mengapa Abraham mematuhi Allah dengan cepat dan tegas. Tetapi dalam catatan Perjanjian Baru kita nampak bahwa Abraham percaya kepada Allah yang berkuasa membangkitkan orang-orang sekalipun dari antara orang mati (Ibr. 11:17-19; Yak. 2:21-22). Ia telah menerima janji yang tegas bahkan diperkukuh bahwa perjanjian Allah pasti terlaksana pada Ishak dan ia akan menjadi bangsa yang besar (Kej. 17:19-21). Jika Abraham mempersembahkan Ishak di atas mezbah, membunuhnya serta mempersembahkannya sebagai kurban bakaran kepada Allah, lalu Allah tidak membangkitkannya dari kematian, maka perkataan Allah akan sia-sia. Abraham mendasarkan imannya ke atas janji Allah yang telah diperkukuh oleh Allah sendiri.
Menyinggung tentang Abraham, Roma 4:17 mencatat bahwa Allah yang ia percayai itu adalah Allah yang mengaruniakan hayat kepada orang mati dan menyebutkan sesuatu yang tidak ada sebagai yang ada. Di sini kita melihat bahwa Abraham percaya kepada Allah atas dua hal. Pertama, kelahiran Ishak berkaitan dengan Allah menyebut sesuatu yang tidak ada sebagai yang ada. Kedua, kebangkitan berkaitan dengan Allah memberikan hayat kepada orang mati. Berhubung Abraham mempunyai iman seperti ini, maka ia segera menaati perintah Allah. Ibrani 11:17-19 mengatakan bahwa tatkala Abraham diuji, ia mempersembahkan Ishak demi iman, “ia beranggapan bahwa Allah berkuasa membangkitkannya sekalipun dari antara orang mati. Dan sejak itulah ia pun di dalam perlambangan telah menerimanya kembali” (Recovery Version). Kalau kita memiliki iman yang demikian, tidak akan ada kesulitan bagi kita untuk mempersembahkan apapun yang Allah kehendaki kita persembahkan. Iman yang sejati selalu memimpin kita kepada ketaatan yang mutlak kepada Allah. Kalau kita mengatakan bahwa kita memiliki iman tetapi tidak bisa menaati Allah, itu pasti bukanlah iman yang sejati melainkan iman yang kosong.

Penerapan:
Jika kita rela mempersembahkan semua bakat alamiah, karunia rohani, pekerjaan, keluarga, dan pelayanan kita di atas mezbah, maka kita pasti akan menerimanya kembali dari Tuhan dan Dia akan menjadikannya berkat bagi kesaksian-Nya.
Karena itu janganlah kita menahan sesuatu dalam tangan kita, tetapi marilah kita belajar menjadi orang yang selalu mempersembahkan. Demikian barulah Tuhan dapat memakai kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus,aku mau belajar menjadi orang yang mempersembahkan sesuatu di atas mezbah. Ubahlah aku dari orang yang selalu ingin menerima menjadi orang yang selalu memberi, agar aku boleh menjadi berkat kesaksian-Mu.

13 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 2 Jumat

Dipersembahkan di Gunung Moria
Kejadian 22:5
“Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: ‘Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.’”

Ketika Allah memberi tahu Abraham untuk mempersembahkan Ishak, Ia menyuruhnya pergi ke tanah Moria. Ke sanalah ia harus pergi untuk mempersembahkan Ishak, di atas salah satu gunung (ay. 2). Dari Bersyeba ke tanah Moria memerlukan waktu dua hari. Gunung dimana Ishak dipersembahkan kemudian disebut gunung Sion, tempat dimana bait Allah didirikan (2 Taw. 3:1). Kita mungkin bertanya mengapa Allah demikian menyusahkan dengan menyuruh Abraham pergi sejauh itu untuk mempersembahkan kurban? Bukankah Allah itu Mahahadir? Bukankah itu berarti Allah juga ada di Bersyeba? Mengapa Allah menyuruh Abraham pergi ke gunung yang demikian jauh? Pada mulanya, Allah bahkan tidak mengatakan kepada Abraham di gunung yang mana dia harus mempersembahkan Ishak, hanya dikatakan “pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu” (Kej. 22:2). Tentu Allah tidak bermaksud menyusahkan Abraham, melainkan Ia memiliki maksud tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya, gunung Moria akhirnya menjadi pusat tanah perjanjian, dan keturunan-keturunan Abraham harus pergi ke gunung itu tiga kali setahun untuk mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah (Ul. 16:16; Mzm. 132:13).
Saat kita membaca Alkitab, seringkali kita merasa bahwa Allah tengah menyusahkan kita dengan berbagai permintaan. Tetapi kita perlu meneladani sikap Abraham – taat. Begitu kita taat, di pihak Allah, Ia akan mengerjakan apa yang menjadi bagian-Nya, yaitu menyuplai kita (Flp. 1:19), sedangkan di pihak kita, kita hanya perlu percaya dan taat.

Menjadi Korban Bakaran Bagi Kepuasan Allah
Kej. 22:7-8

Gambaran dalam Kejadian 22 sangat hidup. Tangan Abraham membawa api dan pisau. Ishak mengangkat kayu-kayu guna membakar kurban bakaran, sambil bertanya, “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba kurban bakaran itu?” Ia tidak mengetahui bahwa dirinya itulah justru yang menjadi kurban. Nasib kita adalah menjadi kurban bakaran. Pengalaman rohani yang mencakup pertumbuhan dan penyeruan kepada nama Tuhan, semuanya adalah bagi pembentukan kita menjadi kurban bakaran sehingga memungkinkan kita “dipersembahkan di atas mezbah di gunung Moria”. Air sumur di Bersyeba adalah untuk api mezbah di gunung Moria. Semakin kita minum air sumur Bersyeba (air hayat), semakin pula kita akan bertumbuh. Dan semakin kita bertumbuh, berarti pula kita semakin dipersiapkan untuk dipersembahkan – “dibakar di gunung Moria”. Akhirnya Ishak menjadi nenek moyang dari semua bangsa yang terpilih. Juga menjadi nenek moyang Kristus. Kehendak kekal Allah tidak dapat disempurnakan tanpa Ishak, orang yang di bawah rawatan Abraham dan dipersembahkan kepada Allah.
Pada zaman Kejadian 22, Ishak adalah satu-satunya orang yang hidup dan berjalan dalam jalan sempit ini. Janganlah mengharapkan akan banyak orang yang akan menempuh jalan yang sempit. Kebanyakan orang lebih suka menjadi “pemanah” (Ismael), karena hal itu penuh dengan petualangan menarik. Kelihatan dari sudut yang satu, hidup di Bersyeba dan menyeru nama Tuhan adalah hal yang membosankan. Malahan, setelah kita menikmati saat yang baik dengan Tuhan, Dia akan meminta kita mempersembahkan sesuatu kepada-Nya - yaitu diri kita sendiri sebagai kurban bakaran. Kehidupan gereja yang normal tidak akan menghasilkan “pemanah-pemanah”; melainkan akan menghasilkan kurban-kurban bakaran. Kita semua harus menjadi kurban bakaran. Sekalipun jalan ini sempit, tetapi inilah jalan untuk menang.
Ketika Allah datang dan sepertinya menyulitkan kita seperti itu, itulah suatu kehormatan, karena hal itu membuktikan bahwa kita telah memenuhi syarat. Allah tidak akan mau menyusahkan Abraham saat itu apabila Abraham belum cukup syarat. Meskipun dari Bersyeba ke gunung Moria merupakan suatu perjalanan yang jauh bahkan menyebabkan beberapa penderitaan, namun ini mendatangkan berkat. Hidup di Bersyeba semata-mata menghasilkan kurban bakaran belaka. Suatu hari, kita semua harus melewati proses ini. Dalam bahasa Ibrani, kurban berarti kurban yang naik. Setelah kurban bakaran dibakar, bau yang sedap itu membubung kepada Allah untuk kepuasan-Nya.

Penerapan:
Ketaatan kepada Tuhan selalu mendatangkan berkat, sebaliknya setiap pemberontakan selalu mendatangkan kerugian dan kutuk. Ketaatan yang terindah adalah ketaatan yang memimpin kita memiliki pengalaman mezbah, yaitu kita dengan rela mempersembahkan diri kita bagi kepuasan Allah semata. Karena itu marilah kita sekali lagi memperbarui persembahan kita mulai dari anggota-anggota tubuh kita, waktu kita, dan harta kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, Engkau adalah teladan ketaatan yang unggul. Ketaatan-Mu kepada Bapa telah membuat Engkau mati di atas kayu salib dan menjadi berkat bagi banyak orang. Didiklah aku untuk senantiasa taat kepada-Mu, agar aku boleh menjadi berkat bagi banyak orang.

12 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 2 Kamis

Tidak Berselisih dengan Allah
Kejadian 22:5
“Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: ’Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.’”

Kini Abraham sudah mencapai taraf kematangan. Ketika ia mendengar Allah menyuruhnya mempersembahkan Ishak, ia segera melakukannya tanpa sedikitpun perbantahan. la berkata kepada hambanya, “Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu” (Kej. 22:5). la sama sekali tidak menyinggung kata “korban”, karena dalam pandangannya, ini adalah beribadah kepada Allah. Allah menyuruhnya mempersembahkan Ishak, dan ia pun mempersembahkannya. Sedikitpun ia tidak berselisih dengan Allah.
Allah memberkati orang-orang yang taat kepada-Nya; Allah akan mengaruniakan berkat yang terbaik kepada mereka. Dalam Ibrani 12:9 dikatakan bahwa kita akan hidup (beroleh hayat) jika kita taat kepada Allah. Mempersembahkan Ishak sebagai kurban bakaran tentu adalah suatu penderitaan baginya. Tetapi Abraham telah belajar taat. Setiap situasi yang sulit dan pahit yang kita alami adalah pengaturan Allah dengan tujuan supaya kita belajar taat dan beroleh manfaat darinya. Taat yang sejati adalah taat yang tahan menderita, tidak bersungut-sungut, tidak melawan, tidak mengelak, tidak manja diri. Bukan taat di bibir saja, melainkan taat sejati yang ternyata dalam penderitaan. Melalui ini hayat akan bertumbuh dewasa. Kita tidak terjemur matahari hingga layu (Mat. 13:6), melainkan menjadi matang (Ul. 33:14). Hanya orang-orang yang taat kepada Allah yang berguna. Orang yang menuntut kemudahan dan kenikmatan, tidak akan berguna. Kita semua harus belajar taat dalam penderitaan. Allah menyelamatkan kita dengan harapan agar kita taat kepada kehendak-Nya.

Mengenal Allah yang Membangkitkan Orang Mati
Kej. 22;5; Ibr. 11:19; 2 Kor. 1:9; Rm. 4:17

IIbrani 11:9 memperlihatkan kepada kita, ketika Abraham mempersembahkan Ishak, dia juga mengenal Allah adalah Allah yang membangkitkan orang mati. la menuruti perintah Allah mempersembahkan Ishak. Dari dalam kematian ia seakan-akan telah menerima anaknya kembali. Memang kenyataannya Abraham tidak membunuh Ishak, Ishak tidak mati. Tetapi Ibrani 11:19 mengatakan, “dari sana ia seakan-akan telah menerimanya kembali.” Abraham nampak bahwa Allah bukan hanya Allah Pencipta, tetapi juga Allah yang membangkitkan orang mati. la percaya, meskipun anaknya mati, Allah juga akan membangkitkannya. la mengenal Allah adalah Bapa, adalah permulaan segala sesuatu, Allah adalah yang menjadikan dengan firman-Nya segala sesuatu yang tidak ada menjadi ada, adalah Allah yang membangkitkan orang mati. la mengetahui Allah adalah Bapa, sebab itu ia percaya kepada Allah, ia menengadah kepada Allah.
Dalam 2 Korintus 1:9 Paulus menuliskan, “Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati.” Allah yang kepada-Nya kita percaya itu bukan hanya Dia yang menciptakan langit dan bumi. Sebaliknya, kepercayaan kita terletak pada Allah kebangkitan, pada Allah yang membangkitkan orang mati. Di sini Paulus tidak berkata, “Aku memanggil Allah yang menciptakan langit dan bumi untuk bersaksi bagiku.” Dalam ayat sembilan ini Paulus tidak menyebut Allah yang menciptakan, melainkan menyebut Allah kebangkitan.
Allah yang kepada-Nya Abraham percaya adalah Allah yang menghidupkan orang mati (Rm. 4:17). Kita perlu percaya kepada Tuhan Yesus dengan cara yang sama. Kita percaya kepada Allah Pencipta, yang menjadikan apa yang tidak ada menjadi ada. Kita juga percaya kepada-Nya sebagai pemberi kehidupan, sebagai Yang dapat membangkitkan orang mati. Dia dapat menciptakan sesuatu dari yang asalnya tidak ada, dan Dia dapat memberi kehidupan kepada orang mati. Kita dapat menerapkan iman Abraham ini di dalam hidup gereja. Kita mungkin merasa bahwa keadaan gereja di tempat kita berada sangat kasihan dan memang sangat kasihan, bahkan tidak ada apa-apanya. Berkatalah kepada Tuhan, “Ya Tuhan, mari datanglah. Pada-Mu selalu ada harapan karena Engkau adalah Allah kebangkitan.” Mengapa banyak orang Kristen yang penakut? Umumnya bukan karena situasinya betul-betul menakutkan, melainkan di dalam orang tersebut tidak ada iman bahwa Allah sanggup membangkitkan orang mati. Paulus adalah seorang rasul yang berani karena ia menaruh kepercayaannya pada Allah kebangkitan.

Penerapan:
Di manakah sebenarnya ekspresi ketidaktaatan manusia? Pertama, pada tutur kata; kedua, pada alasan; dan ketiga, pada pikiran. Karena itu, jika kita ingin terlepas dari ketidaktaatan, haruslah kita menanggulangi ketiga perkara tersebut. Jika tidak, kita akan sulit untuk menanggulanginya dengan tuntas. Terhadap firman Tuhan dan gerakan-Nya, marilah kita belajar dengan sederhana menurutinya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, karuniakanlah kepadaku hati yang lembut, hati yang taat kepada setiap permintaan-Mu, walaupun hal itu mungkin adalah penderitaan bagiku. Tuhan, beri aku hati yang sederhana, percaya bahwa Engkau tidak pernah salah.

11 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 2 Rabu

Mengenal Allah sebagai Bapa
Kejadian 22:2
“Firman-Nya: ‘Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.’”

Abraham harus belajar pelajaran yang terakhir. Pelajaran ini juga adalah pelajaran yang ia pelajari sejak awal. Abraham harus mengenal Allah adalah Bapa, Sang sumber. Memang tentang Ishak tidak ada masalah lagi, Ishak benar-benar pemberian Allah, benar-benar anak dari janji Allah. Tetapi masalahnya, bagaimanakah hubungan antara Abraham dengan Ishak? Satu pelajaran yang paling dalam yang harus kita pelajari di depan Allah, adalah terhadap semua pemberian Allah kepada kita, kita tidak boleh mempunyai hubungan yang langsung. Tidak hanya sesuatu yang kita dapatkan berdasarkan daging itu tidak benar, meskipun kita dapatkan berdasarkan janji, kalau kita dengan kekuatan daging memegang, mempertahankannya, itu juga tidak benar.
Dalam hal Abraham melahirkan Ishak, ia sudah mengenal Allah adalah Bapa. Tetapi Abraham harus mengetahui satu hal lagi, yaitu sebelum Ishak lahir, Allah adalah Bapa; sekarang Ishak sudah lahir, Allah tetap sebagai Bapa. Seringkali keadaan kita sebagai orang Kristen demikian: Sebelum memiliki apa yang kita dambakan, kita melihat Allah adalah Bapa; setelah memilikinya, mata kita selalu melihat hal itu, tidak melihat Allah adalah Bapa lagi. Harapan, mata, dan maksud hati, semua tertuju pada apa yang telah kita miliki itu. Lalu, bagaimana dengan Allah? Kita mulai mengesampingkan Allah. Tetapi kita harus nampak, Allah adalah Bapa, Dia tidak akan membiarkan kita berhenti pada tahap kita memiliki pemberian-Nya. Ia ingin kita maju selangkah lagi, yaitu mengenal bahwa Dia adalah Bapa yang tidak lalai dalam menggenapi janji-Nya.

Tidak Boleh Mengabaikan Allah
Kej. 22:1-3

Ishak merupakan karunia yang diberikan oleh Allah. Ada satu bahaya besar bagi kita di hadapan Allah ketika kita mendapatkan karunia. Sering kali setelah kita mendapatkan karunia, “tangan” kita penuh, tidak bisa lagi bersekutu dengan Allah, tidak bisa berhubungan dengan Allah. Ketika tangan kita kosong, kita dengan tangan kosong bersekutu dengan Allah; tetapi setelah tangan kita menerima karunia, kita lalu menjadi puas, kita tidak lagi bersekutu dengan Allah. Di sini Allah ingin memberi kita satu pelajaran, kita harus mengesampingkan karunia, kita harus mutlak tinggal di dalam Allah. Ketika daging manusia belum dibereskan dengan tuntas, manusia selalu tinggal di dalam pemberian Allah, dan mengabaikan diri Allah sendiri. Hal ini tidak diperkenan oleh Allah.
Boleh dikatakan, melahirkan Ishak adalah pengalaman Abraham yang paling berharga. Tetapi Allah memberitahu kita, suatu pengalaman bukan untuk kita pakai seumur hidup. Ketahuilah, sumber kita adalah Allah, bukan pengalaman. Melahirkan Ishak adalah satu pengalaman, tetapi ini bukan Bapa; melahirkan Ishak adalah satu pengalaman, tetapi ini bukan sumber. Kesulitannya di sini: begitu kita mendapatkan satu pengalaman mengenai Kristus, kita segera memegang pengalaman ini, terus menghargai pengalaman ini, tetapi lupa Allah adalah Bapa. Allah harus memperlihatkan kepada kita, bahwa pengalaman kita boleh dikesampingkan, tetapi Allah tidak boleh dikesampingkan. Boleh ada Ishak, boleh juga tidak ada Ishak, tetapi kita tidak boleh satu menit bahkan satu detik pun terpisah dari Bapa.
Ishak mewakili kehendak Allah. Kalau Ishak mati, bukankah kehendak yang Allah katakan kepadanya itu, tidak akan bisa tergenapi? Tetapi kita harus tahu, bahwa kita berhubungan dengan Allah, bukan berhubungan dengan perkara yang akan dikerjakan oleh Allah, bukan berhubungan dengan kehendak yang kali itu diucapkan oleh Allah. Di depan Allah kita akan dibawa ke satu tahap, tidak ada sedetikpun bagi ego kita. Allah akan menyelamatkan kita pada satu tahap, yaitu supaya yang kita kehendaki adalah diri Allah sendiri; bukan menghendaki pekerjaan yang Allah suruh kita lakukan. Sering kali kita dengan “tangan” daging mempertahankan pekerjaan yang Allah kehendaki kita lakukan, mengira karena Allah yang menyuruh kita melakukan perkara itu, maka bagaimanapun, kita harus dengan segala kekuatan merampungkan perkara itu. Tetapi Allah menghendaki kita belajar tidak mempertahankan maksud diri sendiri. Bila Allah menyuruh kita melakukan, kita melakukan, bila Allah tidak menghendaki kita melakukan, kitapun tidak melakukan.

Penerapan:
Segala berkat dari Allah, bahkan karunia-karunia rohani yang Allah berikan dapat menjadi selubung yang menghalangi kita dalam mengenal Allah. Kebanggaan atas karunia rohani, kesuksesan dalam pelayanan dapat membuat kita mengabaikan Allah, Sang sumber. segala karunia. Kiranya kita tidak meninggikan karunia maupun bakat alamiah kita melampaui Allah sendiri.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku ingin mengenal Engkau lebih dalam, bukan hanya sebagai Allah yang suka memberi, tetapi sebagai Allah yang memiliki tujuan. Aku ingin hidupku berada dalam tujuan-Mu, sehingga tujuan-Mu juga menjadi tujuanku.

10 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 2 Selasa

Mempersembahkan Kembali Apa yang telah Diterima (1)
Kejadian 22:2
“Firman-Nya: ‘Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.’”

Seringkali setelah kita memiliki suatu kenikmatan yang terindah dengan Tuhan, Ia tidak menyuruh kita melakukan sesuatu bagi Dia; malahan Ia akan memberi tahu kita agar mempersembahkan kembali kepada-Nya apa yang telah Ia berikan kepada kita. Kita tidak pernah membayangkan bahwa Dia akan menyuruh kita memberikan kembali kepada-Nya apa yang telah Ia berikan kepada kita. Ketika Abraham menikmati keintiman persekutuan dengan Allah, ia tidak disuruh bekerja bagi Allah. Ia justru menerima tuntutan Allah yang tertinggi — memberikan kembali kepada Allah apa yang telah Allah berikan kepadanya. Segala sesuatu yang menyangkut Ishak adalah dari Allah dan oleh Allah. Allah tidak akan lagi mengatakan “tidak” terhadap apa yang dimiliki Abraham. Namun tiba-tiba Allah datang dan seolah-olah berkata, “Aku tidak akan pernah menolak Ishak. Ia lahir berasal dan dari-Ku. Tetapi Abraham, sekarang engkau harus menyerahkannya kembali kepada-Ku.”
Abraham merasa takjub. Kalau kita ini Abraham, niscaya kita akan berkata, “Tuhan, apa yang Kauperbuat? Engkau tidak memperkenankan Lot, Engkau pun menolak Eliezer dan Ismael. Sekarang Engkau menginginkan Ishak, orang yang berasal dari pada-Mu itu, untuk dikembalikan kepada-Mu. Mengapa Engkau merampas aku?” Jika kita ini Abraham, kita pasti tidak akan mempersembahkan Ishak. Kita akan menggelengkan kepala sambil berkata, “Tidak, ini pasti bukan dari Tuhan.” Saudara saudari, Allah kita adalah Allah yang bertujuan. Justru di dalam permintaan-Nya kepada Abraham ini kita dapat melihat maksud dan tujuan Allah terhadap kita.

Mempersembahkan Kembali Apa yang telah Diterima (2)
Kej. 22:2

Dalam Kejadian 22:2 Allah berkata kepada Abraham, “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai kurban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Allah menyuruh Abraham mempersembahkan Ishak, putra tunggal yang dikasihinya. Betapa berat bagi Abraham harus melakukan hal ini! Sebagai kaum beriman dalam Kristus, kita mungkin tidak pernah belajar mempersembahkan kembali kepada Allah apa yang telah Ia berikan kepada kita. Sudahkah kita menerima suatu pemberian? Janganlah memegang erat-erat barang tersebut. Cepat atau lambat Allah akan datang dan berkata, “Persembahkanlah kembali kepada-Ku pemberian yang Kuberikan kepadamu itu.” Apakah Allah telah memberi kita pekerjaan yang baik? Pada satu waktu, Allah akan berkata, “Pekerjaan ini adalah Ishak yang Kuberikan kepadamu. Sekarang Aku ingin kau mempersembahkannya kembali kepadaKu.” Bagaimanapun juga, semua yang telah Allah berikan kepada kita, bahkan apa yang telah Ia garapkan ke dalam kita dan melalui kita, harus dipersembahkan kembali kepada-Nya.
Jika kita jadi Abraham, niscaya kita sudah berkata, “Tuhan, hamba telah berusia 120 tahun lebih dan Sara pun hampir mati juga. Mana boleh Engkau meminta hamba mempersembahkan kembali apa yang telah Kau karuniakan kepada hamba?” Jika kita belum mempunyai pengalaman ini, pada satu waktu kita pasti akan mengalaminya. Kita dapat memberikan kesaksian, memang beberapa waktu yang lampau Allah meminta kembali apa yang telah Ia berikan kepada kita. Pemberian, kekuatan, pekerjaan dan kesuksesan yang Ia berikan kepada kita harus dipersembahkan kembali kepada-Nya. Ini merupakan suatu ujian yang riil. Boleh jadi mudah bagi Abraham untuk memberikan Lot ataupun Eliezer. Bahkan mengusir Ismaelpun bukanlah hal yang terlalu sukar baginya. Akan tetapi mempersembahkan putra tunggal yang dikasihinya sungguh merupakan perkara yang sulit baginya. Suatu hari, setelah kita sangat menikmati Tuhan, Ia akan menyuruh kita untuk mengembalikan baik pemberian, pekerjaan ataupun kesuksesan yang telah Ia karuniakan kepada kita. Mungkin Allah kita berkata, “Sekarang tibalah saatnya bagi-Ku untuk meminta sesuatu dari padamu. Aku tidak menyuruhmu bekerja bagi-Ku atau pergi ke ladang misi. Aku meminta agar kau mempersembahkan kembali apa yang telah Kulimpahkan kepadamu.” Inilah jalan yang harus kita tempuh hari ini. Biarlah kita nampak bahwa semua yang telah Tuhan berikan dan percayakan kepada kita, semua adalah bagi Dia.

Penerapan:
Berkenaan dengan berkat yang kita terima dari Allah, marilah kita memiliki sebuah sikap yang tepat yaitu tidak memegangnya erat-erat. Bila Allah menariknya kembali, baiklah belajar mempersembahkannya dengan rela dan penuh ucapan syukur sambil memuji Dia. Bukankah semua yang kita miliki berasal dari Allah? Kalau kita jelas akan hal ini, kita pasti akan menjadi orang yang suka mempersembahkan.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang hanya mau menerima berkat tetapi enggan mempersembahkan kembali berkat yang telah Kau berikan. Tuhan, terangilah agar aku nampak bahwa semua yang aku miliki adalah berasal dari pada-Mu. Jadikanlah aku berkat bagi banyak orang.

09 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 2 Senin

Dibawa ke Gunung Moria
Kejadian 22:2
“Firman-Nya: ‘Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.’”

Sumber air hidup menjadikan Ishak suatu kurban bakaran (Kej. 22:2, 9), sedangkan sumber yang diminum Ismael menjadikan dia seorang pemanah, seorang yang hidup di dalam kekejaman bagi dirinya sendiri. Sumber kehidupan Ishak menjadikan dia suatu kurban bakaran, yang dipersembahkan bagi kepuasan Allah. Sumber kehidupan ini memimpin Ishak naik ke Moria, bukannya turun ke Mesir (Kej. 22:2). Sumber kehidupan Ismael memimpin orang-orang berjalan menurun, tetapi sumber kehidupan milik Ishak memimpin orang-orang naik ke bukit Moria, yang di kemudian hari Yerusalem dibangun di sana. Akhirnya, sumber kehidupan yang normal akan membuat kita semua menjadi Ishak dan akan memimpin kita ke Yerusalem Baru. Gunung Moria akhirnya menjadi gunung Sion tempat bait Allah didirikan (2 Taw. 3:1), menjadi pusat tanah permai yang diberikan Allah kepada Abraham dan keturunannya.
Dari Abraham keluar dua macam orang: yang pertama diwakili oleh Ismael yang hidup di padang gurun dan bersatu dengan Mesir; sedang yang lain diwakili oleh Ishak yang hidup di Bersyeba dan yang dibawa ke gunung Moria. Hari ini juga terdapat dua macam orang Kristen; yang satu seperti Ismael, hidup bagi diri mereka sendiri di padang gurun jiwa mereka dan bersatu dengan dunia; sedang yang lainnya seperti Ishak, hidup bagi Allah di dalam roh mereka dan di dalam gereja dan dibawa ke Sion. Jadi, orang-orang Kristen sejati, dapat juga hidup seperti Ismael, hidup di dalam angan-angan dan kesukaan diri kita sendiri serta bersatu dengan dunia. Sumber “air” yang salah dapat membuat kita hidup seperti Ismael.

Mengalami Ujian yang Ketiga
Kej. 22:1-3; Ibr. 11:18

Untuk perkara anak, Abraham sudah menerima dua kali ujian. Ujian yang pertama adalah melahirkan Ismael, ujian yang kedua berdoa bagi perempuan-perempuan keluarga Abimelekh. Sekarang Abraham menerima ujian yang ketiga, yaitu pergi ke gunung Moria untuk mempersembahkan Ishak. Kejadian 22:1-3 mencantumkan, “Setelah semuanya itu Allah mencoba Abraham. Dia berfirman kepadanya: Abraham, lalu sahutnya: Ya, Tuhan. FirmanNya: “Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Permintaan ini berhubungan dengan penggenapan janji Allah. Ishak adalah anak tunggal Abraham yang sangat dikasihi Abraham. Bagi Abraham, mempersembahkan Ishak adalah harga yang terlalu besar.
Ibrani 11:18 mengatakan, “. . . keturunan yang berasal dari Ishaklah yang akan disebut keturunanmu.” Mempersembahkan Ishak bukan hanya masalah mengorbankan seorang anak yang sangat dikasihi Abraham, juga berhubungan dengan janji Allah, dengan tujuan Allah dan pekerjaan Allah. Anak yang Allah berikan kepada Abraham ini, bukan hanya diberikan kepada Abraham seorang, tetapi Allah juga ingin mencapai tujuan-Nya melalui anak ini. Kalau anak ini mati, apa yang akan terjadi? Inilah ujian yang diterima Abraham. Ibrani 11:18 menyiratkan kepada kita, ujian ini berhubungan dengan masalah bejana. Allah ingin memberi Abraham satu anak, tetapi Ia juga menyuruh mempersembahkan anaknya itu sebagai korban bakaran! Korban bakaran harus dibakar oleh api sampai habis. Semua janji Allah ada pada Ishak; kalau membakar Ishak, bukankah berarti membakar habis semua janji Allah? Tujuan Allah, pekerjaan Allah, semua tertumpuk pada diri Ishak; kalau Ishak dibakar, bukankah tujuan Allah dan pekerjaan Allah juga terbakar? Ismael dilahirkan berdasarkan daging. Kalau ia diusir, itu memang masuk akal dan benar. Tetapi Ishak dilahirkan berdasarkan janji Allah, mengapa dia harus dipersembahkan sebagai korban bakaran? Abraham sebenarnya tidak memaksa meminta anak itu, tetapi Allah sendiri yang memberi kepadanya. Sekarang, Allah akan mengambil kembali anaknya, bukan mengambil dengan cara biasa, melainkan dengan membakamya. Ini perkara yang sangat mengherankan. Pertama disuruh melahirkan, tetapi kemudian disuruh mempersembahkannya, bagaimana ini? Ini tidak lain karena Allah ingin supaya Abraham mengenal lebih dalam bahwa Allah adalah Bapa, Allah adalah sumber. Dia berhak melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya atas diri kita, demi kebaikan kita.

Penerapan:
Sumber “air” apakah yang kita minum setiap hari? Berbagai media hiburan setiap hari siap disajikan kepada kita, baik melalui media cetak, televisi, radio, ataupun melalui internet. Kalau kita minum “air” itu, tanpa sadar kita akan hidup seperti Ismael, hidup bagi diri sendiri. Kita perlu minum dari sumber”air” yang lain, sumber air hidup, yaitu Kristus yang terwujud di dalam firman kudus. Karena itu marilah kita bertekun di dalam firman-Nya.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, Engkaulah sumber air hidup yang sanggup memuaskan aku. Bangkitkanlah kedambaan di dalam hatiku untuk selalu datang dan menikmati firman kudus-Mu setiap hari agar aku dapat menempuh kehidupan yang Engkau perkenan.