Hitstat

13 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 2 Jumat

Dipersembahkan di Gunung Moria
Kejadian 22:5
“Kata Abraham kepada kedua bujangnya itu: ‘Tinggallah kamu di sini dengan keledai ini; aku beserta anak ini akan pergi ke sana; kami akan sembahyang, sesudah itu kami kembali kepadamu.’”

Ketika Allah memberi tahu Abraham untuk mempersembahkan Ishak, Ia menyuruhnya pergi ke tanah Moria. Ke sanalah ia harus pergi untuk mempersembahkan Ishak, di atas salah satu gunung (ay. 2). Dari Bersyeba ke tanah Moria memerlukan waktu dua hari. Gunung dimana Ishak dipersembahkan kemudian disebut gunung Sion, tempat dimana bait Allah didirikan (2 Taw. 3:1). Kita mungkin bertanya mengapa Allah demikian menyusahkan dengan menyuruh Abraham pergi sejauh itu untuk mempersembahkan kurban? Bukankah Allah itu Mahahadir? Bukankah itu berarti Allah juga ada di Bersyeba? Mengapa Allah menyuruh Abraham pergi ke gunung yang demikian jauh? Pada mulanya, Allah bahkan tidak mengatakan kepada Abraham di gunung yang mana dia harus mempersembahkan Ishak, hanya dikatakan “pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu” (Kej. 22:2). Tentu Allah tidak bermaksud menyusahkan Abraham, melainkan Ia memiliki maksud tertentu. Dalam perkembangan selanjutnya, gunung Moria akhirnya menjadi pusat tanah perjanjian, dan keturunan-keturunan Abraham harus pergi ke gunung itu tiga kali setahun untuk mempersembahkan kurban bakaran kepada Allah (Ul. 16:16; Mzm. 132:13).
Saat kita membaca Alkitab, seringkali kita merasa bahwa Allah tengah menyusahkan kita dengan berbagai permintaan. Tetapi kita perlu meneladani sikap Abraham – taat. Begitu kita taat, di pihak Allah, Ia akan mengerjakan apa yang menjadi bagian-Nya, yaitu menyuplai kita (Flp. 1:19), sedangkan di pihak kita, kita hanya perlu percaya dan taat.

Menjadi Korban Bakaran Bagi Kepuasan Allah
Kej. 22:7-8

Gambaran dalam Kejadian 22 sangat hidup. Tangan Abraham membawa api dan pisau. Ishak mengangkat kayu-kayu guna membakar kurban bakaran, sambil bertanya, “Di sini sudah ada api dan kayu, tetapi di manakah anak domba kurban bakaran itu?” Ia tidak mengetahui bahwa dirinya itulah justru yang menjadi kurban. Nasib kita adalah menjadi kurban bakaran. Pengalaman rohani yang mencakup pertumbuhan dan penyeruan kepada nama Tuhan, semuanya adalah bagi pembentukan kita menjadi kurban bakaran sehingga memungkinkan kita “dipersembahkan di atas mezbah di gunung Moria”. Air sumur di Bersyeba adalah untuk api mezbah di gunung Moria. Semakin kita minum air sumur Bersyeba (air hayat), semakin pula kita akan bertumbuh. Dan semakin kita bertumbuh, berarti pula kita semakin dipersiapkan untuk dipersembahkan – “dibakar di gunung Moria”. Akhirnya Ishak menjadi nenek moyang dari semua bangsa yang terpilih. Juga menjadi nenek moyang Kristus. Kehendak kekal Allah tidak dapat disempurnakan tanpa Ishak, orang yang di bawah rawatan Abraham dan dipersembahkan kepada Allah.
Pada zaman Kejadian 22, Ishak adalah satu-satunya orang yang hidup dan berjalan dalam jalan sempit ini. Janganlah mengharapkan akan banyak orang yang akan menempuh jalan yang sempit. Kebanyakan orang lebih suka menjadi “pemanah” (Ismael), karena hal itu penuh dengan petualangan menarik. Kelihatan dari sudut yang satu, hidup di Bersyeba dan menyeru nama Tuhan adalah hal yang membosankan. Malahan, setelah kita menikmati saat yang baik dengan Tuhan, Dia akan meminta kita mempersembahkan sesuatu kepada-Nya - yaitu diri kita sendiri sebagai kurban bakaran. Kehidupan gereja yang normal tidak akan menghasilkan “pemanah-pemanah”; melainkan akan menghasilkan kurban-kurban bakaran. Kita semua harus menjadi kurban bakaran. Sekalipun jalan ini sempit, tetapi inilah jalan untuk menang.
Ketika Allah datang dan sepertinya menyulitkan kita seperti itu, itulah suatu kehormatan, karena hal itu membuktikan bahwa kita telah memenuhi syarat. Allah tidak akan mau menyusahkan Abraham saat itu apabila Abraham belum cukup syarat. Meskipun dari Bersyeba ke gunung Moria merupakan suatu perjalanan yang jauh bahkan menyebabkan beberapa penderitaan, namun ini mendatangkan berkat. Hidup di Bersyeba semata-mata menghasilkan kurban bakaran belaka. Suatu hari, kita semua harus melewati proses ini. Dalam bahasa Ibrani, kurban berarti kurban yang naik. Setelah kurban bakaran dibakar, bau yang sedap itu membubung kepada Allah untuk kepuasan-Nya.

Penerapan:
Ketaatan kepada Tuhan selalu mendatangkan berkat, sebaliknya setiap pemberontakan selalu mendatangkan kerugian dan kutuk. Ketaatan yang terindah adalah ketaatan yang memimpin kita memiliki pengalaman mezbah, yaitu kita dengan rela mempersembahkan diri kita bagi kepuasan Allah semata. Karena itu marilah kita sekali lagi memperbarui persembahan kita mulai dari anggota-anggota tubuh kita, waktu kita, dan harta kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, Engkau adalah teladan ketaatan yang unggul. Ketaatan-Mu kepada Bapa telah membuat Engkau mati di atas kayu salib dan menjadi berkat bagi banyak orang. Didiklah aku untuk senantiasa taat kepada-Mu, agar aku boleh menjadi berkat bagi banyak orang.

No comments: