Hitstat

11 October 2006

Kejadian Volume 7 - Minggu 2 Rabu

Mengenal Allah sebagai Bapa
Kejadian 22:2
“Firman-Nya: ‘Ambillah anakmu yang tunggal itu, yang engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.’”

Abraham harus belajar pelajaran yang terakhir. Pelajaran ini juga adalah pelajaran yang ia pelajari sejak awal. Abraham harus mengenal Allah adalah Bapa, Sang sumber. Memang tentang Ishak tidak ada masalah lagi, Ishak benar-benar pemberian Allah, benar-benar anak dari janji Allah. Tetapi masalahnya, bagaimanakah hubungan antara Abraham dengan Ishak? Satu pelajaran yang paling dalam yang harus kita pelajari di depan Allah, adalah terhadap semua pemberian Allah kepada kita, kita tidak boleh mempunyai hubungan yang langsung. Tidak hanya sesuatu yang kita dapatkan berdasarkan daging itu tidak benar, meskipun kita dapatkan berdasarkan janji, kalau kita dengan kekuatan daging memegang, mempertahankannya, itu juga tidak benar.
Dalam hal Abraham melahirkan Ishak, ia sudah mengenal Allah adalah Bapa. Tetapi Abraham harus mengetahui satu hal lagi, yaitu sebelum Ishak lahir, Allah adalah Bapa; sekarang Ishak sudah lahir, Allah tetap sebagai Bapa. Seringkali keadaan kita sebagai orang Kristen demikian: Sebelum memiliki apa yang kita dambakan, kita melihat Allah adalah Bapa; setelah memilikinya, mata kita selalu melihat hal itu, tidak melihat Allah adalah Bapa lagi. Harapan, mata, dan maksud hati, semua tertuju pada apa yang telah kita miliki itu. Lalu, bagaimana dengan Allah? Kita mulai mengesampingkan Allah. Tetapi kita harus nampak, Allah adalah Bapa, Dia tidak akan membiarkan kita berhenti pada tahap kita memiliki pemberian-Nya. Ia ingin kita maju selangkah lagi, yaitu mengenal bahwa Dia adalah Bapa yang tidak lalai dalam menggenapi janji-Nya.

Tidak Boleh Mengabaikan Allah
Kej. 22:1-3

Ishak merupakan karunia yang diberikan oleh Allah. Ada satu bahaya besar bagi kita di hadapan Allah ketika kita mendapatkan karunia. Sering kali setelah kita mendapatkan karunia, “tangan” kita penuh, tidak bisa lagi bersekutu dengan Allah, tidak bisa berhubungan dengan Allah. Ketika tangan kita kosong, kita dengan tangan kosong bersekutu dengan Allah; tetapi setelah tangan kita menerima karunia, kita lalu menjadi puas, kita tidak lagi bersekutu dengan Allah. Di sini Allah ingin memberi kita satu pelajaran, kita harus mengesampingkan karunia, kita harus mutlak tinggal di dalam Allah. Ketika daging manusia belum dibereskan dengan tuntas, manusia selalu tinggal di dalam pemberian Allah, dan mengabaikan diri Allah sendiri. Hal ini tidak diperkenan oleh Allah.
Boleh dikatakan, melahirkan Ishak adalah pengalaman Abraham yang paling berharga. Tetapi Allah memberitahu kita, suatu pengalaman bukan untuk kita pakai seumur hidup. Ketahuilah, sumber kita adalah Allah, bukan pengalaman. Melahirkan Ishak adalah satu pengalaman, tetapi ini bukan Bapa; melahirkan Ishak adalah satu pengalaman, tetapi ini bukan sumber. Kesulitannya di sini: begitu kita mendapatkan satu pengalaman mengenai Kristus, kita segera memegang pengalaman ini, terus menghargai pengalaman ini, tetapi lupa Allah adalah Bapa. Allah harus memperlihatkan kepada kita, bahwa pengalaman kita boleh dikesampingkan, tetapi Allah tidak boleh dikesampingkan. Boleh ada Ishak, boleh juga tidak ada Ishak, tetapi kita tidak boleh satu menit bahkan satu detik pun terpisah dari Bapa.
Ishak mewakili kehendak Allah. Kalau Ishak mati, bukankah kehendak yang Allah katakan kepadanya itu, tidak akan bisa tergenapi? Tetapi kita harus tahu, bahwa kita berhubungan dengan Allah, bukan berhubungan dengan perkara yang akan dikerjakan oleh Allah, bukan berhubungan dengan kehendak yang kali itu diucapkan oleh Allah. Di depan Allah kita akan dibawa ke satu tahap, tidak ada sedetikpun bagi ego kita. Allah akan menyelamatkan kita pada satu tahap, yaitu supaya yang kita kehendaki adalah diri Allah sendiri; bukan menghendaki pekerjaan yang Allah suruh kita lakukan. Sering kali kita dengan “tangan” daging mempertahankan pekerjaan yang Allah kehendaki kita lakukan, mengira karena Allah yang menyuruh kita melakukan perkara itu, maka bagaimanapun, kita harus dengan segala kekuatan merampungkan perkara itu. Tetapi Allah menghendaki kita belajar tidak mempertahankan maksud diri sendiri. Bila Allah menyuruh kita melakukan, kita melakukan, bila Allah tidak menghendaki kita melakukan, kitapun tidak melakukan.

Penerapan:
Segala berkat dari Allah, bahkan karunia-karunia rohani yang Allah berikan dapat menjadi selubung yang menghalangi kita dalam mengenal Allah. Kebanggaan atas karunia rohani, kesuksesan dalam pelayanan dapat membuat kita mengabaikan Allah, Sang sumber. segala karunia. Kiranya kita tidak meninggikan karunia maupun bakat alamiah kita melampaui Allah sendiri.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku ingin mengenal Engkau lebih dalam, bukan hanya sebagai Allah yang suka memberi, tetapi sebagai Allah yang memiliki tujuan. Aku ingin hidupku berada dalam tujuan-Mu, sehingga tujuan-Mu juga menjadi tujuanku.

No comments: