Hitstat

31 July 2017

Wahyu - Minggu 26 Senin



Pembacaan Alkitab: Why. 22:1
Doa baca: Why. 22:1
Lalu ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir keluar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu.


Dalam Alkitab, pertama-tama Allah diwahyukan sebagai Allah yang di atas takhta. Sepanjang Perjanjian Lama, umat Allah secara bertahap memahami bahwa Allah itu Sang Mahakuasa yang di atas takhta. Takhta Allah adalah untuk pemerintahan-Nya. Terakhir, wahyu dalam Alkitab memimpin kita dari takhta pemerintahan Allah ke bait ekspresi Allah. Dalam Perjanjian Lama kita nampak Allah dalam bait-Nya. Dalam Perjanjian Baru kita juga nampak Allah di dalam tempat kediaman-Nya, bait-Nya, yaitu di dalam gereja. Terakhir, dalam kesimpulan Alkitab, dalam Kitab Wahyu ini, takhta dan bait digabungkan (16:17). Dalam Kitab Wahyu kita nampak Allah di atas takhta dalam Yerusalem Baru (22:1).

Allah berada di atas takhta adalah untuk administrasi-Nya; Allah berada di dalam bait adalah untuk ekspresi-Nya. Tujuan kekal Allah bukan berada di atas takhta, melainkan di dalam bait. Karena takhta Allah tegak untuk selama-lamanya, tetap ada untuk seterusnya dan selamanya (Mzm. 45:7), maka tidak perlu mendirikannya. Namun, Bait Allah memerlukan banyak sekali pekerjaan pembangunan. Keinginan Allah bukan hanya pada takhta. Ia telah ada di atas takhta sejak kekekalan yang silam. Allah menginginkan sebuah bait, sebuah ekspresi. Meskipun setiap orang Kristen mengetahui Allah itu Sang Mahakuasa di atas takhta, namun tidak banyak orang Kristen yang menyadari kalau Allah hari ini memerlukan sebuah bait, gereja, sebuah bangunan untuk ekpresi-Nya. Di Amerika Serikat kita telah meniup sangkakala tentang ini lebih dari 14 tahun, namun bahkan di antara kita sekalipun, tidak banyak ditemukan puji-pujian yang mengatakan Allah berada di dalam bait-Nya. Sebaliknya, mereka memuji Allah sebagai Sang di atas takhta. Pernahkah Anda memuji Allah karena mengenal kehendak Allah yang menginginkan memiliki bait itu?

Saya ulangi, seluruh Alkitab terlebih dulu mewahyukan Allah sebagai Sang di atas takhta, kemudian berangsur-angsur mewahyukan keinginan Allah untuk memiliki sebuah bait. Pada puncaknya dan sebagai kesimpulannya, bait ini akan menjadi Yerusalem Baru. Telah kita tunjukkan, Yerusalem Baru tidak hanya akan menjadi Bait Allah, ia juga adalah ruang maha kudus. Dalam Yerusalem Baru, Allah akan berada di dalam Anak Domba di atas takhta sampai selama-lamanya. Ia akan menjadi Allah yang di atas takhta di dalam bait-Nya, berkuasa dan memiliki ekspresi-Nya secara mutlak, sampai selama-lamanya. Segala sesuatu yang Allah kerjakan hari ini adalah untuk ini. Itulah sebabnya kita katakan, kita bukan hanya untuk keselamatan individu, melainkan untuk pembangunan gereja secara korporat. Saya katakan sekali lagi, kehendak Allah ialah ingin memiliki bait ini. Takhta Allah adalah untuk bait-Nya; administrasi-Nya adalah untuk ekspresi-Nya. Terakhir, dalam Yerusalem Baru, sungai air hayat akan mengalir dari takhta Allah untuk menyuplai seluruh kota. Karena itu, Yerusalem Baru akan menjadi kesimpulan Allah yang mengalir dari takhta.


Sumber: Pelajaran-Hayat Wahyu, Buku 3, Berita 50

29 July 2017

Wahyu - Minggu 25 Sabtu



Pembacaan Alkitab: Why. 15:6-8
Doa baca: Why. 15:8
Kemudian Bait Suci itu dipenuhi asap karena kemuliaan Allah dan karena kuasa-Nya, dan seorang pun tidak dapat memasuki Bait Suci itu, sebelum berakhir ketujuh malapetaka dari ketujuh malaikat itu.


Cara berpakaian ketujuh malaikat dalam Why. 15:6 bagaikan imam (Yeh. 44:17), bukan pakaian tentara. Jadi, penumpahan ketujuh cawan oleh ketujuh malaikat merupakan jawaban atas doa-doa para pemenang belakangan yang berdiri di atas lautan kaca yang bercampur dengan api. Para pemenang belakangan yang berdiri di atas lautan kaca akan menyembah Allah dengan puji-pujian mereka. Pada waktu itu, doa-doa akan diakhiri dan pujian akan dimulai. Segera setelah catatan puji-pujian mereka, terlihatlah suasana di surga sebelum ketujuh cawan ditumpahkan. Dari Bait kemah kesaksian di surga keluarlah tujuh malaikat dengan ketujuh malapetaka. Di sini tidak lagi hanya merupakan perkara penghakiman, karena penghakiman di sini bercampur dengan penggenapan ekonomi Allah sehingga Allah bisa memiliki ekspresi-Nya.

Dalam ayat 7 terdapat dua hal: Bait Suci dan takhta. Kita telah melihat, perbuatan Allah dalam bagian pertama kitab ini berasal dari takhta; perbuatan-Nya dalam bagian kedua berasal dari Bait Suci. Kitab Wahyu pertama-tama menunjukkan fokus penghakiman Allah adalah takhta, kemudian menunjukkan fokus kesaksian Allah adalah Bait Suci. Dalam ayat ini takhta dan Bait digabungkan. Sekarang, penghakiman Allah dibaurkan dengan ekspresi Allah, dengan kesaksian Allah. Dengan kata lain, kesaksian Allah berasal dari penghakiman Allah, dan penghakiman Allah adalah untuk kesaksian Allah. Bait berasal dari takhta, dan takhta adalah untuk Bait.

Respons Allah terhadap puji-pujian para pemenang belakangan bukan hanya dari takhta, tetapi juga dari dalam Bait Suci. Ini berarti jawaban Allah bukan hanya untuk penghakiman, terlebih lagi untuk kesaksian-Nya, ekspresi-Nya, dan bait-Nya. Karena ketujuh malaikat dengan ketujuh cawan bukan hanya untuk penghakiman Allah, tetapi terutama untuk kesaksian Allah, maka mereka berasal dari bait. Mereka bukan hanya berasal dari takhta penghakiman, tetapi juga dari bait untuk ekspresi Allah. Setelah cawan terakhir ditumpahkan, setiap perkara negatif akan dibasmi. Segera setelah itu, pengantin perempuan tertampaklah (19:7-9).

Ketujuh cawan yang diberikan oleh salah seorang dari antara keempat makhluk hidup itu penuh dengan murka Allah (ay. 7). Cawan, biasanya kecil, menunjukkan keterbatasan. Meskipun ketujuh malapetaka terakhir ini merupakan murka Allah yang terakhir, namun murka-Nya tetap terbatas. Kalau tidak, seluruh bumi dan seluruh penghuninya akan dibinasakan. Untuk menggenapkan tujuan kekal-Nya, Allah masih melaksanakan pembatasan terhadap murka-Nya yang terakhir sewaktu menghakimi bumi. Penumpahan murka Allah ini sangat serius, namun masih terbatas. Allah penuh belas kasihan. Binatang itu, rakyatnya dan seluruh kerajaannya pantas dimusnahkan seluruhnya tanpa pembatasan, namun Allah masih membatasi penumpahan murka-Nya hanya sampai ke ukuran yang kecil saja. Terima kasih kepada Tuhan untuk hal ini!

Tidak seorang pun bisa memasuki Bait untuk berdoa guna meredakan murka Allah, sampai murka Allah seluruhnya ditumpahkan ke atas pemberontak yang dihasut Iblis dan yang dipengaruhi Antikristus (ay. 8).


Sumber: Pelajaran-Hayat Wahyu, Buku 3, Berita 49

28 July 2017

Wahyu - Minggu 25 Jumat



Pembacaan Alkitab: Why. 15:5
Doa baca: Why. 15:5
Setelah itu aku melihat Bait Suci -- Kemah Kesaksian -- di surga, terbuka.


Dalam 15:5-8 kita melihat suasana di surga sebelum ketujuh cawan ditumpahkan. Kemah kesaksian dalam Perjanjian Lama terdiri dari ruang kudus, dan bagian yang lebih dalam, ruang maha kudus. Bait suci dalam ayat 5 adalah bagian yang lebih dalam dari Bait Suci, yaitu ruang maha kudus, tempat tabut berada. Kesaksian adalah hukum Allah yang mempersaksikan Allah dan yang ditempatkan di dalam tabut (Kel. 25:16). Karena tabut ditempatkan di dalam kemah, maka kemah itu disebut kemah kesaksian. Di sini kita melihat bahwa Bait Suci dari kemah kesaksian di surga telah dibuka; ia tidak lagi tersembunyi, tetapi telah dibuka untuk dilihat oleh alam semesta.

Ayat 5 merupakan kelanjutan pasal 11:19, dan keduanya perlu kita hubungkan. Takhta yang dilingkungi pelangi dalam 4:2-3 adalah pusat segala penghakiman yang dilaksanakan atas bumi dalam pasal 6--11, ini di aspek negatifnya; sedang Bait Suci yang memiliki tabut perjanjian adalah pusat semua perampungan Allah di alam semesta yang dilaksanakan dalam pasal 12--22, ini di aspek positifnya. Karena itu, dalam bagian pertama dari Kitab Wahyu, dari pasal 1--11, pusat wahyu berada pada takhta yang dilingkungi pelangi. Dalam bagian kedua, pasal 12--22, pusat wahyu tidak lagi berada pada takhta yang dilingkungi pelangi, melainkan pada Bait Suci dengan tabut perjanjiannya.

Kesaksian Allah adalah pengekspresian diri Allah melalui bangunan-Nya. Pada akhir pasal 11 terdapat gempa bumi yang dahsyat, mungkin merupakan gempa bumi yang paling dahsyat dalam sejarah. Tetapi pada akhir bagian kedua terdapat Yerusalem Baru, yang merupakan bangunan Allah, ekspresi Allah, juga kesaksian Allah. Seluruh Yerusalem Baru adalah ruang maha kudus. Kota ini berbentuk kubus. Panjang, lebar dan tingginya masing-masing dua belas ribu stadia (21:16). Ini merupakan Bait Suci yang diperluas, kesudahan dari sebelas pasal yang terakhir dari Kitab Wahyu. Kesebelas pasal yang pertama berakhir dengan gempa bumi yang dahsyat, dan sebelas pasal yang terakhir disudahi dengan Yerusalem Baru. Betapa kontrasnya!

Bait Suci dengan tabut perjanjian merupakan ekspresi Allah dengan Kristus Allah. Bait adalah tempat kediaman Allah, ekspresi Allah; sedang tabut perjanjian adalah Kristus sebagai kesaksian Allah. Karena kesebelas pasal yang terakhir dari Kitab Wahyu adalah untuk ekspresi Allah dan Kristus-Nya, maka fokus bagian ini adalah Bait Allah dan tabut perjanjian Allah. Akhirnya, Yerusalem Baru akan menjadi Bait yang diperluas, dan dalamnya akan ada tabut perjanjian. Kristus, sebagai Anak Domba. Karena itu, sebagai hasil perbuatan Allah dalam pasal 12--22, kita nampak Bait yang kekal dengan tabut perjanjian yang kekal.

Untuk memahami Kitab Wahyu, kita harus mempunyai visi yang menyeluruh seperti ini. Dengan memiliki visi ini barulah kita mengetahui di mana kita berada. Perempuan dengan anak laki-laki diperlukan untuk Bait Allah dan tabut perjanjian Allah. Perempuan cemerlang adalah untuk Yerusalem Baru. Terakhir, kota itu akan menjadi perempuan, karena sebagai "kota-perempuan", ia akan menjadi istri Anak Domba (21:9-10).


Sumber: Pelajaran-Hayat Wahyu, Buku 3, Berita 49