Hitstat

10 September 2016

1 Yohanes - Minggu 3 Sabtu



Pembacaan Alkitab: 1 Yoh. 2:1; 1:6
Doa baca: 1 Yoh. 2:1
Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa. Namun jika seseorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara kepada Bapa, yaitu Yesus Kristus yang adil.


Kita telah membahas soal apakah sebagai kaum beriman kita masih memiliki dosa dalam sifat kita atau tidak. Kita telah melihat bahwa setelah kita dilahirkan kembali, kita masih mempunyai dosa yang tinggal di dalam kita. Sekarang kita perlu membahas masalah kedua: Masih dapatkah kita berbuat dosa setelah kita dilahirkan kembali? Ya, orang beriman masih dapat berbuat dosa setelah dia dilahirkan kembali. Dalam 2:1 Yohanes mengatakan, “Anak-anakku, hal-hal ini kutuliskan kepada kamu, supaya kamu jangan berbuat dosa. Namun jika seseorang berbuat dosa, kita mempunyai seorang pengantara kepada Bapa, yaitu Yesus Kristus yang adil.” Perkataan Yohanes “jika seseorang berbuat dosa” menunjukkan dengan kuat bahwa kita masih dapat berbuat dosa setelah kita diselamatkan.

Mari kita memakai masalah tentang marah-marah sebagai sebuah ilustrasi. Saya tidak percaya ada orang yang tidak pernah marah-marah setelah dia beroleh selamat. Dapatkah Anda mengatakan bahwa selama Anda menjadi orang Kristen, Anda tidak pernah marah-marah? Walaupun Anda tidak marah-marah di luaran, bagaimana dalam batin Anda? Ilustrasi tentang marah-marah saja cukup untuk membuat kita jelas mengenai fakta bahwa meskipun kita adalah kaum beriman, kita masih dapat berbuat dosa dan memang adakalanya kita juga berbuat dosa. Meskipun kita telah beroleh selamat dan dilahirkan kembali dan berada di bawah transformasi Roh Kudus, kita masih mungkin berbuat dosa. Karena kita masih dapat berbuat dosa setelah beroleh selamat, kita perlu mengakui dosa-dosa kita (1:9). Pengakuan dosa-dosa adalah syarat pertama dari persekutuan ilahi.

Dalam 1:6 Yohanes mengatakan, "Jika kita katakan bahwa kita mempunyai persekutuan dengan Dia, namun kita hidup di dalam kegelapan, kita berdusta dan tidak melakukan kebenaran." Mempunyai persekutuan dengan Allah berarti melakukan kontak yang hidup dan akrab dengan Dia dalam aliran hayat ilahi berdasarkan urapan Roh itu dalam roh kita (2:27). Ini menjaga kita dalam partisipasi dan kenikmatan atas terang ilahi dan kasih ilahi.

Kita sangat perlu nampak bahwa hubungan kaum beriman dalam hayat dengan Bapa tidak dapat terputus. Akan tetapi, persekutuan mereka dengan Allah dapat terputus. Yang pertama adalah tanpa syarat, yang terakhir adalah bersyarat. Begitu kita dilahirkan kembali, kita adalah anak­anak Allah, dan kita mempunyai satu hubungan dalam hayat dengan Bapa kita. Hubungan hayat ini tidak dapat terputus. Akan tetapi, persekutuan kita dengan Allah dapat terputus.

Jangan mencampuradukkan hubungan hayat kita dengan Allah dan persekutuan kita dengan Allah. Hubungan kita dengan Allah berdasar pada hayat dan telah pasti se­kali untuk selamanya. Tetapi, persekutuan kita dengan Allah berdasar pada pemenuhan syarat-syarat dan bisa berubah­ubah seperti cuaca. Karena itu, hubungan hayat dengan Allah tidak mempunyai syarat dan tidak dapat putus. Tetapi persekutuan kita dengan Allah tergantung pada syarat-syarat tertentu, dapat putus, dan berubah-ubah. Saya harap kita semua dapat jelas mengenai perbedaan antara hubungan kita dengan Allah di dalam hayat dan persekutuan kita dengan Dia.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Yohanes, Buku 1, Berita 6

No comments: