Hitstat

25 July 2006

Kejadian Volume 4 - Minggu 3 Selasa

Manusia Karnal Atau Manusia Rohani (1)
Kejadian 8:6-8
“Sesudah lewat empat puluh hari, maka Nuh membuka tingkap yang dibuatnya pada bahtera itu. Lalu ia melepaskan seekor burung gagak; dan burung itu terbang pulang pergi, sampai air itu menjadi kering dari atas bumi. Kemudian dilepaskannya seekor burung merpati untuk melihat, apakah air itu telah berkurang dari muka bumi.”

Sebelum Nuh dan keluarganya memulai kehidupan mereka yang baru di bumi yang baru, Nuh melakukan beberapa percobaan. Ia melepaskan seekor burung gagak dan seekor burung merpati (Kej. 8:7-12). Burung gagak menandakan manusia karnal (manusia milik daging). Jika kita membaca Imamat 11 dengan teliti, kita akan nampak bahwa burung gagak adalah burung yang najis. Burung ini dikatakan najis karena gemar makan bangkai. Dengan kata lain, mereka makan kematian. Dalam pandangan Allah, kematian adalah barang yang najis. Menurut Perjanjian Lama, begitu seseorang menjamah kematian, ia menjadi najis.
Setelah itu ia lalu melepaskan seekor burung merpati. Dalam perlambangan, burung merpati melambangkan Roh Allah (Mat. 3:16), juga melambangkan manusia rohani, manusia yang dipenuhi dan dipimpin oleh Roh.Burung merpati adalah burung yang tidak najis, yang memakan biji-bijian yang berkulit. Setiap biji itu mengandung hayat. Karena hayat sebagai makanan burung yang tidak najis, maka mereka bersih. Dalam pandangan Allah, tidak ada yang lebih bersih daripada hayat, juga tidak ada yang lebih najis daripada kematian.
Hayat atau kematiankah yang kita makan? Kita makan bangkai atau makan biji-bijian? Setelah kita diselamatkan dari hukuman Allah dan dibangkitkan oleh Allah di dalam Kristus, kita tidak seharusnya kembali ke dunia yang dihakimi oleh Allah dengan menjamah kematian. Hidup menurut daging sepenuhnya menjamah kematian (Rm. 8:6a). Kiranya ini menjadi peringatan bagi kita agar setelah kita diselamatkan tidak kembali ke dunia yang penuh kematian.

Manusia Karnal Atau Manusia Rohani (2)
2 Tim. 4:10; Kej. 8:8-11

Nuh sangat berhikmat. Ia melepas seekor burung gagak lebih dulu. Begitu burung gagak meninggalkan bahtera, bagaikan keluar dari sangkar, dan begitu melihat bangkai-bangkai terapung-apung di atas air penghakiman, bangkai-bangkai itu segera disantapnya. Ketika ia terkurung di dalam bahtera, ia tidak mempunyai kesempatan makan bangkai, karena di dalam bahtera tidak ada kematian. Apakah artinya ini? Hal ini menunjukkan di dalam gereja tidak ada kematian. Semua burung gagak pasti kelaparan. Dewasa ini kita bisa melihat banyak “burung gagak” semacam ini. Setelah sejangka waktu mereka berada di dalam kehidupan gereja, mereka keluar lagi menyentuh dunia yang dihakimi Allah, kembali makan bangkai. Tak peduli siapa saja yang menyukai dunia yang terhukum itu, ia bagaikan seekor burung gagak makan barang kematian. Bahkan seperti Demas yang pernah menjadi sekerja Paulus, pergi mencintai dunia, meninggalkan Paulus (2 Tim. 4:10). Mencintai dunia adalah makan barang-barang yang mati yang dihakimi dan dihukum Allah.
Setelah melepaskan burung gagak, Nuh lalu melepaskan burung merpati (Kej. 8:8). Burung merpati itu tidak menemukan tempat untuk hinggap, karena bumi masih penuh dengan air kematian. Ia tidak menemukan pijakan maupun makanan berupa biji-bijian di bumi. Berbeda dengan burung gagak pemakan bangkai, burung merpati tidak bisa makan bangkai. Karena itu ia kembali lagi ke bahtera (Kej. 8:9). Di bumi yang penuh dengan air kematian ini, adakah kita memiliki pijakan? Adakah kita memiliki makanan yang sejati di dalam dunia yang cemar ini? Pijakan dan makanan di dunia yang penuh dengan air kematian dan kecemaran sama sekali tidak cocok untuk kita. Di dalam kita ada suatu kedambaan yang lain, suatu kedambaan akan sesuatu yang lebih tinggi, yang tidak dapat dipuaskan oleh dunia ini. Karena itu, jalan terbaik bagi kita adalah kembali ke dalam bahtera, kembali ke dalam Kristus.
Tujuh hari kemudian, Nuh melepaskan burung merpati itu lagi, namun kali ini merpati itu kembali dengan membawa sehelai daun zaitun yang segar (Kej. 8:11). Dalam perlambangan, zaitun menandakan Roh Kudus, dan daun zaitun segar menandakan hayat baru di dalam Roh Kudus. Burung merpati melihat daun zaitun yang segar lalu dipetiknya sehelai. Inilah tanda hayat. Begitu air kematian surut, tanah menumbuhkan tunas zaitun muda yang segar. Begitu air kematian tersingkir, hayat bertumbuh. Di dalam pengalaman kita, begitu kita masuk ke dalam Kristus, air kematian yang tadinya menyelimuti kita segera tersingkir. Tersingkirnya air kematian memberi kesempatan bagi hayat untuk bertumbuh. Haleluya!

Penerapan:
Jangan iri terhadap jalan hidup dan kecenderungan orang dunia yang kelihatannya baik di permukaan tetapi di dalamnya penuh dengan kematian. “Makanan” mereka bukan makanan kita. Firman Tuhan adalah roh dan hayat, dan itulah yang seharusnya menjadi makanan kita.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, aku mau memilih kebangkitan. Aku memilih hayat dalam firman sebagai makananku. Aku mau melatih rohku untuk menikmati Engkau dan lepaskanlah aku dari daging dan keinginannya. Selamatkanlah aku dari kematian yang ada di sekitarku.

No comments: