Hitstat

05 August 2014

Kolose - Minggu 19 Selasa



Pembacaan Alkitab: Kol. 1:16-17


Jika kita tidak berada di dalam Kristus, Kristus tidak dapat berada di dalam kita. Menurut Perjanjian Baru, keberadaan Kristus di dalam kita berdasar pada fakta kita berada di dalam Dia. Dalam Yohanes 15:4, Tuhan berkata, “Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. ” Kalau kita tinggal di dalam Kristus, Dia akan tinggal di dalam kita. Sekali lagi kita nampak bahwa berada di dalam Kristus adalah masalah posisi, sedang Kristus di dalam kita merupakan masalah pengalaman dan kenikmatan. Beban saya dalam berita ini bukan ingin mengatakan kepada kalian bahwa kita berada di dalam Kristus, melainkan menunjukkan bahwa Kristus berada di dalam kita. Sekadar mengetahui kita berada di dalam Kristus tidak memberi kita pengalaman atas Kristus atau kenikmatan atas Kristus. Tetapi, posisi ini dapat memberi kita hak dan kehormatan untuk memiliki kenikmatan dan pengalaman atas Kristus.

Kita perlu pengertian yang jelas tentang arti dari Kristus berlawanan dengan kebudayaan. Walaupun Kristus ada di dalam kita, kita lebih banyak diduduki oleh kebudayaan daripada oleh Kristus. Kita dipenuhi oleh banyak hal yang bukan Kristus. Hal-hal tersebut mencakup apa yang kita sukai dan yang tidak kita sukai, kegemaran, pilihan, dosa, dan keduniawian kita. Semakin Kristus sebagai anugerah tersuplai ke dalam kita, hal-hal yang menduduki kita itu makin terlucut keluar. Namun, walau mungkin banyak hal kedosaan dan keduniawian agak mudah ditanggalkan, kebudayaan kita tetap tinggal, tidak peduli berapa banyak anugerah tersuplai ke dalam diri kita.

Kita tidak saja mempunyai kebudayaan dari negeri kita, kita pun mempunyai kebudayaan buatan sendiri. Tanpa disadari, kita semua memiliki sejenis kebudayaan buatan sendiri. Kebudayaan ini tidak hanya menjadi susunan dari praktek-praktek tertentu yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari, tetapi juga menjadi standar bagi kehidupan kita. Bila kita mempunyai standar sedemikian, berarti kita berada di bawah pengaruh kebudayaan kita. Kebudayaan tidak saja ditujukan kepada hal-hal seperti cara kita makan. Kebudayaan khususnya menyiratkan standar-standar tertentu. Dalam batin kita ada sebuah lukisan mental bahwa kita seharusnya menjadi orang macam apa. Inilah kebudayaan buatan kita sendiri, standar yang kita tetapkan bagi kehidupan kita sehari-hari.

Ketika Allah memanggil Abraham, Allah tidak memberinya sebuah peta. Penyertaan Allah itulah peta Abraham yang hidup. Tetapi kebanyakan orang Kristen hari ini lebih suka memiliki semacam “peta” untuk memimpin mereka setiap hari. “Peta” ini secara tidak sadar terlukis menurut standar hidup mereka. Dari hari ke hari mereka “mengemudi” menurut “peta” ini. Bila kita memiliki “peta” seperti ini, secara otomatis kita akan mengesampingkan Tuhan, sebab Tuhan telah digantikan oleh standar kita. Karena kita mempunyai standar-standar buatan sendiri bagi kehidupan kristiani, maka kita merasa tidak perlu menuntut Tuhan, berkontak dengan-Nya, atau bersandar kepada-Nya, sebaliknya, kita hidup hanya menuruti standar kita. Beberapa orang mungkin menyatakan bahwa mereka setiap hari berdoa kepada Tuhan dan mohon bantuan-Nya. Memang, mereka boleh jadi berdoa dan mohon bantuan Tuhan, tetapi bantuan yang mereka inginkan adalah yang memungkinkan mereka memenuhi atau mencapai standar mereka. Itu jauh berbeda dengan mohon Tuhan memimpin kita menurut Dia sendiri. Kita terlebih dahulu mempunyai standarstandar kita, lalu kita mohon bantuan Tuhan untuk mencapai sasaran kita itu. Itulah yang dimaksud hidup menurut kebudayaan buatan kita sendiri.


Sumber: Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 2, Berita 37

No comments: