Hitstat

11 August 2014

Kolose - Minggu 20 Senin



Pembacaan Alkitab: Yoh. 6:57


Ketika Tuhan Yesus berada di bumi, Dia tidak hidup berdasarkan hayat insani-Nya. Walaupun Dia adalah seorang manusia yang sempurna dengan hayat-Nya sendiri, tetapi Ia tidak hidup berdasarkan hayat insani-Nya, melainkan berdasarkan hayat Bapa. Karena hayat Bapa itu ilahi dan abadi, maka Tuhan Yesus hidup berdasarkan hayat ilahi ini. Dia dan Bapa memiliki satu hayat dan satu kehidupan. Putra hidup berdasarkan hayat Bapa, karena kehendak Putra ialah mengekspresikan Bapa. Karena Putra adalah gambar, ekspresi Bapa, dan karena Dia hidup oleh Bapa, maka Putra mengekspresikan Bapa dengan sepenuhnya. Yang hidup Putra, tetapi yang diekspresikan adalah Bapa.

Alkitab mewahyukan bahwa Putra adalah sebutir benih yang akan direproduksi di dalam kaum beriman. Menurut Yohanes 12:24, biji gandum perlu jatuh ke dalam tanah dan mati supaya dapat menghasilkan banyak biji gandum dalam kebangkitan. Ketika Tuhan Yesus berada di bumi, Dia memperhidupkan hayat Bapa. Kini, setelah kebangkitan-Nya, Dia telah menjadi hayat kita. Dia menghendaki kita memperhidupkan hayat-Nya, bukan hayat alamiah kita sendiri. Sebagai manusia individual, kita semua mempunyai hayat kita sendiri. Tetapi dalam ekonomi-Nya, Allah tidak menghendaki kita memperhidupkan hayat alamiah kita, melainkan memperhidupkan Kristus. Sebagaimana Kristus memperhidupkan Bapa, kita pun harus memperhidupkan Kristus.

Kita telah menunjukkan bahwa Kristus berlawanan dengan kebudayaan kita. Kebudayaan buatan kita sendiri, yang kita laksanakan sendiri, juga kebudayaan yang kita warisi, boleh jadi sangat baik, tetapi asalkan itu bukan Kristus, itu merupakan hambatan bagi pengalaman dan kenikmatan kita atas Kristus, serta kehidupan kita oleh Kristus. Untuk memahami hal ini dengan jelas, kita perlu memiliki visi surgawi. Jika kita mencoba membuang kebudayaan kita tanpa melihat Kristus sebagai hayat dan segala sesuatu kita, maka kita hanya akan menggantikan sejenis kebudayaan dengan kebudayaan lain. Menjadi tidak berkebudayaan juga berarti memiliki satu kebudayaan lain. Orangorang yang berkebudayaan mempunyai suatu kebudayaan, orang-orang yang tidak berkebudayaan juga mempunyai suatu kebudayaan, walaupun jenisnya sangat berbeda. Kalau kita memahami hal ini, kita akan nampak bahwa memutuskan untuk membuang kebudayaan kita saja tidak ada gunanya. Terpisah dari Kristus, apa adanya kita dan apa yang kita perbuat bagaimana pun berkaitan dengan kebudayaan. Setiap orang mempunyai kebudayaan. Kebudayaan itu boleh jadi berkembang atau tidak berkembang, tinggi atau rendah, namun kebudayaan itu tetap adalah kebudayaan. Pada waktu Kitab Kolose ditulis, orang-orang Yunani memiliki kebudayaan mereka, dan orang-orang Yahudi pun memiliki kebudayaan mereka. Selama ribuan tahun dalam sejarah, setiap suku dan bangsa memiliki jenis kebudayaannya yang khas. Titik beratnya di sini adalah setiap jenis kebudayaan berlawanan dengan Kristus dan Kristus berlawanan dengan setiap jenis kebudayaan. Kebudayaan yang mana saja selalu berlawanan dengan Kristus. Di luar Kristus, setiap produk dan pengembangan manusia adalah bagian dari kebudayaan.

Kristus yang almuhit adalah hayat kita (3:4). Jika Kristus tidak menjadi hayat kita, maka segala apa adanya Dia dan semua yang dicapai dan diperoleh-Nya akan tetap bersifat obyektif. Dia tetap Dia, kita tetap kita. Kalau begitu Dia tidak ada sangkut-pautnya dengan kita secara riil, demikian pula kita dengan Dia. Karena itu, dalam pengalaman riil sehari-hari kita, Kristus harus menjadi hayat kita. Namun kita mungkin memiliki pengetahuan Alkitab secara doktrinal bahwa Kristus adalah hayat kita tanpa hidup oleh Kristus secara riil dari hari ke hari. Bukannya hidup oleh Kristus, kita malahan terlalu sering hidup oleh hayat alamiah kita.


Sumber: Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 2, Berita 39

No comments: