Hitstat

07 March 2006

Wahyu Volume 8 - Minggu 1 Selasa

Kota Kudus
Wahyu 21:2
“Dan aku melihat kota yang kudus, Yerusalem yang baru, turun dari sorga, dari Allah, yang berhias bagaikan pengantin perempuan yang berdandan untuk suaminya.”

Sangat berbeda dengan Babel, kota besar itu (Wahyu pasal 17), yang dilihat oleh Rasul Yohanes dalam Wahyu pasal 21 adalah kota kudus, Yerusalem yang baru. Babel disebut sebagai ‘kota besar’, sedangkan Yerusalem Baru disebut sebagai ‘kota kudus’. Karakteristik dari Babel adalah kebesarannya, dan karakteristik dari Yerusalem Baru adalah kekudusannya. Orang Kristen yang memperhatikan kebesaran ada pada prinsip Babel, sedangkan yang memperhatikan kekudusan ada pada prinsip Yerusalem Baru.
Apakah arti kudus? Hanya Allah-lah yang kudus. Sebagai kota kudus, Yerusalem Baru sepenuhnya diresapi dan berbaur dengan Allah. Suatu kota fisik tidaklah mungkin diresapi oleh Allah.
Sebagai orang yang telah dilahirkan kembali, apabila kita terus membuka diri kepada Allah, maka kita dapat dijenuhi Allah, dengan demikian kitalah yang akan menyusun kota kudus itu. Itulah sebabnya dalam 1 Tesalonika 5:23 Paulus berdoa agar seluruh diri kita, roh, jiwa, dan tubuh, dikuduskan.
Kota kudus dalam ayat ini merupakan penggenapan dari Efesus 5:26-27 yaitu “… Ia menempatkan jemaat di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat kudus dan tidak bercela”. Dari ayat ini, sekali lagi kita nampak bahwa kota kudus ini bukanlah kota fisik melainkan mengacu kepada gereja yang kudus, yang telah sepenuhnya terbangun sehingga dapat dipersembahkan kepada Tuhan.

Yerusalem Baru
Why. 21:2; Flp. 4:9; 1 Tes. 5:23; Yeh. 36:26; Ef. 4:22-24; 2 Kor. 5:17; Rm. 6:4; 7:6

Apa arti “Yerusalem Baru”? “Yerusalem” terdiri dari dua kata Ibrani, yaitu Yeru, berarti pondasi; dan Salem, berarti damai sejahtera. Jadi, Yerusalem berarti pondasi damai sejahtera; sesuatu yang bertumpu, berpondasi, dan dijaga dalam damai sejahtera. Perjanjian Baru juga mewahyukan Allah sebagai sumber damai sejahtera (Flp. 4:9; 1 Tes. 5:23). Allah di dalam kita adalah pondasi damai sejahtera itu sendiri. Ini bukan damai sejahtera luaran, tetapi damai sejahtera yang di dalam, yang di dalamnya kita dijaga. Dalam kekekalan, kita akan menikmati damai sejahtera selama-lamanya.
Yerusalem Baru itu disebut “baru” sebab memiliki sifat kebaharuan Allah. Kata “baru” mengandung makna bahwa diri Allah ada di dalamnya. Segala sesuatu yang tanpa Allah di dalamnya pasti “lama/usang”, namun segala sesuatu yang di dalamnya telah ditambahkan Allah pasti baru. Yehezkiel 36:26 mengatakan bahwa kaum beriman memiliki hati dan roh yang baru, ini berarti ada Allah di dalam hati dan roh mereka. Efesus 4:22-24 mengatakan bahwa kita diperbaharui dalam pikiran kita, itu berarti Allah ditambahkan ke dalam pikiran kita sehingga kita memiliki pikiran yang baru. Semua yang “baru” berarti ada Allah. Allah adalah kebaruan dan kebaruan adalah Allah. Ketika kita memiliki Allah, kita memiliki kebaruan dan kita menjadi baru (Rm. 6:4; 7:6). Akhirnya, Yerusalem Baru akan menjadi perampungan sepenuhnya alam kebaharuan seperti yang dikatakan dalam 2 Korintus 5:17 “... yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang”.
Kita perlu mengalami Yerusalem Baru dalam kehidupan kita. Bukan hanya kita menikmati damai sejahtera Allah di dalam batin tetapi juga perlu selalu mengenakan unsur Allah yang baru dan menanggalkan unsur kita yang lama. Sama seperti tubuh kita, unsur yang tak berguna di dalam tubuh kita harus dibuang setiap hari, dan unsur yang baru ditambahkan setiap hari. Setiap hari kita harus dipenuhi Allah, agar selalu baru. Untuk itu kita harus tetap membina kebiasaan berkontak dengan Allah melalui doa, baca Alkitab, menyanyi, bersekutu agar unsur Allah terus ditambahkan ke dalam kita.

Penerapan:
Marilah kita menghindari pujian atau penghormatan dari manusia, karena semua itu hanya menjadikan kita besar dan bukan kudus. Sebaliknya, marilah kita menghadapi semua cemooh, kritik, atau celaan, dengan lapang dada, karena semua itu memang tidak bisa membuat kita menjadi besar, tetapi bisa membuat kita menjadi kudus.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, murnikanlah hatiku. Jangan biarkan aku ngotot dan giat melayani karena ingin menjadi besar. Oh Tuhan, bersihkan semua pekerjaan dan pelayananku dari segala motivasi yang tidak benar ini. Sebaliknya Tuhan, pakailah segala situasi, benda, dan orang, untuk mengkuduskanku.

No comments: