Hitstat

06 November 2014

Kolose - Minggu 32 Kamis



Pembacaan Alkitab: Kol. 3:15-18


Kolose 3:16 mengatakan, “Hendaklah perkataan Kristus tinggal dengan limpahnya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.” Setelah Paulus mengatakan tentang damai sejahtera Kristus menjadi juri di dalam kita, ia segera menyuruh kita untuk membiarkan perkataan Kristus diam di dalam kita. Mengapa Paulus lebih dulu menyebut damai sejahtera Kristus, kemudian baru menyebut perkataan Kristus? Jawaban dari pertanyaan ini berkaitan dengan prinsip dasar yang diwahyukan dalam Alkitab, yakni perkataan Allah menuntut adanya keesaan. Bila umat Allah berpecahbelah, perkataan Allah akan menjadi langka. Allah tidak berkata-kata di tempat yang terpecah-belah. Perpecahan mengakibatkan perkataan Allah berkurang, bahkan berhenti sama sekali.

Kitab Ibrani diawali dengan perkataan-perkataan: “Allah berulang kali dan dengan berbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan perantaraan para nabi, maka pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya” (Ibr. 1:1-2a). Sebagai Anak Allah, Tuhan Yesus tidak saja membicarakan perkataan Allah, tetapi Dia sendiri bahkan disebut firman (Yoh. 1:1, 14; Why. 19:13). Allah berbicara di dalam Anak-Nya dan tidak hanya melalui Anak-Nya. Di mana ada Anak, di situ juga ada fir-man. Tidak hanya demikian, ketika Anak berbicara, Allah pun berbicara di dalam pembicaraan Anak. Anak datang untuk mengekspresikan Allah, mendefinisikan Allah, dan menuturkan Allah. Dalam apa adanya dan persona-Nya itulah, Sang Anak adalah firman Allah.

Jika kita benar-benar bersatu dengan anggota-anggota Tubuh Kristus lainnya, kita akan dapat menuturkan perkataan Allah. Tetapi, jika kita tidak bersatu dengan kaum saleh, melainkan penuh dengan keluhan, gerutuan, atau gosip, tidak mungkin kita dapat menuturkan perkataan Tuhan. Menuturkan perkataan Allah memerlukan keesaan. Di mana tidak ada keesaan, di situ tidak ada perkataan. Jika kita membiarkan damai sejahtera Kristus menjadi juri di dalam kita untuk memelihara keesaan dan keselarasan, kita akan dapat menuturkan perkataan Allah.

Kristus telah mati di atas salib untuk mengadakan damai sejahtera melalui menggenapkan penebusan dan memperdamaikan kita dengan Allah. Damai sejahtera ini vertikal, yakni damai sejahtera antara kita dengan Allah. Kristus mati juga untuk mengadakan damai sejahtera horisontal, yakni damai sejahtera antara kita dengan orang lain. Untuk hal ini Kristus menghapus semua ketentuan, yaitu berbagai cara penyembahan dan cara hidup. Melalui menghapus ketentuan-ketentuan, Kristus telah mengadakan damai sejahtera secara horisontal di antara berbagai manusia. Dengan berbuat demikian, Ia telah meniadakan dampak Babel. Di Babel umat manusia telah dikacau-balaukan, dipisah-pisahkan, dan dicerai-beraikan. Di sana manusia korporat ciptaan Allah telah dipecah-belah. Tetapi oleh kematian-Nya di atas salib, Kristus telah menciptakan perdamaian yang vertikal dan horisontal. Karena itu, pada hari Pentakosta, Kristus dapat turun ke atas kaum beriman sebagai Roh pemersatu dan mendatangkan gereja secara riil. Pada hari Pentakosta orang-orang yang berkata-kata dengan berbagai bahasa telah menjadi esa.


Sumber: Pelajaran-Hayat Kolose, Buku 3, Berita 64

No comments: