Hitstat

02 December 2014

1 Tesalonika - Minggu 4 Selasa



Pembacaan Alkitab: 1 Tes. 1:3-7; Rm. 3:20


Iman bukanlah mencoba mempercayai sesuatu yang tidak dapat kita percayai. Ketika Anda menginjil, janganlah sekali-kali memaksa orang untuk percaya. Sebaliknya, sodorkanlah Allah Tritunggal yang paling terkasih, mustika, dan berharga. Ketika orang lain mendengar Anda memperkenalkan Dia yang begitu menarik, tentu mereka akan menghargai apa yang sedang Anda sampaikan seraya menerima firman yang Anda beritakan. Firman yang mereka terima kemudian menjadi iman mereka. Inilah makna percaya.

Iman mempunyai dua aspek: yang obyektif dan yang subyektif. Sewaktu kita menerima firman Allah, firman itu menjadi iman obyektif dan iman subyektif kita. Iman obyektif ditujukan kepada hal-hal yang kita percayai, dan iman subyektif ditujukan kepada tindakan percaya kita. Melalui iman yang sedemikian ini kita dilahirkan kembali, yakni dilahirkan dari Allah dan mulailah hubungan hayat antara kita dengan Allah. Selain itu, melalui iman semacam ini kita ditaruh ke dalam Kristus. Tadinya, kita di luar Kristus. Kini melalui iman kita ada di dalam Kristus, berarti antara kita dengan Kristus terdapat kesatuan yang organik. Inilah permulaan kehidupan orang Kristen, kehidupan semacam ini adalah kehidupan yang kudus yang berkesimpulan pada hidup gereja. Dengan cara inilah Allah Tritunggal ditransmisikan ke dalam diri kita sehingga kita beroleh hayat yang baru, hayat ilahi. Melalui hayat baru inilah kita memiliki hubungan hayat dengan Allah dan menghasilkan kesatuan yang organik dengan Kristus. Berdasarkan hubungan dan kesatuan ini pula kita memulai kehidupan orang Kristen; kehidupan ini adalah kehidupan yang kudus bagi hidup gereja.

Kita telah cukup lengkap membahas ayat 1, sekarang mari kita melanjutkan ke ayat 3. Di sini Paulus mengatakan, "Sebab kami selalu mengingat pekerjaan imanmu, usaha kasihmu dan ketekunan pengharapanmu kepada Tuhan kita Yesus Kristus di hadapan Allah dan Bapa kita." Dalam ayat ini Paulus menyinggung tiga hal: pekerjaan iman, usaha kasih, dan ketekunan pengharapan. Terlebih dulu ada pekerjaan iman. Iman berasal dari penerimaan kita terhadap firman, firman ini adalah perwujudan Allah Tritunggal. Ketika kita menerima firman ini, timbullah iman di dalam kita. Kita telah nampak bahwa iman ini bersifat obyektif dan subyektif.

Istilah pekerjaan (ayat 3) dalam bahasa Yunaninya ialah ergon, biasanya diartikan "kelakuan". Paulus menggunakan istilah ini dalam Roma 3:20: "Sebab tidak seorang pun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah karena melakukan (kelakuan) hukum Taurat." "Kelakuan" dalam Roma 3:20 terutama ditujukan kepada kelakuan kita. Maksud Paulus ialah tidak ada orang yang telah jatuh yang dapat dibenarkan di hadapan Allah karena kelakuannya. Jadi, kelakuan dalam ayat itu bukanlah mengacu kepada aktivitas atau tugas yang kita lakukan, melainkan mengacu kepada perbuatan yang khusus dalam kelakuan kita. Kalau begitu apa makna "pekerjaan" dalam ayat 3? Apakah itu ditujukan kepada perbuatan atau suatu tugas? Sebenarnya, dalam bahasa Yunaninya kata ini menyatakan perbuatan, aksi, aktivitas, meliputi segala aktivitas kita. Aktivitas kita meliputi perbuatan, kelakuan, dan lainnya. Karena itu, pekerjaan iman mengacu kepada semua perbuatan dan tindakan iman.


Sumber: Pelajaran-Hayat 1 Tesalonika, Buku 1, Berita 6

No comments: