Hitstat

08 March 2012

2 Korintus - Minggu 24 Kamis

Pembacaan Alkitab: 2 Kor. 9:6-15


Dalam ayat 7 Paulus melanjutkan, "Hendaklah masing-masing memberi menurut kerelaan hatinya, jangan dengan sedih hati atau karena paksaan, sebab Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita." Kita tidak boleh sedih dalam memberi. Sebaliknya, kita harus penuh dengan sukacita. Jika kita sedih dalam memberi, lebih baik kita tidak memberi. Selain itu, pemberian kita tidak boleh karena paksaan. Kata Yunani yang diterjemahkan paksaan di sini sama dengan yang dipakai dalam pasal 6. Ini berarti kita ditekan ke dalam sesuatu, dipaksa ke dalamnya. Memberi karena paksaan menunjukkan bahwa pemberian itu merupakan suatu malapetaka bagi kita. Kita tidak boleh memberi karena terpaksa; kita juga tidak seharusnya memberi jika kita merasa bahwa memberi itu merupakan suatu malapetaka. Dalam pemikiran beberapa orang, memberi harta benda itu sama dengan menderita suatu malapetaka. Ketika kita memberi, tidak boleh seperti itu. Seperti yang dikatakan Paulus dalam ayat ini, Allah mengasihi orang yang memberi dengan sukacita. Kata "sukacita" juga dapat diterjemahkan "senang", atau "riang gembira". Dalam pemberian kita, kita harus penuh dengan sukacita, senang, dan riang gembira.

Dalam ayat 8 dan 9 ada banyak pemikiran yang baik dan berharga. Salah satunya itu adalah bahwa pemberian yang murah hati di satu pihak merupakan berkat bagi penerimanya, di pihak lain merupakan kebenaran dalam pandangan Allah dan manusia. Pemikiran ini diteguhkan oleh perkataan Tuhan yang diucapkan di atas gunung dan tercatat dalam Matius 6. Tuhan menganggap pemberian yang murah hati ini bukan hanya sebagai satu kasih karunia, melainkan juga sebagai kebenaran.

Dalam ayat 10 Paulus selanjutnya mengatakan, "Ia yang menyediakan benih bagi penabur, dan roti untuk dimakan, Ia juga yang akan menyediakan benih bagi kamu dan melipatgandakannya dan menumbuhkan buah-buah kebenaranmu." Di sini kita nampak sumber dari benih itu: benih itu berasal dari Allah yang menyuplaikan benih kepada penabur dan roti untuk dimakan dengan limpahnya. Kita tidak boleh mengira bahwa gandum yang dipakai untuk membuat roti itu secara otomatis berasal dari penuaian panenan. Tidak, itu berasal dari Allah. Sekalipun kita harus menabur, tetapi kita tidak boleh bersandar kepada penaburan kita. Menabur adalah tugas kita dan kita harus menabur untuk alasan ini. Namun, kita tidak boleh bersandar kepada apa yang kita taburkan. Jika kita bersandar kepada penaburan kita, maka Allah mungkin menahan hujan atau mengizinkan badai untuk merusak panenan itu. Karena itu, kita harus nampak bahwa Allah adalah Dia yang menyediakan roti. Dia memberi kita benih untuk menabur dan juga roti dari panenan itu untuk kita makan. Selain itu, Dialah yang melipatgandakan benih kita dan yang menumbuhkan buah-buah kebenaran.


Sumber: Pelajaran-Hayat 2 Korintus, Buku 3, Berita 49

No comments: