Hitstat

30 May 2017

Wahyu - Minggu 17 Selasa



Pembacaan Alkitab: Why. 10:10
Doa baca: Why. 10:10
Aku pun mengambil kitab itu dari tangan malaikat itu, dan memakannya: Di dalam mulutku kitab itu terasa manis seperti madu, tetapi sesudah aku memakannya, perutku menjadi pahit rasanya.


Kita yang di dalam gereja harus nampak bahwa berkat terbesar adalah Ia berjanji akan membuat kita menjadi sesuatu. Cara-Nya menggenapkan hal ini adalah menggarapkan diri-Nya ke dalam kita. Menuliskan nama Allah, nama Yerusalem Baru, dan nama baru Tuhan pada diri kita sesungguhnya mengacu kepada hal menggarapkan diri Allah ke dalam kita, menggarapkan Yerusalem Baru ke dalam kita, dan menggarapkan semua pekerti Kristus ke dalam kita sebagai ekspresi-Nya yang baru. Akhirnya, melalui penggarapan ini, ketiga nama baru ini akan tertulis pada diri kita. Penggarapan unsur-Nya ke dalam kita berarti menuliskan nama-nama ini pada diri kita.

Penulisan ketiga nama ini menggambarkan penggarapan unsur ilahi ke dalam diri kita. Karena itu, berkat terbesar dalam hidup gereja bukanlah Tuhan memberi kita sesuatu, melainkan sekarang ini Ia sedang menggarapkan diri-Nya ke dalam kita, menjadikan kita satu bagian dari Yerusalem Baru. Melalui penggarapan ini, kita bisa memiliki sesuatu dari Allah seperti beberapa pengalaman baru atas Kristus yang almuhit. Kita mungkin tidak memiliki berkat-berkat yang di luar. Walaupun Tuhan memelihara kita, kita tidak menganggap pemeliharaan yang di luar itu sebagai berkat yang sejati. Berkat yang sejati adalah Ia menjadikan kita tiang dalam Bait Allah yang padanya dituliskan ketiga nama yang ajaib.

Ketika Rasul Yohanes memakan gulungan kitab yang kecil itu, dalam mulutnya terasa manis namun terasa pahit dalam perutnya (10:10). Pengalaman kita sama. Ketika kita nampak visi ini, kita senang karena visi ini sangat manis. Tetapi setelah nampak visi ini, bertahun-tahun kita merasa pahit. Perasaan pahit ini menyangkut situasi yang kasihan di antara orang-orang Kristen hari ini. Bahkan di antara kita yang demikian dekat dengan ministri Tuhan pun banyak yang tidak mempedulikan pembangunan Allah.

Apakah pembangunan Allah itu? Pembangunan Allah adalah menyalurkan diri-Nya ke dalam kita dan menggarapkan diri-Nya ke dalam kita. Perhatikan sekali lagi ilustrasi tentang kayu yang membatu. Kayu itu bersifat alamiah, tidak memiliki unsur mineral apa pun yang bisa memberinya substansi batu. Dalam pembangunan kekal Allah tidak ada kayu. Dalam bangunan itu, yang ada hanya batu-batu permata, emas, dan mutiara. Kedua belas dasar dari Yerusalem Baru adalah lapisan batu-batu permata (21:19-20), dan seluruh temboknya dibangun dengan permata yaspis (21:18). Dalam Yerusalem Baru tidak ada lumpur atau kayu. Asalnya kita semua kalau bukan lumpur tentu kayu. Setiap orang lebih suka kayu daripada lumpur, karena menurut mereka kayu lebih unggul daripada lumpur. Namun, baik lumpur maupun kayu tidak berguna dalam tangan pembangunan Allah. Kita perlu diubah. Orang-orang yang seperti lumpur perlu diubah menjadi batu permata, sedang orang-orang yang seperti kayu perlu dijadikan batu. Cara untuk membuat sepotong kayu menjadi batu adalah dengan membiarkan air hidup mengalirinya untuk menghanyutkan kadar kayu dan menggantinya dengan unsur mineral yang kukuh. Proses pembatuan dalam dunia fisik ini merupakan lambang dari realitas rohani. Hari ini sesungguhnya Allah "sedang membatukan" kita melalui aliran hayat ilahi-Nya. Aliran ini dengan jelas diwahyukan dalam Wahyu 22:1 yang mengatakan, "Lalu Ia menunjukkan kepadaku sungai air kehidupan, yang jernih bagaikan kristal, dan mengalir ke luar dari takhta Allah dan takhta Anak Domba itu." Sungai itu mengaliri seluruh kota.


Sumber: Pelajaran-Hayat Wahyu, Buku 2, Berita 32

No comments: