Hitstat

08 July 2006

Kejadian Volume 3 - Minggu 4 Sabtu

Hidup Bergaul Dengan Allah -- Menempuh Hidup Yang Normal
Kejadian 5:21-22
“Setelah Henokh hidup enam puluh lima tahun, ia memperanakkan Metusalah. Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah selama tiga ratus tahun lagi, setelah ia memperanakkan Metusalah, dan ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan.”

Alkitab dengan sederhana menggunakan empat kata: Henokh “hidup bergaul dengan Allah”, untuk menunjukkan bagaimana Henokh memikul tanggung jawab. Dua kali Alkitab mengatakan bahwa “Henokh hidup bergaul dengan Allah”. Hal ini karena memang ada dua aspek dari hidup bergaul dengan Allah, yaitu “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah … ia memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan” (Kej. 5:22) dan “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi, sebab ia telah diangkat oleh Allah” (Kej. 5:24).
Ketika Henokh hidup bergaul dengan Allah, ia juga memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Ini sama sekali bertentangan dengan konsep kita mengenai bagaimana menjadi rohani itu. Kita mengira jika seseorang hidup bergaul dengan Allah, ia harus menjadi seorang biarawan atau pergi ke gunung tertentu untuk mengasingkan diri dan berdoa sepanjang waktu. Jika seseorang melahirkan banyak anak, ia tidak mungkin bisa hidup bergaul dengan Allah. Namun, Henokh tidak demikian. Ia menikah dan bahkan memperanakkan anak-anak lelaki dan perempuan. Keadaan ini tidak membatasi dia sehingga tidak bisa menjadi rohani.
Ini berarti jika kita adalah seorang pelajar, kita harus sekolah dengan rajin. Jika kita bekerja, kita harus bekerja dengan rajin. Ketika waktunya tiba, kita juga harus menikah dan kemudian memiliki anak-anak lelaki dan perempuan. Bahkan sebagai seorang fulltimer pun kita tetap harus menempuh hidup yang normal. Inilah aspek pertama dari “hidup bergaul dengan Allah”.

Hidup Bergaul Dengan Allah -- Tidak Ada Lagi
Kej. 5:24; 2 Kor. 2:15

Alkitab menunjukkan aspek lainnya dari hidup bergaul dengan Allah. “Dan Henokh hidup bergaul dengan Allah, lalu ia tidak ada lagi” (Kej. 5:24). Ia tidak ada lagi di bumi karena ia diangkat oleh Allah. Namun, sebenarnya bahkan sebelum ia diangkat oleh Allah, Henokh sudah “tidak ada”. Apakah maksudnya? Ini berarti tidak ada bahasa manusia yang bisa melukiskan kehidupan semacam ini. Ia begitu normal, tetapi ia “tidak ada”, tidak seorang pun yang bisa mengerti dia. Tidak ada seorang pun yang bisa menjelaskan mengenai dirinya. Ada sesuatu mengenai orang ini yang tidak dapat dijelaskan. Ia begitu berbeda tetapi bukan berbeda karena nyentrik. Ia sangat normal, namun juga sangat berbeda dari orang lain.
Ketika kita hidup bergaul dengan Allah, orang-orang tidak bisa mengerti kita. Sikap, pandangan hidup kita berbeda dengan mereka. Apa yang dikejar oleh semua orang di dunia ini, kita tidak tertarik. Apa yang diperhatikan oleh semua orang di dunia ini justru kita abaikan. Jika orang lain berusaha meraih lebih banyak dalam hidup ini, kita tidak. Meskipun kita menempuh hidup yang normal, tetapi ada sesuatu yang tidak umum di atas diri kita. Orang seharusnya melihat kita dan berkata, “Saya tidak bisa mengerti kamu. Hidup macam apa yang kamu tempuh? Mengapa kamu begitu berbeda dengan orang lain?”
Kita begitu normal, tetapi tidak umum. Ketika orang-orang ada bersama kita, mereka merasakan sesuatu yang berbeda. Alkitab menggunakan istilah “bau yang harum” untuk menjelaskan hal ini (2 Kor. 2:15). Ada bau yang harum keluar dari diri kita, memberi tahu orang-orang bahwa kita tidak umum. Setelah ngobrol sejenak dengan kita, mereka menyadari, “Orang ini sangat istimewa. Tingkah lakunya, perkataannya, cara hidupnya, - berbeda.” Inilah yang dimaksud kita “tidak ada” lagi. Apa yang mengkategorikan kita sebagai orang Kristen? Kita normal, tetapi kita “tidak ada”.
Tuhan Yesus menempuh hidup yang sedemikian ketika di bumi. Ia menempuh kehidupan manusia yang normal. Orang-orang senang mendekati Dia. Orang-orang juga dapat berbicara dengan-Nya. Ia bahkan menjadi sahabat pemungut cukai dan orang berdosa. Namun, di saat bersamaan, orang-orang bertanya-tanya tentang Dia. Mereka bertanya, “Siapakah orang ini?” (Mat. 21:10), “Orang apakah Dia ini?” (Mat. 8:27). Orang-orang itu tidak bisa menjelaskannya, tetapi mereka sangat mengagumi Dia. Inilah kehidupan Henokh. Ketika kita berjalan bersama Allah, di satu sisi kita begitu normal. Di sisi lain, kita begitu berbeda. Inilah tahap Henokh dalam garis hayat yang harus kita tempuh.

Penerapan:
Saudara saudari, janganlah kita menghakimi orang karena penampilan luarnya. Kita justru perlu mendekati mereka dan bersamaan dengan itu, kita juga perlu berjaga-jaga agar kita selalu menempuh hidup yang bergaul dengan Allah. Menanyakan kabar dan belajar mendengarkan keluhan orang, serta mendoakannya, mungkin adalah langkah awal yang perlu kita tempuh.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, terima kasih memberiku pilihan hidup seperti ini. Ingatkan aku Tuhan, bahwa dalam kondisi apa pun aku tidak perlu sendirian, aku bisa menempuh hidup bersama-Mu. Aku juga tidak perlu berusaha bersikap khusus, aku hanya perlu menempuh hidup yang normal bersama-Mu.

No comments: