Hitstat

09 September 2017

Wahyu - Minggu 31 Sabtu

Pembacaan Alkitab: Why. 21:15-21
Doa baca: Why. 21:17
Ia juga mengukur temboknya: Seratus empat puluh empat hasta, menurut ukuran manusia, yang adalah juga ukuran malaikat.


Ayat 18 mengatakan, "Tembok itu terbuat dari permata yaspis." Yaspis adalah sebuah batu permata yang mengalami pengubahan (1 Kor. 3:12) yang mengandung gambar Allah. Batu ini jernih seperti kristal dan hijau tua. Berdasarkan 4:3, penampilan Allah di atas takhta seperti yaspis dan sardis. Warna hijau tua dari yaspis berarti hayat dalam kelimpahannya. Hijaunya rumput, hijaunya ladang dan hijaunya gunung, semua menyatakan kelimpahan hayat. Allah sebagai Yang di atas takhta dalam pasal 4 juga mempunyai penampilan seperti sardis, batu mahal berwarna merah, yang menyatakan penebusan. Bila yaspis menunjukkan Allah sebagai Allah yang mulia dalam hayat-Nya yang kaya, maka sardis mengacu kepada Allah sebagai Allah penebus. Allah kita hari ini adalah Allah hayat dan Allah penebus. Tetapi ketika kita masuk ke dalam Yerusalem Baru, kita tidak memerlukan penebusan lagi. Jadi, warna tembok kota itu adalah yaspis, hijau tua, menyatakan hayat dalam kelimpahannya.

Kita telah melihat bahwa tembok itu 144 hasta tingginya, dan ukuran ini adalah menurut ukuran manusia, yang adalah juga ukuran malaikat. Telah kita bahas bahwa hal ini menunjukkan bahwa tembok kota itu bukanlah yang alamiah, tetapi dalam kebangkitan. Ini suatu hal yang sangat penting. Apa saja yang kita katakan, apa saja yang kita perbuat, dan segala sesuatu kita dalam hidup gereja hari ini harus di dalam kebangkitan. Prinsip kebangkitan adalah hayat alamiah dibunuh dan hayat ilahi tumbuh menggantikannya. Inilah kebangkitan.

Beberapa kali, ketika saya hampir marah-marah, saya segera melatih roh saya untuk menyalibkan manusia alamiah saya. Begitu saya berbuat demikian, saya berada dalam kebangkitan. Kita harus berlatih demikian bukan hanya terhadap amarah kita, bahkan terhadap kasih kita. Jangan mengasihi orang lain secara alamiah. Kasihilah mereka dalam kebangkitan. Kasih alamiah seperti madu. Sebagai ganti kasih "madu", kita perlu kasih yang dalam kebangkitan, kasih yang telah dibunuh oleh salib dan dibangkitkan dengan hayat ilahi. Tidak ada madu dalam kasih yang demikian. Sebagai gantinya, ada kemenyan dan garam. Menurut Imamat 2, kurban sajian boleh dibubuhi kemenyan dan garam, tetapi tidak boleh dibubuhi madu. Kasih di antara kebanyakan orang Kristen hari ini sangat jarang yang berupa kasih dalam kebangkitan, yang adalah kasih sejati. Kebanyakan, bukan hanya seperti madu, bahkan penuh dengan ragi. Walaupun banyak orang Kristen berbicara tentang kasih, kasih itu mungkin bukanlah kasih yang telah ditanggulangi oleh salib dan dibangkitkan berdasarkan hayat ilahi. Yang kita perlukan adalah kasih yang dibangkitkan, kasih yang di dalam hayat ilahi.

Dalam hidup gereja, kita harus belajar melakukan segala sesuatu dalam kebangkitan, bukan dalam hayat alamiah. Bila Anda tidak yakin bahwa Anda melakukan sesuatu di dalam kebangkitan, janganlah melakukannya. Berdoa dan tunggulah sampai Anda mempunyai kepastian bahwa Anda di dalam kebangkitan. Bukti bahwa tembok kota Yerusalem Baru diukur dengan ukuran manusia, yang adalah juga ukuran malaikat, berarti hal itu tidak hanya diukur menurut sifat ilahi, tetapi juga berdasarkan kebangkitan. Anda harus mengasihi saya, dan saya harus mengasihi Anda, bukan dalam hayat alamiah kita, melainkan dalam hayat ilahi. Jangan memberikan ruang seinci pun bagi hayat alamiah. Tidak peduli berapa besar Anda mengasihi yang lain, jagalah jarak antara Anda dengan mereka. Bila Anda bersikap demikian, Anda akan terjaga dari hayat alamiah dan Anda akan mengasihi yang lain dalam kebangkitan, menurut keinsanian, tetapi dalam kemiripan dengan malaikat.



Sumber: Pelajaran-Hayat Wahyu, Buku 4, Berita 61

No comments: