Hitstat

15 November 2007

Matius Volume 7 - Minggu 2 Jumat

Menanggulangi Hawa Nafsu
Matius 19:5-6
Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.

Jika kita serius terhadap Tuhan bagi kerajaan, kita harus menanggulangi hawa nafsu, kesombongan, dan cinta akan harta kekayaan. Kerajaan merupakan masalah pelatihan dan sebagian besar pelatihan ini melibatkan berbagai macam penanggulangan. Hawa nafsu, kesombongan, dan cinta akan harta kekayaan menghalang-halangi kita untuk memasuki kerajaan. Cinta akan harta jelas bersangkutan dengan diri (ego). Secara alamiah, kita semua mencintai uang untuk diri sendiri. Namun jika kita ingin memasuki Kerajaan Surga, kita harus menanggulangi cinta akan uang ini. Sekali demi sekali Injil Matius menanggulangi hawa nafsu. Dalam konstitusi Kerajaan Surga, Raja dengan nyata menyinggung masalah penanggulangan hawa nafsu. Perkataan tentang mencungkil mata kita atau memenggal tangan kita dalam Matius 5:29-30 menunjukkan betapa tegas dan seriusnya keharusan kita menangani hal ini. Jika tidak, tidak ada jalan masuk Kerajaan Surga.
Matius 19:3 mengatakan, “Lalu datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya, ‘Apakah diperbolehkan orang menceraikan istrinya dengan alasan apa saja?’” Sumber perceraian ialah hawa nafsu. Jika tidak ada hawa nafsu, tidak akan terjadi perceraian.
Firman Tuhan dalam Matius 19:4-6 tidak hanya mengakui terciptanya manusia oleh Allah, tetapi juga menegaskan ketentuan Allah tentang pernikahan, yaitu seorang laki-laki dan seorang perempuan dipersatukan dan dijadikan satu daging yang tidak dapat diceraikan oleh manusia. Pernikahan adalah kesatuan seorang laki-laki dengan seorang perempuan. Inilah ketentuan Allah, sangat serius, tidak boleh dilanggar oleh manusia. Ketentuan Allah di sini melambangkan keesaan antara Kristus dan gereja. Sebagaimana seorang suami untuk seorang istri, demikian pula satu Kristus untuk satu gereja.

Mat. 19:1-8; 5:29-30

Dalam Matius 19:7, orang-orang Farisi bertanya kepada Tuhan, “Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan istrinya?” Perintah ini bukan bagian dari hukum dasar, melainkan suatu tambahan kepada hukum itu. Perintah ini diberikan oleh Musa bukan berdasarkan ketetapan Allah dari semula, melainkan sebagai sesuatu yang sementara, karena kekerasan hati manusia. Tuhan tidak bertengkar dengan orang-orang Farisi; Tuhan berkata, “Karena kekerasan hatimu, Musa mengizinkan kamu menceraikan istrimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian” (Mat. 19:8).
Perintah yang diberikan oleh Musa tentang perceraian adalah penyimpangan dari ketentuan semula Allah mengenai pernikahan; tetapi bagi Kerajaan Surga, Kristus sebagai Raja surgawi memulihkan pernikahan pada keadaan yang semula. Ini menunjukkan bahwa Kerajaan Surga, yang berhubungan dengan ketentuan Allah dari semula, tidak mengizinkan perceraian.
Dalam Matius 19:8 kita nampak prinsip pemulihan. Pemulihan berarti kembali kepada yang semula. Kita perlu kembali kepada yang semula. Pada waktu sebermula, Allah menentukan kesatuan seorang suami dan seorang istri, tidak ada perceraian. Karena kekerasan hati mereka, Musa memperbolehkan perceraian dan mengizinkan seorang menceraikan istrinya dengan memberi dia surat cerai. Tuhan bertanya kepada orang Farisi apakah mereka ingin memperhatikan ketentuan Allah atau kekerasan hati manusia. Setiap pencari Tuhan harus berkata, “Oh, Tuhan, belas kasihanilah aku agar aku memperhatikan ketentuan semula-Mu. Aku menyalahkan dan menolak kekerasan hatiku dan kembali pada ketentuan-Mu yang semula.” Inilah arti pemulihan.
Hawa nafsu tidak hanya merusak kehidupan kerajaan dan hidup gereja, tetapi juga kehidupan manusia. Hawa nafsu menghancurkan pernikahan dan masyarakat, merusak roh, jiwa, dan tubuh. Hawa nafsu merusak setiap aspek kehidupan manusia. Jika hawa nafsu ditanggulangi, sebagian besar dari kebobrokan dalam masyarakat akan lenyap. Dalam kehidupan gereja kita harus bersandar anugerah Tuhan menanggulangi hawa nafsu dengan serius.

Doa:
Ya Tuhan, Engkau membenci perceraian karena hal itu merusak ikatan pernikahan yang telah ditetapkan Allah sejak sebermula. Terangilah aku yang Tuhan, agar aku nampak betapa buruknya hawa nafsu yang bercokol dalam hatiku dan tanggulangilah setiap keinginan yang tidak wajar sehingga aku dapat hidup dalam kekudusan dan kebenaran di hadapan Allah dan manusia.

No comments: