Hitstat

03 October 2012

Efesus - Minggu 2 Rabu


Pembacaan Alkitab: Ef. 1:4; 5:26-27


Kini kita meninjau masalah pengudusan watak (sifat) kita, yang terjadi sesudah pembenaran (Rm. 6:19, 22). Ini adalah pengudusan yang bukan hanya pada kedudukan kita, tetapi juga di dalam watak kita. Maka, hal ini lebih dalam dan lebih subyektif daripada pengudusan kedudukan. Dalam pengudusan yang subyektif ini, kita dijenuhi Allah dalam watak kita. Pemisahan dapat terjadi lebih mudah dan memakan waktu yang sangat singkat, namun untuk dijenuhi dalam watak memakan waktu panjang. Jika kita setia kepada Tuhan, barulah kita akan dijenuhi dengan sifat Allah dari hari ke hari. Allah memang ingin menjenuhi kita dengan diri-Nya sendiri, dan kita wajib menyesap Allah ke dalam diri kita. Hal ini memerlukan waktu. Inilah proses pengudusan kita.

Allah telah memilih kita dengan tujuan menjenuhi kita dengan diri-Nya sendiri; Ia ingin menggarapkan diri-Nya ke dalam diri kita. Kemudian kita akan menjadi kudus, sekudus Ia sendiri. Dewasa ini, kita semua berada dalam proses penjenuhan. Saya telah berada dalam proses ini lebih dari 50 tahun, dan saya masih berada di dalamnya, yakni masih “menyesap” Allah dari hari ke hari. Banyak orang di antara kita yang dahulunya berada dalam kekristenan dapat bersaksi, ketika kita berada di sana, kita tidak mengalami banyak penjenuhan yang sedemikian. Akan tetapi sejak kita memasuki hidup gereja, kita mengalami sangat banyak penjenuhan Allah ini. Hidup gereja adalah hidup yang menyesap Allah.

Kita semua telah dipilih menjadi kudus dengan cara demikian. Pertama, kita dipisahkan kepada Allah; kedua, kita dijenuhi Allah; akhirnya kita menjadi satu dengan-Nya. Pada suatu hari, kita akan serupa dengan-Nya. Hal itu akan menjadi tanda kegenapan pengudusan kita, proses yang diawali pemisahan, dilanjutkan dengan penjenuhan, dan tergenap dengan penebusan sepenuhnya atas tubuh kita. Pada saat itu, kita akan menjadi benar-benar serupa dengan Dia lahir dan batin. Kita akan menjadi kudus. Dengan tujuan inilah kita dipilih oleh Allah sebelum dunia dijadikan.

Ayat 4 juga mengatakan bahwa kita dipilih di dalam Dia supaya kita tak bercacat. Suatu cacat adalah seperti sebutir benda asing dalam permata yang mahal. Kaum pilihan Allah seharusnya hanya dijenuhi dengan diri Allah, tanpa benda-benda asing, seperti unsur manusia alamiah yang telah jatuh, daging, diri, atau perkara-perkara duniawi. Inilah “tanpa cacat”, tanpa campuran apa pun, tanpa unsur lain, selain sifat kudus Allah. Setelah terbasuh seluruhnya dengan air dalam firman, gereja akan dikuduskan dengan cara demikian (Ef. 5:26-27).

Kita akan menjadi kudus tanpa bercacat di hadapan-Nya. “Di hadapan-Nya” menandakan bahwa kita kudus dan tak bercacat dalam pandangan Allah sesuai dengan standar Allah. Keadaan ini melayakkan kita untuk tetap di dalam hadirat-Nya dan menikmati penyertaan-Nya. Kita menjadi kudus dan tak bercacat bukan menurut standar atau pandangan kita sendiri, melainkan menurut standar-Nya dan pandangan-Nya.

Terakhir, kita akan menjadi kudus tak bercacat di hadapan-Nya, di dalam kasih. Kasih di sini mengacu kepada kasih Allah, dengan kasih ini Allah mengasihi umat pilihan-Nya, dan dengan kasih ini juga umat pilihan-Nya mengasihi Dia. Di dalam dan dengan kasih ini umat pilihan Allah menjadi kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Mula-mula Allah mengasihi kita, kemudian kasih Allah ini membangkitkan kita untuk mengasihi-Nya kembali. Dalam keadaan dan suasana kasih ini, kita dijenuhi Allah agar menjadi kudus dan tanpa cacat seperti apa adanya Dia. Dalam kasih ini, yaitu kasih yang timbal balik, Allah mengasihi kita, dan kita membalasnya dengan kasih pula. Dalam kondisi semacam inilah kita diubah. Di bawah kondisi seperti inilah, kita dijenuhi oleh Allah.


Sumber: Pelajaran-Hayat Efesus, Buku 1, Berita 3

No comments: