Hitstat

14 July 2005

Wahyu Volume 1 - Minggu 1 Kamis

Sesama Hamba
Wahyu 1:1b
"...Ia telah menyatakannya kepada hamba-Nya Yohanes."

Dalam kitab Wahyu, Yohanes bukanlah murid yang seperti dalam kitab Injil, yaitu murid yang dikasihi Yesus, yang bersandar dekat kepada-Nya, yang ada di sebelah kanan-Nya (Yoh. 13:23). Sebaliknya, dia adalah salah seorang dari hamba-Nya. Hal ini menunjukkan tanggung jawab yang luar biasa.
Di akhir kitab Wahyu, kita bisa melihat teladan seorang hamba. Wahyu 22:8-9 mengatakan, "Dan aku, Yohanes, akulah yang telah mendengar dan melihat semuanya itu. Dan setelah aku mendengar dan melihatnya, aku tersungkur di depan kaki malaikat, yang telah menunjukkan semuanya itu kepadaku, untuk menyembahnya. Tetapi ia berkata kepadaku: "Jangan berbuat demikian! Aku adalah hamba, sama seperti engkau dan saudara-saudaramu, para nabi dan semua mereka yang menuruti segala perkataan kitab ini. Sembahlah Allah!" (Why. 22:8-9). Malaikat yang menyampaikan wahyu ini tidak mau menerima penyembahan Yohanes. Dia mengganggap dirinya sebagai sesama hamba. Seorang hamba Allah yang sejati harus meneladani sikap yang dimiliki hamba ini. Keinginan mendapatkan pujian manusia adalah mencuri kemuliaan Allah. Betapa baiknya jika kita menyebabkan orang lain menyembah Allah dan membuat diri kita sendiri tersembunyi.
Jika kita bersikap seperti hamba di atas, Tuhan yang begitu mengasihi kita akan menyingkapkan isi kitab Wahyu ini kepada kita. Kiranya Tuhan membuat kita untuk tidak mengabaikan karunia-Nya ini.

Teladan Hamba
Why 1:1

Perkataan "hamba-hamba-Nya" berarti mengacu kepada semua hamba. Secara luaran dan berdasarkan penilaian yang subyektif, manusia membeda-bedakan status hamba. Pembedaan ini membuat beberapa hamba terlihat sangat rendah keadaannya; yang lain agak lebih mulia. Beberapa hamba sangat kelihatan; yang lain sangat tersembunyi. Puji syukur kepada Tuhan, Dia tidak mempedulikan penilaian orang terhadap kita. Dia hanya peduli bagaimana keadaan kita dalam kedudukan kita sebagai hamba; apakah kita setia atau tidak.
Direndahkan dan diasingkan tidak dapat menghalangi kita untuk memiliki persekutuan dengan Allah dan dengan Anak-Nya. Sebaliknya ditinggikan dan menjadi menonjol, tanpa pengalaman riil yang memadai di hadapan Tuhan, adalah sangat berbahaya. Hanya kemuliaan yang di luar tanpa pengalaman rohani memikul salib, dan mati bersama Tuhan akan menyebabkan kebangkrutan rohani.
Kita perlu memiliki sikap dan kehidupan sebagai hamba Allah seperti dalam syair kidung yang ditulis oleh Watchman Nee :

Mengasihi, tanpa dikasihi, melayani, tanpa diupahi;
Jerih lelah, tanpa orang ingat, menderita tanpa orang lihat.
Tuang arak tanpa meminumnya; pecah roti tanpa memakannya;
Curah hayat biar orang lain bah’gia, lepas nyaman biar orang lain ten’tram.
Tak mengharap rawat simpati, tak mengharap hibur dan puji;
Rela gersang, rela terkucil, rela diam, rela terpencil.
Air mata, darah s’bagai harga mahkota, rela merugi, hidup bagai musafir;
Kar’na saat Kau hidup di bumi, Kau pun menempuh jalan ini.
Dengan girang t’rima s’gala d’rita, agar yang dekat-Mu sentosa.
Koor :
Ku tak tahu b’rapa jauh jalan ini, s’kali tempuh tak mungkin kuulangi;
Biarku b’lajar sempurna s’perti diri-Mu, dihina orang tidak mengeluh.
Mohon di masa prihatin ini, sekalah air mata batini.
B’lajar kenal Kaulah Penghiburku, biar ku jadi berkat s’panjang umur.

Penerapan:
Kadang-kadang kita merasa kecil, tidak berguna; di lain pihak, kadang-kadang kita merasa lebih tinggi dari orang lain. Ketahuilah, kita ini adalah sesama hamba Allah. Allah telah mengatur semua situasi yang terbaik untuk kita masing-masing. Terimalah dan layanilah Dia dengan setia!

Pokok Doa:
Ya, Tuhan, Engkau melayani Allah dengan setia. Engkau tidak mencari perkenan manusia, Engkau juga tidak mencari hibur dan simpati manusia. Ya, Tuhan, aku rindu serupa-Mu.

No comments: