Hitstat

12 January 2007

Kejadian Volume 10 - Minggu 3 Jumat

Yakub Belum Mencapai Kehendak Allah
Kejadian 33:19-20
“Kemudian dibelinyalah dari anak-anak Hemor, bapa Sikhem, sebidang tanah, tempat ia memasang kemahnya, dengan harga seratus kesita. Ia mendirikan mezbah di situ dan dinamainya itu: ‘Allah Israel ialah Allah.’”

Walaupun apa yang dilakukan Yakub di Sikhem sudah jauh lebih baik daripada apa yang ia lakukan di Sukot, namun Sikhem bukanlah Betel. Kalau kita membaca Kejadian 12, kita akan nampak, bahwa setelah Abraham tiba di Sikhem, ia masih terus maju ke Betel (Kej. 12:6-8). Yakub bermimpi di Betel (Kej. 28:10-22). Ketika Allah menyuruh dia kembali ke tempat moyangnya, artinya ialah menyuruh dia kembali ke Betel untuk membayar janji serta membangun bait Allah. Kita tidak tahu apakah Yakub itu betul-betul lupa akan mimpinya atau memang enggan berkorban. Mula-mula ia pergi ke Sukot, kemudian ke Sikhem. Di Sikhem ia mulai menempuh hidup kaum yang terpanggil – mendirikan kemah dan membangun mezbah. Sebelumnya, ia tidak pernah mengalami hidup seperti ini. Hanya ketika Yakub tiba di Sikhem, barulah ia mulai hidup berkemah, serta mempunyai kesaksian mezbah.
Walau di Sikhem Yakub ada kemah dan mezbah, namun belum mencapai taraf kehendak Allah. Yakub mempunyai kemah, tetapi Allah belum mempunyai bait. Ia sudah membangun mezbah bagi Allah, namun Allah belum mempunyai bait. Menurut Perjanjian Lama, membangun mezbah selalu membimbing kita sampai kepada pembangunan bait. Dalam pembangunan kembali Bait Suci, yang pertama dipulihkan adalah mezbah (Ezr. 3:1-3). Di depan kemah dan Bait Suci adalah mezbah. Pengalaman kita pun demikian juga. Pertama-tama kita harus mempersembahkan diri kepada Allah dengan mutlak (membangun mezbah), kemudian kita harus maju ke tahap membangun gereja sebagai realitas Tubuh Kristus (membangun bait Allah).

Perlu Melaksanakan Janji dan Mewujudkan Persembahan Kita
Kej. 33:19-20

Setelah kita membaca potongan cerita ini, janganlah menganggap ini sekadar cerita Yakub belaka, tetapi kita harus menerapkannya ke atas diri kita. Kalau kita jujur, kita dapat bersaksi, bahwa kita pernah seperti Yakub, yaitu lupa akan janji dan pengabdian kita kepada Allah. Kita semua pasti pernah mempersembahkan diri kepada Tuhan, lebih-lebih ketika mengalami pencobaan atau kesukaran. Kita berjanji, “Ya, Tuhan, bila Engkau membawaku keluar dengan selamat dari kesulitan ini, maka aku akan mempersembahkan diriku kepada-Mu. Menjadikan Dikau sebagai Allahku, dan pula membangun bait di sini bagi-Mu.” Secara prinsip, kita semua pernah berjanji seperti ini. Tetapi apakah kita melaksanakan janji kita? Barangkali tidak ada satu pun yang dilaksanakan. Demikianlah kita tahu bahwa kita semua inilah Yakub. Kisah Yakub itu justru adalah kisah kita juga. Mempersembahkan kepada Allah, berjanji kepada Allah itu suatu perkara; namun melaksanakan janji dan mewujudkan persembahan kita itu, tidak mudah karena menuntut pengorbanan kita.
Hidup orang Kristen sering ditempuh di bawah badai topan. Sewaktu mulai mendengarkan Injil, kita mengira setelah menjadi orang Kristen, hidup kita akan nyaman tanpa badai topan. Boleh jadi kita menyangka bahwa kapal hidup kita di dalam Kristus selalu berlayar penuh aman sentosa, teduh laju sepanjang jalan. Namun dari pengalaman, kita tahu bahwa hidup kita seringkali di terpa badai demi badai. Akhirnya kita menyadari bahwa hidup orang Kristen penuh dengan angin ribut. Apa tujuan topan ini? Agar kita diubah untuk bangunan Allah, agar tujuan Allah tercapai.
Hidup kita penuh angin ribut, disebabkan kita keras kepala, terlampau mirip Yakub. Kita membutuhkan badai sebanyak itu karena kita belum terubah sebagai Israel. Beginilah hidup kita. Jangan sekali-kali menyalahkan Tuhan, kita sendiri yang membuat-Nya susah bekerja pada diri kita. Walau kita tidak pernah berdoa, “Tuhan, berilah aku badai topan”, tetapi badai yang beraneka ragam menimpa ke atas kita. Dewasa ini, hampir semua penuntut Tuhan mempunyai keadaan seperti Yakub, memiliki hidup nyaman di Sikhem, tetapi melalaikan tujuan Allah di Betel. Namun dalam pemulihan-Nya, Ia menghendaki kita menuju ke Betel melalui Sikhem, yakni melalui hidup kita perorangan mencapai pada hidup gereja yang korporat. Kapan kita belum mencapai kehidupan gereja yang korporat, kita belum meraih tujuan Allah. Kiranya segala badai boleh mendesak kita untuk mendengarkan firman Tuhan: Meninggalkan Sikhem, menuju ke Betel, menempuh hidup gereja yang normal di dalam rumah-Nya yang di bumi.

Penerapan:
Sebagai orang Kristen, pertama-tama kita harus jelas terhadap tujuan Allah, yakni apa yang hendak Ia kerjakan melalui kita. Kedua, kita harus belajar hidup bagi tujuan Allah. Ketiga, kita harus memiliki keyakinan bahwa kita telah berada di garis yang tepat, seperti yang Tuhan kehendaki. Tanpa ketiga hal tersebut, apa pun yang kita kerjakan bagi Tuhan tidak dapat memuaskan Dia.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, buatlah aku menyadari bahwa dalam hidupku, aku memerlukan Engkau. Aku mau memulihkan persembahanku. Bawalah aku lebih maju, menjadi orang yang memperhatikan pembangunan gereja-Mu, bait kediaman-Mu.

No comments: