Hitstat

29 January 2007

Kejadian Volume 11 - Minggu 2 Selasa

Yusuf di Rumah Potifar
Kejadian 39:2
Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu.

Kejadian 39:1-4 mengatakan, “Adapun Yusuf telah dibawa ke Mesir; dan Potifar, seorang Mesir, pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja, membeli dia dari tangan orang Ismael yang telah membawa dia ke situ. Tetapi TUHAN menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi seorang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya, orang Mesir itu. Setelah dilihat oleh tuannya, bahwa Yusuf disertai TUHAN dan bahwa TUHAN membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan ia boleh melayani dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf.”
Sebagai seorang wakil dari aspek memerintah dari hayat yang matang, Yusuf menikmati penyertaan Tuhan, berikut kuasa, kemakmuran, dan berkat Tuhan. Sejak Potifar memberikan kuasa dalam rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, TUHAN memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat TUHAN ada atas segala miliknya, baik yang di rumah maupun yang di ladang. Di rumah tuannya, Yusuf menjadi faktor pembawa berkat Allah. Sebagai anak-anak Allah, kita pun seharusnya menjadi berkat bagi orang lain. Namun patut disayangkan, sikap, perilaku, dan karakter kita, seringkali menjadi penghalang berkat Allah. Di atas diri Yusuf sama sekali tidak terlihat adanya penghalang berkat Allah. Kita harus belajar senantiasa hidup dalam berkat Allah. Apapun keadaan dan pekerjaan kita, kita harus belajar percaya kepada berkat Allah, harus belajar bersandar kepada berkat Allah, di samping itu juga harus belajar menyingkirkan rintangan yang menghalangi berkat Allah. Kalau tidak demikian, kita akan menderita kerugian yang besar.

Menang atas Nafsu dan Bersinar dalam Kegelapan
Kej. 39:6b-8a; 11-12; 1 Tes. 4:4-5

Kejadian 39:6b-8a mengatakan, “Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya. Selang beberapa waktu isteri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya: ‘Marilah tidur dengan aku.’ Tetapi Yusuf menolak....” Yusuf berkata, “Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?” Yusuf adalah seorang muda yang takut akan Allah. Ia menyadari bahwa menuruti keinginan isteri majikannya adalah suatu kejahatan yang besar dan berdosa terhadap Allah.
Pada suatu hari, ketika Yusuf masuk ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, sedang dari seisi rumah itu seorangpun tidak ada yang di rumah, berkatalah isteri Potifar sambil memegang baju Yusuf: “Marilah tidur dengan aku.” Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya di tangan perempuan itu dan lari ke luar (Kej. 39:11-12). Berbeda dengan Ruben dan Yehuda, Yusuf adalah seorang yang menjaga kesuciannya. Begitu ada godaan, ia segera melarikan diri. Berlari ke luar adalah satu-satunya jalan untuk diselamatkan dari perangkap dosa, karena ia tahu bahwa jika lebih lama tinggal di sana, ia pasti akan jatuh. Banyak orang yang tadinya menganggap dirinya teguh dalam iman, pada akhirnya terjerumus ke dalam lubang dosa. Karena itu, janganlah menganggap diri kita cukup teguh. Marilah kita belajar dari pengalaman Yusuf, begitu ada godaan, segeralah melarikan diri ke luar.
Dalam 1 Tesalonika 4:4-5, rasul Paulus mengatakan, “Supaya kamu masing-masing tahu bagaimana memiliki bejananya sendiri dan hidup di dalam kekudusan dan kehormatan, bukan di dalam keinginan hawa nafsu, seperti yang dibuat oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah” (TL.). Menjaga atau melindungi bejana manusia dalam kekudusan dan kehormatan, tidak mengizinkannya melampiaskan hawa nafsu adalah pelindungan terhadap perbuatan percabulan. Kekudusan lebih mengacu kepada keadaan yang kudus di hadapan Allah; kehormatan mengacu kepada kedudukan yang dihargai di hadapan manusia. Manusia diciptakan untuk tujuan Allah dengan kedudukan yang tinggi, dan pernikahan ditetapkan Allah untuk perkembangbiakan manusia demi menggenapkan tujuan Allah. Menjauhi percabulan bukan hanya agar berada dalam keadaan yang dikuduskan di hadapan Allah, tetapi juga memegang dan menjaga kedudukan yang terhormat di hadapan manusia. Begitu seseorang melakukan percabulan, ia pasti tercemar, dan pengudusannya habis. Di samping itu, ia juga kehilangan kehormatan di hadapan manusia. Bahkan orang yang tidak beriman pun tidak menghormati orang yang melakukan percabulan. Sebab itu, kita harus tahu bagaimana memiliki, menjaga, dan melindungi tubuh kita sendiri dalam keadaan kudus terhadap Allah dan terhormat di hadapan manusia.

Penerapan:
Kita perlu memohon penyertaan Tuhan di dalam setiap hal, perkara, dan setiap aspek kehidupan sehari-hari kita. Penyertaan-Nya adalah segala-galanya bagi kita. Tanpa penyertaan-Nya, apapun yang kita lakukan, walaupun kita anggap benar, akan terasa kering.

Pokok Doa:
Tuhan Yesus, ampunilah aku yang sering melanggar suara hati nuraniku demi menyenangkan orang lain. Tuhan,hari ini aku sadar bahwa penyertaan-Mu lebih penting daripada hormat manusia. Biarlah mulai kini aku menjadi orang yang mencari perkenan-Mu semata.

No comments: