Hitstat

10 May 2005

1 Yohanes Volume 1 - Minggu 4 Selasa

Kasih Allah, Kasih Kita
1 Yohanes 2:5a
"Tetapi barangsiapa menuruti firman-Nya, di dalam orang itu sungguh sudah sempurna kasih Allah."

Di dalam seseorang yang memelihara/menuruti firman Tuhan, kasih Allah (agapao - Yunani) telah disempurnakan.
Frase "kasih Allah" di sini menjelaskan kasih kita terhadap Allah, yang dihasilkan oleh kasih-Nya di dalam kita. Pertama-tama kita menikmati kasih Allah (agape), kemudian kasih ini memproduksi di dalam kita satu kasih yang dengannya kita dapat mengasihi Allah dan saudara saudara seiman dengan kasih agape juga, bukan dengan kasih alamiah kita. Kasih datang dari Allah, ia melewati kita, dan ia kembali kepada Allah. Betapa ajaibnya pengalaman kasih ini! Kita sendiri sejak semula tidak memiliki kasih. Namun, Allah telah lebih dulu datang dengan kasih-Nya kepada kita.
Alkitab menunjukkan bahwa untuk mendapatkan hidup yang kekal, kita harus percaya kepada Tuhan, menerima-Nya sebagai Juruselamat. Alkitab tidak pernah menggunakan istilah percaya dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi. Tetapi tidaklah demikian dalam hal mengasihi Allah. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa kita haruslah mengasihi dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi. Bahkan selanjutnya dikatakan, "ltulah hukum yang terutama dan yang pertama" (Mat. 22:38). Hal ini tidaklah mustahil, karena semakin kita menikmati kasih Allah, semakin kita dapat mengasihi Allah dan menuruti perintah-perintah-Nya, termasuk mengasihi saudara saudari seiman.

Kasih Allah Di Dalam Kita Perlu Disempurnakan
1 Yoh. 2:5; 4:9-10

Bila kita menuruti firman Tuhan, maka kasih ilahi (agape) disempurnakan di dalam kita. Mengenal Allah dalam ayat 3 dan 4 sebenarnya adalah mengalami kasih agape ini. Pengenalan semacam ini atau pengalaman terhadap kasih yang demikian, pasti terlihat dalam hidup kita, yaitu menuruti perintah-perintah-Nya.
Dalam 1 Yohanes 2:5, bahasa Yunani untuk kata "disempurnakan" adalah teleioo, berarti melengkapi, menyempurnakan, menyelesaikan. Di dalam diri-Nya sendiri, kasih Allah sudah sempurna dan lengkap. Namun, di dalam diri kita, wujud kasih ini perlu disempurnakan dan dilengkapkan. Kasih Allah (agape) sendiri telah diwujudkan kepada kita. Satu Yohanes 4:9-10 mengatakan, "Dalam hal inilah kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, … sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita."
Kasih Allah yang kita nikmati ini menghasilkan satu kasih yang olehnya kita dapat mengasihi Allah dan orang lain. Semakin kita berada dalam persekutuan hayat, semakin kita hidup dalam terang, semakin kita mengalami kasih agapenya, dan semakin kita mengasihi Tuhan dan manusia. Demikianlah kasih ini menjadi sempurna di dalam diri kita.
Sewaktu kita dilahirkan kembali, kita mendapatkan hayat Allah, menjadi anak-anak-Nya. Fakta ini harus sering kita akui. Tetapi ini bukanlah yang harus selalu kita rasakan. Jika kita selalu merasakan bahwa kita sungguh-sungguh adalah anak-anak Allah, hal ini tentu kurang wajar. Sebab dalam keadaan normal, tidak ada seorang anak yang selalu merasakan bahwa hayat orang tuanya ada di dalam dirinya; kalau demikian, kemungkinan besar anak tersebut kurang beres. Tetapi, seorang anak akan selalu merasakan bahwa orang tuanya itu berharga dan patut disayangi, karena ia hidup dalam ruang lingkup kasih orang tuanya. Demikian juga, begitu kita menjadi anak Allah, dalam keadaan yang normal, seharusnya kita selalu merasakan bahwa Allah itu sangat berharga (mustika) dan patut dikasihi, karena kita terus menerus mengalami kasih agape. Hal inilah yang membuat kita dapat mengenal Dia dan menuruti perintah-perintah-Nya.

No comments: