Hitstat

30 August 2005

Wahyu Volume 2 - Minggu 4 Selasa

Setia Sampai Mati (1)
Wahyu 2:10b
"Hendaklah engkau setia sampai mati, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan."

Setia sampai mati adalah masalah waktu dan sikap. Tuhan menghendaki kehidupan setiap pelayan-Nya menjadi milik-Nya, itulah sebabnya kita harus setia sampai mati. Kita sepenuhnya adalah milik Tuhan. Sejak semula, Kristus hendak memperoleh segala sesuatu kita. Kini Tuhan berfirman, "Hendaklah engkau setia sampai mati." Dari segi sikap, kita harus setia sampai mati; dari segi waktu, kita harus setia selama hidup kita, sampai kita mati.
Kita tidak perlu mengelilingi dunia untuk mengalami penderitaan dan penganiayaan. Dalam gereja lokal, juga ada penganiayaan untuk kita alami. Di depan hidup gereja ada pintu yang sempit, tetapi begitu kita menetapkan untuk masuk ke dalam hidup gereja, tidak ada "pintu belakang" dan tidak ada "pintu darurat". Pada satu aspek, semua orang kudus dalam hidup gereja menjadi para "penganiaya" kita. Ketika kita baru masuk ke dalam hidup gereja, setiap orang menyenangkan bagi kita. Itu adalah bulan madu hidup gereja kita, tetapi bulan madu itu tidak tahan lama. Setelah sejangka waktu, kita sadar, bahwa Tuhan memakai hampir setiap orang kudus untuk menanggulangi kita.
Tidaklah sulit bagi seorang Kristen untuk mempertahankan kasihnya kepada Tuhan dan standar hidupnya menurut firman Tuhan dalam hari-hari yang tenang dan damai. Tetapi ketika berhadapan dengan pedang, penganiayaan, dan rantai dari orang-orang non Kristen sangatlah jarang dan berharga bagi seseorang untuk tetap bertindak sebagai "yang selalu dia lakukan" seperti Daniel (Dan. 6:11).

Setia Sampai Mati (2)
Why. 2:10; Mat. 16:25

"Sampai mati" bukan hanya perkara waktu. Ini juga berarti setia bahkan sampai pada harga kematian. Kematian adalah cobaan terbesar dan ujian yang terakhir. Jika kita melayani Tuhan dengan setia, kita akan kehilangan hidup kita. Menjadi setia berarti mati, sedangkan berkompromi, mengundurkan diri, mengalah pada kehendak manusia, dan menurunkan standar Allah berarti hidup. Jika seseorang setia kepada Tuhan dan bersedia untuk meninggalkan segala sesuatu, akhir hidupnya ialah mati. Mereka yang membuka hubungan yang pribadi dengan Satan secara sembunyi-sembunyi dan bersedia menyembah dia di gunung, ketika tidak ada siapa pun di sekelilingnya, tentu akan diselamatkan dari kematian dan akan mendapat berkat dari dunia ini. Tetapi orang yang melayani Tuhan dengan setia harus duduk dan menghitung biayanya, harga yang harus dia bayar.
Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di hadapan kita. Tetapi, jika waktunya tiba bagi kita untuk mencurahkan darah bagi perkataan kesaksian kita, apakah kita sepenuhnya siap? Ketika hidup kita terancam, mampukah kita menjaga kesetiaan kita? Bagaimanakah perasaan kita ketika mendengar Tuhan berkata,"Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya" (Mat. 16:25)? Sekarang adalah waktu bagi kita untuk mempersiapkan diri menjadi martir.
Sering kali kita mengira masih ada banyak waktu dan peperangan baru saja di mulai, atau kita berpendapat bahwa lebih baik menyelamatkan tubuh kita hari ini agar berguna di masa depan. Namun, jika kita memhindari kesaksian pada momen yang penting ini, dan mencoba menyelamatkan tubuh kita bagi kegunaan yang lebih besar kemudian, pekerjaan kita di masa depan di hadapan Tuhan tidak ada nilainya. Martir adalah pekerjaan yang terbesar. Kesaksian yang paling besar ialah setia sampai mati. Darah berbicara lebih baik dari pada mulut. Suara darah lebih keras dari pada suara lainnya, dan kuasanya lebih besar dari pada kuasa lainnya. Tuhan ingin kita semua menjadi martir, jika tidak secara fisik, paling tidak secara psikologi.

Penerapan:
Kita perlu melatih tekad kita untuk setia sampai mati. Hari ini, semua ketidaknyamanan yang terjadi, kesalahpahaman, kata-kata tajam, muka asam, dll, belum membuat kita sampai mencucurkan darah, mengapa kita tidak bisa bertahan? Bila kita menerima semua kerugian ini dengan sukacita, ini berarti kita setia sampai mati.

Pokok Doa:
Tuhanku, kami damba bisa seperti Daniel, tidak goyah, dan tidak bergeming walaupun berhadapan dengan pedang, penganiayaan, dan rantai. Tuhan, kami mengasihi-Mu, dapatkan hidup kami sepenuhnya bagi-Mu, karena Engkau memang patut mendapatkannya.

No comments: